Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA ABDUR RAUF SINKILI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Literatur Tafsir Indonesia”
Dosen Pengampu :
Dr. Mafri Amir, M.Ag.

Disusun Oleh :
Mohammad Agung Fauzi R ( 11180340000211)
Miftah Rizki ( 11180340000215)
Qotrun Nada (11190340000119)

Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "Tafsir Tarjuman Al-Mustafid
Karya Abdur Rauf Sinkili”.

Tak lepas dari semua itu, kami menyadari betul sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami berharap saran dan
kritik yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan kita semua dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Jakarta, 12 September 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tarjuman al-Mustafid diasumsikan kuat sebagai tafsir pertama di Nusantara yang lengkap
menafsirkan 30 juz al-Qur’an. Penulis tafsir ini merupakan seorang ulama besar Aceh, Syaikh
Abd al-Rauf bin Ali al-Fanshuri al-Jawi. Tafsir Tarjuman al-Mustafid tersebar luas di
Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara seperti Afrika Selatan. Tafsir ini berkali-kali pula
telah berhasil dicetak di Singapura, Penang, Jakarta, Bombay dan Timur Tengah.
Tafsir Tarjuman diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1675 M, atau sewaktu Abd al-
Rauf masih menjabat sebagai seorang qadhi di kerajaan Aceh. Selaku qadhi, ia memiliki
wewenang untuk mengatur beberapa urusan yang melingkupi pernikahan, perceraian dan
sesuatu berkaitan dengan hukum-hukum Islam. Jabatan ini sebenarnya tidak hanya
berorientasi agamis, tetapi juga politis, sebab seorang qadhi merupakan penasihat raja
(sultan), sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil sultan merupakan bagian dari hasil
pemikirannya. Apalagi jabatan selaku qadhi ini diduduki Abd al-Rauf ketika kerajaan Aceh
dipimpin oleh empat orang sultanah berturut-turut, Taj al-Alam Safiyyat al-Din, Nur al-Alam
Nakiyyat al-Din Syah, Inayat Syah Zakiyyat al-Din Syah, dan Kamalat Syah. Di sisi lain,
Abd al-Rauf sedang dalam atmosfer kemelut teologis-sufistik, sebagian pada kubu sufistik
sedangkan yang lain mengajarkan syariah. Para qadhi pendahulunya, Hamzah Fanshuri (w.
1600 M), Syamsuddin al-Sumatrani (w. 1630 H), bahkan Saif al-Rijal (w. 1661 M), berupaya
menanamkan dan menyebarluaskan ajaran wujudiyah, sebagaimana yang dianut oleh al-
Hallaj (w. 922 M). Sedangkan qadhi Nuruddin al-Raniri (w. 1658 M) menentang dengan
keras praktik tersebut, bahkan sampai menghukum sesat dan menghalalkan darah kelompok
tersebut. 

B. Rumusan Masalah

1. Apa sejarah dari Tafsir Tarjuman al-Mustafid ?


2. Siapakah pengarang Tafsir Tarjuman al-Mustafid ?
3. Corak dan metode apa yang terdapat dalam Tafsir Tarjuman al-Mustafid ?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui sejarah dari Tafsir Tarjuman al-Mustafid


