Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Studi Kitab Tafsir-2


Analisis Kitab Tafsir Kontemporer
(Al-Qur'an wa Al-Mar'ah oleh Muhammad syaltut)

Dosen Pengampu:
Zuhrufatul Jannah, M. Ag.

Disusun Oleh:
Hajjah Nadiah : (180601036)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan tugas dari
mata kuliah Studi Kitab Tafsir-2. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dosen
Pembina mata kuliah Studi Kitab Tafsir-2. yaitu Ibu Zuhrufatul Jannah, M. Ag. yang telah
membimbing kami dalam perkuliahan. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah
ini terdapat tulisan yang keliru, karena kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan. Semoga makalah ini dapat menambah khasanah dan wawasan kita tentang Studi
Kitab Tafsir-2, Terutama tentang Analisis kitab Tafsir Kontemporer “Al-Quran wa al-Mar'ah
oleh Muhammad syaltut”. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini.

Mataram, 16 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang3
Rumusan Masalah4
Tujuan Penulisan4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Tafsir Kontemporer5
Epistemologi Tafsir Klasik sampai dengan Tafsir Kontemporer6
Ciri Ciri Tafsir Klasik dan Kontemporer16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan17
DAFTAR PUSTAKA18
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahmud Syaltut adalah ulama yang menggunakan prinsip kebebasan berfikir dalam berijtihad, beliau
seorang ulama yang tidak menganut madhab tertentu, dan juga tidak fanatik dengan madhab apapun,
Mahmud Syaltut mempunyai pendapat yang tegas bahwa ijtihad selamanya tetap terbuka. Menurut
Mahmud Syaltut sumber hukum seseorang dalam berijtihad adalah al-Qur‟an, al-Sunah, dan al-ra‟yu.

Mahmud Syaltut (w. 1963) adalah mantan Rektor Universitas Al-Azhar Cairo dari tahun 1958-1963. yang
juga sebagai tokoh modernis mesir. Beliau telah memperkenalkan penulisan tafsir dengan metode yang
berbeda dari sebelumnya, yaitu metode tematik. Hal ini dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa teks al-
Qur’an adalah bersifat satu padu dimana ayat-ayat yang membicarakan satu permasalahan yang sama
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainya20. Masih menurut pendapatnya bahwa hadits-
hasits yang menceritakan tentang asbab al-nuzul dapat digunakan untuk mengklasifikasikan maksud
yang sesungguhnya dari hukum al-Qur’an, dan juga tetap mengakui bahwa al-Qur’an tetap berlaku
umum bagi semua umat Islam di sepanjang zaman. Karena itu perlu diperlukan penafsiran baru dengan
pendekatan baru yang berbeda dari sebelumnya yang menggunakan metode otomistik21. Dalam
menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan isu-isu wanita, Mahmud Syaltut menggabungkan antara
pemahaman kelasik dang modern.

B. Rumusan Masalah

1. Biografi dan Karya Muhammad syaltut.

2. Pemikiran Tafsir

3. Metode dan Corak Tafsir Muhammad Syaltut.

C. Tujuan penulisan

1. Mengenal Biografi dan Karya Mujammad Syaltut.

2. Memahami Tafsir dalam Al-Quran wa Al-Mar'ah.

3. Mengetahui Metode dan Corak Al-Qur'an wa Al-Mar'ah.

BAB II

PEMBAHASAN
1. Biografi dan Karya Muhammad Syaltut

a. Tempat Kelahiran dan Pendidikanya

Mahmud Syaltut lahir di Mesir pada tanggal 23 April 1893 di desa Minyat Bani Mansur. Distrik Itay al-
Barut wilayah profinsi Buhaira, berasal dari keluarga petani yang taat beragama , ayahnya seorang
petani yang memiliki karisma di desanya.57 Pendidikan Mahmud Syaltut di awali dengan belajar
membaca al-Qur‟an, dan ia berhasil menghafalkannya pada tahun 1906 M saat beliau berusia 13 tahun,
kemudian beliau memasuki lembaga pendidikan agam di al-Ma‟had al-Dini di Iskandariayah.58 Dalam
masa pendidikan di al-Ma‟had al-Dini, ia tergolong siswa yang cerdas dan menonjol, hal itu terbukti atas
terbukti dengan prestasi pertama setiap kenaikan kelas.59

Keadaan sosial ekonomi orang tua Mahmud Syaltut yang cukup mampu juga berperan dalam membekali
ia dalam studynya, hingga studynya di Universitas al-Azar selesai pada tahun 1918 dengan predikat
Syahadah al-Alimiyah al-Nizamiyah (suatu penghargaan tertinggi di Universitas al-Azar ).60 Setelah lulus
dari al-Azhar kemudian ia meniti karir di al-Azhar tersebut sebagai pengajar dan da‟i, selama 25 tahun
terahir dalam kehidupannya beliau terlibat dalam memelopori Jama‟ah al-Taqrib baina al-Mazahib yaitu
suatu organisasi untuk mendekatkan madhab-madhab yang anggotanya terdiri dari para ulama sunni
dan syi‟ah, untuk menghilangkan fantisme madhab dalam bidang hukum Islam.61

