DISUSUN OLEH:
RESA MISWAL NUGRAHA. 181320085
M RIDHO PERDANA. 181320099
MILA YUSTIKA PRATIWI.181320088
A. Latar belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup manusia memiliki karakteristik yang
terbuka untuk ditafsirkan, ini dapat dilihat dalam realitas sejarah penafsiran al-Qur’an sebagi
respon umat Islam dalam upaya memahaminya. Pemahaman atasnya tidak pernah berhenti, tetapi
terus berkembang secara dinamis mengikuti pergeseran zaman dan putaran sejarah. Inilah yang
menyebabkan munculnya beragam madzhab dan corak dalam penafsiran al-Qur’an.
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan para sarjana, termasuk
para sahabat di zaman Rasulullah saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki
oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengkolaborasikan dan melakukan eksplorasi
lewat perspektif keimanan historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan penafsiran
serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi tanggung jawab seorang Muslim
untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang kepada nuansa lain yang
menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam
perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan
diri dalam pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual
yang berbeda-beda.
Untuk itu kami dalam makalah ini akan membahas tentang bagiamana metode penafsiran
serta kelebihan dan kekurangan dalam Kitab at-Thabari dan Kitab Ibnu Katsir
BAB II
PEMBAHASAN
5
maktabah syamilah 3.15
1) Tafsir Al-Thabari mengandung banyak cabang ilmu yang menunjang
kelengkapan dan kesempurnaannya, seperti ilmu Bahasa, Nahwu, Riwayat,
qira’at dan sebagainya.
2) Dengan kandungan yang begitu lengkap dapat berperan penting bagi
pengkajinya dalam menambah wawasan.
3) Disebutkannya berbagai pendapat atau atsar yang mutawatir, baik yang
bersumber dari Nabi, para sahabat, tabi’in, tabi’ at tabi’in, serta para ulama
sebelumnya menujukkan kehati-hatiannya dalam menafsirkan, sehingga
mengecilkan kemungkinan ia berpendapat yang salah.
4) Kelengkapan dan kesempurnaan penjelasan menyebabkan orang yang
mengkajinya dapat memahami tafsirnya dengan baik.
b. Kekurangan
1) Karena banyaknya riwayat yang dimuatnya, ia pun mengomentarinya,
namun terkadang ada juga riwayat yang tidak dikomentarinya, sehingga
dibutuhkan lagi penelitian lebih lanjut pada riwayat yang tidak
dikomentarinya tersebut.
2) Pada umumnya ia tidak menyertakan penilaian shahih atau dho’if terhadap
sanad-sanadnya.
3) Kelengkapan penjelasan yang disajikan menyebabkan dalam mengkaji dan
mendalami tafsirnya membutuhkan waktu yang sangat lama, serta
membutukan kesabaran.6
6
Yunus Hasan Abidu, Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
7
Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta, pustaka al kautsar, 2006, hal.478.
8
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia, 2008, hal.46
tahun 705 H9 ( terdapat selisih pendapat antara satu penulis dengan penulis yang lain) namun
kesimpulan yang pemakalah ambil bahwa beliau lahir di tahun 700-an H lebih. di sebuah desa
yang menjadi bagian dari kota Bashra di negeri Syam. Pada usia 4 tahun, ayah beliau meninggal
sehingga kemudian Ibnu Katsir diasuh oleh pamannya. Pada tahun 706 H, beliau pindah dan
menetap di kota Damaskus.
Ibn Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari
para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau
juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-
Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Ibnu Taimiyah. Selain itu, beliau juga belajar
kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh
al-Mazzi ini kemudian menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya. Selain Damaskus, beliau juga
belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.
Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadits,
sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu Tafsir al-
Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih hingga saat ini, di samping kitab
tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah
sebaik-baik tafsir yang ada di zaman ini, karena ia memiliki berbagai keistimewaan.
Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat
yang lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan perkataan para
salafush shalih (pendahulu kita yang sholih, yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in),
kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.
Selain Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat
berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah al-Bidayah Wa
an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Jami’ Al Masanid yang berisi
kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits tentang ilmu hadits, Risalah Fi al- Jihad tentang
jihad dan masih banyak lagi.
Ibnu katsir menjadi panutan bagi para huffaz dan pernah menduduki jabatan pemimpin
majlis ummu shaleh sepeninggal Adz zahabi. Dan sempat juga pula menjadi pemimpin majlis
hadis asyrafiyyah penggantin imam as subki.
9
Manna’ Khalil Al Qhattan, Pengantar Studi Al Quran…hal478
Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau
pun ulama sesudahnya.
Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi fatwa),
Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai karangan yang
banyak dan bermanfa’at. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang
yang disibukkan dengan hadits, menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya
sangat kuat, pandai membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah
wafatnya manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-karyanya.
Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang
paling kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling mengetahui
cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun mengakui hal itu.
Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan
bersebelahan dengan makam gurunya , Ibnu Taimiyah. Meski kini beliau telah lama tiada, tapi
peninggalannya akan tetap berada di tengah umat, menjadi rujukan terpercaya dalam memahami
Al Qur’an serta Islam secara umum. Umat masih akan terus mengambil manfaat dari karya-
karyanya yang sangat berharga.10
10
Majalah Tashfia, edisi 03/2006, hal.63-64
11
Muhammad Ali ash Shaabuuniy,At Tibyan fi Ulumil Quran,(ter).Aminuddin,(Bandung:Pustaka
Setia)hal.315
menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, atau mengambil riwayat dari sahabat dan para tabi’in
dengan urutan sanad yang lengkap.
