Anda di halaman 1dari 15

STUDI KITAB TAFSIR AL-KASYAF KARYA AL-ZAMAKHSYARI

Makalah :

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Studi Tafsir Madzhabi

Disusun Oleh:

Riza Diah Ningsih (E93217091)

Sitty Lailanie Abroriyah (E93217094)

Dosen Pengampu:

Naufal Cholily, M.Th.I

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVESITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tafsir adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memhami al-Quran
yang dimana merupakan pedoman bagi kehidupan manusia terutama umat
Islam. Al-Quran dan tafsir tidak bisa dipisahkan, karena kita dapat
memahami makna-makna yang terkandung dalam al-Quran dari tafsir.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, tafsir juga mengalami kemajuan
sangat pesat dan banyak tafsir bemunculan dengan berbagai metode dan
corak, baik metode bil ma‟tsur maupun bil ra‟yi, baik corak lughawi, fiqih,
sufi maupun yang lain. Bahkan ada juga tafsir yang menggunakan corak
teologis dengan mengedepankan madzhab atau aliran yang dianut oleh
mufasirnya, salah satu contohnya kitab tafsir al-Kasyaf yang meupakan
karangan al-Zamakhsyari.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan biografi al-Zamakhsyari dan
karir intelektualnya, kitab tafsir al-Kasyaf serta penafsiran al-Zamakhsyari
mengenai teologi dalam tafsir al-Kasyaf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi dan Karir Intelektal al-Zamakhsyari


Al-Zamakhsyari memiliki nama lengkap Abd al-Qashim Mahmud
ibn Muhammad ibn „Umar al-Zamakhsyari. Beliau lahir pada hari rabu 27
Rajab 467 H/ 18 Maret 1075 M di Zamakhsyar, sebuah kota kecil di
Khawarizmi dari keluarga miskin yang alim dan taat beribadah. Jika
dilihat dari masa tersebut, beliau lahir pada masa pemerintahan sultan Jalal
al-Din Abi al-Fath Maliksyah dengan wazirnya atau perdana menteri
Nizam al-Mulk. Nizam terkenal sebagai seorang yang aktif dalam
pengembangan dan kegiatan keilmuwan, dia memiliki kelompok diskusi
yang terkenal maju dan selalu penuh dihadiri oleh para ilmuwan dari
berbagai kalangan.1
Al-Zamakhsyari hidup pada masa dimana keadaan politik
mengalami degradasi di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, bukan itu saja
bahkan perekonomian pada saat itu termasuk minoritas yang tidak
mendapat hak-hak mereka sebagaimna yang lain. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang
dicapai oleh dinasti Abbasiyyah pada periode pertama, yang mendorong
para penguasa untuk hidup mewah. Setiap khalifah cenderung ingin lebih
mewah dari pendahulunya, dimana hal tersebut mengakibatkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.2
Al-Zamakhsyari sudah merantau meninggalkan desanya untuk
menuntut ilmu ke Bukhara pada usia menjelang remaja, dimana pada masa
itu Bukhara menjadi pusat kegiatan keilmuwan dan terkenal dengan para
sastrawan. Akan tetapi selang beberapa tahun, beliau kembali ke kampung
halamannya dikarenakan ayahnya dipenjara oleh pihak penguasa dengan

