Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TAFSIR JAMI’ AL BAYAN FI AYI TA’WIL AL-QUR’AN IMAM AT-

THABARI DAN TAFSIR AL-QUR’ANUL ADZIM (IBNU KATSIR)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TAFSIR KLASIK
Dari Dosen Pembimbing : Salim Rosyadi M,Ag

DISUSUN OLEH:
RESA MISWAL NUGRAHA. 181320085
M RIDHO PERDANA. 181320099
MILA YUSTIKA PRATIWI.181320088

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN
TAHUN PENYUSUNAN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup manusia memiliki karakteristik yang
terbuka untuk ditafsirkan, ini dapat dilihat dalam realitas sejarah penafsiran al-Qur’an sebagi
respon umat Islam dalam upaya memahaminya. Pemahaman atasnya tidak pernah berhenti, tetapi
terus berkembang secara dinamis mengikuti pergeseran zaman dan putaran sejarah. Inilah yang
menyebabkan munculnya beragam madzhab dan corak dalam penafsiran al-Qur’an.
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan para sarjana, termasuk
para sahabat di zaman Rasulullah saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki
oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengkolaborasikan dan melakukan eksplorasi
lewat perspektif keimanan historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan penafsiran
serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi tanggung jawab seorang Muslim
untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang kepada nuansa lain yang
menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam
perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan
diri dalam pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual
yang berbeda-beda.
Untuk itu kami dalam makalah ini akan membahas tentang bagiamana metode penafsiran
serta kelebihan dan kekurangan dalam Kitab at-Thabari dan Kitab Ibnu Katsir

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kitab Tafsir at-Thabari


1. Biografi Pengarang Kitab at-Thabari
Nama lengkap Ath-Thabari adalah Muhammad bin Jabir bin Kholid bin Katsir Abu Ja’far
Ath-Thabari, Lahir di Amil Thabaristan yang terletak di pantai selatan laut Thabaritsan pada
tahun 225 H/839 M dan meninggal di Baghdad pada tahun 310 H/923 M. Beliau  seorang ulama
yang sulit dicari bandinganya, banyak meriwayatkan hadis, luas pengetahuanya dalam bidang
penukilan, penarjihan riwayat-riwayat, sejarah tokoh masa lalu. 1 Beliau juga berguru kepada
Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy-Syawarib, Ismail Bin Musa As-Sanadi, Muhammad
bin Abi Ma'syar, Muhammad bin Hamid Ar-Razi, Abu Kuraib Muhammad Ibnul A'la, dan
sebagainya. Beliau juga mempunyai murid-murid seperti Abu Syuaib bin Abdillah bin Al-Hasan
bin Al-Harani, Abul Qasim Ath-Thabrani, Ahmad bin Kamil Al-Qadhi, Abu Bakar Asy-Syafi'i,
dan masih banyak lagi. Adapun karya beliau yakni:
1. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an.
2. Tarikh al –Umam Wa al-Muluk.
3. Ikhtilaf Ulama’al-Amshar fi Ahkam Syarai al-Islam (Ikhtilaf Al-Fuqaha).
4. Lathif Al-Qaul Fi Ahkam Syar'i Al-Islam, fiqih Ibnu Jarir. 
5. Basith Al-Qaul Fi Ahkam Al-Islam.
6. Adab Al-Qudhah.
7. Tarikh Ar-Rijal, dan masih banyak lagi.2

