Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH TARIKH AL-QUR’AN

“Sejarah Al-Qur’an Pasca Utsman r.a”

IAIN PALOPO

Dosen: Abdul Mutakabbir, SQ., M. Ag.

Disusun Oleh:

Mirwa (17 0101 0035)

Annisa Pratiwi (17 0101 0034)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) KELAS B


SEMESTER IV FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

2019
PEMBAHASAN

A. Perbaikan Al-Qur’an pasca Utsman bin Affan

Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca, seperti titik dan syakal karena
semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab murni di mana
mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya seperti yang kita
kenal sekarang ini. Pada masa itu, tulisan hanya terdiri atas beberapa simbol dasar,
hanya melukiskan struktur konsonan dari sebuah kata yang sering menimbulkan
kekaburan lantaran hanya berbentuk garis lurus semata. Ketika bahasa Arab mulai
mendapat pengaruh dari luar karena bercampur dengan bahasa lainnya, maka para
penguasa mulai melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara baca yang
benar. Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan al-Qur’an mulai
dirasakan ketika Ziyad bin Samiyah menjadi Gubernur Basrah pada masa
pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (40-60H). Ia melihat telah
terjadi kesalahan di kalangan kaum muslim dalam membaca al-Qur’an.1

Ziyah bin Saiyah meminta Abu Aswad Al-Duali (wafat 69 H/638 M) untuk
memberi syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda bunyi (a) dengan
membubuhkan satu titik di atas huruf, tanda kasrah atau tanda bunyi (i) dengan
membubuhkan satu titik di bawah huruf, tanda dammah atau tanda bunyi (u)
dengan membubuhkan satu titik terletak di antara bagian-bagian huruf, sementara
tanda sukun atau tanda bunyi konsonan (huruf mati) ditulis dengan cara tidak
membubuhkan apa-apa pada huruf yang bersangkutan.

Tanda baca Abu Aswad tersebut disempurnakan lagi pada masa Khalifah
Abdul Malik bin Marwan (65-86 H) dengan perantara Gubernur Hajjaj bin Yusuf,
diperintahkan supaya masing-masing huruf al-Qur’an yang serupa diberi tanda
secukupnya, sebagai contoh huruf “ba”, “ta”, “tsa” dan lain sebagainya, dengan
tujuan agar tidak timbul kekeliruan dalam bacaan. Maka oleh Nashar bin Ashim
dan Yahya bin Ya’mar, yang kedua-duanya itu murid Abu Aswad, direncanakan
tanda-tanda untuk membedakan satu persatunya huruf dari ayat-ayat al-Qur’an

1
Nur Faizah, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta, CV Artha Rivera, 2008), hlm. 192-194.

1
seperti huruf “ba” diberi tanda titik satu bawah, huruf “ta” diberi tanda titik dua di
atas, huruf “tsa” diberi tanda titik tiga di atas dan demikianlah seterusnya.
Sebagaimana yang ada sekarang ini. Dan di adakan pula tanda titik di awal dan
akhir tiap-tiap ayat.

Pada tahun 162 H karena banyak kekeliruan orang dalam membaca ayat-ayat
al-Qur’an, seperti bacaan yang mestinya panjang dibaca pendek, yang harus
dibaca syiddah tidak dibaca syiddah dan lain sebagainya, karena tanda baris yang
telah ada belum begitu mencukupi maka oleh Imam Kalil bin Ahmad di kota
Bashrah, direncanakan pula tanda yang lebih terang. Yakni oleh beliau diadakan
lagi tanda baris (harakat), tanda harus dibaca panjang, tanda harus dibaca tebal,
tanda harus dibaca mati dan demikianlah seterusnya, sebagaimana tanda yang
terpakai hingga sekarang.

Adapun tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang ada sekarang ini, bukan lagi dari
tulisan ”Kufi”, karena tulisan yang model kufi itu dari satu masa ke masa yang
lain telah diperbagus dan diperbaiki, sehingga di masa seorang wazir dari
pemerintahan Abbasiyah, yaitu al Wasir Ibnu Muqlab di Baghdad pada tahun 272
H. Beliau ini yang mengatur dan membentuk tulisan ayat-ayat al-Qur’an seperti
yang ada sekarang ini. Tentang membagi al-Qur’an menjadi 30 juz, dan pada tiap-
tiap juz diadakan tanda nishfu (separuh), dan pada tiap-tiap nishfu diadakan tanda
rubu’ (seperempat), itu adalah dari inisiatif Gubernur Hajjaj bin Yusuf tersebut.2
Demikian singkatnya riwayat huruf dan tulisan al-Qur’an dan pembagian juz-
juznya seperti yang ada sekarang ini, yang semuanya ini untuk menjaga kesucian
al-Qur’an, dan juga untuk memudahkan cara membacanya.

Perbedaan antara pengumpulan al-Qur’an yang dilakukan oleh Utsman dan


pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar ra. adalah tujuan dari pengumpulan al-
Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan
ayat-ayat al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa
membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf. Hal itu dikarenakan

2
K. H. Moenawar Kholil, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo, Ramadhani, 1994), hlm. 28.

2
lebih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya
membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf al-Qur’an saja.
Sedangkan tujuan dari pengumpulan al-Qur’an di zaman Utsman ra. adalah
mengumpulkan dan menuliskan al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek
bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf karena
timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan.

DAFTAR PUSTAKA

3
Faizah, Nur, Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: CV Artha Rivera, 2008.
Kholil, K. H. Moenawar, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, Solo: Ramadhani, 1994.

Anda mungkin juga menyukai