Anda di halaman 1dari 31

ILMU ÎRÂD AL-HADÎTH

A’AN MI’DAD ARRIZZA


FAKHRI IQOMUL HAQ
Syeikh Mala Ali al-Qari (w. 1014 H) menyebutkan dalam kitabnya Syarah Nukhtbat al-Fikr:
‫ثم اعلم أن أصل اإلسناد خصيصة فاضلة من خصائص هذه األمة‬
Ketahuilah bahwa sanad itu keistimewaan yang khusus dari umat ini. (Mala Ali al-Qari w. 1014 H, Syarh
Nukhbat al-Fikr, h. 617)

• Lebih dari itu, dalam keilmuan musthalah hadits seorang periwayat hadits dituntut untuk mengetahui
bagaimana dan dengan cara apa sebuah hadits didapat , dari Nabi sampai kepada periwayat terakhir
hadits itu. Satu cabang ilmu musthalah hadits ini sering disebut dengan tahammul dan ada’.
TAHAMMUL AL-HADITS  DAN ADA’ AL-
HADITS
PENGERTIAN TAHAMMUL DAN ADA’

• Secara etimologi kata tahammul berasal dari kata ( mashdar): ‫ ُّم ًال‬444‫ت‬


‫ َح َّم ُل َ َح‬44‫ َّم َل َ تَي‬444‫ت‬
‫ َ َح‬  yang berarti
menanggung, membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Secara
terminologi tahammul adalah mengambil hadits dari seorang guru dengan cara-cara tertentu.
• Sedangkan pengertian ada’, menurut etimologi adalah diambil dari kata ‫ اَ َدا ٌء‬-‫ؤ ِدى‬44‫ي‬
ْ ُ -‫اَ َدى‬  yang berarti
menyampaikan sesuatu kepada orang yang dikirim kepadanya. Adapun pengertiannya secara
terminologi adalah sebuah proses meriwayatkan hadits dari seorang guru kepada muridnya, atau bisa
diartikan dengan meriwayatkan dan menyampaikan hadits kepada murid.
APA PENTINGNYA MENGETAHUI CARA
MENDAPATKAN SEBUAH HADITS? 
• Ulama’ Hadits sejak dahulu telah menjelaskan bagaimana hadits itu didapat seorang rawi dari gurunya,
syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh orang yang mendengar hadits dan menyampaikannya
kembali, serta shighat/ lafadz yang digunakan dalam menyampaikan hadits.
• Hal ini tidak lain untuk memastikan tersambungnya hadits sampai kepada Nabi Muhammad shallaallah
alihi wa sallam, sehingga akan hilang keraguan dalam diri dan yakin bahwa suatu hadits benar-benar
datang dari Nabi. Hal itu menunjukkan bahwa begitu telitinya ulama hadits dalam menyeleksi kebenaran
datangnya suatu hadits.
• Sebuah informasi hadits yang diterima dari seorang rawi itu diteliti, apakah dengan mendengarkan
langsung dari rawi sebelumnya, apakah mendengarkannya ketika sedang sendiri atau berjamaah dengan
orang lain, atau sebenarnya tidak mendengarkan langsung tetapi menemukan di tulisannya.
• Seorang rawi yang terkenal sering melakukan tadlis dalam sanad, kita akan crosscek lebih lanjut lagi,
apakah dia mendengarkan langsung dari orang sebelumnya atau sebenarnya dia tidak langsung
mendengarkan tetapi dari orang lain. Tadlis sering diartikan dengan menampilkan sesuatu yang bagus
dalam dzahirnya sanad, dan menyembunyikan aibnya.
 METODE PENERIMAAN RIWAYAT HADITS

1. as-sama’ min lafdz as-syaikh: pembacaan oleh guru kepada murid


2. al-qira’ah ‘ala as-syaikh: pembacaan oleh murid kepada guru
3. al-ijazah: mengijinkan seseorang untuk menyampaikan sebuah hadits atau kitab
4. al-munawalah: menyerahkan kepada seseorang bahan tertulis untuk diriwayatkan
5. al-kitabah: menuliskan hadits kepada seseorang
6. al-i’lam: seorang guru mengabarkan kepada muridnya bahwa ia mendengar suatu hadits
7. al-washiyyah: mewasiatkan suatu kitab kepada orang lain tentang hadits yang telah diriwayatkannya
8. al-wijadah: menemukan suatu tulisan dari seseorang yang di dalamnya terdapat hadits [5].
1. SAMA’ LAFDZI AS-SYAIKH ATAU MENDENGARKAN
SUATU LAFADZ DARI GURU LANGSUNG

