MUFASSIRUN
Disusun Oleh Kelompok 3:
Diah Fadilah 11623003
Riana 11623006
Tira Wulandari 11623187
Sejarah Lahirnya Tafsir dan
Urgensinya
1. Sejarah lahirnya tafsir
• sahabat mendapatkan suatu kesulitan di dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an
2. Urgensi Tafsir
• Adanya tafsir memudahkan manusia untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an
• Tafsir adalah ilmu syari’at paling agung dan paling tinggi kedudukannya.
Tafsir di Masa Nabi, Masa Sahabat, dan Masa
Tabi’in, serta Tokoh Tafsir di Kalangan Sahabat
dan Tabi’in
1. Tafsir pada Masa Nabi Muhammad Saw.
◦ Tugas-tugas penyampaian, penghafalan, pembacaan, dan penafsiran Al-Qur’an yang di bebankan Allah Swt.
kepada Nabi Muhammad Saw
◦ Nabi memahami Al-Qur’an secara global dan terperinci. Dan adalah kewajibannya menjelaskannya kepada
para sahabatnya.
◦ Penafsiran Al-Qur’an yang dibangun Rasulullah Saw. ialah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan
menafsirkan Al-Qur’an dengan pemahaman beliau sendiri yang kemudian populer dengan sebutan dengan al-
Sunnah atau al-Hadist.
◦ Selanjutnya, timbul perbedaan pendapat dikalangan ulama berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang di
tafsirkan oleh Rasulullah Saw. perbedaan tersebut di kelompokkan menjadi dua:
Rasulullah menjelaskan tentang makna Al-Qur’an sebagaimana beliau menjelaskan kosakata Al-Qur’an.
Demikian pendapat Ibnu Taimiyah dalam muqaddimah berdasarkan Surah Al-Nahl:44.
Rasulullah hanya sedikit menjelaskan makna Al-Qur’an kepada para sahabat. Demikian pendapat al-
Khuwayyi dan as-Suyuthi.
◦ Mendapatkan perbedaan pendapat dua kubu tersebut, kita dapat pastikan bahwa Rasulullah Saw. tidak
menafsirkan seluruh makna ayat Al-Qur’an. Rasulullah tidak pernah menafsirkan hingga keluar dari batasan
hingga akhirnya cendrung tidak bermanfaat. Kebanyakan tafsir Rasulullah merupakan penjelasan mengenai
sesuatu yang global, menerangkan perkara yang sulit, mengkhususkan yang umum, memberikan batasan untuk
hal-hal yang muthlak, dan menjelaskan makna kata.
2. Tafsir Pada Masa Sahabat
o Perbedaan Pemahaman Para Sahabat Mengenai Al-Qur’an
o Kenyataan menjelaskan bahwa Nabi Saw. tidak menjelaskan seluruh ayat Al-Qur’an. Oleh sebab itu, ijtihad para
sahabat memegang peran yang sangat penting. Meskipun demikian, tingkatan tafsir mereka berbeda-beda.
Berkaitan dengan peristiwa turunnya ayat, tidak semua sahabat menyaksikannya. Berikut ini faktor-faktor yang
menyebabkan perbedaan tersebut.
Perbedaan tingkat pemahaman dan kemampuan dalam menguasai bahasa.
Perbedaan dalam intensitas dalam menyertai Nabi Saw.
Perbedaan pemahaman tentang asbab an-nuzul yang membantu dalam memahami makna ayat.
Perbedaan pengetahuan mengenai syariat.
Perbedaan tingkat kecerdasan karena mereka seperti manusia lain pada umumnya.
◦ Sementara itu, Adz – Dzahabi mencatat kelemahan – kelemahan tafsir bi Al-ma’tsur sebagai
berikut:
Terjadinya pemalsuan (wadh’) dalam tafsir. Dicatat oleh Adz – Dzahabi bahwa pemalsuan itu terjadi
pada tahun – tahun ketika terjadi perpecahan dikalangan umat islam yang menimbulkan berbagai
aliran seperti syia’ah. Khawarij, dan murjia’ah.
Masuknya unsur israiliyat yang didefinisikan sebagai unsur – unsur Yahudi dan Nasrani yang masuk
kedalam penafsiran Al-Qur’an.
Penghilangan sanad
Terjerumusnya sang mufassir kedalam uraian kebahasaan dari kesastraan yang bertele – tele sehingga
pesan pokok Al-Qur’an menjadi kabur
Sering konteks turunnya ayat (asbabun an-nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat – ayat hukum yang
dipahami dari uraian (nasikh – mansukh) hampir dapat dikatakan sama sekali sehingga ayat – ayat
tersebut bagaikan turun ditengah – tengah masyarakat yang hampa budaya.
