Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI, KLASIFIKASI, DAN HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN

DENGAN FAIL
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Nahwu
Dosen Pengampu:

NURUL HIDAYAH, M.Hum.

Oleh :

MIFTACHUL JANAH (1601020780)


SINTA SALSABILA (1601020776)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH. A.WAHAB HASBULLAH JOMBANG
JOMBANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Alalh SWT. Tuhan alam semesta
yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis makalah ini
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Definisi, Pembagian, dan Hukum—
Hukum yang Berkaitan dengan Fail” ini sebagai salah satu tugas mata kuliyah
Nahwu.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi suri tauladan
kita, Beliau adalah Nabi Muhammad SAW. yang kita harapkan syafaatnya kelak
di hari kiamat.

Dalam penyusunan paper ini tidak luput dari dorongan serta bantuan dari
beberapa pihak,. Oleh karena itu penulis mengucapkan berjuta terima kasih
kepada berikut ini :

1. Nurul Hidayah, M.Hum. selaku pembimbing dalam mata kuliyah Nahwu ini.
2. Sahabat-sahabat kelas PBA yang telah banyak membantu dan sama-sama
berjuang menuntut ilmu di UNWAHA.

Tiada gading yang tak retak. Mengingat keterbatasan penyusun, karya tulis
ini tentu jauh dari kata-kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan dari pembaca paper ini. Semoga karya tulis ini
dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada
umumnya.

Jombang, 28 Februari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1

1.3 Tujuan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2

2.1 Defini Fail ........................................................................................ 2

2.2 Klasifikasi Fail ................................................................................. 3

2.2 Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Fail ................................... 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 11

3.1 Simpulan ........................................................................................... 11

3.1 Saran ................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 12


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Arab merupakan bahasa yang penting karena merupakan
bahasa Alquran dan Hadits. Keduanya adalah sumber pokok ajaran agama
Islam. Dengan alasan ini kebutuhan akan kemampuan berbahasa Arab
semakin dirasakan oleh kaum muslimin, khususnya di Indonesia. Meski
kebutuhan akan kemampuan berbahasa Arab, kemampuan membaca, menulis,
memahami buku-buku berbahasa Arab sudah dirasakan umat Islam sejak
dulu, khususnya para santri di berbagai pondok pesantren dan lembaga
pendidikan Islam lainnya dari umat Islam non Arab.
Salah satu problem yang dirasakan ummat non Arab, termasuk di
Indonesia adalah kesulitan mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab dianggap
sebagai masalah serius, bukan saja karena materi ajarannya yang dianggap
amat rumit, tetapi juga metode pembelajaran dan pengajarannya yang juga
sering terasa sulit.
Membaca dan mempelajari bahasa Arab memang tidak mudah. Dalam
hal ini dibutuhkan beberapa persyaratan, diantaranya mempelajari ilmu
Nahwu dan Balaghah. Di sini kami akan memjelaskan, memberi gambaran
tentang salah satu materi yang ada di Nahwu yaitu Fa’il. Mengenai apa itu
fa’il , klasifikasinya dan juga aplikasinya dalam kalimat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari fa’il?
2. Apa sajakah klasifikasi fa’il?
3. Apa sajakah hukum-hukum yang berkaitan dengan fail?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari fa’il.