• Bentuk: Seorang guru membacakan hadits, sedangkan murid mendengarkannya. Baik guru itu membaca dari kitab ataupun dari hafalannya, baik
murid hanya mendengarkan atau mencatatnya juga.
• Tingkatan: Metode tahammul ini merupakan tingakat pertama dalam urutan tahammul hadits. Inilah pendapat Jumhur Ulama’ .
• Shighat Ada’: Sedangkan shighat yang digunakan dalam menyampaikan sebuah hadits yang didapatkan dengan metode ini adalah:
Sebelum adanya pengkhususan shighat dari masing-masing metode tahammul, lafadz yang digunakan adalah:
‫ ذكر لي فالن‬،‫ قال لي فالن‬،‫ سمعت فالنا يقول‬،‫ أنبأني‬،‫ أخبرني‬،‫حدثني‬
• Setelah terjadi pengkhususan istilah shighat tahammul, maka biasanya:
1. Sama’: biasanya menggunakan (4‫ع‬4‫ سم‬dan‫دثني‬4‫) ح‬
2. al-Qira’ah: biasanya menggunakan ‫ي‬
( ‫خبرن‬4‫) أ‬
3. Ijazah: biasanya menggunakan‫نبأني‬4‫)) أ‬
4. Sama’ al-Mudzakarah: Sama’ al-Mudzakarah berbeda dengan sama’ at-tahdits. Jika sama’ at-tahdits maka antara guru dan murid sudah
mempersiapkan diri sebelumnya. Sedangkan dalam sama’ al-mudzakarah tidak ada persiapan sebelumnya. Biasanya menggunakan‫ي‬4‫ل ل‬444‫) ) اق‬
atau‫ي‬4‫)ذكر ل‬ )
2. AL-QIRA’AH ‘ALA AS-SYEIKH/’ARDHUN ATAU
MEMBACAKAN SUATU TEKS DI DEPAN GURU (‫رض‬4‫ع‬44‫) لا‬

• Bentuk: Seorang murid membaca hadits dan guru mendengarkannya. Baik seorang murid itu membacanya
sendiri atau orang lain yang membaca dan dia mendengarkan, baik membacanya dari tulisan ataupun dari
hafalan. Begitu juga guru itu mengikuti bacaan murid dari hafalannya atau dia memegang sebuah kitab atau
orang lain yang tsiqah.
• Hukum Riwayat: Meriwayatkan hadits dengan metode ini adalah shahih dan bisa diterima.
• Tingkatan: Ulama’ berbeda pendapat tentang tingkatan metode ini dalam tiga pendapat:
1. Sama dengan as-Sama’ (metode pertama). Ini pendapat Malik, al-Bukhari, Yahya bin Said al-Qahthan, Ibnu
Uyainah, az-Zuhri, kebanyakan Ulama’ Hijaz dan Kufah.
2. Di bawah as-Sama’, Ini adalah pendapat Jumhur Khurasan, as-Syafi’i, Muslim bin Hajjaj, Yahya bin Yahya at-
Tamimi. Ini adalah pendapat yang shahih.
3. Lebih tinggi daripada as-Sama’. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, dan salah satu pendapat Malik.
• Imam Malik memberikan alasan bahwa, jika saja seorang guru salah atau lupa dalam menyampaikan suatu hadits,
maka murid tidak bisa membetulkannya. Ada kalanya memang murid tersebut belum mengetahui haditsnya, atau
karena keagungan gurunya, jadi murid enggan untuk mengoreksi.
• Berbeda jika murid membacakan hadits di depan gurunya, maka gurunya akan bisa tahu jika murid lupa atau salah
dalam membaca hadits.
• Shighat Ada’:
1. Yang lebih hati-hati:‫الن‬ 4‫ َّر ه‬444‫ف‬
444‫تعلى ف‬4‫رأ‬44‫ ) ) ق‬atau 444‫ب‬ ‫ أق‬4‫سمع‬4‫نا أ‬4‫ وأ‬4‫رئعليه‬44‫)) ق‬
2. Boleh saja dengan shighat: (4‫راءة عليه‬44‫دثنا ق‬4‫) ح‬
3. Adapun yang banyak dipakai Muhadditsin adalah: (‫خبرنا‬4‫) أ‬
• Ulama’ tidak membolehkan mengganti shighat (‫خبرنا‬4‫ ) أ‬dengan (‫دثنا‬4‫ ) ح‬atau sebaliknya dalam kitab-kitab yang sudah
ditulis[11].
3. AL-IJAZAH ATAU PEMBERIAN IJAZAH

