Anda di halaman 1dari 16

Makalah

“TAFSIR SUFI DAN SALAFI”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

Madzahib al-Tafsir

Dosen Pengampu:

Muhammad Ridho, MA.

Disusun oleh:

Kelompok 13

1. Alfina Muamarotul Hikmah (12301193007)

2. Nafiatun Nailiyah (12301193026)

3. Fadhila Zulfa Finasari (12301193044)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR(5-A)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

1
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
Tujuan Penulisan........................................................................................................... 4
BAB II .............................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
Tafsir Sufi ..................................................................................................................... 5
Kelebihan dan kekurangan Tafsir Sufi ......................................................................... 7
Jenis-jenis Tafsir Sufistik.............................................................................................. 9
Tafsir Salafi................................................................................................................. 11
Prinsip-prinsip salafi : ................................................................................................ 12
Kriteria tafsir salafi : ................................................................................................... 13
Kesimpulan ..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan petunjuk seluruh umat manusia dan menjadi sumber utama

rujukan umat islam. Dalam memahami kandungan Al-Qur’an, seseorang melakukan

penafsiran. Penafsiran Al-Qur’an berbagai macam bentuk dan coraknya. Keberagaman

tersebut memunculkan banyak perbedaan. Dalam melakukan penafsiran seorang mufassir

harus memperhatikan beberapa kaidah, seperti kemampuan bahasa arab, nahwu, sorof,

munasabah, asbabul nuzul, dan lain sebagainya.

Kitab tafsir Al-Qur’an semakin beragam. Hal tersebut dipengaruhi dengan

ragamnya metode dan corak. Adapun metode penafsiran yaitu tahlily, ijmali, muqorin,

dan maudhu’i. tidak berbeda dengan metode penafsiran, corak tafsir Al-qur’an yang hadir

di tengah-tengah umat islam juga beragam, diantaranya corak fiqhi, ilmi, falsafi, sufi,

adabi, ijtima’i, dan lain-lain. Berangkat dari keberagaman yang telah disebutkan, penulis

akan mengulas tentang corak tafsir salafi dan sufi, serta mengetahui lebih jauh terkait

kelebihan dan kekurangan corak tafsir tersebut.

Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan Tafsir Sufi dan Tafsir Salafi ?

B. Bagaimana sejarah dari Tafsir Sufi ?

C. Siapa tokoh dari Tafsir Sufi ?

D. Apa kekurangan dan kelebihan dari Tafsir Sufi ?

E. Apa saja jenis Tafsir Sufistik ?

3
F. Apa prinsip-prinsip dari salafi ?

G. Apa kriteria tafsir salafi ?

Tujuan Penulisan

A. Mengetahui pengertian dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi.

B. Mengetahui sejarah dari Tafsir Sufi.

C. Mengetahui tokoh dari Tafsir Sufi,

D. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Tasir Sufi.

E. Mengetahui jenis-jenis tafsir Sufistik.

F. Mengetahui prinsip-prinsip dari salafi.

G. Mengetahui kriteria salafi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Sufi
Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik
sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-
ayat al-Quran dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang
tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Kata tasawuf sendiri menurut
Muhammad Husen alDzahabi adalah transmisi jiwa menuju Tuhan atas apa yang
ia inginkan atau dengan kata lain munajatnya hati dan komunikasinya ruh. Tafsîr
al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam
dua bagian, yaitu tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi isyary. Tafsir sufi nadzary
adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti
renungan filsafat dan ini tertolak.15 Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang
didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Quran al-
‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî
Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi. Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui)
dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar’i yang menguatkan; (2) tidak
bertentangan dengan syariat/rasio; (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika
tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak.

Corak penafsiran sufi ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-
Quran secara potensial mengandung empat tingkatan makna: zhahir, bathin, hadd,
dan matla’. Keempat tingkatan makna ini diyakini telah diberikan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila
corak penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal
sejak awal turunnya al-Quran kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang
dipakai dalam penafsiran ini umumnya juga mengacu pada penafsiran ini al-
Quran melalui hierarki sumber-sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada

5
Nabi SAW, para sahabat, dan pendapat kalangan tabi’in. Di samping itu, selain
penafsiran yang didasarkan melalui jalan periwayatan secara tradisional, ada
sebuah doktrin yang cukup kuat dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa para wali
merupakan pewaris kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa,
meski berbeda secara substansial. Jika para Rasul mengemban tugas untuk
menyampaikan risalah ilahiyah kepada umat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran
agama, maka para sufi memikul tugas guna menyebarkan risalah akhlaqiyyah,
ajaran-ajaran moral yang mengacu pada keluhuran budi pekerti.17 Klaim sebagai
pengemban risalah akhlaqiyyah memberi peluang bagi kemungkinan bahwa para
sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika
mencapai tahapan ma’rifat dalam tahap-tahap muraqabah kepada Allah SWT.
Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan
para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai al-nubuwwat al-
amma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda
dengan predikat para Rasul dan Nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas
(kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian
umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai
akhir zaman nanti.18 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassir-nya tidak
menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Quran melalui jalan i‘tibari dengan menelaah
makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyeruakan signifikansi
moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan
penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriyahnya
seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan
mengungkapkan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin
yang dipahami oleh kalangan sufi. Contoh karya yang menampilkan corak tafsir
sufi adalah Tafsir al-Quran al-Azhim karya Sahl al-Tustari (w. 283 H). Haqaiq al-
Tafsir karya Abu Abd al-Rahman al-Sulami (w. 412 H). lata’if al-Isyarat karya al-
Qusyairi, dan ‘Ara’is al-Bayan fi Haqaiq al-Quran karya al-Syirazi (w. 606 H).

6
Kelebihan dan kekurangan Tafsir Sufi

Berbicara tentang karya tidak lepas dengan sebuah kelebihan dan kekurangan, tak lain

halnya tafsir sufi. Di dalamya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain

sebagai berikut.

a) Kelebihan

• Mampu memaknai ayat pada wilayah esoterik atau melalui dimensi

bathiniyah

• Mengungkap makna Al-Qur’an secara dzahir dan bathin

Yang dimaksud aspek dzahir yaitu teks ayat, sedangkan aspek bathin yaitu

upaya penta’wilan ayat yang tekstual.1

• Mengungkap isyarat-isyarat yang terdapat dalam Al-Qur'an2

• Tepat untuk rujukan orang yang hendak meningkatkan martabat spiritual

• Penafsiran banyak yang memfokuskan ayat akhlak.

b) Kekurangan

• Hanya dapat difahami kalangan tertentu

Biasanya tafsir yang bercorak sufistik hanya mampu difahami oleh para

sufi atau orang yang menafsirkan ayat itu sendiri karena mereka

menafsirkan dengan mengandung subjektivitas sendiri.

• Maknanya sulit untuk ditangkap secara tematis

1
Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa al-Qulub, Vol.2 No 1 Juli
2017, hlm.8
2
Ibid., hlm.11

7
Karya tafsir sufistik banyak menggunakan metode tahlily dan metode

penafsirannya mengikuti mushaf Utsmani. Metode inilah yang

menyebabkan seseorang sulit untuk menangkap makna al Qur’an secara

sitematis.3

• Tolok ukur validitas tafsirnya kurang begitu jelas

• Tafsirnya diambil dari isyarat-isyarat yang samar

• Bercampur dengan teori filsafat

Adanya percampuran dengan teori filsafat ini menyebabkan tafsir sufi

tidak bisa berkembang seperti tafsir lain4

• Dengan mengambil makna bathin, dikhawatirkan syariat agama

dilecehkan karena seringkali didapatkan dari hasil pengalaman

ruhaniyahdan juga kurang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.

• Banyak menyimpang dari kaidah penafsiran dan tata gramatikal arab

Dikatakan demikian karena dalam tafsir sufistik mengandalkan makna

bathin sehingga tata bahasa dan kaidah – kaidah bahasa arab kurang begitu

diperhatikan.

• Banyak karya tafsir yang tidak berhasil dituntaskan 1 Al Qur'an penuh

• Banyak campur tangan tokoh lain ketika melakukan penafsiran

Maksudnya yaitu dalam sebuah karya sering kali diselesaikan oleh

beberapa tokoh. Dengan kata lain satu tokoh berusaha menafsirkan,

3
Ibid., hlm.12
4
http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari Minggu, 12
September 2021 pukul 05.43

8
kemudian kadang kala belum sampai tuntas kemudian dihimpun oleh

tokoh yang lain.

• Jarang ditemui wujud konkretnya

• Mengandung tingkat subjektivitas yang tinggi

Jenis-jenis Tafsir Sufistik

Tafsir sufistik dibagi menjadi 2, yaitu Tafsir Sufi Nazari dan Tafsir Isyari. Berikut

penjelasan dari tafsir sufi Nazari dan Tafsir Sufi Isyari :

1. Tafsir Sufi Nazari

Tafsir Sufi Nazari adalah tafsir yang berpegang pada landasan teoritis dan

menggunakan metode simbolis yang tidak berhenti hanya pada aspek kebahasaan

saja. Tafsir ini sering digunakan untuk memperkuat teori-teori mistis dari

kalangan ahli sufi. Ulama yang dianggap ahli dalam bidang ini adalah Muhyiddin

bin ‘Arabi, karena beliau dianggap sering bergelut dengan kajian tafsir ini. Corak

tafsir sufi Ibn ‘Arabi ini banyak diikuti oleh murid-muridnya. Terdapat pula

karakteristik dan ciri-ciri dari Tafsir Sufi Nazari. Menurut al-Dzahabi

menjelaskan ciri-ciri dari Tafsir Sufi Nazari, yakni :

a) dalam penafsiran ayat-ayat Alquran sangat besar dipengaruhi oleh filsafat.

b) hal-hal yang ghaib dibawa ke dalam sesuatu yang nyata atau dengan kata

lain mengqiyaskan yang ghaib kepada yang nyata.

c) terkadang tidak memperhatikan kaidah-kaidah nahwu dan hanya

menafsirkan apa yang sejalan dengan ruh dan jiwa mufassir.