2. Untuk mengetahui klasifikasi fa’il.

3. Untuk mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan fail.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fail
Fail dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan subjek atau pelaku
pekerjaan. Materi ini pasti dibahas di semua kitab nahwu dengan definisi yang
berbeda-beda tetapi berhubungan dan mengandung inti yang sama. Untuk
lebih jelas mengenai definisi fail, berikut adalah definisi fail menurut beberapa
kitab nahwu :
 Dalam kitab An-Nahwu Al-Wadhih, definisi fail adalah :
َ‫ََٗدَهََػَيَىَاىَزَيَفَؼَوََاىفَؼَو‬،َ‫َاسٌٍََََشَفََ٘عََجَقَذٍََََٔفَؼَو‬:َ‫اىفَاػَو‬
Fail adalah isim yang dibaca rofa’ yang didahului fiil dan menunjukkan
pelaku pekerjaan.1
 Dalam kitab Al-Ajurrumiyyah, definisi fail adalah :
َٔ‫اىفَاػَوَََََٕ٘الَسٌَََاىََشَفََ٘عَاىَزم٘سَقثئَفؼي‬
Fail ialah isim yang dibaca rofa’ yang disebutkan terlebih dahulu fiilnya.2
 Dalam kitab Mutammimah Al-Ajurumiyyah, Fail adalah
َ‫َََٕ٘السٌَََاىََشَفَ٘عََقَثَئَََفَؼَوََاٍََََٗاَفًََجَأٌَٗوََاىفَؼَو‬
Fail adalah isim yang dibaca rofa’ , yang jatuh sesudah fiil atau kata yang
ditakwil sebagai fiil.3
 Dalam kitab Al-Alfiyah, fail adalah
‫َصٌذٍٍَْشاًَٗجَّٖٔؼٌَاىفحى‬...َ‫اىفاػوَاىزيَمَشف٘ػًَأجى‬
Fail adalah kalimat isim yang seperti rofa’nya dua kalimat َٖٔ‫َصٌذٍٍَْشاًَٗج‬

َ‫ أجى‬dan ‫ ّؼٌَاىفحى‬fail terletak setelah fiil.4

1
Al-Jarim, Ali dan Musthofa Amin. An-Nahwu Al-Wadhih. Surabaya : Maktabah Al-
Hidayah. hlm. 28
2
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan
Kitab Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 106
3
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 103
4
Malik, Ibnu. Al-Juz Al-Awwal minal Alfiyah . Jombang : Bahrul Ulum. hlm. 44
Dari definisi yang berbeda-beda di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dinamakan fail adalah isim yang dibaca rofa’ yang terletak setelah fiil
atau kata yang ditakwil sebagai fiil, yang menunjukkan pelaku pekerjaan.
2.2 Klasifikasi Fail
Fail diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : Fail Isim Dzahir dan Fail Isim
Dhamir. Berikut penjelasannya :
1. Fail Isim Dzahir
Fail yang Dzahir ialah fail yang tampak terdiri dari isim zhahir5.
Dalam kitab Ajjurumiyyah, yang dinamakan fail isim zhahir adalah :
َ َ‫فَاَاىظَإَشٍَََاَدَهََػَيىٍَََسَََآَتَلََقٍََذََمَضٌََذََََٗسَجَو‬
Fail isim dzahir ialah lafadz yang menunjukkan kepada yang
disebutkan tanpa ikatan seperti lafadzَ‫( َصٌَذ‬Zaid) dan ‫( سَجَو‬laki-laki).6
Contoh fail isim dzahir :
َ ََُ‫قاهَسجل‬
َ َ‫َقاًََصٌََذ‬
َ َ‫ٗقَاًََأَخَ٘ك‬
َ ًٍََ‫قَاًََغَل‬
َ‫جَقًََََْٕ٘ذ‬
2. Fa’il Isim Dhamir
Fail isim dhamir adalah fail yang terdiri dari isim dhamir.7 Dalam
kitab Ajjurumiyyah dijelaskan mengenai definisi fail isim dhamir:
َ‫ٍَادَهََػَيَىٍََحَنَيٌَََأٍََََٗخَاطَةََأَََٗغَائَة‬
Fail isim dhamir adalah yang menunjukkan kepada pembicara
(mutakallim) atau yang diajak bicara (mukhathab) atau ghoib.8
Contoh fail isim dhamir adalah seperti perkataan :
َ،‫َٗضشتَحَََا‬،َ‫َٗضشتَث‬،َ‫َٗضشتَث‬،‫َٗضشتََْا‬،َ‫َ"ضَشَتَث‬:َ‫ََّحَََ٘قََ٘ىَل‬،َ‫َٗاىََضَََشََاثَْاََػَشَش‬

