DENGAN FAIL
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Nahwu
Dosen Pengampu:
Oleh :
Puji syukur kami haturkan kehadirat Alalh SWT. Tuhan alam semesta
yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis makalah ini
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Definisi, Pembagian, dan Hukum—
Hukum yang Berkaitan dengan Fail” ini sebagai salah satu tugas mata kuliyah
Nahwu.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi suri tauladan
kita, Beliau adalah Nabi Muhammad SAW. yang kita harapkan syafaatnya kelak
di hari kiamat.
Dalam penyusunan paper ini tidak luput dari dorongan serta bantuan dari
beberapa pihak,. Oleh karena itu penulis mengucapkan berjuta terima kasih
kepada berikut ini :
1. Nurul Hidayah, M.Hum. selaku pembimbing dalam mata kuliyah Nahwu ini.
2. Sahabat-sahabat kelas PBA yang telah banyak membantu dan sama-sama
berjuang menuntut ilmu di UNWAHA.
Tiada gading yang tak retak. Mengingat keterbatasan penyusun, karya tulis
ini tentu jauh dari kata-kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan dari pembaca paper ini. Semoga karya tulis ini
dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
1
Al-Jarim, Ali dan Musthofa Amin. An-Nahwu Al-Wadhih. Surabaya : Maktabah Al-
Hidayah. hlm. 28
2
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan
Kitab Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 106
3
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 103
4
Malik, Ibnu. Al-Juz Al-Awwal minal Alfiyah . Jombang : Bahrul Ulum. hlm. 44
Dari definisi yang berbeda-beda di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dinamakan fail adalah isim yang dibaca rofa’ yang terletak setelah fiil
atau kata yang ditakwil sebagai fiil, yang menunjukkan pelaku pekerjaan.
2.2 Klasifikasi Fail
Fail diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : Fail Isim Dzahir dan Fail Isim
Dhamir. Berikut penjelasannya :
1. Fail Isim Dzahir
Fail yang Dzahir ialah fail yang tampak terdiri dari isim zhahir5.
Dalam kitab Ajjurumiyyah, yang dinamakan fail isim zhahir adalah :
َ َفَاَاىظَإَشٍَََاَدَهََػَيىٍَََسَََآَتَلََقٍََذََمَضٌََذََََٗسَجَو
Fail isim dzahir ialah lafadz yang menunjukkan kepada yang
disebutkan tanpa ikatan seperti lafadzَ( َصٌَذZaid) dan ( سَجَوlaki-laki).6
Contoh fail isim dzahir :
َ ََُقاهَسجل
َ ََقاًََصٌََذ
َ َٗقَاًََأَخَ٘ك
َ ًٍََقَاًََغَل
َجَقًََََْٕ٘ذ
2. Fa’il Isim Dhamir
Fail isim dhamir adalah fail yang terdiri dari isim dhamir.7 Dalam
kitab Ajjurumiyyah dijelaskan mengenai definisi fail isim dhamir:
ٍََادَهََػَيَىٍََحَنَيٌَََأٍََََٗخَاطَةََأَََٗغَائَة
Fail isim dhamir adalah yang menunjukkan kepada pembicara
(mutakallim) atau yang diajak bicara (mukhathab) atau ghoib.8
Contoh fail isim dhamir adalah seperti perkataan :
َ،َٗضشتَحَََا،ََٗضشتَث،ََٗضشتَث،َٗضشتََْا،ََ"ضَشَتَث:َََّحَََ٘قََ٘ىَل،ََٗاىََضَََشََاثَْاََػَشَش
5
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 104
6
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab Al
Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 107
7
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Op.cit. hlm. 104
8
Al-Aziz, Saifullah. Op.cit. hlm. 108
"َََِٗضشت،َٗضشتَ٘ا،َٗضشتَا،ََٗضشتَث،ََٗضشب،َََِٗضشتَح،ٌََٗضشتَح
Fail isim dhamir itu sebagai contoh sebagaimana disebutkan di atas,
yaitu :
َضشتَث = aku telah memukul
= ضشتََْاkami atau kita telah memukul
َضشتَث = kamu laki-laki telah memukul
َضشتَث = kamu perempuan telah memukul
ضشتَحَََا = kamu berdua (laki-laki atau perempuan) telah memukul
ٌََضشتَح = kalian (laki-laki) telah memukul
ََِضشتَح = kalian (perempuan) telah memukul
َ = ضشبdia laki-laki telah memukul
َضشتَث = dia perempuan telah memukul
= ضشتَاmereka berdua (laki-laki) telah memukul
= ضشتَحَاmereka berdua (perempuan) telah memukul
= ضشتَ٘اmereka (laki-laki) telah memukul
ََِ = ضشتmereka perempuan telah memukul
Adapun meng-i’rabi-nya adalah sebagai berikut :9
a. َضشتَث, َ ضشبfi’il madhi, َ تdhamir mutakallim wahdah (menjadi
fa’il-nya), mahal rofa’, mabni dhammah
b. ضشتََْا, َ ضشبfi’il madhi, ّاdhamir mutakallim ma’al ghoir atau
mutakallim nafsah, dirafa’kan, tanda rofa’nya mabni sukun.