1
Muhammad Sofyan, Tafsir Wal Mufassirun (Medan: Perdana Publishing, 2015), hal 29-30.
2
Siti Nurohmah, Penafsiran al-Zamakhsyari Tentang Pemimpin Dalam Kitab al-Kasyaf an Haqaiq
Gawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-‘Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil, Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2015, hal 3.
alasan diduga terlibat masalah politik dengan Muayyid al-Mulk dan
akhirnya meninggal karena mengalami penyiksaan didalam penjara.3
Semenjak pulang ke kampung halamannya, beliau mulai
mempelajari bidang ilmu pengetahuan keagamaan dan berguru kepada
para ulama terkenal disana. Salah satu guru beliau adalah Abu Mudar
Mahmud ibn Jarir al-Dabbi al-Isfahani, seorang ulama bahasa, nahwu dan
sasta. Setelah itu, Zamakhsyari kembali lagi ke Bukhara dan mempelajari
hadis dari beberapa ulama, diantaranya Abu Mansur Nasr al-Harisi, Abu
Sa‟ad al-Saqafi dan Abu al-Khattab ibn Abu al-Batr. Selain itu disana
beliau juga mempelajari sastra dari Abu Ali al-Hasan ibn al-Muzfir al-
Naisaburi.4
Pada tahun 533 H, beliau ke Bagdad mempelajari ilmu fikih
dibawah tuntunan ahli fikih yang bemadzhab Hanafi, yaitu al-Damigani
dan al-Syarif ibn al-Syajari. Beliau juga mempelajai berbagai kitab bahasa
pada Abu Mansur al-Jawaqili. Selain itu beliau juga pernah ke Mekkah
untuk mempelajari dan menelaah kitab Sibawaih kepada seorang ulama
bahasa yang bernama Abdllah ibn Talhah al-Yabiri.5
setelah dari Mekkah, beliau sempat pulang karena merindukan
kampung halamannya dan akhirnya beberapa tahun kemudian kembali ke
Mekkah serta memutuskan menetap disana selama 3 tahun. Beliau
memiliki gelar Jarullah, dikarenakan tempat tinggal beliau yang
bertetangga dengan Baitullah. Selama 3 tahun di Mekkah, beliau menulis
karya fenomenal dengan al-Kasyaf an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun al-
Aqawil fi Wujuh al-Takwil. Setelah dari Mekkah, beliau melanjutkan
perjalanan ke Bagdad kemdian ke Khawarizm, selang beberapa tahun di
Khawarizm beliau wafat. Menurut al-Juwaini yang bersumber dari Ibn

3
Avif Alfiyah, Kajian Kitab al-Kasyaf Karya Zamakhsyari, al-Furqan: Jurnal Ilmu al-Quran dan
Tafsir, Vol. 1 No. 1, 2018, hal 57.
4
Saifullah Rusmin dkk, Penafsiran-Penafsiran al-Zamakhsyari Tentang Teologi Dalam Tafsir al-
Kasyaf, Jurnal Diskursus Islam, Vol. 5 No. 2, 2017, hal 124.
5
Saifullah Rusmin dkk, Penafsiran-Penafsiran al-Zamakhsyari..., hal 124-125.
Batutah, bahwa al-Zamakhsyari wafat di Jurjaniyah, sebuah daerah di
Khawarizm pada hari Arafah tahun 538 H/ 14 Juni 1114 M.6

B. Al-Zamakhsyari dan Pemikiran Muktazilah


Muktzilah masuk ke wilayah Khawarizmi dibawah oleh Abu
Mudar Mahmud ibn Jarir al-Dabbi al-Isfahani. Beliau berhasil membuat
Muktazilah menjadi sebuah aliran yang kuat di wilayah tersebut. Bahkan
karena kuatnya Muktazilah di Khawarizmi, Khawarizmi identik dengan
Muktazilah. Apabila ada seorang yang berasal dari Khawarizmi, maka
dapat dipastikan bahwa dia bermadzhab Muktazilah.7
Al-Zamakhsyari sudah mengenal Muktazilah sejak dini dari
gurunya, Abu Mudar. Maka tidak mengherankan jika Zamakhsyari
tumbuh dalam belaian Muktazilah. Kebiasaan penduduk Kharizimi yang
banyak mengandalkan kekuatan rasionalitasnya, menyebabkan
Zamakhsyari sebagai orang yang berilmu dengan kekuatan logika dan
kebebasan berpikir. Zamakhsyari bangga menjadi seorang yang menganut
aliran Muktazilah, hal ini dapat dibuktikan ketika beliau menyebut secara
langsung bahwa beliau penganut Muktazilah. Bahkan beliau membuat
karya dalam bidang tafsir yang berjudul Tafsir al-Kasyaf an Haqaiq al-
Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil, dimana dalam kitab tafsir
tersebut beliau mempresentasikan pandangan teologi Muktazilah.8
C. Karya-karya al-Zamakhsyari
a. Bidang tafsir: al-kashshaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi
Wujub al-Ta’wil.
b. Bidang Hadis: al-Fa’iq fi Gharib al-Hadith
c. Bidang Fiqh: al-Ra’id fi al-Fara’id.
d. Bidang Ilmu Bumi: al-Jibal wa al-Amkinah.
e. Bidang Akhlaq: Mutashabih Asma’ al-Ruwat, al-Kalim Al-Nabawigh fi
al-Mawa’iz, al-Nasa’ih al-Kibar al-Nasa’ih al-Sighar, Maqamat fi al-
Mawa’iz, Kitab fi Manaqib al-Imam Abi Hanifah.