2. Tafsir bi al-Ra’yi
o Berdasarkan pengertian etimologi, ra’yi berarti keyakinan (i’tiqad), analogi (qiyas), dan ijtihad,
sedangkan dalam terminologi tafsir adalah ijtihad. Dengan demikian, tafsir bi ar-ra’yi juga disebut
dengan tafsir dirayah.
o Menurut istilah, tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah
mengetahui bahasa arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta masalah penafsiran
seperti asbabun nuzul dan nasikh-mansukh.
o Mengenai keabsahan tafsir bi ar-ra’yi, pendapat para ulama terbagi kedalam dua kelompok yaitu:
Kelompok yang melarang.
Kelompok yang mengizinkannya
o Selanjutnya, para ulma membagi corak tafsir bi ar-ra’yi menjadi dua bagian yaitu tafsir bi ar-ra’yi
yang dapat diterima atau terpuji (maqbul/mahmudah) tafsir bi ar-ra’yi dan yang ditolak/tercela
(marmud/madzmum) tafsir bi ar-ra’yi dapat digunakan selama menghindari hal-hal berikut ini:
Memaksakan diri untuk mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat, sedangkan ia tidak
memenuhi syarat untuk itu.
Mencoba menafsirkan ayat – ayat yang maknanya hanya diketahui Allah (otoritas Allah semata).
Menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai bahwa sesuatu itu baik semata-
mata berdasarkan persepsinya).
Menafsirkan ayat – ayat untuk mendukung suatu madzhab sebagai dasar, sedangkan penafsirannya mengikuti
paham madzhab tersebut.
Menfasirkan Al-Qur’an dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian tanpa
didukung dalil.
◦ Diantara contoh bi ar-ra’yi yang tidak dapat diterima adalah sebagai berikut:
Penafsiran golongan syi’ah terhadap kata Al-baqarah (Q.S Al-Baqarah (2) ayat 67) dengan Aisyah r.a
Penafsiran sebagai mufassir terdapat surat Al-Baqarah (2) ayat 74. “Padahal diantara batu – batu itu
sugguh ada yang mengalir sungai – sungai darinya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu
keluarlah mata air darinya dan diantarany sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada
Allah.” (Q.S Al-Baqarah (2) 74 ).Mereka menduga ada batu yang dapat berpikir, berbicara, dan jatuh
karena takut kepada Allah.
Penafsiran sebagai mufassir terhadap surat An – Nahl (16) ayat 68: ‘’Dan Tuhanmu mewahyukan kepada
lebah, ‘’buatlah sarang – sarang dibukit – bukit, dipohon – pohon kayu, dan ditempat – tempat yang
dibuat manusia.’’ (Q.S An- Nahl (16) 68). Mereka berpendapat bahwa diantara lebah – lebah itu, ada
yang diangkat sebagai nabi yang diberi wahyu oleh Allah. Kemudian mereka mengemukakan cerita–
cerita bohong tentang kenabian lebah. Sementara itu, sebagian yang lain berpendapat bahwa ada
tetesan lilin jatuh kepohon, kemudian tetesan itu dipindahkan oleh lebah kemudian lebah tersebut
menggunakan tetesan lilin itu untuk membuat sarang-sarang dan madu.
◦ Diantara karya tafsir bi ar-ra’yi yang dapat dipercaya adalah:
Mafatih Al-Ghalib, karya al-Fakhr Ar-Razi
Anwar At-Tanzil wa Asrar At-Takwil karya Al-Baidhawi
Madarik, At-Tanzil wa Haqa’iq At-Takwil karya An-Nasafi
Lubab At-Takwil fi Ma’ani At-Takwil, karya Al-Khazim
Al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan
Irasyad al-‘Aql al-Salim Ila Mazaya al-Kitab al-Karim karya Abu al-Su’ud
Ghara’ib al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan
Al-Siraj al-Munir Fi al-I’anah Ala Ma’rifah Kalam Rabbina al-Khabir karya al-Khathib al-Khathib al-Syarbini
Tafsir al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi
Tafsir al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi
Ruh al-Ma’mi Fi Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim wa al-Sab’ al-Matsami karya al-Alusi
Fath al-Qadir al-Jami’ Baina Fannai al-Riwayah wa al-Dirayah Min Ilm al-tafsir karya al-Syaukani
Zad al-masir Fi Ilm al-Tafsir karya Imam Abu al-faraj Abdurrahman ibnu al-Jauzi