• Arti kata Ijazah dalam terminologi hadits adalah memberikan izin, baik dalam tulisan maupun hanya
lafadz saja kepada seseorang untuk menyampaikan hadits atau kitab berdasarkan otoritas Ulama’ yang
memberikan izin.
• Ijazah ini bisa dengan musyafahah antara guru dan murid, atau pemberian izin dari guru dalam bentuk
tulisan, baik murid ada atau tidak ada di depan guru.
• Bentuk: Seorang guru berkata kepada muridnya, ‫بخاري‬ 444‫ن ت‬4‫ك أ‬4‫ َج ْز ُت ل‬4‫ َأ‬  )saya memberi ijin
( 44‫حيح لا‬4‫رويعني ص‬
untukmu meriwayatkan dariku kitab Shahih Bukhari.
•                 Menurut imam Malik dan beberapa Ulama’, Ijazah seperti ini derajatnya sama dengan as-Sama’.
Disebutkan dalam kitab al-Ilma’ oleh al-Qadhi Iyadz (w. 544 H), sebuah riwayat sampai kepada Imam Malik bin
Anas:
‫أخبرنا أبو طاهر األصبهاني مكاتبة قال حدثنى أبو الحسين الطيورى أخبرنا أبو الحسن الفالى أخبرنا ابن خربان أخبرنا ابن خالد أخبرنا أبو جعفر أحمد‬
‫بن إسحاق بن بهلول أخبرنا إسماعيل بن إسحاق سمعت إسماعيل بن أبى أويس يقول سألت مالكا عن أصح السماع فقال قراءتك على العالم أو قال‬
‫المحدث ثم قراءة المحدث عليك ثم أن يدفع إليك كتابه فيقول أرو عنى هذا‬.
• Adapun Ijazah yang lain, misalnya Ijazah kepada orang yang tak tertentu, atau atas sesuatu yang tidak tertentu
pula, misalnya: Seorang guru berkata, Aku mengijazahkan hafalanku, aku mengijazahkan kepada semua orang
yang hidup di zamanku, maka para Ulama’ tidak mengambil riwayat dari hal tersebut. Meskipun ada pula yang
membolehkan mengambil riwayat dari Ijazah seperti itu, tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah.
• Shighat Ada’:
1. Yang lebih baik adalah menggunakan lafadz:‫الن‬
444‫ي ف‬4‫جاز ل‬4‫)) أ‬
2. Boleh juga menggunakan lafadz: ‫جازة‬4‫دثنا إ‬4‫ ) ) ح‬dan (‫جازة‬4‫خبرنا إ‬4‫) أ‬
3. Para Muhaddits banyak yang memakai lafadz: ‫نبأنا‬4‫)) أ‬
4. AL-MUNAWALAH ATAU PENYERAHAN
SESUATU
• al-Munawalah disini maksudnya adalah menyerahkan kepada seseorang bahan tertulis untuk diriwayatkan.
• Bentuk: al-Munawalah terbagi menjadi dua:
1. al-Munawalah disertai dengan Ijazah.
Inilah bentuk Ijazah tertinggi, dimana seorang guru memberikan kitab kepada muridnya disertai izin untuk meriwayatkannya. Sebagaimana
guru berkata kepada muridnya, Kitab ini saya meriwayatkannya dari guru saya, maka sekarang riawayatkanlah dari saya. Setelah itu, kitab
menjadi milik murid atau guru hanya meminjamkan saja kitabnya untuk disalin [16].
2. al-Munawalah tidak disertai dengan ijazah.
Bentuknya adalah seorang guru memberikan kitab kepada muridnya. Hukum meriwayatkan hadits dengan al-Munawalah yang tidak
disertai ijazah ini adalah tidak diterima, menurut pendapat yang shahih. Sedangkan al-munawalah yang disertai ijazah adalah diterima, dia
berada dibawah as-Sama’ dan al-Qira’ah ala as-Syeikh.
• Shighat ada’:
1. Lebih baik menggunakan lafadz: ‫ي‬
( ‫اولن‬4‫ ) ن‬jika munawalah disertai dengan ijazah, maka dengan lafadz‫ي‬4‫جاز ل‬4‫اولنيوأ‬4‫) ن‬.)
2. Boleh juga dengan lafadz: )‫جازة‬4‫خبرنا مناولة وإ‬4‫ ( أ‬,)‫دثنا مناولة‬4‫ ح‬.)
5. AL-KITABAH ATAU TULISAN
• Yang dimaksud dengan al-kitabah di sini adalah aktivitas seorang guru menuliskan hadits, baik ditulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk
kemudian diberikan kepada orang yang ada di hadapannya, atau dikirimkan kepada orang yang berada ditempat lain
• Macam al-kitabah ini oleh para Ulama’ hadits dibagi menjadi dua, sebagaimana dalam al-Munawalah:
1. Disertai dengan pemberian Ijazah. Sebagaimana perkataan seorang guru kepada muridnya: Saya ijazahkan kepadamu hadits yang telah aku
tuliskan kepadamu.
2. Tidak disertai pemberian ijazah. Sebagaimana seorang guru menuliskan hadits kepada seseorang tetapi tidak disertai ijazah untuk
meriwayatkannya.
• Mengenai hukum meriwayatkan hadits metode ini, jika disertai ijazah, maka diterima sebagaiamana seperti al-munawalah yang disertai ijazah,
karena pada prinsipnya hampir sama antara al-kitabah dan al-munawalah . Sedangkan jika tidak disertai ijazah, maka sebagian Ulama’ tidak
memperbolehkan meriwayatkannya, seperti al-Qadhi Abu al-Mawardi as-Syafi’i (w. 450 H) dalam kitabnya al-Hawi dan al-Amidi (w. 631 H).
• Sedangkan sebagian Ulama’ ada membolehkan meriwayatkan hadits dari al-kitabah, meskipun tidak disertai ijazah. Karena ada tanda-tanda yang
bisa diketahui dari al-kitabah bahwa orang yang memberikan tulisannya kepada orang lain, artinya boleh untuk diriwayatkan. Ini pendapat yang
shahih, sebagaimana diungkap oleh Dr. Mahmud at-Thahhan. Sebelumnya, Al-Qadhi Iyadh al-Yahshafi (w. 544 H), dalam kitabnya al-Ilma’ ila
Ma’rifati Ushul ar-Riwayah wa Taqyidu as-Sama’, juga menyatakan kebolehan riwayat dengan metode ini .
• Shighat Ada’:
