Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KAJIAN KITAB TAFSIR KLASIK

TAFSIR PERIODE NABI, SAHABAT, DAN TABI’IN

Makalah Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kajian Kitab Tafsir
Klasik
Dosen Pengampu: Mamluatun Nafisah, S.Ud., M.Ag

Disusun Oleh:

Irtiqa Nisa Ali 18210986


Lailatusyifa R.R 18210995
Lisa Tartila 18210999

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
PROGRAM STRATA SATU (S1)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2020 M /1441 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kita mampu
menyelesaikan tugas pembuatan Makalah Madzahib at-Tafsir ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.

Kami juga menyampaikan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang


telah membantu dalam penggarapan makalah ini terutama kepada dosen
pengampu kami, Ibu Mamluatun Nafisah, S.Ud., M.Ag., sehingga kami mampu
melaksanakan tugas mata kuliah ini.

Kami juga memohon maaf apabila dalam makalah yang kami buat ini
masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat membutuhkan kritik
dan saran dari para pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang
lebih baik lagi.

Ciputat, Januari 2020

Pemakalah
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang sangat penting dalam hal pengkajian ilmu-
ilmu al-Qur’an, karena bidang keilmuan ini berisi tentang bagaimana seseorang
memaknai apa yang menjadi kandungan isi dalam al-Qur’an. Ilmu tafsir itu
sendiri dikenal sejak zaman nabi Muhammad saw ketika masa turunnya al-
Qur’an. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tafsir selalu berkembang seiring
dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia. Hal ini dikarenakan
adanya permasalahan-permasalahan yang terus berkembang yang pada masa Nabi
belum pernah ada. Jadi, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tanpa keluar
dari aturan al-Qur’an, para ulama’ akhirnya membuat penafsiran al-Qur’an yang
nantinya bisa dijadikan hujjah untuk menyelesaikan problem masyarakat. Maka
dari itu, mau tidak mau, tafsir harus mengalami perkembangan dan bahkan
perubahan pada setiap perkembangan zaman, guna memenuhi kebutuhan manusia
dalam suatu generasi.

Tiap-tiap generasi melahirkan tafsir-tafsir Al-Qur’an yang sesuai dengan


kebutuhannya masing-masing dengan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan
agama Islam sendiri. Maka dari itu perlunya untuk mengetahui tentang sejarah
dari pertumbuhan dan perkembangan tafsir Al Qur’an adalah lantaran sangat
berhajatnya kita kepada tafsir al-Qur’an ini. Dalam makalah ini, kami ingin
sedikit menjelaskan Tafsir Al-Qur’an pada periode Nabi, Sahabat, dan tabi’in.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tafsir Nabi, sahabat, dan tabi’in
2. Urgensi tafsir Nabi, sahabat, dan tabi’in
3. Sumber tafsir Nabi, sahabat, dan tabi’in
4. Objek tafsir Nabi, sahabat, dan tabi’in
5. Kualitas tafsir Nabi, sahabat, dan tabi’in
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Nabi, Sahabat, dan Tabi’in


1. Tafsir Pada Masa Nabi

Tafsir pertama kali ada sejak ayat-ayat al-Qur’an itu mulai di turunkan.
Dalam praktiknya, Rasulullah menerima wahyu berupa ayat al-Qur’an,
kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut kepada sahabat dan
menjelaskannya berdasarkan apa yang beliau terima dari Allah swt. Penafsiran
Nabi Muhammad saw terhadap ayat Al-Qur’an adakalanya dengan ayat Al-
Qur’an pula dan adakalanya dengan Hadis/Sunnah, baik dengan sunnah

qauliyyah, dengan sunnah fi`liyyah maupun dengan sunnah taqririyyah. Dan


penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an merupakan jalan penafsiran
yang paling baik. Bentuk dan karakteristik penafsiran yang dilakukan oleh
Rasulullah saw tersebut sekarang kita kenal dengan nama tafsir bi al-Ma’thur
yang kehujjahannya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam al-Qur’an dijelaskan oleh


Nabi saw. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya
tidak diketahui oleh para sahabat, karena memang hanya beliau yang
dianugerahi Allah swt tentang tafsiran al-Qur’an. Begitupun dengan ayat-ayat
yang menerangkan tentang hal-hal gaib, yang tidak ada seorang pun tahu
kecuali Allah swt, seperti terjadinya hari kiamat, dan hakikat ruh, semua itu
tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah saw.1

Tetapi, tafsir yang diterima dari Nabi Muhammad saw sedikit sekali.
`Aisyah bintu Abī Bakar, isteri Nabi sendiri mengatakan bahwa: Nabi
Muhammad saw menafsirkan hanya beberapa ayat Al- Qur’an sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Malaikat Jibril.