2. Tentang Tafsir at-Thabari


Kitabnya, yakni Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, merupakan tafsir yang paling besar
dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil ma’sur. Ibnu Jarir memaparkan
tafsir dengan  menyandarkanya kepada sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. ia juga mengemukakan
berbagai pendapat dan menarjihnya sebagian atas yang lain, para ulama kontemporer sependapat
bahwa belum pernah disusun sebuah kitab tafsir pun yang menyamainya. Imam Nawawi dalam
Tahzidnya mengemukakan bahwa kitab Ibn Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah kitab yang
belum seorangpun pernah menyusun kitab yang menyamainya. Ibn jarir mempunyai
keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dan pemberian isyarat terhadap kata-kata
yang samar I’rabnya. Dengan itulah, tafsir tersebut berda di atas tafsir-tafsir yang lain. Sehinga
Ibn Katsir banyak menukil darinya.   Adapun Sumber Penafsiran kitab tafsir tersebut yaitu:
1. Al-Qur’an.
1
Manna Khalal al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, hal. 506
2
Manna Al-Qaththan, pengantar studi ilmu Al-Qur’an, Jakarta Timur, pustaka Al-kautsar, hal. 478
2. Hadis Nabi Saw.
3. Qaul Sahabat.
4. Qaul Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in.
5. Isra’iliyat.3
Kitab tafsir Jami’ Al Bayan atau dikenal dengan nama tafsir at-Thabari ini merupakan
tafsir yang boleh dikatakan tafsir terlengkap di antara tafsir-tafsir yang lain hingga saat ini. Hal
ini dapat kita pahami dari lengkapnya unsur-unsur yang digunakan dalam penafsiran dengan
menyebutkan riwayat dan sanad yang begitu lengkap. Secara garis besar, penafsiran tafsir at-
Thabari yaitu:
1. Tafsir at-Thabari termasuk tafsir bi al-ma’tsur.
2. Mufasir dalam hal ini menafsirkan ayat Al-Quran dengan jelas dan bersandar pada sabda
Rasulullah, sahabat dan juga tabi’in disertai sanadnya.
3. Jika dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau lebih, disebutkan satu persatu dengan dalil
dan riwayat dari sahabat ataupun tabi’in yang mendukung dari tiap-tiap pendapat
kemudian memilih diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi dalilnya.
4. Beliau juga menyebutkan segi-segi ir’ab-nya, dan menjelaskan kata-kata sekaligus
maknanya (tahlili).
5. Mengali hukum-hukun syari’at jika ayat tersebut berkaitan dengan masalah hukum.
6. Mufasir juga menjabarkan tentang nasikh wa mansukh.
7. Menulis kisah-kisah berita-berita, kejadian hari kiamat dan yang lainya, Dan kisah-kisah
israiliyat.4
Kelengkapan yang dimiliki inilah yang menjadi ciri utama tafsir Al-Thabari. Adapun
corak penafsiran yang merupakan ciri khusus tafsir Al-Thabari ini yang mungkin berbeda dengan
tafsir lainnya adalah memadukan dua sisi yaitu bi al- ma’tsur dan bi al- ra’yi. Bagi orang-orang
yang belum mengkaji secara mendalam.
3. Contoh Penafsiran dalam Kitab at-Thabari.
)152 ‫ اية‬:‫(االنعم‬  ُ‫َواَل تَ ْق َربُوا َما َل ْاليَتِ ِيم إِاَّل بِالَّتِي ِه َي أَحْ َسنُ َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ أَ ُش َّده‬
“Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik
sehinga sampai dia dewasa’’
} ‫ { وال تقربوا مال اليتيم إال بالتي هي أحسن حتى يبلغ أشده‬: ‫القول في تأويل قوله‬
3
Manna Khalil al- Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, hal. 507
4
Muhammad Ghufron, Ulumul Qur’an praktis dan mudah, Penerbit Teras, Yogjakarta, 2003. Hal. 201
“Beliau berkata di dalam Tafsirnya (at-Thabari), tentang firman Allah yang berbunyi :  Dan
janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik.”
‫ وال تقربوا ماله إال بما فيه صالحه وتثميره‬،)‫(وال تقربوا مال اليتيم إال بالتي هي أحسن‬:‫ يعني جل ثناؤه بقوله‬:‫قال أبو جعفر‬
“Abu ja’far berkata : Abu Jakfar mengharapkan dari firman Allah :( Dan janganlah Kamu
sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik ), dan janganlah kamu
sekalian mendekati karta tersebut kecuali ada kemanfaatan dan kemaslahatan.’’
:‫ال‬€‫ ق‬،)‫ن‬€‫التي هي أحس‬€‫تيم إال ب‬€‫(وال تقربوا مال الي‬:‫ عن مجاهد‬،‫ عن ليث‬،‫ حدثنا شريك‬،‫ حدثنا الحماني قال‬،‫حدثني المثنى قال‬ -
.‫التجارة فيه‬
“Telah menceritakan kepadaku musana, Dia Berkata, Hamani Bercerita Kepadaku, Dia Berkata,
Syarik Berkata Kepadaku, Dari Mujahid : (Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta
anak Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik), Ath-Thabari menafsirkan, Berdagang Dengan
Harta Tersebut’’
‫التي هي‬€€‫تيم إال ب‬€€‫ال الي‬€€‫وا م‬€€‫(وال تقرب‬:‫دي‬€€‫ عن الس‬،‫باط‬€€‫دثنا أس‬€€‫ ح‬،‫ال‬€‫ل ق‬€€‫د بن المفض‬€€‫ حدثنا أحم‬،‫حدثني محمد بن الحسين قال‬ -
. ‫ فليثمر ماله‬،)‫أحسن‬
“Telah Bercerita Kepadaku Muhammad Bin Hassan, Dia Berkata, Menceritakan Ahmad Bin
Mufdol, Dia Berkata, Berkata Asbad, Dari Sudda, (Dan janganlah Kamu sekalian mendekati
harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik),Mengembngkan Harta Tersebut’’
‫زاحم في‬€€‫ عن الضحاك بن م‬،‫ عن سليط بن بالل‬،‫ حدثنا فضيل بن مرزوق العنزي‬،‫ حدثنا عبد العزيز قال‬،‫ حدثني الحارث قال‬ -
. ‫ وال يأخذ من ربحه شيئا‬،‫ يبتغي له فيه‬:‫ قال‬،)‫(وال تقربوا مال اليتيم إال بالتي هي أحسن‬:‫قوله‬
Telah Berkata Kepadaku Haris, Dia Berkata, Menceritakan Abdul Aziz, Dia Berkata, Fudail Bin
Marzuq Al-anazi  Dari Sulid Bin Bilal, Dari dohak Bin Mazahim, Didalam Firmanya Allah ;
( (Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang
baik). Ath-Thabari menafsirkan didalam kitabnya Boleh saja Mengunakan harta tersebut, Dan
tidak Mengambil keuntungan sepeserpun.5

4. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir at-Thabari.


Dalam penafsiran ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain, yaitu:
a. Kelebihan.

5
maktabah syamilah 3.15
1) Tafsir Al-Thabari mengandung banyak cabang ilmu yang menunjang
kelengkapan dan kesempurnaannya, seperti ilmu Bahasa, Nahwu, Riwayat,
qira’at dan sebagainya.
2) Dengan kandungan yang begitu lengkap dapat berperan penting bagi
pengkajinya dalam menambah wawasan.
3) Disebutkannya berbagai pendapat atau atsar yang mutawatir, baik yang
bersumber dari Nabi, para sahabat, tabi’in, tabi’ at tabi’in, serta para ulama
sebelumnya menujukkan kehati-hatiannya dalam menafsirkan, sehingga
mengecilkan kemungkinan ia berpendapat yang salah.
4) Kelengkapan dan kesempurnaan penjelasan menyebabkan orang yang
mengkajinya dapat memahami tafsirnya dengan baik. 

b. Kekurangan 
1) Karena banyaknya riwayat yang dimuatnya, ia pun mengomentarinya,
namun terkadang ada juga riwayat yang tidak dikomentarinya, sehingga
dibutuhkan lagi penelitian lebih lanjut pada riwayat yang tidak
dikomentarinya tersebut.
2) Pada umumnya ia tidak menyertakan penilaian shahih atau dho’if terhadap
sanad-sanadnya.
3) Kelengkapan penjelasan yang disajikan menyebabkan dalam mengkaji dan
mendalami tafsirnya membutuhkan waktu yang sangat lama, serta
membutukan kesabaran.6

B. Kitab Tafsir Ibnu Katsir


1. Biografi Pengarang Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Nama lengkap beliau ialah Ismail bin Amr Al Quraisyi bin Katsir Al Bashri ad-Dimasyqi
Imaduddin Abu Al fida Al Hafizh Al Muhaddits Asy Syafii. 7, lebih dikenal dengan nama Ibnu
Katsir. Beliau lahir pada tahun 700 H8 pada literature yang lain di dapati juga beliau lahir pada