Pada kesempatan yang lain, al-Zarqani memberikan komentar, “Kitab tafsir ini
merupakan di antara kitab tafsir bi al-ma‟thur yang baik, atau bahkan yang terbaik.”12
3. Metode dan Corak Penafsiran
Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji metode ibnu katsir dalam menafsirkan Al-
quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara metode ideal yang banyak digunakan dalam
bidang tafsir.
Menurutnya, metode yang paling tepat dalam menafsirkan Al-quran adalah:
a) Tafsir Al-quran terhadap Al-quran sendiri. sebab banyak didapati kondisi umum
dalam ayat tertentu kemudian dijelaskan detail oleh ayat lain.
b) Alternantif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang menjelaskan, mufassir
harus menelisik sunnah yang merupakan penjelas Al-quran. bahkan imam syafi'i
seperti ditulis ibnu katsir mengungkapkan, "setiap hukum yang ditetapkan
rasulullah merupakn hasil pemahamannya terhadap Al-quran.
c) Selanjutnya jika tidak didapati tafsir baik dalam Al-quran dan Hadis, kondisi ini
menuntut kita untuk merujuk kepada referensi sahabat. sebab mereka lebih
mengetahuikarena menyaksikan langsung kondisi dan latar belakang penurunan
ayat. disamping pemahaman, keilmuan dan amal shaleh mereka lebih khusus,
kalangan ulama dan tokoh besar sahabat seumpama empat khalifah yang bijak,
Abdullah bin mas'ud, Abdullah bin abbas, sepupu nabi sekaligus penerjemah Al-
quran.
d) Referensi tabi'in kemudian menjadi alternatif selanjutnya ketika tidak ditemukan
tafsir dalam Al-quran, hadis dan referensi sahabat. sahabat-sahabat yang terkenal
adalah Mujahid bin jabr. kemudian Sa'id bin jabir, 'ikrimah, Sahaya ibn abbas,
Atha' bin abi rabbah, Hasan al-basri, Masruq bin al ajda', Sa'id bin Al-musayyab,
Abi al'aliyah, Rabi', bin anas, Dhahhak bin muzahim, tabi'in lain dan pengikut
tabi'in yang kerap menjadi rujukan dalam tafsir.13
Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir menyebutkan,
"tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki dasar
12
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,hal. 43
13
Mani' abdul halim mahmud. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006, hlm.60-61
pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Al-quran. berbeda dengan mereka yang menguasai
ilmu bahasa dan syariat yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan
penafsiran". pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai
perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.
Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian memposisikan
tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para pakar
keilmuan dan generasi setelahnya pula banyak mengadopsi ide-ide ibnu katsir.
Anda dapat mencermati bagaimana ibnu katsir menafsirkan Al-quran dalam contoh
Kesimpulan
Kitab Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, merupakan tafsir yang paling besar dan utama
serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil ma’sur. Ibnu Jarir memaparkan tafsir dengan
menyandarkanya kepada sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. ia juga mengemukakan berbagai
pendapat dan menarjihnya sebagian atas yang lain, para ulama kontemporer sependapat bahwa
belum pernah disusun sebuah kitab tafsir pun yang menyamainya. Imam Nawawi dalam
Tahzidnya mengemukakan bahwa kitab Ibn Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah kitab yang
belum seorangpun pernah menyusun kitab yang menyamainya. Ibn jarir mempunyai
keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dan pemberian isyarat terhadap kata-kata
yang samar I’rabnya.
Dalam tafsir at Thabari juga terdapat banyak kekurangan dan kelebihan nya. Adapun
dalam tafsir al Quranul azim metode dan corak nya Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji
metode ibnu katsir dalam menafsirkan Al-quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara
metode ideal yang banyak digunakan dalam bidang tafsir.
Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir menyebutkan,
"tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki dasar
pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Al-quran. berbeda dengan mereka yang menguasai
ilmu bahasa dan syariat yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan
penafsiran". pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai
perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.
Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian memposisikan
tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para pakar
keilmuan dan generasi setelahnya pula banyak mengadopsi ide-ide ibnu katsir.
Daftar Pustaka
Abidu, Yunus Hasan. Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir. Jakarta: Gaya Media Pratama,
2007
Qaththan_(al), Manna Khalal. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: Litera Antar Nusa, Tth.
___. pengantar studi ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur: pustaka Al-kautsar, Tth.
___. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: Litera Antar Nusa, Tth.
Ghufron, Muhammad. Ulumul Qur’an praktis dan mudah. Yogjakarta: Penerbit Teras, 2003.
Maktabah syamilah 3.15
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia, 2008
Mahmud, Mani' abdul halim. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006,
Majalah Tashfia. 2006. edisi 03
Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta, pustaka al kautsar
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,
Muhammad Ali ash Shaabuuniy, Aminuddin At Tibyan fi Ulumil Quran,(ter).,
(Bandung:Pustaka Setia)