Pada tanggal 25 November 1963 sakitnya bertambah parah,kemudian oleh keluarganya di bawa ke
rumah sakit al-Aguoza Cairo, setelah di operasi 3 jam kesadaranya pulih kembali,namun tidak berapa
lama ia meninggal pada tanggal 13 Desember 1963 pada usia 70 tahun setelah di rawat selama 2 minggu
di rumah sakit.62

b. Karya-karya muhammad Syaltut

Karya-karya tulis ilmiah Mamdu Syaltut yang di ungkapkan dalam Hayat al-Imam al-Sayyit al-Sahib al-
Fadil al Ustad al-Akbar al-Syaikh Mahmud Syaltut adalah 13. Sedangkan yang disebutkan dalam Tarikh
al-Azhar Fi Alfi Am ada 15,ada 2 karya yang belum disebutkan dalam Hayat al-Imam. Adanya perbedaan
jumlah karya Mahmud Syaltut dalam Hayat al-Imam dengan Tarikh al-Azhar disusun tahun 1968. Dengan
demikian antara tahun 1960-1963 ada waktu bagi Mahmud Syaltut untuk menorehkan karya.

Ada 2 karya Mahmud Syaltut yang tidak di tulis dalam Hayat al-Imam dan Tarikh al-Azhar,judul-judul
karya tulis ilmiah Mahmud Syaltut adalah sebagai berikut :63

1) Tafsir al-Qur‟an al-Karim al-Ajza‟ al-Asyra al-Ula.

Penafsiran Syaltut dalam karyanya ini tidak sebagaimana umumnya tafsir,yang mengulas penaafsiran
ayat demi ayat dan mengurutkan kata demi kata yang terkandung dalam al-qur‟an yang lazim disebut
metode penafsiaran tahlily,tetapi menggunakan metode penafsiran maudu‟i. Suatu penafsiran yang
dianggap paling banyak sumbangannya dalam menangkap pesan-pesan al-Qur‟an untuk menjawab
probematika manusia modern.64
2) Al-Fatawa.

Karya ini merupakan himpunan dari fatwa-fatwa Mahmud Syaltut tentang berbagai problema hukum
islam yang diajukan kepadanya. Dalam fatwa ini,beliau mendasarkan jawabannya berlandaskan nas-nas
al-Qur‟an dan hadist. Beliau menghindari terjebak dalam perbedaan madhab,dan melakukan ijtihad
sendiri. Dalam karya ini Mahmud syaltut sangat peduli dengan problematika hukum yang terjadi saat itu
di mesir,akibat perkembangan teknologi dan peradaban barat yang masuk ke Mesir. Sehingga dalam
pembahasannya dikemukakan pendapatnya mengenai Keluarga Berencana dan Inseminasi buatan serta
perkembangan muamaalah baru yang saat itu baru tunbuh di Mesir.

3) Al-Islam Aqidah Wa Syari‟ah.

Karya ini secara sistematis isinya terdiri dari tiga pembahasan. Pembahasan pertama mengenai Aqidah
yang terdiri dari dua bab. Bab pertama disitu dijelaskan secara jelas batas pemisah antara Islam dan
kufur. Bab kedua membicarakan teori dan praktek yang mendukung dan memperkuat aqidah.
Pembahasan kedua mngenai Syari‟ah mencakup ibadah dalam segala aspeknya,pranata sosial dan
lingkupnya,dalam lingkup ini dibahas pula mengenai kedudukan wanita dalam pandangan islam. Dan
pembahasan tentang jinyah disitu diuraikan hukuman hudud,qisas,diyat dalam segala
aspeknya,dikemukakan juga mengenai tanggung jawab pidan dan perdata dalam islam. Disitu juga di
bahas masalah politik ketatanegaraan dan hubungan internasional dalam perspektif Islam. Dan
pembahasan ketiga adalah berkenaan dengan kajian usul fiqih,diantaranya di kemukakan sumber-
sumber ijtihaad yaitu al-Qur‟an,as-Sunah dan al-ra‟yu, disitu di kemukakan pula sebab-sebab timbulnya
perbedaan dikalangan ulama ketika berijtihad.

4) Min Taujihat al-Islam.

Karya ini mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Adapun
masalah yang paling prinsip menurut Mahmud Syaltut, yang diungkapkan dalam karyanya ini adalah
masalah manusia dan agama dalam kehidupannya secara individual maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Manusia selaku mahluk Tuhan yang dianugerahi kecerdasan otak dan ketajaman nurani,
namun tetap membutuhkan petunjuk agama dalam kehidupannya. Mahmud Syaltut menuangkan
pembahasan itu dalam bab khusus bertema “Manusia dan Agama”. Diterangkan kebutuhan manusia
terhadap agama dalam kehiudupan bermasyarakat atau individu agar manusia mencapai kehidupan
seimbang politik dan tatanegara, dan diuaraikan juga prinsip-prinsip masyarakat Islam. Dikemukakan
pula masalah-masalah yang berkaitan dengan eksistensi wanita, kemudian diuraikan pula pandangan al-
Qur‟an tentang posisi wanita. Dalam karya ini dijelaskan pula persoalan zakat serta fungsi sosial zakat
dalam mensejahterakan masyarakat. Karya ini ditulis oleh Mahmud Syaltut, dimaksudkan agar pembaca
memiliki wawasan luas tentang islam.