2. Dapat mengetahui pengarang kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid
3. Dapat mengetahui corak dan metode yang digunakan dalam Tafsir Tarjuman al-
Mustafid
BAB II
BIOGRAFI MUFASSIR
A. Riwayat Hidup (Kondisi Sosio-Politik)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rauf bin ‘Ali al-Fanshuri al-Jawi. Ia merupakan
seorang Melayu dari Fansur, Singkili (Singkel) di wilayah pantai Barat Laut, Aceh1, Pada
tahun 1035 H/1615 M. Dan menghembuskan nafas terakhirnya di tahun 1105 H/1693 M. Ia
berasal dari keluarga religius, ayahnya Syekh Ali al-Fanshuri merupakan ulama yang
terkenal, membangun dan memimpin dayah (sebuah institusi seperti pondok pesantren di
Pulau Jawa) Simpang Kanan di pedalaman Singkel.2 ‘Abd al-Rauf memulai pendidikan
pertamanya di desanya sendiri. Ayahnya merupakan tenaga pendidik yang merintis madrasah
yang akhirnya sanggup membuat murid-murid dari beragam wilayah Aceh tertarik. Setelah
belajar di kampung halamannya, ia melanjutkan pendidikannya di Fansur, sebuah daerah
yang dikenal sebagai pusat keislaman.
Kemudian ‘Abd al-Ra’uf berangkat menuju Arab guna memperdalam ilmu agama,
yakni sekitar tahun 1064 H/1643 M. Ia menyinggahi sentral pendidikan Islam di seluruh jalur
perjalanan hajinya antara Yaman hingga Makkah. Selanjutnya, ia tinggal di Makkah serta
Madinah guna menimba beberapa cabang ilmu agama. Ia menekuni tarekat Sattariyah Aḥmad
al-Qusasi (1583-1661 M) serta Ibrahim al-Qurani. Dari al-Qusasi ia mempelajari perihal ilmu
kebatinan, yakni tasawuf serta keilmuan yang berhubungan. Sebagai simbol penyelesaiannya
dalam mempelajari ilmu mistis, al-Qusasi mengangkatnya menjadi khalifah Syattariyah serta
Qadiriyah.3 Sepanjang ‘Abd al-Rauf mengabdi pada al-Qusasi sebagai khalifah, gurunya
pernah memberinya perintah untuk balik ke Jawa (panggilan untuk Indonesia masa itu), guna
memberi bantuan dalam mengembangkan Islam di wilayah asalnya. Tapi, ia tak ingin
kembali ketika itu sebab ia masih memiliki niat untuk memperdalam keilmuannya.
Setelah ia menimba ilmu lebih banyak dari gurunya lalu gurunya wafat, setelah itu ia
merasa cukup serta langsung pulang kampung. Sekembalinya dari Timur Tengah ia kemudian
diangkat menjadi mufti kerajaan Aceh ketika era Sultanah Safiat al-Din Taj al-‘Alam (1641-
1675), anak perempuan dari Iskandar Muda dan janda dari Iskandar Tsani. Pengangkatan
‘Abd al-Ra’uf sebagai mufti ini bersamaan dengan wafatnya Syaikh Saif al-Rijal yang tahun
1661 M. Ia dilantik menjadi Syaikh Jami’ah al-Rahman atau mufti kerajaan hingga wafat.4 Di
masa awal kembalinya ke Aceh ini pula, ‘Abd al-Ra’uf diminta Sultanah untuk menulis
beberapa kitab seperti; Mir’ah al-Tullab, sebuah kitab yang membahas tentang jurisprudence
atau hukum, Kifayah al-Muhtajin, karya yang lebih membicarakan tentang persoalan tasawuf,
begitu juga kitab Daqaiq al-Huruf, yang lebih berisi tentang syair Sufistik Ibnu ‘Arabi.
1
Abd al-Rauf bin ‘Ali al-Fanshuri, Turjuman al-Murstafid (Singapura: Maktabah wa Mathba‘ah Mar‘i,
1951/1370).
2
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdur Rauf Al-Fanshuri: Diskursus Biografi,
Kontestasi Politis-Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Miqot Vol. XLII, No.1, 2018, hal.4
3
Zaimul Asroor, “Tarjuman Al-Mustafid: Tafsir Lengkap Pertama di Nusantara” Ushuluna: Jurnal Ilmu
Ushuluddin, Vol. 4, No. 1, Juni, 2018, hal. 96
4
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdur Rauf Al-Fanshuri: Diskursus Biografi,
Kontestasi Politis-Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Miqot Vol. XLII, No.1, 2018, hal. 8
Setelah Sultanah Safi’ah meninggal, ia kemudian digantikan oleh Sultanah lain yang
keturunannya sebenarnya belum jelas. Ia adalah Sri Sultan Nur al-Alam Nakiyyah al-Din
Syah (1675-1678 M), yang hanya memerintah sekitar tiga tahun. Di masa ini pula, masjid
Bait al-Rahman dan istana sultan hangus karena kebakaran. Setelah Sri Sultan meninggal,
kepemimpinan Aceh dilanjutkan oleh Sultanah yang lainnya, yakni Sultan Inayah Syah
Zakiyyah al-Din yang memimpin dari tahun 1678-1688. Di masa inilah Sultan Inayah
meminta ‘Abd al-Rauf untuk menulis setidaknya dua karya yang diberi judul Risalah Adab
Murid Akan Syaikh yang berisi tentang kewajiban menghormati antara seorang guru dan
murid, dan sebuah syarh terhadap kitab hadis Arba‘in al-Nawawi. Selanjutnya, Sultanah
keempat sekaligus Sultanah yang terakhir, Kamalah Syah, memimpin dari tahun 1688 sampai
ia kemudian dicopot dari jabatannya pada tahun 1699. Penggulingan kepemimpinannya ini
ditengarai oleh desakan pihak oposisi yang begitu kuat. Ada riwayat yang menyebutkan
bahwa mufti saat itu yang mendukung oposisi, akhirnya meminta fatwa kepada Mufti Besar
Makkah untuk melegitimasi bahwa perempuan itu tidak layak untuk menjadi kepala negara.
Kejatuhan Kalamat Syah tidak lepas juga tidak lepas dari fakta wafatnya ‘Abd al-Ra’uf pada
tahun 1693, dimana di masa Sultanah-sultanah sebelumnya sampai dengan kepemimpinan
Kalamat Syah selalu memberikan dukungan. Di sini bisa dilihat bagaimana pengaruh ‘Abd
al-Ra’uf sangat kuat. Terlebih, ia juga menjadi mufti yang mempunyai pandangan yang
cukup maju karena membolehkan perempuan menjadi Sultanah.5
B. Riwayat Intelektual (Sejarah Pendidikan)
Pada mulanya ‘Abd al-Rauf belajar pada ayahnya dan ulama-ulama di Fansur dan
Banda Aceh.6 Setelah selesai menuntut ilmu di Aceh, ‘Abd al-Rauf merantau untuk belajar di
Timur Tengah, meliputi Doha, Qatar, Yaman, Jeddah dan akhirnya ke Makkah sambil
menunaikan ibadah haji dan ke Madinah, memakan waktu selama 19 tahun.
Adapun latar belakang atau sejarah intelektual Abdur Rauf juga bermula dari desa
kelahirannya sendiri, yaitu Sinkel. Dalam catatan Hasjmi, ayah Abd Rauf adalah seorang
alim yang mendirikan sebuah madrasah yang didatangi murid-murid dari berbagai tempat di
kesultanan Aceh. Kemudian melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Arabia pada
sekitar 1052/1642. Dalam petualangannya ini Abdur Rauf telah berhasil menjalin hubungan
selama 19 tahun dengan para ulama besar yang dari mereka dia mempelajari berbagai cabang
ilmu agama (tafsir, hadits, fiqih, tasawuf tauhid dan akhlak). Namun demikian, beberapa
penulis mencatat, pengaruh paling besar dalam membentuk pola pikir dan pola sikap Abdur
Rauf berasal dari gurunya di Madinah. Al-Qusyasyi dan al-Qurani Dari al-Qusyasyi Abdur
Rauf mempelajari apa yang disebutnya sebagai ilmu dalam (batin) seperti tasawuf dan ilmu-
ilmu terkait lainnya, hingga akhirnya ia ditunjuk sebagai imam tarekat Syattariyah dan
Qadiriyah. Dari al-Kurani ia mendapat gemblengan pengetahuan di luar disiplin-disiplin
pengetahuan tasawuf. Setelah mengenyam pendidikan selama sekitar 19 tahun Abdur Rauf
kembali ke Aceh pada sekitar tahun 1661.