Ciri utama penafsiran pada masa ini adalah :


1
M. Sakti Garwan, Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang, Yogyakarta, h. 1 & 2
1. Para penafsir adalah orang-orang yang menjadi saksi hidup pada masa
pewahyuan Nabi Muhammad saw.
2. Penafsiran umumnya disampaikan melalui lisan (oral tradition) kecuali
pada masa akhir periode ini yang telah menggunakan catatan-catatan
sederhana.
3. Selain riwayat, penafsiran disandarkan pada bahasa dan budaya Arab
yang masih digunakan dan disaksikan pada zamannya.2

2. Tafsir Pada Masa Sahabat


Tafsir pada masa ini mulai muncul setelah Rasulullah saw wafat.
Sebelumnya pada waktu Nabi saw masih hidup, tak ada seorangpun dari
sahabat yang berani menafsirkan al-Qur’an, hal ini karena Nabi masih berada
di tengah-tengah mereka, sehingga ketika ditemukan suatu permasalahan, para
sahabat cukup menayakannya kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan
selesai.

Abdullah ibn Abbas yang wafat pada tahun 68 H, adalah tokoh yang biasa
dikenal senagai orang pertama dari sahabat nabi yang menafsirkan al-Qur’an
setelah nabi Muhammad saw. Ia dikenal dengan julukan “Bahrul Ulum”
(Lautan Ilmu), Habrul Ummah (Ulama’ Umat), dan Turjamanul Qur’an
(Penerjemah Al-Qur’an) sebagaimana telah diriwayatkan di atas, bahwa nabi
pernah berdo’a kepada Allah agar Ibnu Abbas diberi ilmu pengetahuan tentang
ta’wil al-Qur’an (lafadz-lafadz yang bersifat ta’wil dalam al-Qur’an).

Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an cenderung pada penekanan arti lafadz


yang sesuai serta menambahkan qaul (perkataan atau pendapat) supaya ayat al-
Qur’an mudah dipahami. Sifat tafsir pada masa-masa pertama ialah sekedar
menerangkan makna dari segi bahasa dengan keterangan-keteranagan ringkas
dan belum lagi dilakukan istimbat hukum-hukum fiqih.

2
M. Sakti Garwan, Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang, Yogyakarta, h. 2
Dalam berpendapat tentang tafsir dari suatu ayat, para sahabat juga tidak
menggunakan kehendak nafsunya sendiri, tidak mengistimbaṭkan hukum hanya
dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak sesuai dengan ruh syari’at.
Akan tetapi sahabat dalam menafsirkan ayat tidak bertentangan dengan tafsir
ma’thūr. Selain itu penafsirannya harus berbentuk ijtihad muqayyad atau yang
dikaitkan dengan satu kaitan berpikir mengenai kitab Allah menurut hidayah
sunnah Rasul yang mulia.

Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para shahabat juga memiliki metode dan
materi tafsir tersendiri. Adapun metode dan materi tafsir menurut mereka
adalah:

1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Inilah yang paling baik.


2. Mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau.
3. Menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang
bergantung pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya
mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa al-Qur’an dan
rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di
tanah arab.
4. Mengambil masukan dari apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli
Kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.

Yang paling banyak diterima tafsirnya dari kalangan khulafa’ ialah Ali ibn
Abi Thalib. Sedangkan yang paling banyak diterima tafsirnya dari kalangan
bukan khulafa’ adalah Ibnu abbas, Abdullah ibn Mas’ud dan Ubay ibn ka’ab.
Keempat mufassir Ṣahabi ini mempunyai ilmu dan pengetahuan yang luas
dalam bahasa Arab. Mereka selalu menemani saw yang memungkinkan mereka
mengetahui kejadian dan peristiwa-peristiwa nuzul al-Qur’an dan tidak pula
merasa ragu menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad.3

Sedangkan sahabat yang paling banyak menafsirkan Al-Qur’an adalah


‘Abdullah bin ‘Abbās, ‘Abdullah bin Mas‘ūd dan Ubay bin Ka‘ab. Kemudian
3
M. Sakti Garwan, Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang, Yogyakarta, h. 3-6
setelah ketiga sahabat ini adalah Zaid bin Śābit, Abu Mūsā al-Asy‘arī dan
‘Abdullah bin Zubair. Sahabat yang terkenal pula dalam bidang tafsir
walaupun tafsirnya tidak sebanyak dengan tafsir sahabat yang telah
disebutkan di atas yaitu: Abu Hurairah, Anas bin Mālik, ‘Abdullah bin
Dīnār, Jābir bin ‘Abdullah dan ‘Aisyah.4

3. Tafsir Pada Masa Tabi’in

Periode pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat.


Lalu dimulailah periode kedua tafsir, yaitu periode tabi’in yang belajar
langsung dari sahabat. Para tabi’in selalu mengikuti jejak gurunya yang
masyhur dalam penafsiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat
yang musykil  pengertiannya bagi orang-orang awam. Tabi’in mengajarkan pula
kepada orang-orang yang sesudahnya yang disebut (tabi’it-tabi’in), tabi’it-
tabi’in  inilah yang mula-mula menyusun kitab-kitab tafsir secara sederhana
yang mereka kumpulkan dari perkataan-perkataan sahabat dan tabi’in tadi.