5) Al-Mas‟uliyah al-Madaniyah Wa al-Jina‟iyyah Fi al-

Syari‟ah al-Islamiah. Karya ini menjelaskan pertanggung jawaban perdata dan pidana dalam hukum
Islam. Ditulis oleh Mahmud Syaltut pada tahun 1937 ketika beliau jadi pembicara dalam konferensi
Internasioanal yang bertema “Perbandingan Hukum” kemudian karya ini menjadi sub bab dalam
karyanya al-Islam Awidah Wa Syari‟ah.

6) Muqaranah al-Mazahib Fi al-Fiqh.

Karya ini disusun bersama dengan Syaikh Muhammad Ali al-Sayis dan menjadi bahan kuliah di Fakultas
Syari‟ah al-Azhar, ditulis sesuai dengan kurikulum baru yang sedang diberlakukan saat itu,65 untuk
memberikan wawasan ilmiah kepada para mahasiswa lebih luas lagi. Dalam karya ini dijelaskan berbagai
pendapat yang ada dalam aliran fiqh, dan dikemukakan argumen dari tiap-tiap pendapat tersebut serta
dijelaskan sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat itu Dalam pengantar karya ini Mahmud SyaItut
menyatakan bahwa faedah mempelajari fiqh perbandingan antara lain ialah menghindarkan agar tidak
ta‟assub madhab secara berlebihan. Serta menumbuhkan sifat toleransi terhadap pendapat lain dan
menghargai aliran fiqh yang berbeda.

7) Manhaj al-Qur‟an Fi Bina al-Mujtam.

Dalam karyanya ini pembahasan Syaltut menggunakan metode tafsir maudu‟i beliau menghimpun
sejumlah ayat-ayat al-Qur‟an yang membicarakan suatu topik yang sama, kemudian beliau
menjelaskannya. Dalam karyanya ini antara lain dikemukakan tentang prinsip-prinsip Islam berkaitan
dengan sosial kemasyarakatan, fungsi harta benda dalam perspektif Islam, konsep ibadah dalam Islam
dan persoalan-persoalan kemasyarakatan lainnya.

8) Fiqh al-Qur‟an al-Sunnah.

Dalam karya ini Syaltut mengemukakan mengenai ketentuan-ketentuan hukum yangterkandung dalam
al-Qur‟an dan ketentuan-ketentuan hukum yang dikemukakan oleh sunnah. Dikemukakan pula bahwa
al-Qur‟an mempunyai posisi sentral dalam kehidupan muslim dan sumber utama sebagai pegangan
dalam kehidupan muslim, sedangkan al-Sunnah berfungsi sebagai penjelasnya dan tuntunan kedua
dalam kehidupan muslim.

9) Tanzim al-Nasl.

Karya ini, merupakan cerminan dari perhatian Syaltut terhadap masalah Keluarga Berencana yang saat
itu di Mesir merupakan masalah yang diperdebatkan di kalangan ulama. Di sini beliau memberikan
pemikirannya yang jernih tentang masalah Keluarga Berencana. Dalam masalah ini, beliau lebih memilih
menggunakan istilah Tanzim al-Nasl (pengaturan keturunan atau kelahiran) dan pada menggunakan
istilah Tahdid al-nasl (pembatasan kelahiran). Karya ini kemudian menjadi salah satu sub judul dalam
karyanya al-lslam Aqidah wa Syari‟ah, dan juga menjadi bab pembahasan tersendiri dalam al-fatawa.

10) Al-Qur‟an Wa al-Mar‟ah.

Karya ini merupakan bukti kepedulian Mahmud Syaltut terhadap masalah wanita. Muhammad Husain
Haikal dalam muqaddimah karya ini menyatakan, bahwa Mahmud Syaltut mempunyai visi pemikiran
yang jelas berkenaan dengan permasalahan yang baru. Beliau menggunakan ijtihadnya untuk
memecahkan persoalan itu, supaya pikiran tidak jumud dan beku, karena kehidupan manusia itu terus
mengalir bagaikan anak sungai yang tiada henti di celah-celah perjalanan masa dan generasi.
Pembahasan Syaltut dalam karyanya ini antara lain ialah, mengenai perspektif wanita dalam al-Qur‟an,
perkawinan dalam pandangan al-Qur‟an, berbagai prinsip yang harus dijaga dalam kehidupan rumah
tangga serta pembatasan kelahiran dalam Islam, buku memang sangat menarik pembahasannya.
Penafsiran yang digunakannya juga memakai metode Tafsir Maudu‟i.

11) Tanzim al-Alaqah al-Dauliyyah Fi al-Islam.

Syaltut dalam karyanya ini mengungkapkan masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan


ketatanegaraan dalam perspektif Islam, antara lain membahas persatuan dan persamaan manusia dan
kewajiban. Mengemukakan prinsip-prinsip perdamaian dan perang menurut Islam, serta perjanjian
dalam Islam. Namun dalam karya ini tidak dibahas mengenal posisi wanita sebagai kepala negara atau
sebagai kepala pemerintahan. Karya ini kemudian menjadi salah satu pembahasan dan jadi sub judul
dalam karyanya al-Islam Aqidah wa Syari‟ah.

