Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MADZAHIB TAFSIR

“KARATERISTIK DAN SUMBER PENAFSIRAN PADA MASA


TABI’IN”

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Dosen Pengampu:
Ustadz Munawar, MA

Disusun Oleh:
Aliya Eksury
Lulu Lutfiyanti

STAIS ASY-SYUKRIYYAH TANGERANG


ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
kesehatan, kenikmatan serta kesempatan, dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami
sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan bapak dosen dalam
rangkamenambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami pula.
Shalawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Agung
Muhammad SAW, yang telah mewajibkan kepada kita untuk selalu menuntut ilmu, dan
selalu merasa hauslah akan ilmu.
Ucapan terima kasih kepada Ustadz Munawar MA. selaku dosen pengampu pada
mata kuliah metodologi tafsir, yang telah memberikan bimbingan serta arahan sehingga
makalah yang berjudul “MAKALAH MADZAHIB TAFSIR : “KARAKTERISTIK DAN
SUMBER PENAFSIRAN PADA MASA TABI’IN” ini dapat selesai tepat waktu.
Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun, selalu diharapkan, dalam
rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin
ya rabbal ‘alamin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Tidak diragukan lagi bahwa sejarah tafsir al-Qur’an berlangsung melalui berbagai tahap

dan kurun waktu yang panjang sehingga mencapai bentuknya yang kita saksikan sekarang ini

berupa tulisan berjilid-jilid banyaknya, baik yang tercetak maupun yang masih berupa tulisan

tangan. Tafsir al-Qur’an telah tumbuh di masa Nabi saw. sendiri karena sejak diturunkan al-

Qur’an Rasulullah saw. berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan

kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan al-Qur’an, khususnya menyangkut

ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan

wafatnya Rasulullah saw.

Kalau pada masa Rasul saw. para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak

jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya, para sahahat yang alim atau yang mempunyai

kemampuan untuk berijtihad atau yang mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an seperti Khalifah

yang empat, Ibnu “Abbas bin Ka’ab, dan Ibnu Mas’ud, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Tsabit, Abu

Musa al-Asy’ary, dan Absullah ibn Zubai. Para khalifah yang banyak diterima tafsirnya dan

disampaikan kepada masyarakat, ialah ‘Ali bin Abi Thalib. Sedikit sekali diterima khalifah

yang lain. Hal itu mungkin karena beliau-beliau itu wafat lebih dahulu.
Di samping itu, para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan di atas

mempunyai murid-murid dari para tabi’in, khususnya di kota-kota tempat mereka tinggal.

Maka berkembanglah yang namanya thabaqah ulama mufassirin. Thabaqah-thabaqah tersebut

antara lain, Pertama, thabaqat ulama Mekkah, thabaqat ini adalah ulama-ulama yang lebih

mengetahui tentang ilmu tafsir. Di antara mereka adalah said ibn Jubair, Mujahid bin Jabr,

Atha’ ibn Rabah, Ikrimah Maula ibn Abbas, dan Thaus, yang ketika itu berguru kepada Ibnu

‘Abbas.

Kedua, thabaqat ulama Madinah. Di antara ulama madinah yang terpandang ialah Zaid

ibn Aslam, Muhammad bin Ka’ab, yang ketika itu berguru kepada Ubay bin Ka’ab. Dan

ketiga adalah thabaqat ulama Iraq, di antaranya adalah Masruq ibn al-Ajda’, Abu Said al-

Hasan al-Bisri, Amir al-Sya’bi, yang ketika itu berguru kapada ‘Abdullah bin Mas’ud.
Penafsiran di masa Tabi’in tidak jauh berbeda dengan dengan penafsiran yang telah

dilakukan oleh genarasi sebelumnya, yakni generasi Sahabat, haya saja ada ciri khusus yang

membedakan penafsiran genarasi Sahabat, juga dalam hal kualitas penafsiran menjadi

pembahasan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana karakteristik tafsir Tabi’in?

2. Bagaimana kualitas tafsir Tabi’in?

3. Bagaimana menyikapi tafsir Tabi’in?

4. Bagaimana Sumber Penafsiran Tabi’in

C. Tujuan Makalah

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui karakteristik tafsir Tabi’in.