Dari kalangan tabiin ini dikenal nama-nama mufassirin sebagai berikut:


Sofyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Jarrah, Syu’bah bin Hajjaj, Yazid bin Harun,
dan Abduh bin Humaid. Mereka inilah yang merupakan sumber dari bahan-
bahan tafsir yang kelak dibukukan oleh seorang mufassir besar bernama Ibnu
Jarir at-Tabari. Ibnu Jarir inilah yang menjadi bapak bagi para mufassir
sesudahnya (lebih dikenal dengan at-Tabari).5

Adapun karakteristik tafsir pada masa Tabiin secara ringkas dapat


disimpulkan sebagai berikut:

1) Terkontaminasinya tafsir dimasa ini, dengan masuknya Israiliat dan


Nasraniyat, yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah. Yang dibawa

4
Amri, Tafsir Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad saw Hingga Masa Kodifikasi, vol.
20 no. 1, (Kendari: 2014), h.30
5
M. Sakti Garwan, Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang, Yogyakarta, h. 6 & 7
masuk ke dalam kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang
dahulunya Ahli kitab seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul
Malik bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.
2) Tafsir pada jaman dahulu senantiasa terpelihara dengan metode talaqi
dan riwayat akan tetapi pada jaman Tabi’in metode dalam
periwayatannya dengan metode global sehingga tidak sama aseperti
dijaman Rasulallah dan Sahabat. 
3) Munculnya benih-benih perbedaan mazhab pada masa ini, sehingga
implikasi sebagian tafsir digunakan untuk keperluan mazhab mereka
masing-masing. Sehingga tidak diragukan lagi ini akan membawa
dampak bagi tafsir itu sendiri. Seperti Hasan al-Basari telah menafsirkan
al-Qur’an dengan menetapkan qadar dan mengkafirkan orang yang
mendustainya. 
4) Banyaknya perbedaan pendapat dikalangan para tabi’in didalam masalah
tafsir. Walaupun terdapat pula dijaman sahabat namun tidak begitu
banyak seperti dijaman Tabi’in.

B. Urgensi Tafsir Nabi, Sahabat, dan Tabi’in

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada masa Rasulullah, hanya beliau lah
yang diberi augerah oleh Allah tentang tafsiran Al-Qur’an sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Malaikat Jibril. Tafsir Al-Qur’an yang
disampaikan oleh Nabi tentu sangat penting mengingat tafsir Nabi ini kemudian
dijadikan rujukan oleh para sahabat untuk menafsirkan Al-Qur’an.

Kemudian, Abu Ammaar Yasir Qadhi menyebutkan alasan yang menegaskan


tentang mengapa pandangan sahabat diambil sebagai satu sumber tafsir yang
fundamental. Di antara alasan itu adalah:

1. Alasan utamanya adalah: karena para Sahabat satu generasi yang


telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi saw. dan menjadi pengajar
agama dan ajaran Islam kepada generasi berikutnya. Karakter mereka dan
pengetahuan agama mereka telah diuji oleh Allah dan Rasulullah saw.
Bahkan Allah telah meridhai mereka seluruhnya.

2. Para Sahabat menyaksikan wahyu Alquran. Banyak ayat turun untuk


menuntaskan problem yang hadir di tengah-tengah mereka. Misalnya, apa
yang dikenal dengan asbab un nuzul, makiyyah dan madaniyah, dsb.

3. Alquran diwahyukan dalam bahasa Arab, bahasa sehari-hari mereka.


Oleh karena itu, jika pada generasi setelahnya ditemukan kosa-kata yang
sukar dipahami, di zaman mereka itu sudah tuntas diketahui.

4. Para Sahabat adalah generasi paling berilmu, terutama yang


berkenaan dengan tradisi Jahiliyah (pra-Islam). Dengan demikian, mereka
memahami dengan baik rujukan-rujukan dalam Alquran untuk tradisi itu.6

Sementara pada masa tabi’in, ada banyak mufassir yang terkemuka. Mereka
inilah yang merupakan sumber dari bahan-bahan tafsir. Hingga dalam periode ini
lahir seorang mufassir besar bernama Ibnu Jarir at-Tabari yang menjadi bapak
bagi para mufassir sesudahnya, yang dikenal dengan Tafsir at-Tabari.

6
Qosim Nursheha Dzulhadi, Urgensi Tafsir Sahabat Dalam Memahami Al-Qur’an, vol 1
no 1, Medan: 2017, h. 84
DAFTAR PUSTAKA

Amri. Tafsir Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad saw Hingga Masa Kodifikasi Vol
20 No 1. Kendari. 2014

Dzulhadi, Qosim Nursheha. Urgensi Tafsir Sahabat Dalam Memahami Al-Qur’an Vol 13
No 1. Medan. 2017

Garwan, M. Sakti. Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai