Anda di halaman 1dari 17

STUDI AL-QUR’AN ANGELIKA NEUWIRTH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Barat Atas al-Qur’an
Yang Diampu oleh Dr. Mohammad Subhan Zamzami, Lc. M.Thi

Oleh:
MOH. MUHYAN NAFIS
(18382051036)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR' AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2020
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah swt.
yang telah memberikan rahmat serta taufik-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis sangat yakin berbagai pihak
berkenan memberikan bantuan, kemudahan kepada penulis dalam
penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin mengucapkan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada semua pihak, baik yang langsung maupun secara tidak langsung, telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Rasa hormat dan penghargaan yang tulus secara khusus penulis sampaikan
kepada:
1. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag, selaku rektor IAIN Madura.
2. Dr. Mohammad Subhan Zamzami, Lc. M.Th.I, selaku dosen pengampu
Mata Kuliah Kajian Barat Atas al-Qur’an.
3. Semua teman-teman seperjuangan, yang tidak dapat dipungkiri bahwa
mereka selalu ada di setiap kesukaran penulis dalam penyusunan tugas
makalah ini.
Akhirnya dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis
sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya, maka dari itu, kritik konstruktif dengan hati yang terbuka penulis
harapkan demi kesempurnaan penulis selanjutnya.

Pamekasan, 27 April 2020


Penulis

Moh. Muhyan Nafis


ii

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.…...…..……………..………………1
B. Rumusan Masalah…..…………….…..……………..1
C. Tujuan Masalah………....……….…………………..1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Biografi Angelika Neuwirth………...………...…......2
B. Kajian Angelika Neuwirth Terhadap al-Qur’an..…....3
C. Kritik Angelika Neuwirth Kepada Kesarjanaan
Barat............................................................................9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan....….…………………...…………........11
B. Saran...…….…..…….……………....……….....…..12
DAFTAR PUSATAKA…………...……………………………………....13
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orientalis, pada umumnya, kita kenal sebagai orang yang berhasrat
untuk menanamkan racun dalam tubuh Islam, semangat mereka mengkaji
Islam cukup tinggi dengan motivasi-motivasi mereka yang berbeda.
Namun, Sekitar tahun 1980-an, hadir salah seorang sarjana Barat yang
cukup menampilkan perbedaan dari sarjana-sarjana Barat sebelumnya, jika
dahulu pandangan kesarjanaan Barat pada al-Qur’an bersifat skeptis,
apologetis, dan polemis, sekarang mulai merubah haluan pada pola
akademisdialogis. Dia adalah Angelika Neuwirth, seorang orientalis
Yahudi yang menurut sebagian orang adalah orientalis yang memiliki
pandangan yang cukup objektif terhadap al-Qur’an. Dalam makalah ini,
akan mencoba meperkenalkan siapa itu Angelika Neuwirth dan bagaimana
pandangannya terhadap al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah-
masalah yang akan kami bahas sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi Angelika Neuwirth?
2. Bagaiamana kajian Angelika Neuwirth terhadap al-Qur’an?
3. Bagaimana kritik Angelika Neuwirth kepada kesarjanaan Barat?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kami bertujuan:
1. Untuk megetahui biografi Angelika Neuwirth.
2. Untuk megetahui kajian Angelika Neuwirth terhadap al-Qur’an
3. Untuk megetahui kritik Angelika Neuwirth kepada kesarjanaan Barat.
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Angelika Neuwirth


Angelika Neuwirth atau yang akrab dipanggil Neuwirth adalah
seorang akademisi dalam studi al-Qur’an yang lahir di Nienburg/Weser
pada tanggal 4 November 1943.1 Dia memulai karirnya untuk pertama
dengan melakukan kajian mengenai literatur bahasa Persia, studi agama
Yahudi, Arab, serta Filologi Klasik di Universitas Teheran. Setelah selesai
satu tahun di Teheran, kemudian dia mulai mempelajari bahasa-bahasa
Semit dan Arab di University of Gottingen pada tahun 1964 sampai 1967.
Pada tahun 1970 dia memperoleh gelar MA dari Universitas Hebrew di
Jerussalem. Dia kemudian meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu
program doktoral dan diselesaikan pada tahun 1972 dalam bidang sastra
Arab di University of Gottingen.2
Setelah menyelesaikan program doktoralnya, kemudian Neuwirth
mulai melanjutkan karirnya dengan mengajar di beberapa Universitas
terkemuka sambil lalu ia meneruskan program pascadoktoralnya di
Universitas Munich. Neuwirth menjadi dosen tamu di Amman, University
of Jordan dengan mengampu mata kuliah Filsafat Arab pada tahun 1977-
1983, serta dipercaya untuk menjadi direktur pada the Catalogue of Arabic
Manuscripts di salah satu Departemen Akademi Royal untuk bidang Islamic
Thought.3
Setelah itu, kemudian Neuwirth dipercaya kembali untuk menjadi
asisten profesor di Universitas Bochum tahun 1983-1984. Kemudian, pada
tahun terakhir saat itu ia pindah ke Universitas Bamberg dan menjadi dewan

1
Adrika Fithrotul Aini dan Asep Nahrul Musaddad, “Konteks Late Antiquity dan Analisis
Struktur Mikro Sebagai Counter Atas Skeptisisme Orisinalitas Teks al-Qur’an: Refleksi Atas
Pemikiran Angelika Neuwirth”, Suhuf, Vol. 10, No. 1, (Juni 2017), hlm. 176
2
Lien Iffah Naf‘atu Fina, “Membaca Metode Penafsiran al-Qur’an Kontemporer di Kalangan
Sarjana Barat Analisis Pemikiran Angelika Neuwirth”, Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, Vol.
18, No. 2, (Desember, 2014), hlm. 272
3
Adrika Fithrotul Aini dan Asep Nahrul Musaddad, “Konteks Late Antiquity dan Analisis
Struktur Mikro Sebagai Counter Atas Skeptisisme Orisinalitas Teks al-Qur’an…”, hlm. 176
3

perwakilan sampai pada tahun 1991. Pada saat yang saama, Neuwirth juga
menjadi dosen tamu untuk mengajar di Universitas ‘Ain Shams, Kairo.4
Kemudian pada tahun 1991, Neuwirth dikukuhkan sebagai profesor di
bidang sastra Arab di Freie University, Berlin. Dan sejak saat itu, karirnya
mulai berkembangn pesat. Pada tahun 1994-1999, Neuwirth menjadi
direktur di Oriental Institute of German Oriental Society, serta diangkat
menjadi supervisor EU-Projects di Beirut dan Istanbul pada tahun 1997. 5
Karena perjalanan karir akademisi Neuwirth yang memang fokus pada
kajian Literatur Arab, membawa namanya menjadi seorang yang ahli dalam
bidang tersebut, kemudian mendirikan Corpus Coranicum, sebuah proyek
penelitian yang memiliki tujuan menciptakan pemahaman kontekstual
terhadap al-Qur’an.6
B. Kajian Angelika Neuwirth Terhadap al-Qur’an
Angelika Neuwirth adalah seorang orientalis Yahudi yang memiliki
spesialisasi dan ketertarikan kepada bidang sastra Arab klasik dan modern.
Kemudian dia fokus kepada studi al-Qur‘an. Karenanya tak heran jika
pendekatannya kepada al-Qur‘an sangat kental aroma sastranya.7
Ketertarikan Neuwirth untuk mengkaji al-Qur’an secara serius
bermula sejak ia menulis disertasi dengan judul “Studien Zur Komposition
Der Mekkanischen Suren: Die Literarische Form Des Koran” yang
diterbitkan menjadi buku pada tahun 1981. Dalam disertasinya, Neuwirth
mengkaji sejarah teks al-Qur’an dengan menganalisis struktur surat-surat
Makkiyah menggunakan pendekatan sastra yang sangat ketat.8
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi fokus utama Angelika Neuwirth
dalam mengkaji al-Qur’an, yaitu:
1. Al-Qur’an Pra-Kanonisasi dan Post-Kanonisasi

4
Ibid.
5
Ibid., hlm. 177
6
Lien Iffah Naf’atu Fina, “Pre-Canonical Reading of The Qur’an: Studi atas Metode Anggelika
Neuwirth dalam Analisis Teks al-Qur’an Berbasis Surat dan Intertektualitas”, (Tesis, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2011), hlm. 92
7
Lien Iffah Naf‘atu Fina, “Membaca Metode Penafsiran al-Qur’an Kontemporer di Kalangan
Sarjana Barat Analisis Pemikiran Angelika Neuwirth”,hlm. 272
8
Ibid.
4

Konsep pra-kanonisasi dan post-kanonisasi al-Qur’an merupakan


titik awal pemikiran Angelika Neuwirth. Pra-kanonisasi al-Qur’an adalah
al-Qur’an yang hidup pada masa Nabi, sedangkan post-kanonisasi adalah
al-Qur’an yang telah dikodifikasi oleh para redaktur al-Qur’an
sebagaimana bentuknya saat ini.9
Menurut Neuwirth, susunan al-Qur’an merupakan hasil karya
redaktur penyusunan pada masa itu dengan adanya proses kanonisasi al-
Qur’an tersebut. Sehingga, kanonisasi dapat mengimplikasikan
tercerabutnya al-Qur’an dari konteks sejarahnya. Dengan demikian,
kanonisasi telah menjadikan al-Qur’an mengalami sebuah dehistorisasi.10
Al-Qur‘an yang semula merupakan komunikasi horizontal menjadi
vertikal dan linier (antara reader dan Tuhan) setelah kanonisasi, sehingga
al-Qur’an menjadi sesuatu yang sakral. Pandangan ini menyebabkan al-
Quran tidak bisa dipelajari secara sistematis layaknya karya sastra yang
lain. Selain itu, sikap yang demikian menjadikan studi al-Qur’an tidak
berkembang. Pasalnya, alih-alih para sarjana berusaha menggali sesuatu
yang baru, mereka malah memilih merujuk kepada karya tafsir klasik.11
Senada dengan yang dituturkan Neuwirth, beberapa sarjana Muslim
kontemporer, seperti al-Khulli, Arkoun, Fazlur Rahman, dan Abu Zayd,
menunjukkan kegelisahannya terhadap pandangan Muslim terhadap
sakralitas teks al-Qur’an post-kanonisasi (mushaf Utsmani) yang tidak
memberikan peluang untuk melakukan reinterpretasi teks.12 Padahal, jika
berdasarkan pendapat Neuwirth, teks yang seharusnya dijadikan pijakan
adalah teks pra-kanonisasi, yaitu teks sebelum dilakukannya kodifikasi
al-Qur’an. Neuwirth menganggap bahwa al-Qur’an yang “ideal” adalah

9
Ibid.
10
Adrika Fithrotul Aini dan Asep Nahrul Musaddad, “Konteks Late Antiquity…”, hlm. 182
11
Lien Iffah Naf’atu Fina, “Catatan Kritis Angelika Neuwirth Terhadap Kesarjanaan Barat dan
Muslim Atas al-Quran: Menuju Tawaran Pembacaan al-Quran Pra-Kanonisasi”, Nun, Vol. 2, No.
1, (2016), hlm. 66
12
Lien Iffah Naf‘atu Fina, “Membaca Metode Penafsiran al-Qur’an Kontemporer di Kalangan
Sarjana Barat Analisis Pemikiran Angelika Neuwirth”,hlm. 281
5

seperti yang hidup pada masa Nabi dan karenanya harus dilihat dalam
kerangka perjalanan turunnya.13
2. Al-Qur’an bagian dari tradisi Late Antiquity (zaman klasik akhir)
Menurut Peter Brown, Late Antiquity merupakan tahapan sejarah
yang merujuk kepada periode antara tahun 200-700 M yang ditandai
dengan perubahan budaya dan politik secara besar-besaran di wilayah
Mediterania, yakni Eropa Barat, Eropa Timur dan Timur Dekat.
Perubahan itu ditandai dengan berkembang dan lahirnya tiga agama
monoteis besar dunia, Yahudi, Kristen dan Islam.14
Anggelika Neuwirth mengemukakan bahwa al-Qur’an merupakan
bagian dari tradisi peradaban besar Barat yang biasa disebut “Late
Antiquity” tersebut, yaitu peradaban pada masa peralihan antara masa
kuno dengan abad pertengahan, dengan bukti adanya paralelitas yang
sangat tampak antara al-Qur’an dengan Bibel. Pernyataan Neuwirth ini
merupakan bentuk kritikan kepada kesarjanaan Barat yang tidak
memasukkan Islam sebagai bagian dari tradisi mereka dalam periode
Late Antiquity. Sehingga, al-Qur’an tidak pernah dikaji sebagai salah satu
dokumen yang merekam data sejarah dan budaya pada masa Late
Antiquity.15
Dengan ini pula, Neuwirth ingin meruntuhkan sebuah anggapan
tentang kejahiliyahan bangsa Arab pra-Islam. Neuwirth mengasumsikan
keadaan masyarakat Arab saat itu adalah masyarakat yang hidup di
tengah-tengah peradaban besar Late Antiquity sehingga mereka telah
mendapatkan informasi tentang materi-materi Late Antiquity.16 Oleh
karena itu, ada sinkronitas antara Islam dengan agama-agama
sebelumnya (Yahudi-Nasrani).
3. Pendekatan Intertekstual

13
Wardatun Nadhiroh. “Memahami Narasi Kisah al-Qur’an dengan Narrative Criticism
(Studi atas Kajian A.H. Johns)”, lmu Ushuluddin, Vol. 12, No. 2, (Juli, 2013), hlm. 222
14
Lien Iffah Naf’atu Fina, “Catatan Kritis Angelika Neuwirth…”, hlm. 62
15
Lien Iffah Naf’atu Fina, “Pre-Canonical Reading of The Qur’an…”, hlm. 117-119
16
Ibid., hlm. 120
6

Kajian intertekstualitas merupakan pendekatan kritik sastra yang


dikembangkan dalam rangka memahami makna suatu produk teks
dengan memperhatikan teks dan konteksnya serta keterkaitan teks
dengan teks-teks yang mendahuluinya.17 Kajian ini dimaksudkan sebagai
kajian terhadap teks yang kemungkinan memiliki bentuk-bentuk
hubungan tertentu, seperti untuk menemukan hubungan unsur-unsur
intrinsik (ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, gaya bahasa, dan
lainnya).18 Dan dalam kaitannya dengan al-Qur’an, dalam memahami
makna suatu teks dalam al-Qur’an ialah harus mencari hubungan
(penjelasan) dalam kitab suci sebelumnya.
Menurut Neuwirth, kajian yang demikian harus dilakukan,
mengingat al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya (Taurat, Zabur dan
Injil) sama-sama berada dalam Late Antiquity. Neuwirth mengatakan
bahwa teks Psalm (nyanyian untuk memuji Tuhan) hadir dalam al-Qur’an
secara tekstual dan cukup konkret menunjukkan keterhubungannya.
Beberapa surah semisal Surah al-Kausar, al-A’la, al-‘Alaq, al-Mursalat,
dan ar-Rahman mencerminkan sebuah refleksi atas teks-teks dalam
Psalm.19
Dalam karyanya, Quranic Readings of the Psalms dalam buku The
Quran in Context, Neuwirth memberikan contoh perihal adanya
keterkaiatan antara QS. al-Raḥmān dan Mazmur 136, yaitu:
a. Syair 5 Mazmur dengan surat QS. al-Raḥmān: 7 penciptaan langit
dengan bunyi “le oseh ha-shamayim bi-tebhunah ki le olam hasdo
(Dengan kebijaksanaan-Nya, Ia menjadikan langit; kasih-Nya kekal
َ ‫ا َو َو‬SSSَ‫ َم ۤا َء َرفَ َعه‬SSS‫الس‬
abadi)” sesuai dengan “ َ‫ َز ۙان‬SSSْ‫ َع ْال ِمي‬SSS‫ض‬ َّ ‫( َو‬Allah telah
meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca/keadilan)”.
b. Syair 6 Mazmur dengan surat QS. al-Raḥmān: 10 tentang penciptaan
bumi dengan bunyi “le-rōqaʿ hā-āreṣ ʿal hammāyim kī le-ʿōlām

17
Zayad Abd. Rahman, “Angelika Neuwirth: Kajian Intertekstualitas dalam QS. Al-Raḥmān Dan
Mazmur: 136”, Empirisma, Vol. 24, No. 1. (Januari, 2015), hlm. 113
18
Adrika Fithrotul Aini dan Asep Nahrul Musaddad, “Konteks Late Antiquity…”, hlm. 180
19
Ibid., hlm. 187
7

ḥasdō, (Ia telah menebarkan bumi di atas air, kasih-Nya kekal dan

ِ ‫ َعهَا ِلاْل َن‬SSSS‫ض‬


abadi)” sesuai dengan “ۙ‫ام‬SSSSَ َ ْ‫( َوااْل َر‬Dan bumi telah
َ ‫ض َو‬
dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya))”, meskipun ada sedikit
pergeseran fokus ke substansi manusia.
c. Syair 7 dan 8 Mazmur dengan surat QS. al-Raḥmān: 5 tentang
penciptaan benda-benda langit dengan bunyi “Le oseh orim gedolim
ki le-olam hasdo, et hash-shemes le-memshelet bal-laylah ki le-olam
hasdo, (Bagi-Nya yang telah membuat lampu-lampu besar, kasih-Nya
kekal dan abadi. Matahari untuk masa pemerintahan, kasih-Nya kekal
dan abadi ) dengan “َ‫( “ل َّش ْمسُ َو ْالقَ َم ُر بِ ُح ْسبَا ۙ ٍن ا‬Matahari dan bulan beredar
menurut perhitungn)‫ز‬20
Namun, menurut Sahiron Syamsuddin, sebagaimana dikutip Zayad
Abd. Rahman, meski Mazmur dan QS. Al-Raḥmān mempunyai
paralelitas maupun interseksi, namun al-Qur’an memiliki gaya sendiri
dalam hal struktur sastra dan spirit yang spesifik dalam hal isi dan
pesan.21
Aplikasi Analisis Teks Angelika Neuwirth terhadap al-Qur’an dapat
kita lihat pada kajiannya terhadap QS. Al-Ikhlas: 1-3. Analisis Neuwirth
terhadap surat ini menunjukkan bahwa retorika pra-al-Qur’an sangat kental
dalam surat ini. Melihat strukturnya yang berima, surat ini memenuhi
standar puisi Arab pada masa itu.22
Ketika merujuk kepada isi, maka analisis yang yang dilakukan
Neuwirth adalah sebagai berikut:
1. Lafal “Qul huwa Allāh aḥad” senada dengan kredo Yahudi, “Shema
Yisra’el, adonay elohenu adonay ehad”. Ini menunjukkan bahwa teks
Yahudi masih terasa dalam al-Qur’an, sehingga al-Qur’an tidak
menggunakan kata wahid dan justru menggunakan kata aḥad. Menurut
Neuwirth, pengutipan ini bukan tanpa fungsi. Ini adalah bagian dari