6
Dara Humaira dan Khairun Nisa, Unsur I’tizal Dalam Tafsir al-Kasyaf (Kajian Kritis Metodologi al-
Zamakhsyari), Jurnal Maghza Vol. 1 No. 1, 2016, hal 33.
7
Saifullah Rusmin dkk, Penafsiran-Penafsiran al-Zamakhsyari..., hal 125.
8
Saifullah Rusmin dkk, Penafsiran-Penafsiran al-Zamakhsyari..., hal 125-126.
f. Bidang Sastra dan Bahasa: Diwan al-Rasa’il, Diwan al-Tamthil,
Tasliyah al-Darir, Asas al-Balaghah, Jawahir al-Lughah, al-Ajnas,
Muqaddimah al-Adabfi al-Lughah.
g. Bidang Ilmu Nahwu: al-Namuzaj fi al-Nahw, Sharh al-Kitab Sibawaih,
Sharh al-Mufassal fi al-Nahw.9

D. Tafsir al-Kasyaf
Imam al-Zamakhshari sangat gigih dalam melakukan perjalanan.
Beliau sering berpindah tempat, bepergian dari suatu tempat ke tempat
lain. Beliau pernah pergi ke Baghdad, Khurasan dan Quds, bahkan
dikatakan beliau beliau mengarang kitab al-Kasyaf disana. Beliau
menghabiskan waktu dalam mengarang kitab tersebut lamanya seperti
lama masa Abu Bakr al-Siddiq atau dengan kata lain selama dua tahun
beberapa bulan. Kitab al-Kasyaf dikarang setelah beliau melakukan
percobaan dalam tafsir, yang mana percobaan tersebut menghasilkan
natijah yang sukses, yaitu dengan mencoba mengimlakan tafsir beliau ini
kepada orang lain. Dalam hal ini beliau berkata, “Aku telah mengimlakan
masalah-masalah dalam surat al-Fatihah dan beberapa pembicaraan dalam
surat al-Baqarah. Di sini aku menemukan bahwa pembicaraan ini sangat
asyik karena memuat beberapa pertanyaan yang langsung disertakan
jawabannya. Aku sangat memperhatikan masalah ini agar bisa dijadikan
hujjah dan dalil bagi mereka yang membacanya….” Setelah percobaan
seperti itu berhasil beliau lakukan, maka orang-orang berdatangan
menemui beliau dari berbagai penjuru, baik dari dalam maupun luar
daerah untuk belajar dan mencari faedah dengan beliau. Al-Zamakhsyari
menulis kitab tafsirnya yang berjudul al-kasyaf ‘an Haqa’iq Ghawamid al-
Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujub al-Ta’wil bermula dari permintaan
suatu kelompok yang menamakan diri al-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adliyah.
Kelompok yang dimaksud adalah Mu‟tazilah.
Didorong oleh permintaan di atas, Al-Zamakhsharimenulis sebuah
kitab tafsir, dan kepada mereka yang meminta didiktekanlah mengenai
fawatih al-suwar dan beberapa pembahasan tentang hakikat surat al-

9
Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 1 Nomor 1 Juni 2018
Baqarah. Dalam perjalanan yang kedua ke Mekkah, banyak tokoh yang
dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karyanya itu.
Bahkan setelah tiba di sana, ia diberi tahu bahwa pemimpin pemerintahan
Mekkah, Ibn Wahhas bermaksud mengunjunginya ke Khawarizm untuk
mendapatkan karya tersebut. Semua itu menggugah semangat Al-
Zamakhsyari untuk memulai tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih
ringkas dari didiktekan sebelumnya. Berdasarkan desakan pengikut
Mu‟tazilah di Mekkah dan atas dorongan al-Hasan „Ali ibn Hamzah ibn
Wahhas serta kesadaran diri sendiri, akhirnya al-Zamakhsyari berhasil
penyelesaian penulisan tafsirnya dalam waktu kurang lebih 30 bulan.
Penulisan tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Mekah pada tahun 526
H dan selesai pada hari senin 23 Rabi‟ul Akhir 528 H.
Penafsiran yang ditempuh Al-Zamakhsyari dalam karyanya ini
sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para ulama
Mu‟tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para
ulama Mu‟tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan
corak I‘tiqadi yang lebih condong pada corak I‘tizali,. Pada tahun 1968,
tafsir al-Kasyaf dicetak ulang pada percetakan Mustafa al-Babi al-Halabi,
Mesir, dalam empat jilid. Jilid pertama diawali dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat al-Ma‟idah, jilid kedua diawali dengan surat al-
An„am dan diakhiri dengan surat al-Anbiya‟, jilid ketiga diawali dengan
surat al-Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat, dan jilid keempat
diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat al-Nass.10 Ada 4 buah
kitab yang memuat tentang komentar dan yang berkaitan tentang Tafsir al-
Kasyaf yang penerbitannya sering dilampirkan pada kitab Tafsir al-
Kashshaf, Diantaranya adalah al-Intisaf fi ma Tad}ammanahu al-Kashshaf
min al-I‘tizal karya Imam Nasir al-Din Ahmad ibn Muhammad dan Ibn al-
Munir al-Iskandari (w. 682 H), al-Kafi al-Shafi fi Takhrij Ahadith al-
Kashshaf karya Ibn Hajr al-„Asqalani (w. 852 H), Hashiyah Tafsir al-
Kashshaf karya al-Shaikh Muhammad „Ulyan al-Marzuqi, dan Mashahid

10
Muhammad Yusuf dkk. Studi Kitab Tafsir, 49
al-Insaf ‘ala Shawahid al-Kashshaf juga karya al-Shaikh
11
Muhammad„Ulyan al-Marzuqi.
E. Sistematika Penulisan Kitab al-Kasyaf
a. Tafsir al-Kasyaf disusun dengan tartib mushafi, uaitu berdasarkan
urutan surat dan ayat dalam mushaf „uthmani, yang terdiri dari 30 juz
berisi 144 surat, dimulai dengan suratb al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat al-Nass. Setiap surat diawali dengan basmalah, kecuali surat al-
Taubah.24
b. Selain aspek balaghah, aspek nahwu atau gramatika juga sangat kental
didalam tafsir ini.
c. Disebutkan makkiyah atau madaniyah surat yang dibahas, kemudian
disebutkan sinonim nama surat. Contoh: surat al-Fatihah
d. Terkadang menggunakan metode dialog. Artinya ketika Al-
Zamakhshari hendak menjelaskan makna sebuah kata atau kalimat atau
kandungan suatu ayat al-Qur‟an. Ia selalu menggunakan kata “ ”ْ‫قُلتْ ِإن‬
yang berarti “jika engkau bertanya”. Ini menunjukkan bahwa ia seakan-
akan berhadapan dan berdialog dengan seseorang. Kemudian ia
menjelaskan makna kata atau frase itu dengan ungkapan ُْ‫ قُلت‬yang berarti
“saya menjawab”.
e. Adanya syair dalam penafsiran kata dalam suatu ayat. Syair-syair Arab
yang terdapat dalam tafsir al-Kashshaf merupakan salah satu unsur
penopang yang digunakan oleh al-Zamakhsyari untuk mendukung
analisisnya dari aspek kebahasaan dan penggunaan kata-kata tersebut pada
masa sebelum dan semasa turunnya al-Qur‟an. Syair-syair yang
ditampilkannya dinukilkan dari berbagai rujukan yang berkaitan dengan
sastra. Contoh: tentang basmalah.
F. Metode dan Corak Penafsiran Kitab al-Kasyaf
Menurut sumber penafsirannya Sebagian besar penafsiran yang
digunakan oleh al-Zamakhsyari lebih berorientasi pada rasio (ra’y), maka

11
Lihat Cover kitab al-Kasyaf ‘an Haqaiq Ghawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-
Ta’wil
tafsir al-Kashshaf dapat dikategorikan pada tafsir bi al-ra’y, meskipun
pada beberapa penafsirannya menggunakan dalil naql (al-Qur‟an dan
hadis) sebagai dalil penunjang pendapatnya. Hal yang paling pokok yang
mendorong para ulama memasukkan tafsir ini dalam kelompok tafsir bi al-
ra’y ialah penafsirannya sangat didominasi oleh pendapat dan pandangan
kelompok yang dianut oleh mufassirnya. Di dalam tafsir al-Kashshaf
memang tidak tampak adanya penafsiran suatu ayat yang didasarkan atas
ayat yang lain, tidak pula ditemukan adanya hadis Nabi yang mendukung
penafsirannya, kecuali di beberapa ayat saja, dan juga tidak ditemukan
adanya pendapat para sahabat dan tabi‟in dalam penafsirannya. Dari
sinilah, maka al-Kasyaf dapat dikelompokkan sebagai tafsir dengan corak
tafsir bi al-ra’y. Menurut susunan penafsirannya, Al-Zamakhshari dalam
tafsirnya menggunakan metode tahlili karena dimulai dari surat al-Fatihah
hingga surat al-Nass. Beliau meneliti makna kata-kata dan kalimat dengan
cermat, ia juga mengungkap makna munasabah yaitu hubungan antara
satu ayat dengan ayat yang lainnya atau antara satu surat dengan surat
yang lainnya sesuai dengan tertib susunan surat-surat dalam mus}h}af
‘uthmani. Menurut cara penjelasannya, Al-Zamakhshari menggunakan
metode Muqarin yaitu tafsir berupa penafsiran sekelompok ayat-ayat yang
berbicara dalam suatu masalah dengan membandingkan antara ayat
dengan ayat atau hadis, dan dengan menonjolkan segi-segi perbedaan
tertentu antara objek yang dibandingkan dengan cara memasukan
penafsiran dari ulama tafsir yang lain. Menurut keluasan penjelasannya,
Al-Zamakhshari menggunakan metode Tafsili yaitu tafsir yang
penafsirannya terhadap al-Qur‟an berdasarkan urutan-urutan ayat secara
ayat perayat, dengan suatu uraian yang terperinci tetapi jelas. Corak yang
dipakai dalam tafsir al-Kashshaf adalah Lawn Adabi wa I‘tiqadi. Karena
ia adalah seorang teolog sekaligus seorang tokoh Mu‟tazilah dan ahli
bahasa Arab yang meliputi sastranya, nahwunya, balaghah-nya.12

12
Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 1 Nomor 1 Juni 2018
F. Penafsiran al-Zamakhsyari Terhadap Tema Teologi Dalam Tafsir al-
Kasyaf

Tema teologi yang akan dibahas diantarannya:

1. Dosa Besar
QS. An-Nisa‟ ayat 48:
ٙ‫ش ِس ْك بِبهللِ َفقَ ِد ْافخَ َس‬ ْ ُ‫ا َُِّ هللاَ الَ يَ ْغ ِف ُس أ َ ُْ ي‬
ْ ُ‫ش ِسكَ بِ ِٔ َٗيَ ْغ ِف ُس ٍَب دُْٗ َُ ذَ ِىلَ ِى ََ ِْ يَشَآ ُء َٗ ٍَ ِْ ي‬
)44( ‫إِثًَْب ع َِظ ْيًَب‬
Al-Zamakhsyari menafsirkan ayat diatas bahwa Allah
mengampuni orang yang berbuat syirik dengan bertaubat kepada-
Nya, dan Allah tidak mengampuni dosa besar selain syirik kecuali
dengan bertaubat.13 Zamakhsyari juga menjelaskan dalam surah al-
Baqarah ayat 81, bahwasanya orang yang melakukan dosa besar
akan dimasukkan kedalam neraka.14 Hal ini berbeda dengan
pandangan madzhabnya Muktazilah, yang mengatakan bahwa
orang yang melakukan dosa besar tidak dimasukkan ke dalam
neraka ataupun surga, akan tetapi manzilah baina manzilatain
(tempat antara 2 tempat).

2. Ru’yatullah (Melihat Allah)


QS. Al-Qiyamah ayat 22-23:
)23( ٌ‫بظ َسة‬
ِ َّّ ‫ َز ِّبَٖب‬ٚ‫) اِ َى‬22( ٌ‫بظ َسة‬
ِ َّّ ‫ُٗ جٌُ٘ٓ يَْ٘ ٍَئِ ِر‬
Al-Zamakhsyari menafsirkan lafadz nazirah pada surah al-
Qiyamah dengan memalingkan makna zahir lafadz tersebut kepada
makna al-Tawaqqu‟ wa al-Raja‟ yang berarti menunggu atau
mengharapkan. Menunggu atau mengaharp hanya kepada Allah
bukan kepada yang lain pada hari kiamat di padang mahsyar. Bagi
orang-orang mukmin pada saat itu mereka mengaharp dengan tidak

13
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf an Haqaiq
al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 2009), jilid 3, 240.
14
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 84.
ada rasa takut ataupun sedih.15 Hal ini senada dengan paham yang
dianut oleh al-Zamakhsyari yaitu Muktzilah, dimana salah satu
prinsip yang dipegang oleh Muktazilah adalah al-Tauhid yang
mana menolak adanya tajsim yaitu penyerupaan terhadap sifat
makhluk. Oleh karena itu, menurut Muktazilah melihat Allah
adalah suatu hal yang mustahil. Sehingga jika lafadz nazirah di
tafsirkan sebagai melihat, maka penafsiannya akan menyalahi
paham al-Tauhid yang mereka yakini.