6
Yunus Hasan Abidu, Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
7
Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta, pustaka al kautsar, 2006, hal.478.
8
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia, 2008, hal.46
tahun 705 H9 ( terdapat selisih pendapat antara satu penulis dengan penulis yang lain) namun
kesimpulan yang pemakalah ambil bahwa beliau lahir di tahun 700-an H lebih. di sebuah desa
yang menjadi bagian dari kota Bashra di negeri Syam. Pada usia 4 tahun, ayah beliau meninggal
sehingga kemudian Ibnu Katsir diasuh oleh pamannya. Pada tahun 706 H, beliau pindah dan
menetap di kota Damaskus.
Ibn Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari
para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau
juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-
Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Ibnu Taimiyah. Selain itu, beliau juga belajar
kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh
al-Mazzi ini kemudian menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya. Selain Damaskus, beliau juga
belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.
Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadits,
sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu Tafsir al-
Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih hingga saat ini, di samping kitab
tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah
sebaik-baik tafsir yang ada di zaman ini, karena ia memiliki berbagai keistimewaan.
Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat
yang lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan perkataan para
salafush shalih (pendahulu kita yang sholih, yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in),
kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.
Selain Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat
berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah al-Bidayah Wa
an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Jami’ Al Masanid yang berisi
kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits tentang ilmu hadits, Risalah Fi al- Jihad tentang
jihad dan masih banyak lagi.
Ibnu katsir menjadi panutan bagi para huffaz dan pernah menduduki jabatan pemimpin
majlis ummu shaleh sepeninggal Adz zahabi. Dan sempat juga pula menjadi pemimpin majlis
hadis asyrafiyyah penggantin imam as subki.

9
Manna’ Khalil Al Qhattan, Pengantar Studi Al Quran…hal478
Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau
pun ulama sesudahnya.
Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi fatwa),
Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai karangan yang
banyak dan bermanfa’at. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang
yang disibukkan dengan hadits, menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya
sangat kuat, pandai membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah
wafatnya manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-karyanya.
Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang
paling kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling mengetahui
cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun mengakui hal itu.
Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan
bersebelahan dengan makam gurunya , Ibnu Taimiyah. Meski kini beliau telah lama tiada, tapi
peninggalannya akan tetap berada di tengah umat, menjadi rujukan terpercaya dalam memahami
Al Qur’an serta Islam secara umum. Umat masih akan terus mengambil manfaat dari karya-
karyanya yang sangat berharga.10

2. Tentang Kitab Tafsir Al Quranul Azhim


Tafsir Al Quranul Azhim merupakan tafsir yang terkenal dengan tulisan ma’tsur, tafsir
ini menduduki peringkat kedua setelah tafsir At Thabari ( Ibnu Jarir At Thabary). Spesifikasi
Umum tafsir ini adalah begitu tingginya perhatian penulis terhadap segi periwayatan, yaitu
menafsirkan Kitabullah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada
para periwayatnya. Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang
serupa dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân bi al-
Qur`ân (penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an sendiri). Maka oleh karena itu tafsir ini tergolong
kepada tafsir ma’tsur yang baik.11
Dan imam al-Suyuthi dan al-Zarqani yang mengatakan: “Tidak ada orang yang dapat
menyusun tafsir dengan metode ini seperti karya Ibn Kathir.” Ia sangat konsisten dalam