9
Karakteristik Tafsir Sufi Nazari :

a) Menjadikan teori filsafat sebagai asas (dasar) dalam penafsiran ayat-

ayat Alquran.

b) Memberikan perumpamaan terhadap sesuatu yang ghaib (abstrak)

kepada sesuatu yang syahid (tampak/jelas).

c) Terkadang tidak memperhatikan kaidah nahwu atau balaghah. Kaidah

ini akan digunakan jika senada dengan pemikirannya. Jika tidak, maka

kaidah ini diabaikan.

2. Tafsir Sufi Isyari

Menurut al-Dzahabi menakwilkan ayat-ayat Alquran yang berbeda

dengan maknanya yang dzahir (Eksoteris) berdasarkan isyarat (petunjuk) khusus

yang diterima oleh para ahli sufi. Menafsirkan Alquran berdasarkan isyarat-

isyarat Ilahi yang diilhamkan Allah swt. Jadi Tafsir Isyari bisa dikatakan

menta’wil ayat-ayat Alquran berbeda dari makna lahirnya menurut isyarat-isyarat

rahasia yang ditangkap oleh para pelaku suluk atau ahli ilmu makrifah, dan

maknanya dapat disesuaikan dengan kehendak makna lahir dari ayat Alquran.

Adapaun kriteria dari Tafsir Sufi Isyari, menurut al-Dzahabi :

a) Penafsirannya sesuai dengan makna lahir yang ditetapkan dalam bahasa

Arab. Sekiranya sesuai maksud bahasanya, maka tidak berusaha melebih-

lebihkan makna lahir.

b) Harus ada bukti syar’i yang bisa menguatkan.

c) Tidak menimbulkan kontradiksi, baik secara syar’i maupun ‘aqli.

10
d) Harus mengakui makna lahirnya ayat dan tidak menjadikan makna batin

sebagai satu-satunya makna yang berlaku sehingga menafikan makna

lahir.5

B. Tafsir Salafi

Tafsir ini termasuk aliran/corak tafsir klasik. Tafsir salafi, yaitu tafsir yang

berpedoman pada aliran atau atau pendapat salaf, yang konsisten dalam berpegang

teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa ada penambahan atau pengurangan.6

Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata Salaf juga

bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman,

keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf berarti orang

yang mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat)

yang lebih tua umurnya dan lebih utama. Adapun salaf menurut istilah adalah sifat

yang khusus dimutlakkan kepada para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka

yang maksud pertama kali adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut

serta dalam makna salaf ini, yaitu orang–orang yang mengikuti mereka. Artinya

bila mereka mengikuti para sahabat, maka disebut Salafiyyun. Apakah

pembatasan dari segi zaman ini cukup untuk membatasi pengertian salaf, sehingga

setiap orang yang hidup pada tiga generasi awal adalah termasuk dalam kriteria

5
M. Ulil Abshor, EPISTEMOLOGI IRFANI (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik), Volume 3 No. 2,
Desember 2018, hlm.257-259
6
Pupu Fatkhurozi, Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an, Surbassyi

11
salaf. Tentu saja tidak demikian, sesungguhnya sudah banyak golongan dan

kelompok muncul pada masa masa tersebut. Terdahulu berdasarkan masa, tidak

cukup untuk menentukan itu salaf atau tidak. Harus ditambahkan syarat dalam hal

ini yatiu kesesuaian dengan al-Qur’an dan Sunnah, sehingga siapapun yang

akalnya menyelisihi kedua sumber tersebut bukanlah salafi, meskipun dia hidup

ditengah-tengah para sahabat dan tabi’in. Ada beberapa hal di dalam memahami

pengertian Salafi yaitu: Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling

utama dari umat islam, yaitu para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim

pada masa Nabi, pernah bertemu dengan beliau, serta wafat sebagai muslim),

Tabi’in (mereka yang hidup di masa sahabat dan wafat sebagai muslim), dan

Tabi’ut Tabi’in (mereka yang hidup di masa tabi’in dan wafat dalam keadaan

muslim).

Salafiyah adalah sebuah gerakan dakwah yang sama artinya dengan

gerakan dakwah Ahlul Sunnah wal Jama’ah. Gerakan dakwah ini sudah mulai dari

masa Rasulullah, lalu terus berlanjut dan mempertahankan eksistensinya hingga

menjelang akhir zaman kelak.