c. َضشتَث, َ ضشبfi’il madhi, َ تdhamir mukhathab mudzakkar
(menjadi fa’ilnya), mahal rofa’, mabni fathah.
d. َضشتَث, َ ضشب, fi’il madhi, َ تdhamir mua’annats (menjadi
fa’ilnya), mahal rofa’, mabni kasroh.10
9
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 110
10
Ibid, hlm. 111
e. ضشتَحَََا, َ ضشبfi’il madhi, جَاdhamir tasniyah (menjadi fa’ilnya) ,
mahal rofa’ , mabni dhammah, huruf mim nya adalah imad dan alifnya
alif tasniyah.
f. ٌََضشتح, ضشبfi’il madhi, ٌ جdhamir mukhathab jamak mu’annats (
menjadi fa’ilnya) mahal rofa’, mabni dhammah, huruf mim nya adalah
tanda jamak.
g. ََِضشتح, ضشبfi’il madhi, ِ جdhamir mukhathab jamak mu’annats
(menjadi fa’ilnya), mahal rofa’, mabni dhammah, huruf nunnya adalah
tanda jamak mu’annats.
h. َ ضشبfi’il madhi, sedangkan fa’ilnya adalah mustatir, taqdirnya ٕ٘
i. ضشتَثfi’il madhi, fa’ilnya adalah dhamir mustatir, taqdirnya ًَٕ
j. ضشتَاfi’il madhi, fa’ilnya alif, mabni sukun, taqdirnya َٕا
k. ضشتَحَاfi’il madhi yang berta’nits, fa’ilnya alif, mabni sukun.11
l. ضشتَ٘اfi’il madhi, fa’ilnya wawu jamak, mabni sukun, sedangkan
alif-nya adalah alif mutlak jamak.
m. ََِ ضشتfi’il madhi, fa’ilnya nun, mabni fathah.12
Adapun fail yang didahului oleh kata yang ditakwil sebagai fiil,
sebagaimana dalam contoh :
َُ =َأَقَائٌَََاىضٌََذَاapakah dua zaid berdiri?
ََّٔ =ٍََخَحَيَفََأَىََ٘اyang berbeda-beda warnanya.
Kata َُ َاىضٌََذَاdalam kalimat َُ أَقَائٌََ َاىضٌََذَاberstatus menjadi fail yang
didahului oleh isim yang ditakwil sebagai fiil, yaitu kata : ٌأقائ.