1. Menggunakan lafadz: (‫الن‬
444‫ي ف‬44‫تب لإ‬4‫) ك‬
2. Boleh juga menggunakan lafadz: (‫تابة‬4‫الن ك‬
444‫دثني ف‬4‫ ) ح‬atau (‫تابة‬4‫خبرنيك‬4‫) أ‬.
6. I’LAMU AS-SYEIKH AT-THALIB ATAU
PEMBERITAHUAN GURU KEPADA MURID
• Cara selanjutnya adalah al-i’lam, yaitu tindakan seorang guru yang memberitahukan kepada muridnya bahwa kitab atau hadits ini adalah
riwayat darinya atau dari yang dia dengar, tanpa disertai dengan pemberian ijazah untuk menyampaikannya atau kebolehan meriwayatkannya.
Atau jika seorang murid berkata kepada gurunya “Ini adalah hadits riwayatmu, bolehkah saya menyampaikannya?” lalu syaikh menjawab ya
atau hanya diam saja,
• Hukum Riwayat:
1. Boleh: Sebagaimana dikatakan oleh Banyak Ahli Hadits dan Fiqih. Seperti Ibnu Juraij, Ibnu as-Shabbagh as-Syafi’I, Abu al-Abbas al-Walid bin Bakr
al-Maliky.
2. Tidak boleh: Ini pendapat yang dianggap shahih oleh Dr. Mahmud at-Thahhahan, karena menurut beliau seorang guru mengabarkan kepada
muridnya atas sebuah riwayat tanpa disertai ijazah, itu menandakan adanya suatu cela dalam hadits.
• Adapun Al-Qadhi Iyadh al-Yahshafi (w. 544 H) telah menjelaskan dengan panjang terkait perbedaan Ulama’ atas hukum riwayat metode ini
dalam kitabnya. Beliau lebih cenderung membolehkan riwayat metode ini, karena jika guru mengabarkan kepada murid, bahwa suatu hadits itu
termasuk hadits yang didengar oleh dirinya sendiri, maka itu sama halnya guru itu memberikan hadits kepada muridnya. Meskipun tidak
disertai ijazah.
• Bahkan jika seorang guru mengatakan kepada muridnya, “ini adalah riawayat yang saya dengar, kalian jangan meriwayatkannya dari saya” maka
larangan ini tidak jadi pengahalang bagi muridnya untuk meriwayatkan hadits itu, jika memang hadits itu shahih. Karena jika hadits itu shahih,
maka larangan meriwayatkan oleh guru itu tidak karena haditsnya, tetapi karena hal lain. As-Suyuthi (w. 911 H) menyandarkan pendapat ini
kepada pendapat Ahli Dzahir
• Adapun shigat ada’ yang dipakai dalam metode ini adalah: lafadz (‫كذا‬
444‫يخي ب‬4‫علمني ش‬4‫) أ‬.
7. AL-WASHIYAH ATAU WASIAT
• Al-washiyyah adalah penegasan syeikh ketika hendak bepergian atau dalam masa-masa sakaratul maut; yaitu wasiat
kepada seseorang tentang kitab tertentu yang diriwayatkannya.
• Adapun hukum riwayat hadits dengan metode ini ada dua pendapat:
1. Boleh: Ini adalah pendapat Ulama’ terdahulu. Tetapi pendapat ini tidak benar. Sebagaimana diungkapan, an-Nawawi
(w. 676 H) yang dinukil oleh as-Suyuthi (w. 911 H)[12], al-Qadhi Iyadh (w. 544 H)[13], dan oleh Ulama’ saat ini, Dr.
Mahmud at-Thahhan[14].
2. Tidak boleh: Ini adalah pendapat yang shahih oleh para Ulama’ ahli Hadits.
• Syeikh Hasan bin Abdurrahaman ar-Ramahurmuzi (w. 360 H), dalamkitabnya[15] al-Muhaddits al-Fashil Baina ar-Rawi
wa al-Wa’iy, mengungkapkan sebuah riwayat:
• ‫ "أوصى أبو قالبة فقال‬:‫حدثني أحمد بن مردويه الضرير شيخ من أهل رامهرمز حدثنا الحسن بن حابس البناء وهو من أهل رامهرمز ثنا حماد بن زيد قال‬
‫"ادفعوا كتبي إلى أيوب إن كان حيا وإال فاحرقوها‬.
• Shighat Ada’:
Lafadz yang digunakan dalam riwayat wasiat ini adalah: (‫كذا‬
444‫الن ب‬
444‫ي ف‬44‫ )أوصى لإ‬atau boleh juga (‫النوصية‬
444‫دثني ف‬4‫) ح‬
8. AL-WIJADAH ATAU MENEMUKAN
• Sedangkan cara terakhir adalah ­al-wijadah. Al-wijadah adalah seorang rawi menemukan hadits yang ditulis oleh seseorang yang tidak
seperiode, atau seperiode namun tidak pernah bertemu, atau pernah bertemu namun ia tidak mendengar langsung hadits tersebut dari
penulisnya
• Wijadah juga tidak terlepas dari pertentangan pendapat antara yang memperbolehkan dan tidak. Sedangkan pendapat yang shahih
adalah tidak membolehkan riwayat dengan wijadah, karena ada inqitha’ sanad. Bahkan jika seorang rawi ketahuan hanya mendapati
tulisan hadits seseorang, lalu dengan sengaja meriwayatkannya dengan shighat yang mengindikasikan bertemu atau mendengar secara
langsung, misal “haddatsana” atau “akhbarana”, maka bisa saja rawi itu dianggap mudallis, dan haditsnya tidak akan diterima.
• Al-Qadhi Iyadh (w. 544 H) mencontohkan beberapa nama Ulama’ yang mendapatkan tulisan atau kitab seseorang, tetapi tidak pernah
mendengar langsung. Dianataranya:
• ‫أخبرنا محمد بن إسماعيل أخبرنا القاضى محمد بن خلف أخبرنا أبو بكر المطوعى أخبرنا أبو عبيد هللا الحاكم أخبرنا محمد بن صالح القاضى حدثنا المستعينى أخبرنا عبد هللا بن على‬
‫كان عند مخرمة كتبا ألبيه لم يسمعها منه‬،‫المدينى عن أبيه قال قال عبد الرحمن بن مهدى‬.
• Makhramah mendapati kitab dari bapaknya, tetapi dia tidak pernah mendengar darinya
• Sedangkan shighat yang dipakai dalam dalam wijadah adalah: lafadz (‫الن‬
444‫خط ف‬
444‫ )وجدت ب‬atau (‫الن‬
444‫خط ف‬
444‫ت ب‬4‫رأ‬44‫ ) ق‬lalu disebutkan sanad dan
matan.
ILMU IRAD AL HADITS
A. PENGERTIAN