5
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 104
6
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab Al
Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 107
7
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Op.cit. hlm. 104
8
Al-Aziz, Saifullah. Op.cit. hlm. 108
"ََِ‫َٗضشت‬،‫َٗضشتَ٘ا‬،‫َٗضشتَا‬،َ‫َٗضشتَث‬،َ‫َٗضشب‬،ََِ‫َٗضشتَح‬،ٌََ‫ٗضشتَح‬
Fail isim dhamir itu sebagai contoh sebagaimana disebutkan di atas,
yaitu :
َ‫ضشتَث‬ = aku telah memukul
‫ = ضشتََْا‬kami atau kita telah memukul
َ‫ضشتَث‬ = kamu laki-laki telah memukul
َ‫ضشتَث‬ = kamu perempuan telah memukul
‫ضشتَحَََا‬ = kamu berdua (laki-laki atau perempuan) telah memukul
ٌََ‫ضشتَح‬ = kalian (laki-laki) telah memukul
ََِ‫ضشتَح‬ = kalian (perempuan) telah memukul
َ‫ = ضشب‬dia laki-laki telah memukul
َ‫ضشتَث‬ = dia perempuan telah memukul
‫ = ضشتَا‬mereka berdua (laki-laki) telah memukul
‫ = ضشتَحَا‬mereka berdua (perempuan) telah memukul
‫ = ضشتَ٘ا‬mereka (laki-laki) telah memukul
ََِ‫ = ضشت‬mereka perempuan telah memukul
Adapun meng-i’rabi-nya adalah sebagai berikut :9
a. َ‫ضشتَث‬, َ‫ ضشب‬fi’il madhi, َ‫ ت‬dhamir mutakallim wahdah (menjadi
fa’il-nya), mahal rofa’, mabni dhammah
b. ‫ضشتََْا‬, َ‫ ضشب‬fi’il madhi, ‫ ّا‬dhamir mutakallim ma’al ghoir atau
mutakallim nafsah, dirafa’kan, tanda rofa’nya mabni sukun.
c. َ‫ضشتَث‬, َ‫ ضشب‬fi’il madhi, َ‫ ت‬dhamir mukhathab mudzakkar
(menjadi fa’ilnya), mahal rofa’, mabni fathah.
d. َ‫ضشتَث‬, َ‫ ضشب‬, fi’il madhi, َ‫ ت‬dhamir mua’annats (menjadi
fa’ilnya), mahal rofa’, mabni kasroh.10

9
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 110
10
Ibid, hlm. 111
e. ‫ضشتَحَََا‬, َ‫ ضشب‬fi’il madhi, ‫ جَا‬dhamir tasniyah (menjadi fa’ilnya) ,
mahal rofa’ , mabni dhammah, huruf mim nya adalah imad dan alifnya
alif tasniyah.
f. ٌََ‫ضشتح‬, ‫ ضشب‬fi’il madhi, ٌ‫ ج‬dhamir mukhathab jamak mu’annats (
menjadi fa’ilnya) mahal rofa’, mabni dhammah, huruf mim nya adalah
tanda jamak.
g. ََِ‫ضشتح‬, ‫ ضشب‬fi’il madhi, ِ‫ ج‬dhamir mukhathab jamak mu’annats
(menjadi fa’ilnya), mahal rofa’, mabni dhammah, huruf nunnya adalah
tanda jamak mu’annats.
h. َ‫ ضشب‬fi’il madhi, sedangkan fa’ilnya adalah mustatir, taqdirnya ٕ٘
i. ‫ ضشتَث‬fi’il madhi, fa’ilnya adalah dhamir mustatir, taqdirnya ًَٕ
j. ‫ ضشتَا‬fi’il madhi, fa’ilnya alif, mabni sukun, taqdirnya ‫َٕا‬
k. ‫ ضشتَحَا‬fi’il madhi yang berta’nits, fa’ilnya alif, mabni sukun.11
l. ‫ ضشتَ٘ا‬fi’il madhi, fa’ilnya wawu jamak, mabni sukun, sedangkan
alif-nya adalah alif mutlak jamak.
m. ََِ‫ ضشت‬fi’il madhi, fa’ilnya nun, mabni fathah.12
Adapun fail yang didahului oleh kata yang ditakwil sebagai fiil,
sebagaimana dalam contoh :
َُ‫ =َأَقَائٌَََاىضٌََذَا‬apakah dua zaid berdiri?
ََّٔ‫ =ٍََخَحَيَفََأَىََ٘ا‬yang berbeda-beda warnanya.
Kata َُ‫ َاىضٌََذَا‬dalam kalimat َُ‫ أَقَائٌََ َاىضٌََذَا‬berstatus menjadi fail yang
didahului oleh isim yang ditakwil sebagai fiil, yaitu kata : ٌ‫أقائ‬.