5
Zaimul Asroor, “Tarjuman Al-Mustafid: Tafsir Lengkap Pertama di Nusantara” Ushuluna: Jurnal Ilmu
Ushuluddin, Vol. 4, No. 1, Juni, 2018, hal. 96-98
6
Dicky Wirianto, “Meretas Konsep Tasawuf Syeikh Abdurrauf Sinkili,” Islamic Movement Journal, Vol. 1,
No. 1, 2013, h. 105.
Sejak 1661, As Singkel mengajar di Aceh. Muridnya luar biasa banyak jumlahnya,
tak hanya dari Melayu, tapi juga dari seluruh nusantara. Laman Melayu Online
menggambarkan sosok As Singkel sebagai mualim yang menaruh perhatian besar pada
murid-muridnya. Setiap karyanya selalu bertolak dari perhatiannya pada mereka. Dia sangat
perhatian agar para muridnya mendapat pemahaman Islam yang baik, teguh kesalihan, dan
terhindar dari kesalahan.
Tak lama setelah pulang dari Haramain, As-Singkel diangkat sebagai mufti atau qadi
oleh Sultan Aceh kala itu. Ia juga diangkat menjadi ulama besar bergelar Syekh Jamiah Ar
Rahman. Ia pun kemudian sibuk mengajar dan menjadi hakim Kesultanan Aceh. Sekitar 30
tahun, As Singkel bergelut dibidang tersebut, mengajar dan menjadi hakim.
Selama hidupnya, syekh sangat produktif menghasilkan karya. Salah satu karya
fenomenalnya, yakni di bidang tafsir. Tarjuman Al Mustafid merupakan karya tafsirnya yang
pertama di nusantara. Hingga kini, karya tersebut masih dapat ditemui. Tafsir tersebut juga
tak hanya dicetak dan diterbitkan di nusantara, melainkan juga di Istanbul Turki; Singapura;
Penang, Malaysia; Bombay, India; Afrika Selatan, serta kawasan Timur Tengah, seperti
Kairo dan Makkah.
Azyumardi Azra menyatakan7 bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang
sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:
a. Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-
Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas
permintaan Sultanah Safiyatuddin.
b. Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap
berbahasa Melayu.
c. Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah
Zakiyyatuddin.
d. Mawa'iz al-Badî', berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak.Tanbih al-
Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
e. Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud,
memuat penjelasan tentang konsep wahdatul wujud.
f. ApDaqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi.