• Irad dari kata ‫يراد‬4‫ورد إ‬44‫ي‬ ‫أورد‬


• yang artinya: menyebutkan atau menyampaikan
• artinya Ilmu sebab para sahabat, tabi’in, penulis hadits menyampaikan hadits
• Kata‫حديث‬44‫يراد لا‬4‫سبابإ‬4‫أ‬ apabila disebutkan secara mutlak artinya : Sebab para sahabat menyampaikan
hadits, apa bila untuk selain sahabat maka harus dijelaskan seperti :
‫أسباب إيراد التابعين للحديث‬
B. PERKEMBANGAN ILMU ASBAB IIRAD AL
HADITS
• ZAMAN NABI MUHAMMAD
Sebab penyampaian hadits telah ada dan ditanamkan sendiri oleh Rasulullah SAW baik secara teori maupun aplikatif.
A. SECARA TEORI
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَ ْو َن َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُ ْولَـئ‬
َ ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِح‬
‫ُون‬ َ ‫ون إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمر‬
ِ ‫ُون ِب ْال َم ْعر‬ َ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُع‬ •
)104 ‫(ال عمران‬ •
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang .104 •
.ma'ruf dan mencegah dari yang munkar . merekalah orang-orang yang beruntung
َ ‫صالِحا ً َوقَا َل إِنَّنِي ِم َن ْال ُم ْسلِ ِم‬
) 33 : ‫ين ( فصلت‬ َ ‫َو َم ْن أَحْ َس ُن قَ ْوالً ِّم َّمن َد َعا إِلَى هَّللا ِ َو َع ِم َل‬ •
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang .33 •
"?saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri
  •
) ‫ ( نضر هللا آمرءا سمع منا حديثا فبلغه كما سمعه فرب مبلغ أوعى من سامع‬: ‫ و سلم‬4‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫عن عبد هللا بن مسعود قال‬ •
‫صحيح ابن حبان‬ •
 
‫ون‬ َ ‫ب أُولَـ ِئ‬
َ ُ‫ك يَل َعنُهُ ُم هّللا ُ َويَ ْل َعنُهُ ُم الاَّل ِعن‬ ِ ‫اس فِي ْال ِكتَا‬
ِ َّ‫ت َو ْالهُ َدى ِمن بَ ْع ِد َما بَيَّنَّاهُ ِللن‬
ِ ‫ون َما أَنز َْلنَا ِم َن ْالبَيِّنَا‬ َ ‫إن الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْكتُ ُم‬ َّ •
159 ‫البقرة‬ •
• Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati
(pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati,
• Artinya sebab para sahabat untuk menyampaikan ilmu adalah ntuk menyebarkan ilmu dan dakwah kepada manusia juga
mengharapkan pahala dan menjauhi dosa menyembunyikan ilmu.
• Melihat hadits di atas maka seharusnya para sahabat saling bersaing dalam menyampikan hadit, akan tetapi ada hadits
yang mengingatkan akan kedustaan terhadap hadits Nabi Muhammad SAW.

َ ‫ب بِآيَاتِ ِه إِنَّهُ الَ يُ ْفلِ ُح الظَّالِ ُم‬


(٢١ ‫ون )األنعام‬ ْ َ‫َو َم ْن أ‬
َ ‫ظلَ ُم ِم َّم ِن ا ْفتَ َرى َعلَى هّللا ِ َك ِذبا ً أَ ْو َك َّذ‬ •
• Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan
ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.

)‫َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّم ًدا فَ ْل َيتَ َب َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِم َن النَّا ِر (صحيح البخاري‬ •
• Ayat-ayat dan hadits di atas memberikan dampak yang beragam kepada para sahabat, Sahabat yang lebih banyak
termotivasi oleh ayat-ayat yang menjelaskan keutamaan menyebarkan ilmu dan ancaman menyembunyikan ilmu maka
banyak menyampaikan hadits, dan sahabat yang lebih banyak terpengaruh oleh ayat dan hadits yang menjelaskan ancaman
bagi yang dusta kepada Nabi Muhammad SAW maka sedikit dalam menyampaikan hadits.
• Diantara sahabat yang banyak menyampaikan hadits :
• Abu Hurairah
Ia berkata : “Sesungguhnya manusia banyak berkata bawasannya Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits,
kemudian ia membaca :
‫ون‬ َ ِ‫ب أُولَـئ‬
َ ُ‫ك يَل َعنُهُ ُم هّللا ُ َويَ ْل َعنُهُ ُم الاَّل ِعن‬ ِ ‫اس فِي ْال ِكتَا‬
ِ َّ‫ت َو ْالهُ َدى ِمن بَ ْع ِد َما بَيَّنَّاهُ لِلن‬
ِ ‫نز ْلنَا ِم َن ْالبَيِّنَا‬
َ َ‫ون َما أ‬ َ ‫إن الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْكتُ ُم‬ َّ •
• Sampai 4‫رحيم‬44‫لا‬
Akan tetapi perlu difahami bawasannya Abu Hurairah tidak menyampaikan semua yang ia dengar :
ِ‫ ُر فَلَ ْو بَثَ ْثتُهُ قُ ِط َع َه َذا ا ْلبُ ْل ُعو ُم قَا َل أَبُو َع ْب ِد هللا‬B‫سلَّ َم ِو َعا َء ْي ِن فَأ َ َّما أَ َح ُد ُه َما فَبَثَ ْثتُهُ َوأَ َّما اآْل َخ‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل َحفِ ْظتُ ِمنْ َر‬
َ ِ‫سو ِل هللا‬ •
)‫ا ْلبُ ْل ُعو ُم َم ْج َرى الطَّ َع ِام (صحيح البخاري‬
  •
• Dan diantara sahabat Nabi yang sedikit meriwayatkan hadits adalah :
• Azzubair bin Awwam :
‫• حدثنا أبو بكر قال حدثنا غندر عن شعبة عن جامع بن شداد عن عامر بن عبد هللا بن الزبير عن أبيه قال قلت للزبير يا أبتي مالي ال‬
‫أسمعك تحدث عن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم كما أسمع بن مسعود وفالنا وفالنا فقال إني لم أفارقه منذ اسلمت ولكني سمعت منه‬
)‫كلمة يقول من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار (مسند أبي شيبة‬
 