11
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 111
12
Ibid, hlm. 112
13
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 105
a. Dhamir bariz (yang ditampakkan), seperti lafadz : ٌَأّاَّحَِأّثََأّثََأَّحَََاَأّح
َِأّح
b. Dhamir mustatir (dhamir yang disimpan), yaitu sebagaimana kata
mushannif (penulis buku ini).14
2.3 Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Fail
Penggunaan fail memiliki beberapa hukum-hukum dan aturan yang harus
diperhatikan, berikut adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan fail :
1. Hukum Fail
Fail itu mempunyai beberapa hukum, antara lain :
a. Tidak boleh dibuang, sebab fail adalah pokok kalimat (pelaku), baik fail
itu berupa isim dzahir, seperti : َقَاًَ َصٌََذatau berupa isim dhamir, seperti
dhamir mustatir.َََََََٗإَََُأَحَذٍَََََِاىَََشَشَمٍََََِاسَحَجَاسَك
Kataَ َ َأَحَذadalah berstatus menjadi fail dari fiil yang dibuang, yang
bentuknya seperti fiil yang ada pada sesudahnya. Hal demikian ini
disebabkan huruf syarat itu tidak dapat masuk pada mubtada’.15
2. Hukum fiil fail
Di antara hukum yang berkaitan dengan fail adalah :
a. Fiil dari fail itu harus tetap mufrad, meskipun failnya berupa tatsniyah
atau jamak. Contoh :16
َ ََََُقاًَاىضٌََذَا
14
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 109
15
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 106
16
Ibid, hlm. 107
ََََََُٗقاًَاىضٌََذ
ََُقاهَسَجَل
َ َََُٗجَاءََاىََؼَزَس
َََََُ٘قاهَاىظَاى
Sebagian masyarakat Arab ada yang memberi tanda tatsniyah dan
jamak. Apabila fail berupa tatsniyah atau jamak, maka mereka berkata :17
َ َُقَاٍَاَاىضٌََذَا
َ َََُٗقَاٍَ٘اَاىضٌََذ
َقَََََِاىََْٖذَات
Kataَ َقَاٍَاdiberi tanda tatsniyah berupa alif, karena failnya tatsniyah.
mudzakkar, dan kata َََِ قdiberi tanda jamak mu’annats berupa nun,
karena failnya terdiri dari jamak mu’annats.
Dialek seperti di atas disebut dialek Akaluni Al-Baraqhits, karena
kalimat ini popular di kalangan merka. Dialek ini pernah pula dipakai
dalam sebuah Hadits :
َ ٌََحَؼَاقَثََََُ٘فٍََنٌٍََََلَئَنَةََتاَىيٍََوٍَََََٗلَئَنَةََتَاىََْٖاس
“malaikat-malaikat yang betugas di malam hari dan malaikat-malaikat
yang bertugas di siang hari, silih berganti menjaga kalian.”
Sebenarnya alif, awu dan nun adalah huruf-huruf yang menunjukkan
tatsniyah dan jamak. Sedangkan yang menjadi fail adalah kata-kata yang
jatuh sesudahnya.18
b. Fiil dari fail itu harus diberi tanda muannats, berupa ta’ mati pada akhir fiil
madhi dan berupa ta’ mudhara’ah ada awal fiil mudhari’, apabila fail
berupa muannats hakiki. Contoh :19
َ َقَاٍَثََََْٕذ
َجَقًََََََْٕ٘ذ
17
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 107
18
Ibid, hlm. 108
19
Ibid, hlm. 109
Boleh tidak memasang tanda muannats pada fiil fail yang muannats
majazi, seperti :
َطَيَغََاىشَََس
ٍَََٗاَمَاََُصَلَجٌََََٖػََْذََاىثٍََثََإَلٍَََنَا ًء
Shalat mereka di sekitar baitullah, hanyalah siulan belaka.
Kata اىشَََسdan ٌََٖ صَلَجadalah muannats majazi, bukan muannats
hakiki. Oleh sebab itu, fiilnya yang berupa طَيَغdan ُما, tidak perlu diberi
tanda muannats.