2. Untuk mengetahui kuaalitas tafsir Tabi’in.

3. Untuk mengetahui sikap terhadap tafsir Tabi’in.

4. Untuk mengetahui sumber-sumber tafsir Tabi’in


BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tafsir Tabi’in
Dengan berakhirnya masa sahabat, urusan tafsir berpindah ke tangan tabi’in. selanjutnya,
dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, kebutuhan umat terhadap ilmu tafsir pun
meningkat. Seirin g dengan bermunculannya fatwa dan berbagai pendapat, dimulailah
pembukuan tafsir. Dan orang-orang yang pertama kali membukukan tafsir adalah Abu al-
Aliyah Rafi’ bin Mihram ar-Rahayi (w. 90 H), Mujahid bin Jabr (w. 101 H), Atha’ bin Abi
Rabah (w. 114 H), dan Muhmmad bin Ka’ab al-Qurthi (w. 117 H). Akan tetapi, buku tafsir
yang pertama kali muncul di khalayak ramai adalah buku tafsir yang disandarkan kepada
Sa’id bin Juhair bin Hisyam al-Kufi al-Asdi (w. 95 H).
Dalam hal ini, para tabi’in ketika menafsirkan al-Qur’an berpegang kepada sumber-sumber
yang telah ada atau terdahulu, yaitu
1. Al-Qur’an (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an
2. Hadis Nabi yang diriwayatkan sahabat
3. Penafsiran dan ijtihad sahabat
4. Para ahl al-kitab yang telah masuk Islam
5. Ijtihad tabi’in.
Pada dasarnya tafsir tabi’in tidak jauh berbeda dengan tafsir di masa sahabat, misalnya dari
segi metode menafsirkan al-Qur’an, yaitu metode yang digunakan tabi’in sebagai berikut.
a) Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, seperti yang dilakukan sahabat.
b) Menafsirkan al-Qur’an dengan hadis Nabi.
c) Menafsirkan al-Qur’an dengan tafsir sahabat.
d) Ijtihad, jika mereka tidak menemukan jawaban di dalam al-Qur’an, hadis, dan tafsir
sahabat.
Sementara perbedaan tafsir di masa tabi’in dan tafsir di masa sahabat adalah:
Pertama, di masa sahabat al-Qur’an belum ditafsirkan secara menyeluruh, sedangkan di masa
tabi’in tafsir telah mencakup sebagian besar ayat al-Qur’an. Kedua, di masa sahabat
perbedaan pemahaman tidak banyak terjadi, sedangkan di masa tabi’in perbedaan
pemahaman semakin banyak. Ketiga, sahabat merasa cukup hanya dengan makna ayat secara
global, sedangkan di masa tabi’in muncul penafsiran terhadap setiap ayat dan kosa kata.
Keempat, di masa sahabat belum terjadi perbedaan mazhab, sedangkan di masa tabi’in
banyak terjadi perbedaan mazhab. Kelima, di masa sahabat tafsir belum dibukukan,
sedangkan di masa tabi’in tafsir sudah mulai dibukukan. Keenam, di masa sahabat tafsir
masih dalam bentuk hadis dan riwayat, sedangkan di masa tabi’in tafsir sudah mulai menjadi
disiplin ilmu tersendiri, meskipun masih berbentuk riwayat. Ketujuh, di masa sahabat tafsir
hanya sedikit dimasuki riwayat isrā’iliyāt, sedangkan di masa tabi’in tafsir banyak merujuk
kepada riwayat isrā’iliyāt dan Ahli Kitab.
Dari perbedaan tafsir sahabat dab tafsir tabi’in di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
karakteristik tafsir tabi’in, yaitu
1. Penafsiran telah mencakup sebagian besar ayat al-Qur’an
2. Sudah mulai banyak perbedaan pemahaman atau pendapat. Perbedaan pemahaman
tersebut terjadi tidak terjadi antara pemahaman kolompok tabi’in tetapi juga
perbedaan pemahaman antara pendapat tabi’in dan sahabat.
3. Telah muncul penafsiran terhadap setiap makna ayat dan kosa kata.
4. Tafsir di masa tabi’in sudah mulai dibukukan.
5. Tafsir di masa tabi’in sudah mulai menjadi suatu disiplin ilmu, meskipun masih dalam
bentuk riwayat. Bentuk periwayat di masa tabi’in mempunyai kekhususan tersendiri
yaitu periwayatan terjadi antara tokoh aliran tafsir di suatu kota dengan murid-
muridnya.
6. Sudah mulai terjadi perbedaan mazhab mazhab dalam menafsirkan al-Qur’an.
7. Sudah banyak diwarnai riwayat-riwayat israiliyat. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya
Ahli Kitab yang masuk Islam, sehingga para tabi’in banyak menukil cerita-cerita
israiliyat untuk ditasukkan dalam tafsiran mereka. Misalnya cerita israiliyat yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Akhbar, Wahb bin Munabbih dan
Abdul Malik bin Abdul ‘Aziz bin Juraij. Cerita israiliyat tersebut biasanya
berhubungan dengan penciptaan alam, rahasia-rahasia makhluk yang ada di alam dan
cerita-cerita Nabi dengan umatnya terdahulu. Sehingga untuk mendapat informasi
yang mendetail mengenai persoalan-persoalan tersebut, maka para tabi’in cenderung
mengambil cerita-cerita tersebut untuk dimasukkan dalam tafsirnya. Akan tetapi yang
menjadi catatan lain adalah dengan banyaknya cerita yang diriwayatkan oleh Ahl
Kitab tersebut justru menimbulkan silang pendapat mengenai status tafsir tabi’in yang
banyak diwarnai cerita-cerita mereka (Ahl Kitab yang masuk Islam). Namun
demikian, pendapat-pendapat tersebut sebenarnya hanya bersifat keberagaman
pendapat, berdekatan satu dengan yang lainnya. Dan perbedaan itu hanya dari sisi
redaksional, bukan perbedaan yang bersifat kontradiktif.
Pada penafsiran masa tabi’in banyak diwarnai perbedaan mazhab. Meskipun demikian
serinkali penafsira tabi’in menggunakan riwayat sahabat sehingga lebih mudah dibedakan
mana yang kuat dan mana yang lemah.
B. Kualitas Tafsir Tabi’in
Untuk menetahui kualitas tafsir tabi’in, setidaknya ada dua hal pokok yan perlu diketahui,
yaitu hukum dari tafsir tabi’in dan nilai dari tafsir tabi’in.
1. Hukum dari Tafsir Tabi’in
Ulama berbeda pendapat mengenai tafsir tabi’in. mereka baru berpedoman pada tafsir tabi’in
ini jika tidak ditemukan tafsir dari Rasulullah dan sahabat. Perbedaan pendapat tersebut
sebagai berikut.
Sebagian kelompok, seperti Ibnu Aqil, dan berdasarkan riwayat dari Imam Ahmad dan
Syu’bah menyatakan bahwa tidak wajib berpegang pada tafsir tabi’in karena hal-hal berikut
ini.
1. Mereka tidak mendengar langsung dari Rasulullah.
2. Mereka tidak menyaksikan ketika al-Qur’an sehingga ada kemungkinan salah paham.
3. Sifat adil tabi’in tidak ditetapkan oleh al-Qur’an dan hadis seperti halnya sifat adil
sahabat.
Namun, banyak dikalangan mufassir yang berpendapat bahwa tafsir tabi’in dapat dipegangi,
sebab pada umumnya menerimanya dari para sahabat. Atau misalnya pendapat sekelompok
lainnya, seperti Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Abi Mulaikah, dan al-A’masy. Kelompok ini
merupakan mayoritas yang menyatakan bahwa tafsir tabi’in dapat dipegang jika tidak
ditemukan tafsir Rasulullah saw. dan sahabat. Hal itu karena tabi’in menerima tafsir sahabat,
menghadiri majelis mereka, dan melihat tata cara ibadah mereka. Sehubungan dengan
persolan ini, pendapat yang lebih kuat disampaikan oleh Ibnu Taimiyah, sebagai berikut.
a. Apabila tabi’in sepakat terhadap sesuatu, harus diterima dan dijadikan sebagai hujjah,
tidak boleh meninggalkannya untuk mengambil jalan yang lain. Pendapat ini merupakan
pendapat yang kuat.
b. Apabila tabi’in berbeda pendapat, pendapat sebagian mereka tidak dapat digunakan
sebagai hujjah dan perlu merujuk ulang kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat sahabat.
2. Nilai Tafsir Tabi’in
Tabi’in adalah generasi yang belajar al-Qur’an serta ilmu-ilmu agama lainnya dari sahabat.
Mereka tidak melihat langsung proses turunnya wahyu sehingga mereka tidak mengetahuinya
secara pasti. Oleh karena itu, tafsir tabi’in tidak dapat disejajarkan dengan tafsir sahabat.
Sementara itu, zaman terus bergulir dan wilayah kekuasaan Islam semakin luas. Tinggallah
generasi tabi’in yang menjadi tempat bertanya. Selanjutnya, mereka harus menjelaskan
makna-makna al-Qur’an yang sulit dan yang belum pernah dijelaskan. Dengan demikian,
tafsir berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia terhadap penjelasan
mengenai al-Qur’an. Oleh sebab itu, tabi’in berijtihad untuk memahami makna-makna dan
yang belum ditemukan penjelasannya.
Sehubungan dengan hasil ijtihad tabi’in, ulama memberikan penilaian mengenai hal tersebut
sebagai berikut.
1. Apabila penafsiran tabi’in mencakup asbāb an-nuzūl dan hal-hal yang ghaib memiliki
kekuatan hukum marfu, seperti tafsir Mujahid.
2. Apabila penafsiran tabi’in merujuk pada Ahli Kitab, hukumnya seperti penafsiran
isrā’iliyāt (maksudnya hadis isrā’iliyāt)
3. Apa yang disepakati oleh tabi’in dapat menjadi hujjah
4. Jika terdapat perbedaan pendapat, pendapat yang satu tidak dapat dibandingkan dengan
tafsir generasi setelah mereka.
C. Menyikapi Tafsir Tabi’in
Tabi’in adalah generasi yang belajar al-Qur’an dari sahabat. Dengan demikian mereka tidak
menyaksikan langsung turunnya ayat. Di sisi lain, mereka terpencar ke berbagai wilayah baru
untuk berdakwah. Oleh sebab itu, ada saja kemungkinan mereka salah dalam memahami
maksud al-Qur’an sehingga tafsir tabi’in perlu diteliti ulang. Berikut ini langkah-langkah
yang dilakukan dalam meneliti tafsir tabi’in.
1. Harus dilakukan penelitian lebih saksama berkaitan dengan shahih atau tidaknya
sanad.
2. Harus mengumpulkan metode-metode tafsir sahabat dan tabi’in sehingga dapat
diketahui perbedaan riwayat mereka.
3. Apabila ada dua pendapat yang shahih yang berbeda dari seorang sahabat dan tabi’in
lalu tidak dapat dikompromikan, harus dianggap sebagai dua pendapat yang berbeda,
kecuali diketahui bahwa yang bersangkutan meralatnya.
4. Mengompromikan riwayat dari sahabat dan tabi’in untuk menunjukan maksud ayat.
5. Tidak semua perbedaan pendapjat dinilai sebagai perbedaan.
6. Memperbarui suatu pendapat setelah adanya kesepakatan berikut.
a. Apabila tidak bertentangan, pendapat itu dapat diterima.
b. Apabila bertentangan, pendapat itu harus dipertimbangkan terlebih dahulu; dan
apabila telah jelas bertentangan, harus ditolak.
D. Pertumbuhan Tafsir Tabi'in
Setelah berakhirnya periode penafsiran pada masa shahabat, maka dimulailah
periode kedua penafsiran yang dilakukan oleh para tabi'in. Mereka adalah orang-orang
yang menjadi murid dari para sahabat dan banyak menerima pengetahuan dari
mereka.
Upaya penafsiran yang mereka lakukan didorong oleh tuntutan dari perkembangan
zaman,
yang belum ada di waktu Rasul dan para sahabat hidup. Selain itu kekuasaan Islam
telah
menyebar ke daerah-daerah baru, sehingga memunculkan masalah-masalah yang
membutuhkan pemecahan dari kitab suci Al-Qur'an.
E. Sumber-Sumber Tafsir Tabi'in
Sudah dapat dimaklumi, bahwa penafsiran yang dilakukan oleh Rasul dan para
sahabat tidak mencakup pada semua ayat Al-Qur'an. Mereka hanya berupaya
menafsirkan
apa yang dirasakan samar dan belum jelas maksudnya oleh manusia yang hidup pada
waktu itu. Kemudian setelah manusia semakin jauh dari masa Nabi dan sahabat, maka
secara berangsur-angsur kesamaran itu semakin bertambah. Oleh karena itu
dibutuhkan
para penafsir yang bertugas mengatasi kesamaran ini. Maka terlaksanalah penafsiran
Al-Qur'an sesuai tuntutan kesamaran masyarakat terhadap hukum.
Menurut Ad-Dzahabi,4 ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir
dari kalangan tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang
diriwayatkan oleh para sahabat dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat
sahabat sendiri atau dari riwayat ahl kitab, dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang
mereka lakukan sendiri.
Jika kita membaca kitab-kitab tafsir yang ada, kita akan temukan kutipan pendapat
dari para tabi'in dalam menafsirkan suatu ayat dengan penalaran dan ijtihad mereka
sendiri.
Pendapat ini note bene murni dari hasil pemikiran mereka dan bukan . dari Rasul atau
sahabat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam metode menafsirkan al-Qur’an tidak jauh berbeda antara generasi sahabat dengan generasi
selanjutnya yakni generasi tabi’in. sementara dalam persoalan karakteristiknya, maka karakteristik
tafsir generasi sahabat berbeda dengan karakteristik tafsir tabi’in. Dalam hal ini, karateristik tafsir
tabi’in yaitu telah mencakup sebagian besar ayat al-Qur’an, perbedaan pemahaman semakin banyak,
muncul penafsiran terhadap setiap ayat dan kosa kata, banyak terjadi perbedaan mazhab, tafsir sudah
mulai dibukukan, tafsir masih dalam bentuk hadis dan riwayat, tafsir sudah mulai menjadi disiplin
ilmu tersendiri meskipun masih berbentuk riwayat, tafsir banyak merujuk kepada riwayat isrā’iliyāt
dan Ahli Kitab.
2. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, terutama dalam persolan data atau referensi. Dalam makalah ini, referensi yang penulis
temukan, sehingga informasih mengenai pokok bahasan tidak secara tuntas dibahas. Oleh itu, jika
dikemudian hari terdapat pembuatan makalah atau semacamnya dengan pokok bahasan yang sama
dengan makalah ini, maka makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi awal untuk lemudian
dikembangkan. Kritik dan saran pun yang sifatnya membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan
makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an dengan judul asli Mabāhits Fī ‘Ulūmi
al-Qur’ān. Cet. IX; Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2013
As-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Cet. 11; Pustaka Firdaus: Jakarta. 2011
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Manfsirkan al-Qur’an. Cet. II; Edisi II; PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang. 2002
Malik, Muh. Anis, Studi Metodologi Tafsir. Cet. I; Makassar: Alauddin University Press. 2011
Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik,
Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer. Cet. Ed. Revisi; Yogyakarta: Adab Press. 2014
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir. Ed. I; Cet. I; Jakarta: Amzah. 2014
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Cet. III; Mizan: Bandung. 2009

[1] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Cet. 11; Pustaka Firdaus: Jakarta, 2011), hal
411
[2] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Manfsirkan al-Qur’an (Cet. II; Edisi II; PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2002), hal 199
[3] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Cet. III; Mizan: Bandung, 2009), hal 105
[4] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Manfsirkan al-Qur’an (Cet. II; Edisi II; PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2002), hal 200
[5] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Manfsirkan al-Qur’an (Cet. II; Edisi II; PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2002), hal 223
[6] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Cet. III; Mizan: Bandung, 2009), hal 106
[7] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Ed. I; Cet. I; Jakarta: Amzah, 2014), hal 65
[8] Muh. Anis Malik, Studi Metodologi Hadis (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011),
hal 70. Lihat juga Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran Tafsir
dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer (Cet. Ed. Revisi; Yogyakarta: Adab
Press, 2014), hal 81, dan lihat juga Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an
dengan judul asli Mabāhits Fī ‘Ulūmi al-Qur’ān (Cet. IX; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal 423-
424 yang dikutip dari azd-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun
[9] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 67
[10] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 66
[11] Sebagaimana dikutip oleh Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-
Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer, hal 82 dalam Fajr al-
Islam karya Ahmad Amin
[12] Abdul Mustaqim, Dinamika Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik,
Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer, hal 83
[13] Sebagaimana dikutip oleh Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-
Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer, hal 83 dalam Fajr al-
Islam karya Ahmad Amin
[14] Sebagaimana dikutip oleh Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-
Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer, hal 82 dalam Fajr al-
Islam karya Ahmad Amin
[15] Abdul Mustaqim, Dinamika Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik,
Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer, hal 83
[16] Syaikh Manna al-Qaththan, Mabāhits Fī ‘Ulūmi al-Qur’ān, hal 428
[17] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 69
[18] Syaikh Manna al-Qaththan, Mabāhits Fī ‘Ulūmi al-Qur’ān, hal 427
[19] Syaikh Manna al-Qaththan, Mabāhits Fī ‘Ulūmi al-Qur’ān, hal 427
[20] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 69
[21] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 70
[22] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, hal 71
Ilmuku di 06.13

Anda mungkin juga menyukai