• Akan tetapi tidak difahami bawasannya Zubair bin awwam sama sekali tidak meriwayatkan hadits,
kapan ia mendapati sebab maka ia untuk meriwayatkan hadits maka ia menyampaikannya, dalam
Musnad Imam Ahmad binn Hanbal terdapat 30 hadits dari Zubair bin Awwam.
‫‪ ‬‬
‫‪B. SECARA APLIKATIF‬‬

‫‪• Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya telah menyiapkan para sahabatnya untuk menjadi da’i dan duta keberbagai kabilah‬‬
‫‪dan negara, seperti kisah Mu’adz agar menyampaikan dakwah (agama islam) seara bertahap :‬‬
‫ب فَ ْليَ ُكنْ أَ َّو َل َما‬
‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َعلَى (إِلَى) ا ْليَ َم ِن قَا َل إِنَّ َك تَ ْق َد ُم َعلَى قَ ْو ٍم أَه ِْل ِكتَا ٍ‬ ‫ث ُم َعا ًذا َر ِ‬
‫سلَّ َم لَ َّما بَ َع َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬‫سو َل هللاِ َ‬ ‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما أَنَّ َر ُ‬‫س َر ِ‬ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا ٍ‬ ‫•‬
‫ض َعلَ ْي ِه ْم َز َكاةً ِمنْ أَ ْم َوالِ ِه ْم (زَ َكاةً‬ ‫ت فِي يَ ْو ِم ِه ْم َولَ ْيلَتِ ِه ْم فَإ ِ َذا فَ َعلُوا فَأ َ ْخبِ ْرهُ ْم أَنَّ هللاَ فَ َر َ‬ ‫صلَ َوا ٍ‬
‫س َ‬ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم َخ ْم َ‬ ‫تَ ْدعُوهُ ْم إِلَ ْي ِه ِعبَا َدةُ هللاِ فَإ ِ َذا َع َرفُوا هللاَ فَأ َ ْخبِ ْرهُ ْم أَنَّ هللاَ قَ ْد فَ َر َ‬
‫ق َك َرائِ َم أَ ْم َوا ِل النَّا ِ‬
‫س‬ ‫ت ُْؤ َخ ُذ ِمنْ أَ ْم َوالِ ِه ْم) َوت َُر ُّد َعلَى فُقَ َرائِ ِه ْم فَإ ِ َذا أَطَاعُوا بِ َها فَ ُخ ْذ ِم ْن ُه ْم َوتَ َو َّ‬
‫‪ ‬‬
‫س ْع َد ْي َك قَا َل يَا ُم َعا ُذ قَا َل لَبَّ ْي َك يَا‬ ‫سلَّ َم َو ُم ٌ‬
‫عاذ َر ِديفُهُ َعلَى ال َّر ْح ِل قَا َل يَا ُم َعا َذ بْنَ ( ُم َعا ُذ بْنَ ) َجبَ ٍل قَا َل لَبَّ ْي َك يَا َر ُس‪B‬و َل هللاِ َو َ‬ ‫س ْبنُ َمالِ ٍك أَنَّ النَّبِ َّي َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫قَا َل َح َّدثَنَا أَنَ ُ‬ ‫•‬
‫ش َه ُد أَنْ اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوأَنَّ‬ ‫س ْع َد ْي َك ثَاَل ثًا قَا َل َما ِمنْ أَ َح ٍد يَ ْ‬
‫َر ُس‪B‬و َل هللاِ َو َ‬
‫اذ ِع ْن َد َم ْوتِ ِه تَأ َ ُّث ًما‬
‫ش ُروا قَا َل إِ ًذا يَتَّ ِكلُوا (يَ ْن ُكلُوا) َوأَ ْخبَ َر بِ َها ُم َع ٌ‬ ‫سو َل هللاِ أَفَاَل أ ُ ْخبِ ُر بِ ِه النَّا َ‬
‫س‪ B‬فَيَ ْس‪B‬تَ ْب ِ‬ ‫ص ْدقًا ِمنْ قَ ْلبِ ِه إِاَّل َح َّر َمهُ هللاُ َعلَى النَّا ِر قَا َل يَا َر ُ‬
‫سو ُل هللاِ ِ‬
‫ُم َح َّم ًدا َر ُ‬ ‫•‬
‫‪: Mu’adz tetap menyampaika hadits ini ketika akan wafat karena beberapa sebab‬‬ ‫•‬
‫‪• Takut akan dosa menyembunyikan ilmu‬‬
‫‪• Ia melihat manusia sudah tidak bersandar lagi atas gambar gembira ini‬‬
2. SETELAH WAFATNYA NABI