7
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII. Penerbit Kencana, Jakarta. Cetakan I, 1998.
BAB III
DATA FILOLOGI KITAB
1. Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid
Tafsir Tarjuman al-Mustafid ini adalah tafsir tertua alias terawal yang beredar
diwilayah Melayu Indonesia, sebagai bukti dapat kita lihat bahwa edisi tercetaknya kitab
ini di kalangan komunitas Melayu Afrika Selatan. Riddel mengatakan bahwa salinan
paling awal yang sampai sekarang masih ada dari Tarjuman al-Mustafid berasal dari abad
ke 17 dan awal ke 18. Bahkan edisi-edisi cetaknya diterbitkan di Singapura, Penang,
Jakarta, Bombay dan juga di Timur Tengah. Di Istambul ia diterbitkan oleh Mathba’ah
Al-Usmaniyyah pada tahun 1302/ 1884 dan juga pada 1324/1906. Di Kairo diterbitkan
oleh Sulaiman Al-Maraghi, serta di Mekah di terbitkan oleh Al-Amiriyyah. Sedangkan
edisi.

2. Metode Penafsiran Abdul Rauf al-Singkili


Metode yang digunakan oleh para mufassir pada dasarnya terbagi kepada, metode
tahlili, ijmali, muqarrin dan maudhu’i. Begitu juga Abdul Rauf al-Singkili, sebagai
seorang mufassir tentu memiliki metode dan corak dalam tafsirnya. Metode yang
digunakan Abdul Rauf al-Singkili dalam menafsirkan al-Qur’an adalah:
a. Metode tahlili
Abdul Rauf al-Singkili menggunakan metode tahlili, hal ini dapat dilihat
dalam kitab tafsirnya Turjuman al-Mustafid, yang mana Abdul Rauf al-Singkili
menafsirkan al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dan surat dalam al-Qur’an, dimulai
dari Surat al-Fatihah hingga sampai kepada surat yang terakhir, yaitu Surat an-Naas.
Makna dan kandungan ayatnya dijelaskan dari berbagai segi dan tidak berpindah pada
penjelasan ayat berikutnya sebelum menerangkan segala segi yang berkaitan dengan
ayat tersebut. Seperti contoh berikut:
Menjelaskan dari berbagai segi, yaitu menjelaskan nama Surat, jumlah ayat
dan menjelaskan tempat turun ayat serta menjelaskan fadhilah dari surat tersebut
dengan menggunakan hadits, hal ini terdapat pada semua awal surah. Contoh:
‫سورة النصرمدینة وھى ثالث ایات این سوراة النصر تورنث دمدینة دان یائیت تیك ایات مك ترسبت ددالم‬
‫بیضاوى حدیث بارغسیاف مغاج سورة ازاجاء نسجاى‬
‫م فد ھارى فتح مكه‬.‫دنكرھائ در فد فھال سفرة شھید سرت محمد ص‬.
Artinya: Surat an-Nashr Madinah wahiya tsalats ayaat Ini surat an-Nashr turunnya di
Madinah dan yaitu tiga ayat maka tersebut di dalam Baidhowi hadits, “barang siapa
mengaji surat “izaa jaa’a” niscaya dianugrahi daripada pahala seperti syahid serta
Muhammad SAW, pada hari fathu makah”