Prinsip-prinsip salafi :

1. Sumber aqidah adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih dan ijma’ salaful

shalih. Sumber rujukan dalam memahami aqidah dalam manhaj salaf hanya

terbatas pada tiga, yaitu al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ salaful shalih. Aqidah dalam

agama Islam adalah perkara yang ghaib, yakni yang tidak dapat diketahui dengan

sunnah dan ijma’ ahlul sunnah karena ijma’ mereka ma’sum. Yang menjadi tolok

12
ukur dan patokan dalam menjelaskan persoalan tauhid kepada manusia adalah al-

Qur’an dan al-Sunnah tanpa membuat kebid’ahan, atas menimba dalil-dalil dari

ilmu filsafah yang tidak pernah dapat sinkron dengan al-Qur’an as sunnah.

2. Berhujjah dengan sunnah yang sahih dalam masalah aqidah, baik sunnah yang

yang sahih itu mutawatir maupun ahad.

3. Menerima yang dibawa wahyu, tidak menentangnya dengan akal dan tidak

berdalam- dalam membahas masalah ghaib yang tidak ada peranan akal

didalamnya.

4. Tidak bergelut dengan ilmu kalam dan filsafat.

5. Menolak penakwilan yang batil.

6. Menggabungkan nash-nash dalam satu masalah.

Kriteria tafsir salafi :

1. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an.

2. Tafsir al-Qur’an dengan Hadits shahih.

3. Tafsir al-Qur’an dengan ucapan para shahabat,

4. Tafsir al-Qur’an dengan ucapan para tabi’in,

5. Tafsir al-Qur’an dengan bahasa Arab.7

7
Drs. H. Muhammaddin, M.Hum, MANHAJ SALAFIYAH, JIA/Desember 2013/Th.XIV/Nomor 2/147-161

13
Kesimpulan

Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik sering
didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-ayat al Quran
dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi
dalam suluknya. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran
sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.15 Tafsir sufi isyary adalah
tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Quran
al-‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî
Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila corak
penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal sejak awal
turunnya al-Quran kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang dipakai dalam
penafsiran ini umumnya juga mengacu pada penafsiran ini al-Quran melalui hierarki
sumber-sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada Nabi SAW, para sahabat, dan
pendapat kalangan tabi’in. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan
sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai al-
nubuwwat al-amma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan).
Berbeda dengan predikat para Rasul dan Nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas
(kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum
bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman
nanti.18 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassir-nya tidak menyajikan penjelasan ayat-
ayat al-Quran melalui jalan i‘tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir,
tetapi lebih pada menyeruakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara
simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari.

Tafsir salafi, yaitu tafsir yang berpedoman pada aliran atau atau pendapat salaf,
yang konsisten dalam berpegang teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa ada
penambahan atau pengurangan. Ada beberapa hal di dalam memahami pengertian Salafi
yaitu: Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling utama dari umat islam, yaitu
para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi, pernah bertemu

14
dengan beliau, serta wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka yang hidup di masa sahabat
dan wafat sebagai muslim), dan Tabi’ut Tabi’in (mereka yang hidup di masa tabi’in dan
wafat dalam keadaan muslim). Aqidah dalam agama Islam adalah perkara yang ghaib,
yakni yang tidak dapat diketahui dengan sunnah dan ijma’ ahlul sunnah karena ijma’
mereka ma’sum. Yang menjadi tolok ukur dan patokan dalam menjelaskan persoalan
tauhid kepada manusia adalah al-Qur’an dan al-Sunnah tanpa membuat kebid’ahan, atas
menimba dalil-dalil dari ilmu filsafah yang tidak pernah dapat sinkron dengan al-Qur’an
as sunnah. Berhujjah dengan sunnah yang sahih dalam masalah aqidah, baik sunnah yang
yang sahih itu mutawatir maupun ahad. Menerima yang dibawa wahyu, tidak
menentangnya dengan akal dan tidak berdalam- dalam membahas masalah ghaib yang
tidak ada peranan akal didalamnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa al-

Qulub, Vol.2 No 1 Juli 2017

http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari

Minggu, 12 September 2021 pukul 05.43

U. Abdurrahman, METODOLOGI TAFSIR FALSAFI DAN TAFSIR SUFI,

‘Adliya, Vol. 9 No. 1, Edisi: Januari-Juni 2015.

Pupu Fatkhurozi, Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an, Surbassyi

Drs. H. Muhammaddin, M.Hum, MANHAJ SALAFIYAH, JIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/147-161.

M. Ulil Abshor, EPISTEMOLOGI IRFANI (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir

Sufistik), Volume 3 No. 2, Desember 2018.

16

Anda mungkin juga menyukai