12) Al-Qur‟an Wa al-Qital

Karya ini ditulis Syaltut pada tahun 1951, beliau membahas mengenai peperangan dalam al-Qur‟an,
dengan menghimpun berbagai ayat berkaitan dengan peperangan, kemudian beliau menafsirkannya.
Dalam karya ini, beliau menjelaskan korelasi antara ayatayat yang berkaitan dengan pengampunan dan
ayat-ayat mengenai peperangan. Metode yang digunakan dalam karyanya ini juga menggunakan
penafsiran maudu‟i.

13) Al-Islam Wa Wujud al-Duwali Li al-Muslimin

Karya ini mengemukakan hubungan sosial kemasyarakatan antar umat Islam di negara-negara lain dan
usaha bersama yang dapat dilakukan untuk menjalin hubungan internasional antara negara-negara
tersebut. Serta membangun kerja sama dalam berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan
negara-negara tersebut.

14) Al-Islam Wa al-Takaful al-Ijtima‟i

Karya ini membahas tentang mu‟amalah khususnya berkaitan dengan aktivitas ekonomi yang belum
banyak disinggung dalam pembahasan fiqh tradisional. Dalam karya ini digambarkan sejenis aktivitas
ekonomi (seperti asuransi) dengan menghimpun sejumlah orang melakukan kesepakatan dalam
melakukan kerjasama yang saling menanggung guna menanggulangi suatu risiko yang terjadi. Aktivitas
bisnis itu mengandung prinsip-prinsip al-Syirkah al - Ta‟awuniyyah. Aktivitas ekonomi itu diperbolehkan
selama tidak terdapat praktek saling eksploitasi tidak mengandung unsur - unsur lain yang dilarang
dalam Islam.

15) Ila al-Qur‟an al-Karim

Karya ini memuat pembahasan 26 surat dalam al -Qur‟an yaitu: surat al - Fatihah, al-Baqarah, Ali Imran,
al Nisa al-An‟am, al-A‟raf, Yunus, Hud, al-Kahfi, Maryam, Tahaa, al-Naml, al - Qasas, al-„Ankabut Gafir,
Fussilat, al Syura, al-Mulk, al-QaIm, al-Haqqah, al-Ma‟arij, an-Nuh, al-Jin, al-Muzzammil, aI-Muddassir
dan al-Qiyamah. Dalam karyanya ini, Mahmud Syaltut mengungkapkan hikmah, isyarah dan tujuan yang
terkandung dalam surat - surat Bila kandungan surat - surat itu berkaitan dengan masalah keimanan,
menetapkan hakekat kebenaran dan mendorong kebaikan serta menjahui kebatilan, maka ia
memberikan penegasannya.

16) Min Hadyi al-Qur‟an

Mengenai karya Min Hadyi al-Qur‟an ini, ternyata setelah dikaji merupakan himpunan empat karya
Syaltut, yang tiga karya telah diinformasikan terdahulu, yaitu Ila al-Qur„an al Karim, Manhaj al - Qur‟an
Fi Bina‟ al Mujtama‟ al-Qur„an Wa al-Mar‟ah dan di tambah karyanya yang lain yaitu, al-Islam Wa al-
„Alaqat aI-Dauliyyah Fi al SaIm Wa al haiq, dalam kandungan karyanya yang disebut belakangan ini,
Syaltut menguraikan watak dakwah Islam yang bersifat damai dan tanpa pemaksaan. Oleh karena itu
menurutnya, peperangan dalam Islam itu bersifat defensif bukan ofensif.

17) Asbab al – Bida‟i Wa Madaruha

Karya ini merupakan risalah yang diterbitkan menjadi buku saku dengan tebal 67 halaman. Dalam
karyanya ini tercermin keprihatinan Mahmud Syaltut mengenai bid‟ah yang berkembang di masyarakat.
Menurutnya berkembangnya dan suburnya bid‟ah itu karena tiga sebab utama, yaitu; Pertama,
kebodohan manusia. Kedua, kecenderungan manusia dalam menuruti hawa nafsu yang tidak terkendali.
Ketiga, menggunakan pemikiran-pemikiran spekulatif dalam menerapkan kebebasan akal dalam agama.
Karya-karya itu jelas menunjukkan gambaran keluasan dan kedalaman ilmunya, dan juga
mengungkapkan perhatiannya terhadap kebenaran ajaran Islam, serta mencerminkan kepeduliannya
yang sangat mendalam terhadap persoalan-persoalan kontemporer umat. Perlu diingat bahwa
masyarakat Mesir waktu itu sedang mengalami masa peralihan yang amat serius. Gelombang budaya
barat yang melanda Mesir dan intervensi asing telah mengharuskan Mahmud Syaltut untuk tampil
sebagai penyeru kebenaran ajaran Islam dan mempertahankannya. Mahmud Syaltut sangat gigih
menolak bid‟ah yang terdapat dalam aqidah dan ibadah. Pengaruh dari karya-karya Mahmud Syaltut
adalah bahwa ketika ia mempunyai pemikiran tentang pembaharuan hukum Islam, ia tuangkan langsung
kedalam karya ilmiahnya, sehingga dari satu karya dengan karya lainnya ada kesamaan pembahasan.