b. Metode Ijmali
Abdul Rauf al-Singkili menggunakan metode ijmali, karena dalam
menafsirkan al-Qur’an Abdul Rauf al-Singkili menggunakan kalimat yang singkat
dan global, yaitu penjelasannya tanpa menggunakan uraian atau penjelasan yang
panjang lebar, sehingga mudah untuk difahami oleh masyarakat awam maupun
intelektual.8 Contohnya adalah sebagai berikut:

‫الحمد هلل ربّ العالمين) سكل فوج ثابت بكئ هللا توھن یغ ممفیائ سكل محلق (الرحمن الرحيم) الكى توھن یغ‬
‫امة موره ددالم دنیا این الكى یغ امة مغسھانى ھمباث یغ مؤمن ددالم نكرى ْاخراة (مالك یوم الدین) راج یغ‬
)‫ممرنتھكن فد ھارى قیمة (سورة الفاتحه‬

Artinya: (alhamdulillahi rabbi al-‘aalamiin) segala puji sebut bagi allah tuhan yang
mempunyai segala makhluk, (al-rahmaan al-raahim) lagi Tuhan yang amat murah
didalam dunia ini, lagi yang amat mengasihani hambanya yang mukmin di dalam
negeri akhirat. (maaliki yaumiddin) raja yang memerintahkan pada hari kiamat.
(saurat al-fatihah 1-3).
Dari pembahasan diatas jelaslah bahwa Abdul Rauf al-Singkili menggunakan
metode ijmali dalam menafsirkan al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat Abdul Rauf al-
Singkili menggunakan bahasa yang global, tidak bertele-tele dan mudah difahami
oleh masyarakrat luas.
Sumber tafsir dibagi kepada dua yaitu: tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-
ra’yi. Adapun sumber tafsir yang terdapat dalam tafsir turjuman al- mustafid hanya
tafsir bi al-ma’tsur. Dalam kitab ini abdur rauf sinkili banyak menafsirkan ayat yang
berkenaan dengan hukum fiqh beliau lebih cenderung kepada mazhab Syafi’I dan
beliau jugq menafsirkan al- Qur’an terkadang cenderung kepada pendapat ulama sufi.

3. Tehnik Penafsiran
Mengenai teknik penulisan Tafsir Tarjuman al-Mustafid adalah sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai sumber dari penulisannya adalah ada beberapa
tafsir yaitu Tafsir Baidhawi, Tafsir Jalalayn dan Tafsir Al-Khazin. Akan tetapi, Abdurrauf
dalam menjelaskan tafsirnya itu tidak seluruhnya mengikuti ketiga tafsir tersebut,
Abdurrauf hanya mengambil ide pokok dan yang dianggapnya penting. Sesuai dengan
metode penulisannya, Tafsir Tarjuman al-Mustafid memiliki bentuk dan teknik
penulisannya tersendiri yang berbeda dengan tafsir yang lainnya. Secara umum tafsir ini
menerapkan metode tahlili yaitu menafsirkan Alquran dengan menjelaskan aspek-aspek
yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan secara luas dan rinci, seperti penjelasan kosa
kata, latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul), nasikh- mansukh dan munasabat.
Dalam tafsir Tarjuman al-Mustafid pun Abdurrauf menjelaskan ayat-ayat secara
berurutan, kemudian menjelaskan maknanya secara harfiyah dan menjelaskan aspek-
aspek yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkannya itu, menjelaskan Asbabun Nuzul
serta penjelasan tentang bacaan para imam Qiraat. Namun yang sangat spesifik dalam
pembahasan tafsir ini adalah ketika memulai menafsirkan suatu surat, Abdurrauf terlebih
dahulu memberi penjelasan mengenai surat yang akan dibahas. Keterangan awal ini
mencakup jumlah ayat, tempat turun apakah Makki atau Madani dan keutamaan surat