3. Qadarullah (Takdir Allah)


QS. Ar-Ra‟d ayat 11:
َّٚ‫بث ٍِ ِْ بَي ِِْ َيدَ ْي ِٔ َٗ ٍِ ِْ َخ ْي ِف ِٔ يَحْ فَ ُظْ٘ َُّٔ ٍِ ِْ أٍَ ِْس هللا إِ َُّ هللاَ الَ يُغَ ِيّ ُس ٍَب بِ َقْ٘ ًٍ َحخ‬
ٌ َ‫ىَُٔ ٍُعَ ِقّب‬
)11( ‫يُغَيِّ ُسْٗ ا ٍَب بِؤ َ ّْفُس ِِٖ ٌْ َٗإِذَآ أ َ َزادَ هللاُ بِقًْ٘ ًٍ سُْ٘ أ ً فَالَ ٍَ َسدَّىُٔ َٗ ٍَب َى ُٖ ٌْ ٍِ ِْ دُْٗ ِّ ِٔ ٍِ ِْ َٗا ٍه‬
Zamakhsyari menafsirkan ayat diatas bahwa sesungguhnya
Allah tidak mengubah suatu kaum dari kesehatan dan
kenikmatan.16 Maksudnya adalah kesehatan dan kenikmatan yang
terjadi pada diri manusia adalah kehendak Allah dan manusia tidak
memiliki kehendak akan 2 hal tersebut. Setelah itu dijelaskan
bahwa sehingga mereka sendiri yang mengubahnya yaitu dari hal
kebaikan dan kemaksiatan.17 Maksudnya adalah segala perbuatan
manusia baik itu yang baik atau yang buruk itu ditentukan oleh
manusia itu sendiri bukan merupakan kehendak Allah. Pendapat ini
senada dengan Muktazilah yang mengatakan bahwa manusia bebas
berkehendak semaunya (free will free act) dan bukan merupakan
kehendak dari Allah.

4. Imamah )Pemimpin)
QS. An-Nisa‟ ayat 59:

15
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 1162.
16
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 536.
17
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 536.
ٍ‫بش ْعخٌُ فِي ش َْيء‬ َ ََْ‫ ْاْلٍَ ِْس ٍِ ْْ ُن ٌْ فَ ِئ ُْ ح‬ٚ‫يَآأَيَُّٖب ا َّى ِريَِْ َءا ٍَُْْ٘ ا أ َ ِط ْي ُع هللاَ َٗأ َ ِط ْي ُع اىسَّ سُْ٘ َه َٗاُٗ ِى‬
ً‫س ُِ حَؤ ْ ِٗ ْيال‬
َ ْ‫ هللاِ َٗاىسَّ سُْ٘ ِه إِ ُْ ُم ْْخ ُ ٌْ ح ُ ْؤ ٍُِْْ٘ َُ بِبهللِ َٗ ْاىيَْ٘ ًِ ْاْل َ ِخ ِس ذَ ِىلَ َخ ْيسٌ َٗأَح‬ٚ‫فَ ُسدُّْٗ ُٓ إِ َى‬
)55(
Zamakhsyari menafsirkan ayat diatas bahwa Allah
memerintahkan untuk melakukan perwalian kepada rakyat yaitu
seorang pemimpin dan memerintah dengan adil. Memerintahkan
manusia untuk mematuhi pemimpin mereka dan menjatuhkan
tujuan mereka. Yang dimaksud dengan ulil amri adalah para
pemimpin yang adil. Karena sesungguhnya Allah dan rasul-Nya
tidaklah bertanggung jawab terhadap pemimpin yang tidak adil.
Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya memerintahkan manusia untuk
memilih pemimpin yang memerintahkan kepada kebenaran dan
melarang memilih pemimpin yang sebaliknya. Seperti khulafaur
rasyidin yang memimpin masyarakatnya dengan kebaikan dan
kebenaran.18 Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya pemimpin yang
adil dalam masyarakat/umat merupakan hal yang sangat penting
dan harus ada menurut zamakhsyari. Hal ini berbeda dengan
pendapat Muktazilah yang mengatakan, bahwa adanya pemimpin
bukanlah suatu hal yang wajib bagi mereka. Menurutnya apabila
umat bisa berlaku adil, tolong menolong, melakukan amar ma‟ruf
nahi munkar dan setiap mukallaf melaksanakan kewaibannya,
maka pemimpin tidak perlu ada.