Adapun hukum fail tatsniyah dan jamak mudzakkar salim atau jamak
muannats itu, seperti hukum fail yang mufrad. Yakni, tidak perlu diberi
tanda tatsniyah atau jamak. Contoh :
َ َُقَاًََاىضٌََذَا
ََََََُٗقَاًََاىضٌََذ
َََُقَاٍَثََاىََسَيَََحَا
ََََقَاٍَثََاىََسَيَََات
Sedangkan jamak taksir, hukumnya seperti kata yang muannats majazi,
yakni fiilnya boleh diberi tanda muannats dan boleh tidak. Contoh :
َ َقَاًََاىشَجَاه
َ َقَاٍَثََاىَشجَاه
َ َقَاًََاىََْٖ٘د
َقَاٍَثََاىََْٖ٘د
3. Posisi fail dalam kalimat20
Di antara hukum yang berkaitan dengan fail adalah, bahwa yang asal
fail itu berada sesudah fiilnya, sebelum maf’ul. Contoh :
َََٗٗسَخََسَيٍََََاََُدَاََٗٗد
Dan sulaiman telah mewarisi dawud
Tetapi terkadang fail itu jatuh sesudah maf’ul secara jaiz. Contoh :21
20
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 110
21
Ibid, hlm. 111
َََٗىَقَذََجَاءََآهََفَشَػََََُ٘اىَْزَس
Dan sesungguhnya telah datang kepada kaum fir’aun ancaman-ancaman.
Kata اىْزسdalam contoh di atas berstatus berbagai fail, yang posisinya
berada sesudah maf’ul, berupa kataَ ُ٘ َاه َفشػ. bahkan ada pula yang
wajib jatuh sesudah maf’ul. Contoh :
شَغَيَحََْاَأٍَََ٘اىََْا
Harta kami telah merintang kami
ََٔٗإَرَتَحَيَىَإَتَشَإٌٍََََسَت
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya.
Kataَ أٍ٘اىْاdalam contoh pertama adalah fail yang jatuh sesudah
maf’ul, berupa dhamirَ َّاpada kata berupa kata شغيحْا
Kataَ ٔ َستdalam contoh kedua adalah menjadi fail yang wajib jatuh
sesudah maf’ul, berupa kata : ٌٍَََٕإَتَشَا
Kadang-kadang fail dan fiilnya itu jatuh sesudah maful. Dalam kata
lain, maful itu kadang ada yang mendahului fiil dan fail secara jawaz dan
ada yang secara wajib. Contoh :
َ َََُ٘فَشٌَََقًاَمَزَتَ٘اََٗفَشٌَََقًاٌََقَحَي
Sebagian Rasul-Rasul itu mereka dustakkan dan sebagian yang lain
mereka bunuh.
َََُٗفَأَيََأٌَاتََللاََجََْنَش
Maka, tanda-tanda kekuasaan Allah yng manakah yang kalian ingkari?
Kata فَشٌَََقًاَاdalam ayat pertama di atas , berkedudukan sebagai maf’ul,
maful yang wajib mendahului fail fiilnya, berupa kataَََُٗ َ َجََْنَش. sebab isim
syarat dan istifham itu berhak berada pada permulaan kalimat.22
22
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 112
RINGKASAN POSISI FA’IL DALAM KALIMAT
فؼوََ+فاػوٍََ+فؼ٘ه
دَاوَوَدَ سَلَيَمَانَ وَوَرَثَ
Maf’ul Fa’il fiil
فؼوٍََ+فؼ٘هَ+فاػوَ
النَذَرَ آلََفَزَعَوَنَ وَلَقَدََجَاءَ
fail Maf’ul fiil
ٍفؼ٘ه +فؼوََ+فاػوَ
وَنَ تَنَكَزَ فَاَيََأيَاتََللاَ
isim dhamir Fiil Maf’ul
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Definisi fail adalah isim yang dibaca rofa’ yang terletak setelah fiil atau
2. Fail diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : Fail Isim Dzahir dan Fail Isim
Dhamir. Fail isim dzahir ialah lafadz yang menunjukkan kepada yang
3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan fail adalah Hukum Fail tidak boleh
dibuang dan tidak boleh mendahului fiil. Hukum fiil fail, Fiil dari fail itu
harus tetap mufrad dan Fiil dari fail itu harus diberi tanda muannats, berupa
ta’ mati pada akhir fiil madhi dan berupa ta’ mudhara’ah ada awal fiil
mudhari’, apabila fail berupa muannats hakiki. Posisi fail itu ada tiga yaitu
fail itu berada sesudah fiilnya sebelum maf’ul, fail itu jatuh sesudah maf’ul,
3.2 Saran