8
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung: 2004, hlm. 98
tersebut, sebab diturunkan surat atau ayat tersebut, kemudian korelasi antar ayat dengan
qisah-qisah sebelumnya, serta dilengkapi dengan uraian bacaan para imam Qiraat.9
4. Corak penafsiran
Abdurrauf As-Singkili dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran tidak terpaku hanya
pada satu corak penafsiran. Abdurrauf menggunakan corak umum. Artinya, penafsiran yang
diberikan tidak mengacu pada satu corak tertentu, seperti fiqih, filsafat, dan adab bil-ijtima’i.
Namun tafsirnya mencakup berbagai corak sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkan.
Jika sampai pada ayat yang membicarakan hukum fiqih, beliau akan mengungkapkan hukum-
hukum fiqih, dan jika sampai pada ayat tentang teologi, pembahasan keyakinan tentang
akidah mendapat porsi yang cukup.dan jika sampai pada ayat yang menyebutkan tentang
qishah, beliau akan membahasnya dengan porsi yang cukup pula.10Hal ini disebabkan
Abdurrauf adalah seorang yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang baik ilmu fikih,
filsafat, mantiq, tauhid, sejarah, ilmu falak dan politik. Dengan keluasan ilmu yang
dimilikinya tidak aneh jika corak penafsiran yang di berikan bersifat umum, walaupun
Abdurrauf juga terkenal sebagai penyebar dan mursyid tarekat syattariah namun corak
penafsiran yang diberikan tidak terpengaruh pada satu bidang tertentu. 11 Hal ini dapat dilihat
dari contoh penafisrannya dalam menafsirkan ayat- ayat mutasyabih yaitu:
a. Pada memaknai makna asli tasybih misalnya pada makna tangan Allah diatas tangan
mereka .... (QS al-Fath ayat 10) dan tangan Allah tergenggap dari pada melimpahkan
rizki atas kita (QS. Al-Maidah ayat 10)
b. pada kasus lain memberi tafsiran terhadap kata kata tersebut seperti; Telah suci
daripada segala sifat muhdas Tuhan yang pada tasarrufnya jua sultan dan kudrat dan
ia itu atas tiap-tiap suatu amat kuasa... (QS al-Mulk ayat 1)
c. Menggabungkan antara terjemahan harfiyah dengan takwil seperti dalam menjelaskan
ayat 88 surat al-Mukminun yaitu kata olehmu siapa jua yang pada tangan kodratnya
milik tiap-tiap suatu. Dalam suarat lain juga dijelaskan “ Maha suci Tuhan yang pada
tangan kodratnya jua memilikkan tiap-tiap suatu dan padanya jua ditolakkan sekalian
itu.

5. Contoh Penafsiran
Dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran Abdur Rauf selalu memperkenalkan surat yang
akan ditafsirkan terlebih dahulu seperti kita lihat kutipan dalam menjelaskan surat al fatihah
sebagai berikut:

‫ اين سرة الفاتحة تجه ا ت يع دبثاكن اى كفد مكه يعنى‬. ‫ وهى سبع ا ت‬. ‫ سرة فاتحة الكتاب مكية‬. ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
‫ تيف فياكيت دان ترسبت ددالم منافع القران‬-‫يع تورن دمكه مك ترسبت ددالم بيضاوى وا فاتحة ايت فناور بكى تيف‬
‫ بك اورع دان‬-‫برعسياف ممباجدى اداله بكيث درفد فهالث يع تياد دافت مغكندائ دى كتاب دان ممبرى منفعة اكن بر يك‬
‫فركاسيه وهللا أعلم‬.
9
Suarni: Karakteristik Tafsir Tarjuman al-Mustafid | 163
10
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003), 68.
11
H.A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam,( Jakarta: Depag R.I.1992/1993), 26.
‫ دغن م هللا يع أمة موره ددالم دنيا اين الكى يع أمة مغسهانى همباث يع مؤمن ددالم نكرى أخرة‬. ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
‫ايت جواكو مغمبل بركة فد ممباج فاتحة اين ( الحمد رب العالمين) سكل فوج بت بكى هللا توهن يع ممفيأى سكل محلق‬
‫( الرحمن الرحيم) ال كى توهن يع أمة موره ددالم دنيا اين الكى يع أمة مغسهانى همباث يع مؤمن ددالم نكرى أخرة ( مالك‬
‫يومالدين) راج يع ممر‬
‫نتهكن فد هرى قيمه‬