20
Angelika Neuwirth, dkk, The Qur’an in Context: Historical and Literary Investigations into The
Qur’anic Milieu, (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2010), hlm. 767
21
Zayad Abd. Rahman, “Angelika Neuwirth: Kajian Intertekstualitas…”, hlm. 118
22
Lien Iffah Naf’atu Fina, “Catatan Kritis Angelika Neuwirth…”, hlm. 73
8

strategi negosiasi: menyesuaikan dengan teks Yahudi untuk


menjembatani ketegangan antara komunitas Yahudi dan al-Qur’an.
2. Lafal “Lam yalid wa lam yulad”, menunjukkan bahwa al-Qur’an
memberikan bantahan terhadap teologi Kristen, yang menganggap Isa
adalah anak Tuhan.
3. Lafal “Walam yakun lahu kufuwan aḥad”, menunjukkan universalitas al-
Qur’an. Di sini, Tuhan bukan hanya tidak bisa disamakan dengan “anak”
(sebagaimana dalam doktrin Kristen), tapi lebih luas, yakni tidak bias
disamakan dengan apapun.
Melalui dua ayat terakhir ini, al-Qur’an tidak hanya membantah
doktrin Kristen, tetapi sedang menyatakan sesuatu yang lebih umum, yakni
konsep kepercayaan monoteisme. Surat ini, dengan demikian bisa menjadi
contoh bahwa al-Qur’an seyogyanya dibaca dalam setting Late Antique dan
sebagai living speech, agar pesannya bisa lebih diresapi.23
Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pengkajian yang telah
dilakukan oleh Neuwirth tentang al-Qur’an adalah suatu upaya dalam
mencari makna sebenarnya berdasarkan pra-kanonisasi dalam arti pencarian
konteks historisnya, yaitu dengan cara mengkaji historisitas teksnya pada
masa pra-kanonisasi dengan menggunakan kajian intertekstualitas al-
Qur’an, yaitu mencari keterkaitan-keterkaitan antara al-Qur’an dengan kitab
sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil yang sama-sama berada dalam
suatu konteks Late Antiquity.24
Tanggapan terhadap pemikiran Neuwirth bermacam-macam, Ada
yang mengatakan bahwa pemikiran Neuwirth menandakan kembalinya
penyelidikan dan pertanyaan tentang historisitas al-Qur’an yang dilakukan
Barat, namun Lien Iffah Naf’atu Fina tidak setuju dengan pendapat tersebut,
karena menurutnya Angelika Neuwirth pun memberikan kritikan yang

23
Ibid., 74
24
Ubaydillah Fajri, “Al-Qur’an dalam Tradisi Late Antiquity: Studi atas Metode Angelika
Neuwirth dalam Historisitas al-Qur’an”, ”, (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016), hlm.
176.
9

sangat tajam kepada kesarjanaan Barat.25 Sebagaimana, ia keras membela al-


Qur’an dari anggapan-anggapan miring seputar komposisi al-Qur’an sebagai
clumsy fashion (bentuk ketidakteraturan), seperti yang dinyatakan Goldziher
dan sarjana Barat awal.26
C. Kritik Angelika Neuwirth Kepada Kesarjanaan Barat
Sekitar tahun 1980-an, studi al-Qur’an kesarjanaan Barat menemukan
kekuatan baru daripada sebelumnya. Angelika Neuwirth, Stefan Wild, Issa
J. Boulatta, dan Jane Dammen Auckliffe mengubah tradisi kajian Sarjana
Barat yang bersifat skeptis, apologetis, dan polemis menuju pola
akademisdialogis. Menurut mereka, bukan saatnya sekarang kajian al-
Qur’an hanya berkutat pada persoalan orisinalitas dan historisitas al-Qur’an.
Karena itu, karya-karya mereka yang muncul menandai pergeseran
paradigma sarjana Barat terhadap kajian al-Qur’an.27
Khususnya Angelika Neuwirth, selain mengkritisi bagaimana
pengkajian kesarjanaan Islam terhadap al-Qur’an, ia juga mengkritisi
kesarjanaan Barat dalam memandang al-Qur’an. Angelika Neuwirth
menentang kelompok orientalis revisionis, Wansbrough, Rippin dan yang
lainnya, yang selalu memfokuskan kajian mereka pada sumber eksternal al-
Qur’an, dibandingkan untuk mengkaji artefak sastra yang ada dalam teks al-
Qur’an itu sendiri. Berbeda dengan kajian kelompok revisionis, kajian
Neuwirth bukan dalam rangka mengkaji al-Qur’an sebagai dokumen
historis, akan tetapi sebagai artefak sastra. Oleh karena itu ia ingin mengkaji
karakter sastra dari al-Qur’an, dengan mengkaji intertekstualitas di antara
surat-surat awal al-Qur’an dengan surat-surat yang belakangan, dan juga
antara al-Qur’an dengan tradisi Bibel (Late Antiquity).28
Angelika Neuwirth, nampak kurang setuju dengan pendekatan
skeptisisme ekstrim yang ditawarkan oleh Wansbrough dalam essainya
25
Lien Iffah Naf‘atu Fina, “Membaca Metode Penafsiran al-Qur’an Kontemporer di Kalangan
Sarjana Barat Analisis Pemikiran Angelika Neuwirth”,hlm. 274
26
Zayad Abd. Rahman, “Angelika Neuwirth: Kajian Intertekstualitas…”, hlm. 113
27
Ibid, hlm. 114
28
Yusuf Rahman, “Survei Bibliografis Kajian al-Qur’an dan Tafsir di Barat: Kajian Publikasi
Buku dalam Bahasa Inggris Sejak Tahun 2000an”, Journal of Qur’an and Hadith Studies, Vol. 4,
No. 1, (2015), hlm. 112-113
10