Pemikiran Tafsir

Sebagai seorang ulama dan pemikir, Syaltut memiliki pemikiran yang sangat relevan untuk
perkembangan kehidupan ummat pada masanya. Beliau adalah seorang ahli fiqih yang berilmu dan
berpandanagan luas. Kedalaman ilmu dan keluasan pandangannya menyebabkannya mampu
mengemukakan hukum-hukum Islam yang relevan dengan kebutuhan manusia dan kehendak
zamannya. Pendapat-pendaptnya antara lain bahwa :

1. Inseminasi (pembuahan pada hewan) adalah sah dan tidak dosa bila terjadi dengan air mani suami
sendiri.

2. Keuntungan bank tabungan pos adalah halal

3. Islam membolehkan pengaturan kelahiran, tetapi bukan membatasinya.


Di samping memiliki pandangan yang luas dalam ilmu fiqih, beliau juga seorang ahli tafsir yang
melaksanakan penafsirkan langsung pada al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat tentang suatu
masalah, lalu ayat itu ditafsirkannya sebagai jawaban atas suatu masalah atau dikenal dengan metode
tafsir maudu’i (tafsir tematis). Salah satu karyanya (al-Qur’an wa al-Mar’ah) sehingga beliau dikenal
sebagai salah seorang pelopor metode tafsir maudu’i, metode tafsir yang dianggap paling banyak
sumbangannya dalam menangkap pesan al-Qu’an untuk menjawab problema manusia abad modern.

Pada bulan Januari 1960, Syaikh Al-Azhar, Mahmud Syaltut, menerbitkan Tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-
Karim. Di situ beliau menafsirkan Al-Quran bukan ayat demi ayat, tetapi dengan jalan membahas surat
demi surat atau bagian suatu surat, dengan menjelaskan tujuan-tujuan utama serta petunjuk-petunjuk
yang dapat dipetik darinya. Walaupun ide tentang kesatuan dan isi petunjuk surat demi surat telah
pernah dilontarkan oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru
dimulai oleh Mahmud Syaltut. Metode ini, walaupun telah banyak menghindari kekurangan-kekurangan
metode lama, masih menjadikan pembahasan mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisah-pisah,
karena tidak kurang satu petunjuk yang saling berhubungan tercantum dalam sekian banyak surat yang
terpisah-pisah. Seperti dikemukakan semula bahwa pendapat seseorang tentang sesuatu masalah
ditentukan oleh banyak faktor. Nah, kalau kita mengesampingkan sementara pendapat yang keliru yang
tidak ditemui dalam sekian banyak kitab tafsir lama, dan karena ketuaannya telah mendapat semacam
pengkultusan, dan kita melihat pendapat-pendapat lainnya, maka kita temui pendapat-pendapat yang
dapat diterima "pada masanya". Tetapi karena faktor yang dikemukakan di atas, maka pendapat
tersebut kini sudah "out of date", dan tidak lagi dapat diterima. Misalnya, penafsiran tentang datarnya
bumi, berdasarkan firman Allah pada surat Nuh ayat 19, sebelum ditemukan benua Amerika dan
sebelum dibuktikan bumi kita bulat; atau penafsiran tujuh tingkat langit dengan tujuh planet yang
mengitari tata surya, yang ternyata tidak hanya tujuh.

Beliau mengatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan yang dipelajari orang Islam pada jaman dulu adalah
sesungguhnya termotifasi untuk menggali dan memahami pesan yang terkandung dalam al-Qur’an.
Maka ilmu Nahwu yang berguna menjaga lisan dari berucap salah adalah untuk menjaga kebenaran
dalam mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an, Ilmu Balaghoh yang berguna untuk memperjelas rahasia-
rahasia yang terkandung dalam bahasa arab dan memperlihatkan sisi keindahannya adalah untuk
menjelaskan sisi-sisi kemukjizatan dalam al-Qur’an dan menyingkap rahasia-rahasia kesusastraan yang
terkandung didalam al-Qur’an. Ilmu Tajwid dan Qira’at berguna untuk menjaga baca’an dan lahjat al-
Qur’an, Tafsir diperuntukkan guna menjelaskan makna dan mengetahiu pesan yang terkandung dalam
al-Qur’an, Fiqih untuh menggali hukum yang terkandung didalamnya, Ilmu Kalam untuk menjelaskan
pesan yang dibawa al-Qur’an tentang aqidah dan dasar-dasar agama, begitu juga dengan berbagai
disiplin ilmu tentang pengetahuan alam, astronomi, dan bahkan ilmu kedokteran.

Beliau tidak hanya memperlihatkan semangat dan peranan besar kaum muslimin dalam memaparkan
pelayanan kaum muslimin terhadap al-Qur’an, akan tetapi beliau juga mengingatkan kita ketika hendak
menafsiri al-Qur’an, untuk mensucikan al-Qur’an dari dua hal :

1. Politisasi ayat-ayat al-Qur’an untuk menguatkan pendapat golongan tertentu.


Seperti ketika suatu golongan menggunakan ayat (wabi al-Najmi hum yahtaduun) sebagai dalil bahwa
golongan/partai merekalah yang mendapatkan petunjuk (yang menggunakan lambang bintang)

2. Penggalian ilmu-ilmu empiris dan pengetahuan teoritis kontemporer yang diambil dari al-Qur’an
untuk membenarkan teori tersebut.