Kata ُ‫ أى٘ا‬dalam kalimat ََّٔ‫ ٍَخَحَيَفَ َأَىََ٘ا‬berstatus menjadi fail yang


13
didahului oelh isim yang ditakwil sebagai fiil, yaitu kata : ‫ٍخحيف‬
Perlu diketahui bahwa, isim dhamir itu terbagi menjadi dua, yaitu :

11
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 111
12
Ibid, hlm. 112
13
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 105
a. Dhamir bariz (yang ditampakkan), seperti lafadz : ٌَ‫أّاَّحَِأّثََأّثََأَّحَََاَأّح‬

َِ‫أّح‬
b. Dhamir mustatir (dhamir yang disimpan), yaitu sebagaimana kata
mushannif (penulis buku ini).14
2.3 Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Fail
Penggunaan fail memiliki beberapa hukum-hukum dan aturan yang harus
diperhatikan, berikut adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan fail :
1. Hukum Fail
Fail itu mempunyai beberapa hukum, antara lain :
a. Tidak boleh dibuang, sebab fail adalah pokok kalimat (pelaku), baik fail
itu berupa isim dzahir, seperti :‫ َقَاًَ َصٌََذ‬atau berupa isim dhamir, seperti

‫صٌََذَاََُقَاًَا‬. apabila tidak tampak, maka fail berupa dhamir mustatir.


b. Tidak boleh mendahului fiilnya. Apabila ada lafal yang dzahirnya menjadi
fail yang mendahului fiilnya, maka harus menakdirkan fail berupa dhamir
mustatir. Sedangkan isim, yang mendahului fiil tadi, mungkin berstatus
sebagai mubtada’ atau failnya dibuang , contohًَ‫ َصٌََذ َقا‬kata ‫ صٌذ‬menjadi

mubtada’ , sedangkanَ ً‫ َقا‬menjadi khabar. Adapun fail fiilَ ً‫ َ َقا‬, berupa

dhamir mustatir.ََ‫َََََٗإَََُأَحَذٍَََََِاىَََشَشَمٍََََِاسَحَجَاسَك‬

Kataَ َ‫ َأَحَذ‬adalah berstatus menjadi fail dari fiil yang dibuang, yang
bentuknya seperti fiil yang ada pada sesudahnya. Hal demikian ini
disebabkan huruf syarat itu tidak dapat masuk pada mubtada’.15
2. Hukum fiil fail
Di antara hukum yang berkaitan dengan fail adalah :
a. Fiil dari fail itu harus tetap mufrad, meskipun failnya berupa tatsniyah
atau jamak. Contoh :16
َ َُ‫َََقاًَاىضٌََذَا‬

14
Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan Kitab
Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit Terang. hlm. 109
15
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 106
16
Ibid, hlm. 107
َََُٗ‫َََقاًَاىضٌََذ‬
ََُ‫قاهَسَجَل‬
َ َََُٗ‫جَاءََاىََؼَزَس‬
َََََُ٘‫قاهَاىظَاى‬
Sebagian masyarakat Arab ada yang memberi tanda tatsniyah dan
jamak. Apabila fail berupa tatsniyah atau jamak, maka mereka berkata :17
َ َُ‫قَاٍَاَاىضٌََذَا‬
َ َََُٗ‫قَاٍَ٘اَاىضٌََذ‬
َ‫قَََََِاىََْٖذَات‬
Kataَ ‫ َقَاٍَا‬diberi tanda tatsniyah berupa alif, karena failnya tatsniyah.