tersebut, dimana untuk menemukan identitas dan jati diri dari ayat-ayat al-
Qur’an maka seluruh validitas sejarah seputar pewahyuan al-Qur’an yang
telah mendarah daging dalam keyakinan umat Islam harus terlebih dahulu
ditolak kebenarannya, sampai ditemukan bukti ilmiah yang meyakinkan.
Menurut Angelika, skeptisisme seperti ini akan mengarah pada
ketidakpercayaan terhadap orisinalitas dari ayat-ayat al-Qur’an secara
mutlak, yang pada akhirnya seluruh kajian yang berhubungan dengan diri
al-Qur’an akan selalu berakhir dengan pencarian sumber asal-usulnya dari
teks-teks lain yang ada sebelumnya.29
Angelika melanjutkan bahwa pendekatan semacam ini akan
mendatangkan konsekuensi terjadinya konflik dan pertentangan antara
kajian Barat dengan tradisi penulisan sejarah Islam dan penafsiran al-Qur’an
klasik para ulama Islam. Selain itu, menurut Neuwirth, pendekatan studi al-
Qur’an yang diusung dalam Qur’anic Studies ini terlalu menafikan
eksistensi al-Qur’an itu sendiri, sekaligus juga menafikan keaslian latar
belakang dari lingkungan dan miliu dimana al-Qur’an tersebut diturunkan.30

29
Ihwan Agustono. “Potret Perkembangan Metodologi Kelompok Orientalis Dalam Studi Al-
Qur’an”, Jurnal Studia Quranika, Vol. 4, No. 2, (Januari, 2019), hlm. 175-176
30
Ibid.
11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Biografi Angelika Neuwirth
Angelika Neuwirth adalah seorang akademisi dalam studi al-Qur’an
yang lahir di Nienburg/Weser pada tanggal 4 November 1943. Dia
memulai karirnya untuk pertama dengan melakukan kajian mengenai
literatur bahasa Persia, studi agama Yahudi, Arab, serta Filologi Klasik di
Universitas Teheran. Setelah selesai satu tahun di Teheran, kemudian dia
mulai mempelajari bahasa-bahasa Semit dan Arab di University of
Gottingen pada tahun 1964 sampai 1967. Pada tahun 1970 dia memperoleh
gelar MA dari Universitas Hebrew di Jerussalem. Dia kemudian
meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu program doktoral dan
diselesaikan pada tahun 1972 dalam bidang sastra Arab di University of
Gottingen.
2. Kajian Angelika Neuwirth terhadap al-Qur’an
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi fokus utama Angelika Neuwirth
dalam mengkaji al-Qur’an, yaitu:
a. Al-Qur’an Pra-Kanonisasi dan Post-Kanonisasi
b. Al-Qur’an bagian dari tradisi Late Antiquity (zaman klasik akhir)
c. Pendekatan Intertekstual
Pengkajian yang telah dilakukan oleh Neuwirth tentang al-Qur’an
adalah suatu upaya dalam mencari makna sebenarnya berdasarkan pra-
kanonisasi dalam arti pencarian konteks historisnya, yaitu dengan cara
mengkaji historisitas teksnya pada masa pra-kanonisasi dengan
menggunakan kajian intertekstualitas al-Qur’an
3. Kritik Angelika Neuwirth kepada kesarjanaan Barat
Angelika Neuwirth mengkritisi pengkajian kesarjanaan Barat dalam
memandang al-Qur’an. Angelika Neuwirth menentang kelompok orientalis
revisionis, Wansbrough, Rippin dan yang lainnya, yang selalu
12