10
Majalah Tashfia, edisi 03/2006, hal.63-64
11
Muhammad Ali ash Shaabuuniy,At Tibyan fi Ulumil Quran,(ter).Aminuddin,(Bandung:Pustaka
Setia)hal.315
menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, atau mengambil riwayat dari sahabat dan para tabi’in
dengan urutan sanad yang lengkap.
Pada kesempatan yang lain, al-Zarqani memberikan komentar, “Kitab tafsir ini
merupakan di antara kitab tafsir bi al-ma‟thur yang baik, atau bahkan yang terbaik.”12
3. Metode dan Corak Penafsiran
Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji metode ibnu katsir dalam menafsirkan Al-
quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara metode ideal yang banyak digunakan dalam
bidang tafsir.
Menurutnya, metode yang paling tepat dalam menafsirkan Al-quran adalah:
a) Tafsir Al-quran terhadap Al-quran sendiri. sebab banyak didapati kondisi umum
dalam ayat tertentu kemudian dijelaskan detail oleh ayat lain.
b) Alternantif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang menjelaskan, mufassir
harus menelisik sunnah yang merupakan penjelas Al-quran. bahkan imam syafi'i
seperti ditulis ibnu katsir mengungkapkan, "setiap hukum yang ditetapkan
rasulullah merupakn hasil pemahamannya terhadap Al-quran.
c) Selanjutnya jika tidak didapati tafsir baik dalam Al-quran dan Hadis, kondisi ini
menuntut kita untuk merujuk kepada referensi sahabat. sebab mereka lebih
mengetahuikarena menyaksikan langsung kondisi dan latar belakang penurunan
ayat. disamping pemahaman, keilmuan dan amal shaleh mereka lebih khusus,
kalangan ulama dan tokoh besar sahabat seumpama empat khalifah yang bijak,
Abdullah bin mas'ud, Abdullah bin abbas, sepupu nabi sekaligus penerjemah Al-
quran.
d) Referensi tabi'in kemudian menjadi alternatif selanjutnya ketika tidak ditemukan
tafsir dalam Al-quran, hadis dan referensi sahabat. sahabat-sahabat yang terkenal
adalah Mujahid bin jabr. kemudian Sa'id bin jabir, 'ikrimah, Sahaya ibn abbas,
Atha' bin abi rabbah, Hasan al-basri, Masruq bin al ajda', Sa'id bin Al-musayyab,
Abi al'aliyah, Rabi', bin anas, Dhahhak bin muzahim, tabi'in lain dan pengikut
tabi'in yang kerap menjadi rujukan dalam tafsir.13
Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir menyebutkan,
"tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki dasar
12
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,hal. 43
13
Mani' abdul halim mahmud. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006, hlm.60-61
pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Al-quran. berbeda dengan mereka yang menguasai
ilmu bahasa dan syariat yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan
penafsiran". pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai
perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.
Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian memposisikan
tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para pakar
keilmuan dan generasi setelahnya pula banyak mengadopsi ide-ide ibnu katsir.
Anda dapat mencermati bagaimana ibnu katsir menafsirkan Al-quran dalam contoh

berikut. firman Allah QS. Al baqarah:254 ,


‫يآيّها الّذين ءامنوآ انفقوا م ّما رزقنكم ّمن قبل ان يأتى يوم الّ بيع فيه وال خلّة وال شفعة والكفرون هم الظّلمون‬.
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah ( di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah
kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak
ada lagi syafaat . Dan orang-orang kafir itulah orang yang dzalim.”
Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya menginfakan sebagian rezeki yang dianugrahi Allah
dijalan kebaikan, sebagai pebendaharaan pahala disisi Tuhan yang memiliki mereka. Merupakan
anjuran agar mereka segera menginfakan hartanya semasa didunia.
“ sebelum datang hari”, yaitu hari kiamat.
“ Yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatn yang akrab dan tidak
ada lagi syafaat.” Tidak seorang pun yang menjual diri dan menggadaikan harta meski ia
memiliki emas seluas dunia . tidak ada lagi koneksi bahkan hubungan kekerabatan. Firman Allah
Subhanallahu Ta’ala:
‫صور فال أنساب بينهم يومئذ وال يتساءلون‬
ّ ‫فاذ نفخ في ال‬.
“apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu, dan
tidak ada pula mereka saling bertanya.” ( QS. Al mukminun: 101)
“ dan tidak ada lagi syafaat”. Pertolongan mereka yang menolong sama sekali tidak berarti.
“ Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. Merupakan bentuk pembatasan
mubtada pada khabarnya. Bahwa tidak ada seorang zalim yang paling zalim dari siapa yang
mendapat label kafir dari Allah pada hari itu. Ibnu abi Hatim meriwayatkan pernyataan atha bin
Dinar . “ segala puji bagi Allah yang berfirman, “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim”. Dan bukan “ Dan orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir”.
Firman Allah Subhanallahu Ta’ala:
‫ولقد أهلقنا ما حولكم من القرى وص ّرفىا االيات لعلّهم يرجعون‬.
“ dan sesungguhnya kami telah‫ ا‬membinasakan negeri-negeri diskeitarmu ( QS Al ahqaf:27).
Yang dimaksud ayat tersebut adalah penduduk mekkah. Allah telah membinadakan umat-umat
yang mendustakan rasul yang menghuni sekitar mekkah. Semisal ‘Ad yang mendiami Ahqaf di
hadramaut, Yaman. Tsamud yang tempat tingal mereka terletak diantara syam . selanjutnay
Saba yang adalah penduduk yaman . kemudian wilayah madyan yang kerap mereka lintasi
menuju ghazzah. Demikian dengan danau kaum luth.
Pada contoh diatas terlihat jelas bahwa ibnu katsir menafsirkan ayat al quran dengan
menggunakan ayat qur’an lainnya. Adapun corak penafsiran yang digunakan oleh ibnu katsir
ialah dominannya menggunakan corak fiqh, namun disini beliau tidak berlarut larut dalam
persoalan fiqh sebagaimana para mufassir lain

4. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Ibnu Katsir


Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang
memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan
makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-cabang
balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir,
menghindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam
memahami al-Qur’an secara umum atau hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
a. Kelebihan
1) Perhatian yang sangat besar dengan penafsiran antara al-Qur’an dengan al-
Qur’an.
2) Merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian di ikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis
marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat yang sedang di tafsirkan serta
menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti
dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama’ salaf.
3) Disertakan selalu peringatan akan cerita-cerita israilliyyat yang tertolak yang
banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur.
4) Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi Saw, para sahabat dan tabi’in.
5) Keluasan sanad-sanad dan sbda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan
riwayat-riwayat tersebut.
6) Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap
shahihnya riwayat.
7) Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar’i dan
ayat-ayat al-Qur’an.
8) Menjadi literatur mufassir setelahnya, telah dicetak dan disebarkan ke segala
penjuru dunia.
9) Tidak mencantumkan perdebatan golongan dan madzhab, serta mengajak pada
persatuan dan mencari kebenaran bersama.
b. Kekurangan
1) Masih terdapat hadis dhoif dan pengulangan hadis shahih.
2) Terdapat sejumlah Israilliyyat, sekalipun ia mengingatkannya, namun tanpa
penegasan dan penyelidikan.
3) Bercampurnya yang shahih dan yang tidak shahih, dan penukilan perkataan dari
para Sahabat dan Tabi’in tanpa isnad dan tidak konfirmasi.
4) Kesalahan dalam penyandaran. Contohnya, dalam tafsir surat Âli ‘Imrân:169. Ia
menyebutkan riwayat Ahmad; tsana Abdul Samad, tsana Hamâd, tsana Tsabit, ‘an
Anas marfû’an, “mâ min nafsin tamûtu laha…” al-hadits. Ibn katsir berkata,
“tafarrada bihi muslim min tharîq Hamâd“. Hadits ini dikeluarkan oleh imam
Muslim dari jalan Humed dan Qatadah dari Anas. Imam Muslim tidak
mengeluarkan hadits ini dari Tsabit melalui jalur Anas. Sebenarnya yang
meyendiri itu adalah riwayat Ahmad, “tafarrada bihi ahmad min tharîq Hamâd“.
5) Kesalahan dalam nama sahabat yang meriwayatkan hadits, atau penyandaran
hadits kepada sahabat, padahal tidak terdapat hadits sahabat tersebut dalam bab
ini. Seperti, tafsir surat yusûf:5. Dalam penafsiran surat ini, Ia mengungkapkan
hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan sebagian Ahli Sunan dari
Muawiyyah ibn Haydah al-Qusyayrî sesungguhnya dia berkata, Rasulullah
bersabda, “al-Ru`ya ‘alâ rajuli thâ`ir mâ lam tu’bar…..“. Seperti inilah yang
tertera dalam musnad Muawiyyah ibn Haydah yang diriwayatkan oleh imam
Ahmad. Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi dan Ibn Majah serta yang lainnya
meriwayatkan hadits dari Abi Rizin al-’Uqayli. Padahal hadits ini tidak
diriwayatkan dari Muawiyyah, melainkan dari Abi Rizin al-’Uqayli.
6) Kesalahan dalam mata rantai sanad. Contoh, tafsir surat al-An’am:59 dari ibn
Abi Hâtim dengan sanadnya kepada malik ibn Sa’îr, tsnâ al-A’mas, dari Yazid ibn
Abi Ziyad dari Abdullah ibn al-Harits dia berkata, “mâ fî al-ardli min
syajaratin….“. ibn Katsir berkata, seperti inilah ibn Jarir meriwayatkan
(11/13308), Ziyad ibn Yahya al-Hasani Abu al-Khathab. Sementara dalam tafsir
ibn katsir di dapati bahwa yang meriwayatkan itu, Ziyad ibn Abdullah al-Hasani
abu al-Khatab. Ini jelas keliru, karena riwayat yang sebenarnya ialah Malik ibn
Sa’ir melalui jalan Ziyad ibn Yahya al-Hasani abu al-Khatab dari Ziyad.
7) Kurang menyentuh dalam menyandarkan riwayat. Contoh, sebagaimana yang Ia
ungkapkan dalam menafsirkan surat Âli ‘Imrân:180. Ia mengemukakan hadits, “lâ
ya`ti al-rajulu mawlâhu fayas`aluhu…“. Ibn Katsir merasa cukup menyandarkan
dalam periwayatannya kepada ibn Jarir dan Ibn Mardaweh. Padahal, hadits ini
diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud, Nasâ`i dan yang lainnya, yang
lebih utama untuk di sandarkan.
8) Lupa dalam menukil beberapa perkataan ulama. Contonya, tafsir surat al-A’raf:8.
Ia menyebutkan hadits riwayat imam Tirmidzi. Imam Tirmidzi mengomentari
hadits ini dengan ungkapan, “rawâhu tirmidzi wa shahhahahu“. Padahal yang
sebenarnya ialah, “rawahu tirmidzi wa qâla, hadza al-hadîts hasan gharîb“.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kitab Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, merupakan tafsir yang paling besar dan utama
serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil ma’sur. Ibnu Jarir memaparkan tafsir dengan
menyandarkanya kepada sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. ia juga mengemukakan berbagai
pendapat dan menarjihnya sebagian atas yang lain, para ulama kontemporer sependapat bahwa
belum pernah disusun sebuah kitab tafsir pun yang menyamainya. Imam Nawawi dalam
Tahzidnya mengemukakan bahwa kitab Ibn Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah kitab yang
belum seorangpun pernah menyusun kitab yang menyamainya. Ibn jarir mempunyai
keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dan pemberian isyarat terhadap kata-kata
yang samar I’rabnya.