Seperti apa yang dilakukan para ilmuwan ketika mereka mengatakan bahwa teori yang dikemukakan
oleh Darwin, itu telah dituturkan oleh al-Qur’an semenjak ratusan tahun yang lalu.

Seperti halnya ketika mereka melihat al-Qur’an berbicara tentang gunung, tumbuh-tubuhan, hewan-
hewan dan segala sesuatu tentang alam, maka mereka akan berkata bahwa inilah al-Qur’an yang telah
membahas permasalahan alam dan membenarkan teori-teori para ilmuwan, sesungguhnya al-Qur’an
adalah kitab yang membahas sains dengan dalam.

Hal tersebut diatas menurut beliau adalah kesalahan yang fatal, karna al-Qur’an diturunkan bukan untuk
berbicara tentang teori-teori ilmu pengetahuan kontemporer dan ilmu-ilmu empiris, yang hanya akan
membawa al-Qur’an dalam perdebatan panjang tak berkesudahan, karna teori-teori dan ilmu yang
bersifat empiris tidak akan ada pendapat yang tetap dan juga pendapat akhir, karna mungkin cocok
untuk waktu sekarang tapi tidak untuk besok.

Maka beliau menekankan pada siapapun yang hendak menafsirkan al-Qur’an untuk memurnikan niatnya
hanya untuk ridlo Allah, dan bukan karna hawa nafsu yang sarat dengan kepentingan duniawi.

2. Pemikiran Tafsir dalam Al-Quran wa al-mar'ah

Al-Quran wa al-Mar'ah adalah karya muhammad syaltut sebagai bukti bahwa ia peduli terhadap wanita,
salah satu pemikiran beliau di dalam karya nya ini dapat kita liat dari sebuah tulisan beliau dalam sebuah
jurnal Analisis Tafsir tentang Perempuan Menurut Mahmud Syaltut (Metode Tematik Pada Periode
Tafsir Modern)

misalnya tentang pernikahan dimana beliau memahami hal ini sebagai bentuk kerja sama antara suami
dan istri dalam menciptakan keharmonisan hidup berkeluarga. Ini berarti otoritas laki-laki yang
diberikan al-Qur’an terhadap istrinya (seperti yang ditegaskan dalam QS. 4: 34) tidak lebih dari
kepemimpinan keluarga. Suamilah yang patut memimpin perjalanan rumah tangga agar mereka bisa
hidup harmonis dan bahagia. Dan pandanganya tentang ketetapan yang bersifat alami bisa berlaku
untuk seluruh umat manusia di muka bumi. Firman Allah yang berbunyi. ”karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain” dalam QS. 4:34, tidak berarti superioritas laki-
laki atas perempuan bersifat absolut, akan tetapi lebih bersifat organis, seperti halnya tangan kanan
manusia lebih kuat dari tangan kirinya. Penafsiaran di atas terlihat bahwa,. Disini dibutuhkan kerjasama
dan saling pengertian yang baik antara keduanya dengan kesediaan untuk menjalankan fungsinya sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing Secara organisatoris apapun yang menyangkut hak dan kewajiban
dalam kaitannya dengan orang lain harus diatur sesuai dengan kadar, kemampuan dan karakternya
masing-masing artinya dibutuhkan bentuk struktural yang bisa menganyomi sebuah hubungan baik yang
didasarkan kepada teransaksi kesepakatan atau dalam istilah perkawinan disebut akad nikah dan atau
kontrak kerja dalam bentuk-bentuk yang lain yang memberikan perlindungan dan pertanggungjawaban
secara agama maupun hukum yang berlaku sesuai dengan kodrat yang Allah berikan, oleh karena itu,
menurut Syaltut, superioritas laki-laki atas perempuan tidak bersifat absolut, akan tetapi lebih bersifat
organis.

Dalam pandangan Syaltut ini secara tidak langsung mengisyaratkan perlunya diadaknnya peraturan
dalam bentuk kontrak kerja secara organis yang jelas berdasarkan hukum yang berlaku berkaitan
dengan Tenaga Kerja Wanita di luar negeri dengan pihak-pihak yang terlibat untuk menegakkaan hak
dan kewajiban masing-masing yaitu antara pembantu dan majikan, sehingga kedholiman seperti kerja
diluar batas kesepakatan atau dalam bentuk-bentuk yang lain bisa dihindarkan.

Metode dan Corak penafsiran

sebelum mengetahui metod istinbat hukum Syaikh Mahmud Syaltut, perlu diketahui dahulu pengertian
istinbat. Istinbat merupakan sistem atau metode para mujtahid guna menemukan atau menetapkan
suatu hukum. Istinbat erat kaitannya dengan fiqh dengan segala kaitannya tak lain merupakan hasil
ijtihad para mujtahid dalam menemukan hukum dari sumbernya (al-Qur’an dan al-Sunnah).