5. Ahlu Bait
QS. Al-Ahzab ayat 33:
َِْ‫اىصمَ٘ةَ َٗأ َ ِطع‬
َّ َِْ‫صيَ٘ةَ َٗ َءاحِي‬ َّ ‫ َٗأقِ ََِْ اى‬َٚ‫ بُيُخِ ُن َِّ َٗالَ حَبَسَّ جْ ًِ حَبَسُّ َج ْاىجَب ِٕ ِييَّ ِت ْاْلُٗى‬ِٚ‫َٗقَسْ َُ ف‬
)33( ‫ج َٗيُ َط ِّٖ َس ُم ٌْ حَ ْط ِٖي ًْسا‬
ِ ‫س أ َ ْٕ َو ْاىبَ ْي‬ ّ ِ ٌُ ‫ع ْْ ُن‬
َ ْ‫اىسج‬ َ ‫ب‬َ ِٕ ‫هللاَ َٗ َزسُْ٘ ىَُٔ ِإََّّب َ ي ُِس ْيدُ هللاُ ِىي ُْر‬
lafadz ahlu bait pada ayat diatas oleh Zamakhsyari sebagai
pujian dan dijelaskan pula bahwa sesungguhnya istri nabi

18
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 242.
Muhammad merupakan dari kalangan ahlu bait.19 Tidak dijelaskan
mengenai ahlu bait secara detail. Hal ini senada dengan Muktazilah
yang tidak mempermasalahkan mengenai ahlu bait dan mereka
menyerahkannya kepada Allah.

19
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kasyaf..., 855.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa al-Zamakhsyari adalah seorang ulama dengan paham Muktazilah, dimana
beliau mengenal aliran ini dari gurunya yang benama Abu Mudar yang
merupakan ulama dengan paham Muktazilah juga. Bahkan gurunya merupakan
orang yang pertama kali membawa paham Muktazilah ke wilayah Kharizmi. Al-
Zamakhsyari memiliki karya fenomenal yang berjudul Tafsir al-Kasyaf an Haqaiq
al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil, karya tersebut merupakan karya
dalam bidang tafsir yang memiliki ciri khas yaitu menggunakan corak teologi
dengan mengedepankan paham yang dianutnya dalam menafsirkan al-Quran.

Dalam menafsirkan tema-tema teologi al-Zamakhsyari terpengaruh oleh


paham yang dianutnya yaitu Muktazilah, akan tetapi keterpengaruhan itu tidak
terdapat pada semua penafsirannya. Dalam penafsirannya juga terdapat perbedaan
dengan MuktazilaH.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiyah, Avif. 2018. Kajian Kitab al-Kasyaf Karya Zamakhsyari, al-Furqan:


Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol. 1 No. 1.
Al Furqan, Juni 2018. Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 1 Nomor 1.
al-Qasim, Abu Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, 2009. Tafsir
al-Kasyaf an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil. Beirut: Dar
al-Ma‟rifah.
Humaira, Dara dan Khairun Nisa. 2016. Unsur I’tizal Dalam Tafsir al-
Kasyaf(Kajian Kritis Metodologi al-Zamakhsyari), Jurnal Maghza Vol. 1 No. 1.
Nurohmah, Siti. 2015. Penafsiran al-Zamakhsyari Tentang Pemimpin Dalam
Kitab al-Kasyaf an Haqaiq Gawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-‘Aqawil fi Wujuh
al-Ta’wil, Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Rusmin, Saifullah dkk. 2017. Penafsiran-Penafsiran al-Zamakhsyari
TentangTeologi Dalam Tafsir al-Kasyaf, Jurnal Diskursus Islam, Vol. 5 No. 2.
Sofyan, Muhammad. 2015. Tafsir Wal Mufassirun. Medan: Perdana Publishing

Anda mungkin juga menyukai