Dalam tafsir at Thabari juga terdapat banyak kekurangan dan kelebihan nya. Adapun
dalam tafsir al Quranul azim metode dan corak nya Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji
metode ibnu katsir dalam menafsirkan Al-quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara
metode ideal yang banyak digunakan dalam bidang tafsir.

Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir menyebutkan,
"tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki dasar
pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Al-quran. berbeda dengan mereka yang menguasai
ilmu bahasa dan syariat yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan
penafsiran". pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai
perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.
Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian memposisikan
tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para pakar
keilmuan dan generasi setelahnya pula banyak mengadopsi ide-ide ibnu katsir.
Daftar Pustaka
         
Abidu, Yunus Hasan. Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir. Jakarta: Gaya Media Pratama,
2007
Qaththan_(al), Manna Khalal. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: Litera Antar Nusa, Tth.
___. pengantar studi ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur: pustaka Al-kautsar, Tth.
___. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: Litera Antar Nusa, Tth.
Ghufron, Muhammad. Ulumul Qur’an praktis dan mudah. Yogjakarta: Penerbit Teras, 2003.
Maktabah syamilah 3.15
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia, 2008
Mahmud, Mani' abdul halim. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006,
Majalah Tashfia. 2006. edisi 03
Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta, pustaka al kautsar
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,
Muhammad Ali ash Shaabuuniy, Aminuddin At Tibyan fi Ulumil Quran,(ter).,
(Bandung:Pustaka Setia)

Anda mungkin juga menyukai