Menurut Syaltut, tidak ada seorang pun yang memiliki hak istimewa untuk menafsirkan dan memahami
sumber-sumber hukum al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak pernah pula Islam memberikan hak kepada
seseorang untuk memaksa orang lain agar mengikuti pendapatnya. Hanya Islam memberikan hak bagi
setiap muslim yang memiliki keahlian, wajib bertanya kepada orang-orang yang ahli tentang hal-hal yang
dibutuhkannya, tidak diwajibkan mengikuti mazhab (dari mujtahid) tertentu, karena mewajibkan hal
yang serupa itu, berarti mengadakan perundang-undangan dan hukum syara’ yang baru.38 Dalam Islam
tidak seorang pun juga wajib diambil pendapatnya, baik itu khalifah, Imam maupun qadi. Mereka tidak
lepas dari berbuat salah dan tersalah, bukan pula mereka tempat turun wahyu dan mereka juga tidak
mempunyai hak istimewa untuk meneliti dan menalar. Tugas mereka membimbing, menasehati dan
melaksanakan hukum Allah yang sudah digariskan. Dalam kedudukan dan fungsinya, mereka adalah
wakil dari umat.39 Menurut Syaltut sumber hukum bagi seseorang yang melakukan ijtihad adalah al-
Qur’an, al-Sunnah dan al-Ra’yu. Namun ketiga sumber hukum itu harus urut.

1. Al-Qur’an
Menurut Syaltut al-Qur’an memuat enam kandungan yaitu:

a. Aqidah yang wajib di Imani, seperti iman kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab suci, Rasul-Nya dan
iman kepada hari kiamat. Kepercayaan tersebut menurut Syaltut merupakan garis pemisah antara Islam
dan kufur.

b. Al-Ahklaq al-karimah, yang dapat membentuk pribadi dan masyarakat yang baik dan mendorong jiwa
untuk menghindari hawa nafsu.

c. Petunjuk dan bimbingan yang mendorong manusia untuk selalu merenung terhadap ciptaan Allah,
dengan demikian jiwa akan penuh dengan keimanan dan meyakini keagungan ciptaan-Nya.

d. Mengisahkan riwayat umat-umat masa lalu agar manusia dapat mengambil i’tibarnya.

e. Janji dan ancaman, janji kebahagiaan di akhirat bagi yang berbuat kebaikan dan ancaman azab bagi
mereka yang berbuat kejahtan.

f. Hukum-hukum yang berkaitan dengan manusia, yang dirumuskan pokoknya oleh Allah, atau yang
menjelaskan secara detail yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia
dengan sesamanya.49

2. Al-Sunnah

Menurut Syaltut, tidak semua al-Sunnah itu menjadi sumber hukum, al-Sunnah yang tidak menjadi
sumber hukum itu adalah perilaku atau kebiasaan Rasul sebagai manusia, seperti kebiasaan makan,
minum, tidur atau berjalan dan kebiasaan beliau berkunjung, memberikan pertolongan dan lainnya.
Sedangkan al-Sunnah yang menjadi sumber hukum menurut Mahmud Syaltut adalah hal-hal yang
berasal dari Nabi Muhammad saw melalui saluran tablig karena fungsinya sebagai Rasul seperti
memperjelas apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara garis besar, mentahsis yang umum,
mentaqyid yang mutlak atau menerangkan hal-hal yang bersangkut paut dengan ibadah, halal – haram,
dan aqidah dan ahlak.54

3. Al-Ra’yu

Syaltut menjadikan al-Ra’yu sebagi sumber hukum berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:

a. Ketetapan al-Qur’an tentang prinsip syura (permusyawaratan) seperti firman Allah dalam surat al-
Syura ayat 38:

b. Perintah Al-Qur’an mengembalikan persoalan yang dipertikaikan kepada ulil amri, yaitu yang
dianugrahi paham, hikmat dan cara mengambil hukum.

c. Adanya persetujuan Rasulullah saw kepada sahabatnya yang diutus kedaerah-daerah yang jauh, untuk
berijtihad dan mempergunakan pendapat dalam soal-soal yang tidak ada dasar hukumnya dalam al-
Qur’an dan Sunnah.
Dalam menyaring ketetapan hukum yang lebih tepat dan pantas, Syaltut memakai qa’idah-qa’idah
fiqhiyah berikut:

1.“Hukum segala sesuatu pada pokoknya adalah boleh”.

2.“Memelihara kemaslahatan umum”.

3.“Memberikan kemudahan (kelapangan) dan tidak menyempitkan”.

4.“Menghindarkan bahaya”

5.“Menutup saluran kekacauan”

6.“Menghilangkan kesukaran”.

7.“Keadaan darurat membolehkan yang terlarang”.

8.“Keadaan darurat mempunyai hukum sendiri”.

9.“Menyingkirkan bahasa didahulukan dari mengambil manfaat”.

10.“Memilih yang lebih ringan diantara dua bahaya”.

11.“Bahaya tidak disingkirkan dengan bahaya”.

12.“Membiarkan bahaya khusus untuk menyingkirkan bahaya umum”.

13.“Adat bisa jadi sumber penetapan hukum”.

metode yang digunakan mumammad syaltut pada Al-quran wa al-mar'ah adalah metide tematik atau
metode maudu'i , metode maudhu’i yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara
memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasanya dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan
topik, lalu dicarikan kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain saling menjelaskan, kemudian
ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait.