Kata ‫ قَاٍَ٘ا‬diberi tanda jamak berupa wawu, karena failnya berupa

mudzakkar, dan kata َََِ‫ ق‬diberi tanda jamak mu’annats berupa nun,
karena failnya terdiri dari jamak mu’annats.
Dialek seperti di atas disebut dialek Akaluni Al-Baraqhits, karena
kalimat ini popular di kalangan merka. Dialek ini pernah pula dipakai
dalam sebuah Hadits :
َ َ‫ٌَحَؼَاقَثََََُ٘فٍََنٌٍََََلَئَنَةََتاَىيٍََوٍَََََٗلَئَنَةََتَاىََْٖاس‬
“malaikat-malaikat yang betugas di malam hari dan malaikat-malaikat
yang bertugas di siang hari, silih berganti menjaga kalian.”
Sebenarnya alif, awu dan nun adalah huruf-huruf yang menunjukkan
tatsniyah dan jamak. Sedangkan yang menjadi fail adalah kata-kata yang
jatuh sesudahnya.18
b. Fiil dari fail itu harus diberi tanda muannats, berupa ta’ mati pada akhir fiil
madhi dan berupa ta’ mudhara’ah ada awal fiil mudhari’, apabila fail
berupa muannats hakiki. Contoh :19
َ َ‫قَاٍَثََََْٕذ‬
َ‫جَقًََََََْٕ٘ذ‬
17
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 107
18
Ibid, hlm. 108
19
Ibid, hlm. 109
Boleh tidak memasang tanda muannats pada fiil fail yang muannats
majazi, seperti :
َ‫طَيَغََاىشَََس‬
َ‫ٍََٗاَمَاََُصَلَجٌََََٖػََْذََاىثٍََثََإَلٍَََنَا ًء‬
Shalat mereka di sekitar baitullah, hanyalah siulan belaka.
Kata ‫ اىشَََس‬dan ٌََٖ‫ صَلَج‬adalah muannats majazi, bukan muannats

hakiki. Oleh sebab itu, fiilnya yang berupa ‫ طَيَغ‬dan ُ‫ما‬, tidak perlu diberi
tanda muannats.
Adapun hukum fail tatsniyah dan jamak mudzakkar salim atau jamak
muannats itu, seperti hukum fail yang mufrad. Yakni, tidak perlu diberi
tanda tatsniyah atau jamak. Contoh :
َ َُ‫قَاًََاىضٌََذَا‬
َََُٗ‫َََقَاًََاىضٌََذ‬
ُ‫َََقَاٍَثََاىََسَيَََحَا‬
َ‫َََقَاٍَثََاىََسَيَََات‬
Sedangkan jamak taksir, hukumnya seperti kata yang muannats majazi,
yakni fiilnya boleh diberi tanda muannats dan boleh tidak. Contoh :
َ َ‫قَاًََاىشَجَاه‬
َ َ‫قَاٍَثََاىَشجَاه‬
َ َ‫قَاًََاىََْٖ٘د‬
َ‫قَاٍَثََاىََْٖ٘د‬
3. Posisi fail dalam kalimat20
Di antara hukum yang berkaitan dengan fail adalah, bahwa yang asal
fail itu berada sesudah fiilnya, sebelum maf’ul. Contoh :
َ‫ََٗٗسَخََسَيٍََََاََُدَاََٗٗد‬
Dan sulaiman telah mewarisi dawud
Tetapi terkadang fail itu jatuh sesudah maf’ul secara jaiz. Contoh :21

20
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 110
21
Ibid, hlm. 111
ََ‫َٗىَقَذََجَاءََآهََفَشَػََََُ٘اىَْزَس‬
Dan sesungguhnya telah datang kepada kaum fir’aun ancaman-ancaman.
Kata ‫ اىْزس‬dalam contoh di atas berstatus berbagai fail, yang posisinya

berada sesudah maf’ul, berupa kataَ ُ٘‫ َاه َفشػ‬. bahkan ada pula yang
wajib jatuh sesudah maf’ul. Contoh :
‫شَغَيَحََْاَأٍَََ٘اىََْا‬
Harta kami telah merintang kami
َٔ‫َٗإَرَتَحَيَىَإَتَشَإٌٍََََسَت‬
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya.
Kataَ ‫ أٍ٘اىْا‬dalam contoh pertama adalah fail yang jatuh sesudah
maf’ul, berupa dhamirَ‫ َّا‬pada kata berupa kata ‫شغيحْا‬
Kataَ ٔ‫ َست‬dalam contoh kedua adalah menjadi fail yang wajib jatuh
sesudah maf’ul, berupa kata : ٌٍَََٕ‫إَتَشَا‬
Kadang-kadang fail dan fiilnya itu jatuh sesudah maful. Dalam kata
lain, maful itu kadang ada yang mendahului fiil dan fail secara jawaz dan
ada yang secara wajib. Contoh :
َ َََُ٘‫فَشٌَََقًاَمَزَتَ٘اََٗفَشٌَََقًاٌََقَحَي‬
Sebagian Rasul-Rasul itu mereka dustakkan dan sebagian yang lain
mereka bunuh.
َََُٗ‫فَأَيََأٌَاتََللاََجََْنَش‬
Maka, tanda-tanda kekuasaan Allah yng manakah yang kalian ingkari?
Kata‫ فَشٌَََقًاَا‬dalam ayat pertama di atas , berkedudukan sebagai maf’ul,

yang mendahului fiil dan failnya, berupa‫ َمَزَتَ٘ا‬danَََُ٘‫ٌَََقَحَي‬.