• Setalah wafatnya Nabi Para sahabat semakin perhatian dengan ilmu iirad al hadis, maka sebagian mereka
mengomentari atas sebab meriwayatkan hadits sahabat yang lain, ada yang menyetujui sebagaimana sikap
Anas bin malik ketika Mu’adz meriwayatkan hadits bisyarah.
• Dan ada sahabat yang mengkritik sahabat yang lain, seperti Aisyah mengkritik Fatimah binti Qais dalam
menceritakan diizinkannya dia oleh Rasulullah tidak tinggal di rumah suaminya ketika ia ditalak tiga,
dimana diceritkan oleh Fatimah dalam bentuk umum, padahal ia diizinkan oleh Rasulullah karena keadaan
darurat.
• Iirad al hadits di zaman tabiin, dimana apabila mereka melihat kemaslahatan dalam menyampaikan hadits
maka mereka akan menyampaikannya, dan apabila mereka melihat tidak ada maslahat maka mereka diam,
khususnya setelah terjadi perselisihan antar sahabat, berkata Ibnu Sirin, “mereka dulu tidak bertanya
tentang sanad, maka ketika terjadi fitnah mereka berkata, “sebutkan kepada kami perawi-perawi kalian:85
‫‪3. SEBAB IIRAAD AL-HADITS‬‬
‫‪• AMAR MAKRUF NAHI MUNKAR‬‬
‫ويبحث علي بن أبي طالب رضي هللا عنه عن الزبير بن الع ّو ام رضي هللا عنه‪ ،‬ويلتقيان‪ ،‬فيقول علي رضي هللا عنه للزبير رضي هللا عنه‪ :‬أما تذكر يوم‬ ‫•‬
‫َ‬
‫فقلت ‪:‬ال يدع ابن أبي طالب زهوه‪.‬‬ ‫ُ‬
‫وضحكت إليه‪،‬‬ ‫مررت مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في بني غنم‪ ،‬فنظر إل ّي وضحك‪،‬‬
‫ْس بِ ُمتَ َمرِّ ٍد لَتُقَاتِلَنَّهُ َوأَ ْن َ‬
‫ت ظَالِ ٌم لَهُ؟"‬ ‫فقال لك رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‪" :‬إِنَّهُ لَي َ‬ ‫•‬
‫سرت مسيري هذا‪ ،‬ووهللا ال أقاتلك‪.‬‬ ‫ُ‬ ‫ذكرت ما‬‫ُ‬ ‫فقال الزبير‪ :‬اللهم نعم! ولو‬ ‫•‬
‫‪• KETAATAN‬‬
‫صلَّى هللاُ‬‫سو ُل هللاِ َ‬ ‫ص ْحفَ ِة فَقَا َل لِي َر ُ‬ ‫يش فِي ال َّ‬ ‫سلَّ َم َو َكانَتْ يَ ِدي ت َِط ُ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫ول هللاِ َ‬
‫س ِ‬ ‫س ِم َع ُع َم َر ْب َن أَبِي َ‬
‫سلَ َمةَ يَقُو ُل ُك ْنتُ ُغاَل ًما فِي َح ْج ِر َر ُ‬ ‫أَنَّهُ َ‬ ‫•‬
‫س ِّم هللاَ َو ُك ْل بِيَ ِمينِ َك َو ُك ْل ِم َّما يَلِي َك فَ َما َزالَتْ تِ ْل َك ِط ْع َمتِي بَ ْع ُد‪ ‬‬
‫سلَّ َم يَا ُغاَل ُم َ‬
‫َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫‪• KONTUINITAS ILMU‬‬
‫س ْع َد ْي َك قَا َل يَا‬‫سو َل هللاِ َو َ‬ ‫اذ ْب َن ) َجبَ ٍل قَا َل لَبَّ ْي َك يَا َر ُ‬ ‫عاذ َر ِديفُهُ َعلَى ال َّر ْح ِل قَا َل يَا ُم َعا َذ ْب َن ( ُم َع ُ‬ ‫سلَّ َم َو ُم ٌ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫س ْبنُ َمالِ ٍك أَنَّ النَّبِ َّي َ‬ ‫قَا َل َح َّدثَنَا أَنَ ُ‬ ‫•‬
‫ص ْدقًا ِمنْ قَ ْلبِ ِه إِاَّل َح َّر َمهُ هللاُ َعلَى النَّا ِر قَا َل يَا‬ ‫سو ُل هللاِ ِ‬ ‫ش َه ُد أَنْ اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوأَنَّ ُم َح َّم ًدا َر ُ‬
‫س ْع َد ْي َك ثَاَل ثًا قَا َل َما ِمنْ أَ َح ٍد يَ ْ‬