Metode maudhu’i mempunyai dua keunggulan; (1) Dapat memperoleh pemahaman al-Qur’an lebih
utuh dan autentik mengenai satu topik tertenu, sehingga sulit memasukkan ide mufassir; (2) Relevan
dengan kebutuhan orang muslim yang perlu menyelesaikan kasus berdasrkan pendekatan tematik ayat
al-Qur’an. Tafsir al-Maudhu’i mendapat tempat tersendiri dari metode penafsiran yang ada.

Mahmud Syaltut menganggap bahwa metode maudhu’u merupakan metode yang relevan untuk
digunakan pada masa kini, karena dapat memberikan keterangan pada umat manusia dengan ajaran-
ajaran al-Qur’an sesuai dengan kasus yang terjadi lagi pula topik dalam al-Qur’an belum tersistematisasi
sehingga satu topik dibahas dalam berbagai ayat yang berbeda-beda tempatnya. Pendapat di atas dapat
dibenarkan mengingat metode ini dapat menuntaskan satu topik dengan pendekatan qur’ani yang lebih
integral dan komprehensif, dan merupakan kajian tafsir ma’tsur yang lebih mendekatkan pada
kebenaran kolektif, karena bahasannya mencakup ayat-ayat perayat atau surat persurat dalam satu
topik, sehingga masalah yang dihadapi umat mudah dan cepat terselesaikan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mahmud Syaltut (w. 1963) adalah mantan Rektor Universitas Al-Azhar Cairo dari tahun 1958-1963. yang
juga sebagai tokoh modernis mesir. Beliau telah memperkenalkan penulisan tafsir dengan metode yang
berbeda dari sebelumnya, yaitu metode tematik.

Mahmud Syaltut lahir di Mesir pada tanggal 23 April 1893 di desa Minyat Bani Mansur. Distrik Itay al-
Barut wilayah profinsi Buhaira, berasal dari keluarga petani yang taat beragama , ayahnya seorang
petani yang memiliki karisma di desanya.

Karya-karya muhammad Syaltut :

Mahmud Syaltut sejak muda sudah dikenal sebagi ulama’ yang produktif. Ia meninggalkan banyak karya,
antara lain :

1. Al-Fatwa.

2. Al-Islam Aqidah wa Syari’ah.

3. Min Taujihat al-Islam.

4. Al-Mas’uliyah al-Madaniyyah wa al-Jina’iyyah Fi al-Syari’ah al-Islamiah.

5. Muqaranah al-Mazahib Fi al-Fiqh.

6. Manhaj al-Qur’an Fi Bina’ al-Mujtama’.

7. Fiqh al-Qur’an wa al-Sunnah.


8. Tanzim al-Nasl.

9. Al-Qur’an wa al-Mar’ah.

10. Tanzim al-Alaqah al-Dauliyyah Fi al-Islam.

11. Al-Qur’an wa al-Qital.

12. Al-Islam wa Wujud al-Duali Li al-Islam.

13. Al-Islam wa al-Takaful al-Ijtima’i.

Al-Quran wa al-Mar'ah adalah karya muhammad syaltut sebagai bukti kepeduliannya terhadap wanita,
dikutip dari sebuah jurnal tentang pernikahan, Syaltut mengartikan hubungan suami istri sebagai bentuk
kerja sama yang baik dalam mencapai keharmonisan dan kemashlahatan, dengan demikian beliau
memposisikan suami sebagai pimpinannya dalam keluarga dan istri sebagai yang dipimpin.Disini
dibutuhkan kerjasama dan saling pengertian yang baik antara keduanya dengan kesediaan untuk
menjalankan fungsinya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing Secara organisatoris apapun yang
menyangkut hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan orang lain harus diatur sesuai dengan kadar,
kemampuan dan karakternya masing-masing artinya dibutuhkan bentuk struktural yang bisa
menganyomi sebuah hubungan baik yang didasarkan kepada teransaksi kesepakatan atau dalam istilah
perkawinan disebut akad nikah.

metode yang digunakan mumammad syaltut pada Al-quran wa al-mar'ah adalah metide tematik atau
metode maudu'i , metode maudhu’i yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara
memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasanya dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan
topik, lalu dicarikan kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain saling menjelaskan, kemudian
ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait.

Menurut Syaltut, tidak ada seorang pun yang memiliki hak istimewa untuk menafsirkan dan memahami
sumber-sumber hukum al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak pernah pula Islam memberikan hak kepada
seseorang untuk memaksa orang lain agar mengikuti pendapatnya.

Hanya Islam memberikan hak bagi setiap muslim yang memiliki keahlian, wajib bertanya kepada orang-
orang yang ahli tentang hal-hal yang dibutuhkannya, tidak diwajibkan mengikuti mazhab (dari mujtahid)
tertentu, karena mewajibkan hal yang serupa itu, berarti mengadakan perundang-undangan dan hukum
syara’ yang baru.

Menurut Syaltut sumber hukum bagi seseorang yang melakukan ijtihad adalah al-Qur’an, al-Sunnah dan
al-Ra’yu. Namun ketiga sumber hukum itu harus urut.

Anda mungkin juga menyukai