Sedangkanََ‫َأَيََأٌَاتََللا‬dalam ayat kedua di atas berkedudukan sebagai

maful yang wajib mendahului fail fiilnya, berupa kataَََُٗ‫ َ َجََْنَش‬. sebab isim
syarat dan istifham itu berhak berada pada permulaan kalimat.22

22
Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajjurumiyah.
2003. Surabaya : Al-Hidayah. hlm. 112
‫‪RINGKASAN POSISI FA’IL DALAM KALIMAT‬‬
‫فؼوَ‪َ+‬فاػوَ‪ٍَ+‬فؼ٘ه‬
‫دَاوَوَدَ‬ ‫سَلَيَمَانَ‬ ‫وَوَرَثَ‬
‫‪Maf’ul‬‬ ‫‪Fa’il‬‬ ‫‪fiil‬‬

‫فؼوَ‪ٍَ+‬فؼ٘ه‪َ+‬فاػوَ‬
‫النَذَرَ‬ ‫آلََفَزَعَوَنَ‬ ‫وَلَقَدََجَاءَ‬
‫‪fail‬‬ ‫‪Maf’ul‬‬ ‫‪fiil‬‬

‫ٍفؼ٘ه‪ +‬فؼوَ‪َ+‬فاػوَ‬
‫وَنَ‬ ‫تَنَكَزَ‬ ‫فَاَيََأيَاتََللاَ‬
‫‪isim dhamir‬‬ ‫‪Fiil‬‬ ‫‪Maf’ul‬‬
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Definisi fail adalah isim yang dibaca rofa’ yang terletak setelah fiil atau

kata yang ditakwil sebagai fiil, yang menunjukkan pelaku pekerjaan.

2. Fail diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : Fail Isim Dzahir dan Fail Isim

Dhamir. Fail isim dzahir ialah lafadz yang menunjukkan kepada yang

disebutkan tanpa ikatan seperti lafadzَ ‫( َصٌذ‬Zaid) dan ‫( سجو‬laki-laki).

Sedangkan Fail isim dhamir adalah yang menunjukkan kepada pembicara

(mutakallim) atau yang diajak bicara (mukhathab) atau ghoib..

3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan fail adalah Hukum Fail tidak boleh

dibuang dan tidak boleh mendahului fiil. Hukum fiil fail, Fiil dari fail itu

harus tetap mufrad dan Fiil dari fail itu harus diberi tanda muannats, berupa

ta’ mati pada akhir fiil madhi dan berupa ta’ mudhara’ah ada awal fiil

mudhari’, apabila fail berupa muannats hakiki. Posisi fail itu ada tiga yaitu

fail itu berada sesudah fiilnya sebelum maf’ul, fail itu jatuh sesudah maf’ul,

dan fail dan fiilnya itu jatuh sesudah maful.

3.2 Saran

Adapun saran-saran yang ingin diungkapkan penulis yaitu :

1. diharapkan agar pembaca dapat memahami dan menerapkan penggunaan

fail dalam kalimat secara benar.

2. diharapkan agar pembaca dapat melanjutkan memaparkan lebih detail

mengenai isim dhomir.

3. diharapkan agar pembaca dapat melanjutkan memaparkan lebih detail

mengenai posisi fail dalam kalimat


BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Al-Aziz, Saifullah. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Sistem 24 Jam Terjemahan


Kitab Al Juruiyah dan Nadham Al-Imrithy. 2005. Surabaya : Terbit
Terang.

Al-Jarim, Ali dan Musthofa Amin. An-Nahwu Al-Wadhih. Surabaya : Maktabah


Al-Hidayah.

Malik, Ibnu. Al-Juz Al-Awwal minal Alfiyah . Jombang : Bahrul Ulum.

Muhammad, Syamsuddin Arra’ni. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah


Ajjurumiyah. 2003. Surabaya : Al-Hidayah.

Anda mungkin juga menyukai