‫سو َل هللاِ َو َ‬ ‫ُم َع ُ‬
‫اذ قَا َل لَبَّ ْي َك يَا َر ُ‬
‫اذ ِع ْن َد َم ْوتِ ِه تَأَثُّ ًما‪ ‬‬
‫ش ُروا قَا َل إِ ًذا يَتَّ ِكلُوا (يَ ْن ُكلُوا) َوأَ ْخبَ َر بِ َها ُم َع ٌ‬ ‫سو َل هللاِ أَفَاَل أُ ْخبِ ُر بِ ِه النَّ َ‬
‫اس فَيَ ْ‬
‫ستَ ْب ِ‬ ‫َر ُ‬
ILMU REDAKSI HADITS
‫‪ILMU REDAKSI HADITS‬‬
‫)‪1. Redaksi singkat padat (jawamiul kalim‬‬
‫سبيل"‪(.‬البخاري) •‬
‫ٍ‬ ‫وقال‪ُ " :‬كن في الدنيا كأنك غريبٌ أو عاب ُر‬
‫)‪2. Redaksi asing (alfazh gharibah‬‬
‫ورد في صحيح‪  ‬مسلم‪  ‬وفي السنن األربع عن‪ ‬سلمان‪ ‬قال قيل له‪ " :‬لقد علمكم نبيكم صلى هللا عليه وسلم كل شيء حتى الخراءة‪ ،‬قال‪« :‬أجل لقد نهانا أن نستقبل القبلة‬ ‫•‬
‫بغائط أو بول‪ ،‬وأن ال نستنجي باليمين‪ ،‬وأن ال يستنجي أحدنا بأقل من ثالثة أحجار‪ ،‬أو أن نستنجي برجيع أو عظم‪ ‬‬
‫َّجيْع ف‪4‬قد يكون الر َّْوث أو ال َع ِذ َرة جميعا‪ ،‬وإنما سمي رجيعا ألنه رجع عن حاله األولى بعدما كان طعاما أو َعلَفَا إلى غير ذلك‪،‬‬
‫قال‪ ‬أبو عبيد القاسم بن سالم‪ :‬ف‪4‬أما الر ِ‬ ‫•‬
‫)‪3. Redaksi deskriptif (alfazh bayaniyyah‬‬
‫ومـن ذلـك " كــن فـي الــدنیا كأنــك غریب أو عابر سبیل ‪ ،‬وعد نفسك من أهل القبور " ففي قوله صلى اهللا علیه وسلم‪ " : 4‬كأنك غریـب ‪ ،‬تشـبیه مرسـل ‪/‬‬ ‫•‬
‫مجمـل ‪ ،‬فهـو مرسـل ألنـه ذكـرت فیـه أداة التشـبیه وهـي " كـأن " ومجمـل ألن وجـه الشــبه محــذوف ‪ ،‬والتقــدیر كــن كالغریــب فــي عــدم االســتقرار‬
‫والتفكیــر فــي المكـث وطـول اإلقامـة ‪،‬‬
‫)‪• Redaksi dialogis (alfazh hiwariyyah‬‬
‫س ْع َد ْي َك قَا َل يَا ُم َعا ُذ قَا َل‬ ‫سو َل هللاِ َو َ‬ ‫عاذ َر ِديفُهُ َعلَى ال َّر ْح ِل قَا َل يَا ُم َعا َذ ْب َن ( ُم َعا ُذ ْب َن ) َجبَ ٍل قَا َل لَبَّ ْي َك يَا َر ُ‬ ‫سلَّ َم َو ُم ٌ‬‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬‫النَّبِ َّي َ‬ ‫س بْنُ َمالِ ٍك أَنَّ‬ ‫• قَا َل َح َّدثَنَا أَنَ ُ‬
‫سو َل هللاِ أَفَاَل أُ ْخبِ ُر بِ ِه‬ ‫ص ْدقًا ِمنْ قَ ْلبِ ِه إِاَّل َح َّر َمهُ هللاُ َعلَى النَّا ِر قَا َل يَا َر ُ‬ ‫سو ُل هللاِ ِ‬ ‫ش َه ُد أَنْ اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر ُ‬
‫ثًا قَا َل َما ِمنْ أَ َح ٍد يَ ْ‬ ‫س ْع َد ْي َك ثَاَل‬ ‫لَبَّ ْي َك يَا َر ُ‬
‫سو َل هللاِ َو َ‬
‫اذ ِع ْن َد َم ْوتِ ِه تَأَثُّ ًما‬
‫ش ُروا قَا َل إِ ًذا يَتَّ ِكلُوا (يَ ْن ُكلُوا) َوأَ ْخبَ َر بِ َها ُم َع ٌ‬ ‫اس فَيَ ْ‬
‫ستَ ْب ِ‬ ‫النَّ َ‬
‫)‪5. Redaksi intruktif (takhâthubiiyah‬‬
‫صلَّى هللاُ •‬
‫ت يَ ِدي تَ ِطيشُ فِي الصَّحْ فَ ِة فَقَا َل لِي َرسُو ُل هللاِ َ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َكانَ ْ‬ ‫ُع َم َر ب َْن أَبِي َسلَ َمةَ يَقُو ُل ُك ْن ُ‬
‫ت ُغاَل ًما فِي َحجْ ِر َرس ِ‬
‫ُول هللاِ َ‬
‫ك ِط ْع َمتِي بَ ْع ُد (رواه البخاري)‬ ‫ت تِ ْل َ‬
‫ك فَ َما َزالَ ْ‬
‫ك َو ُكلْ ِم َّما يَلِي َ‬ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَا ُغاَل ُم َس ِّم هللاَ َو ُكلْ بِيَ ِمينِ َ‬

Anda mungkin juga menyukai