Berdasarkan kutipan penafsiran tersebut di atas jelas pula bahwa ketika Syekh
Abdurrauf menjelaskan suatu surat, ia memulainya dengan menjelaskan kronologis ayatnya
terlebih dahulu, artinya menjelaskan nama suratnya, jumlah ayatnya, tempat turunnya,
kemudian menjelaskan bagaimana penjelasan Baidhawi terhadap surat tersebut. Setelah itu
ketika menjelaskan ayat Abdurrauf memulainya dengan basmalah terlebih dahulu, kemudian
baru menjelaskan ayat. Dalam menjelaskan ayat-ayat tersebut, Abdurrauf menjelaskan sesuai
dengan urutan ayat dan menjelaskan maknanya secara harfiyah. ayat-ayat yang lain yang ada
kaitannya dengan ayat tersebut12.
Oleh karena itu, untuk menentukan metode penulisan Tafsir Tarjuman al- Mustafid,
kita dapat melihat dari dua sudut yaitu sudut cara penafsiran dan sudut makna. Ketika kita
menelusuri dari sudut cara penafsiran yang menjelaskan urutan ayat dan penjelasan aspek-
aspek serta isi dari kandungan ayat, ini merupakan metode tahlili. Sementara, ketika dilihat
dari sudut makna yang dijelaskan dari Tafsir tersebut, metode yang diterapkan dalam
penulisan Tafsir tersebut adalah metode ijmali. Karena penjelasannya adalah singkat, padat,
mudah dimengerti dan cocok untuk pemula.13

12
Tarjuman al- Suarni: Karakteristik Tafsir Mustafid hlm 161
13
Ibid 162
Kesimpulan
Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid merupakan buah karya dari Abdurrauf as-
Singkili, dia dikenal sebagai seorang ulama Aceh yang muncul pada masa pemerintahan
Ratu Safiatuddin. Tafsir tersebut dikenal sebagai tafsir terlengkap yang berbahasa arab
melayu. Tafsir tersebut memdapat kontroversial mengenai sumber penulisannya yaitu ada
pandangan mengatakan sebagai terjemahan dari kitab Baidhawi dan ada pandangan dari
kitab Jalalain.
Kitab tersebut memiliki karakteristik tersendiri sebagai kitab-kitab yang lain. Dari
segi metode penulisannya, tafsirnya ada dua metode yang terapkan yaitu ijmali dan tahlili.
Teknik penulisannya adalah setiap memulai menjelaskan suatu surat, Abdurrauf selalu
memulainya memperkenalkan nama surat, tempat turun, jumlah ayat, dalam
menghubungkan dengan qisah-qisah yang lain Abdurrauf menulis kata-kata Qisas
diantara dua kurung, demikian juga dengan kata bayan dan Faidah ketika menjelaskan
uraian bacaan para imam Qiraat.
DAFTAR PUSTAKA
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia. Solo: Tiga Serangkai, 2003.
Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Depag R.I.1992/1993. Musyrifah Sunanto,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Gr
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1994.
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung:
2004.
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdur Rauf Al-Fanshuri:
Diskursus Biografi, Kontestasi Politis-Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Miqot Vol. XLII,
No.1, 2018.
Zaimul Asroor, “Tarjuman Al-Mustafid: Tafsir Lengkap Pertama di Nusantara”
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 4, No. 1, Juni, 2018.
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdur Rauf Al-Fanshuri:
Diskursus Biografi, Kontestasi Politis-Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Miqot Vol. XLII,
No.1, 2018,
Dicky Wirianto, “Meretas Konsep Tasawuf Syeikh Abdurrauf Sinkili,” Islamic
Movement Journal, Vol. 1, No. 1, 2013.

Anda mungkin juga menyukai