memfokuskan kajian mereka pada sumber eksternal al-Qur’an,


dibandingkan untuk mengkaji artefak sastra yang ada dalam teks al-Qur’an
itu sendiri. Angelika Neuwirth, nampak kurang setuju dengan pendekatan
skeptisisme ekstrim yang dilakukan oleh kesarjanaan Barat terhadap al-
Qur’an.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan.
Untuk itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
oleh kami sebagai pemakalah, agar terwujud kesempurnaan dalam makalah
kami ke depannya, atas perhatiannya terhadap makalah ini kami ucapkan
terimakasih.
13

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Adrika Fithrotul dan Asep Nahrul Musaddad .“Konteks Late Antiquity dan
Analisis Struktur Mikro Sebagai Counter Atas Skeptisisme Orisinalitas Teks
al-Qur’an: Refleksi Atas Pemikiran Angelika Neuwirth”. Suhuf. Vol. 10.
No. 1. Juni 2017.
Angelika Neuwirth, dkk. The Qur’an in Context: Historical and Literary
Investigations into The Qur’anic Milieu. Leiden: Koninklijke Brill NV,
2010.
Fajri, Ubaydillah. “Al-Qur’an dalam Tradisi Late Antiquity: Studi atas Metode
Angelika Neuwirth dalam Historisitas al-Qur’an”. Tesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.
Fina, Lien Iffah Naf’atu. “Pre-Canonical Reading of The Qur’an: Studi atas
Metode Anggelika Neuwirth dalam Analisis Teks al-Qur’an Berbasis Surat
dan Intertektualitas”. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011.
Fina,Lien Iffah Naf‘atu. “Membaca Metode Penafsiran al-Qur’an Kontemporer di
Kalangan Sarjana Barat Analisis Pemikiran Angelika Neuwirth”. Ulumuna:
Jurnal Studi Keislaman. Vol. 18. No. 2. Desember, 2014.
Lien Iffah Naf’atu Fina. “Catatan Kritis Angelika Neuwirth Terhadap Kesarjanaan
Barat dan Muslim Atas al-Quran: Menuju Tawaran Pembacaan al-Quran
Pra-Kanonisasi”. Nun. Vol. 2. No. 1. 2016
Nadhiroh. Wardatun. “Memahami Narasi Kisah al-Qur’an dengan Narrative
Criticism (Studi atas Kajian A.H. Johns)”. lmu Ushuluddin. Vol. 12. No. 2.
Juli, 2013.
14

Rahman, Yusuf. “Survei Bibliografis Kajian al-Qur’an dan Tafsir di Barat: Kajian
Publikasi Buku dalam Bahasa Inggris Sejak Tahun 2000an”. Journal of
Qur’an and Hadith Studies. Vol. 4. No. 1. 2015.
Rahman, Zayad Abd. “Angelika Neuwirth: Kajian Intertekstualitas dalam QS. Al-
Raḥmān Dan Mazmur: 136”. Empirisma. Vol. 24. No. 1. Januari, 2015
Ihwan Agustono. “Potret Perkembangan Metodologi Kelompok Orientalis Dalam
Studi Al-Qur’an”, Jurnal Studia Quranika, Vol. 4, No. 2, (Januari, 2019), hlm.
175-176

Anda mungkin juga menyukai