Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BALAGAH AL-QUR’AN

“Ilmu Ma’ani , Ilmu Bayan, Ilmu Badi’”

Dosen pembimbing : Ahsin Sakho Muhammad

Disusun Oleh :

Firmansah al maarip 11200340000137

Muhamad Farraz Ahyani : 11200340000104

Sitti Zakiyah Wardani 11200340000121

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah untuk tugas mata
kuliah Balaghah Al-Qur-an yang berjudul “Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan
Ilmu Badi’” tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah


membantu memotivasi dan memberi masukan-masukan yang bermanfaat sehingga
Kami dapat membuat makalah ini dengan baik. Khususnya, Kami ucapkan terima
kasih kepada Bapak Ahsin Sakho Muhammad selaku dosen mata kuliah
Balaghah Al-Qur’an yang telah memberi tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk Kami
khususnya serta rekan-rekan mahasiswa pada umumnya.

Tangerang,September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................

Daftar Isi ......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1.1 Latar Belakang .........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

2.1 Pengertian Ilmu Ma’ani beserta kajian-kajiannya......................................

2.2 Pengertian Ilmu Bayan beserta kajian-kajiannya ......................................

2.3 Pengertian Ilmu Bada’ beserta kajian-kajiannya ....................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

3.1Kesimpulan ................................................................................................

3.2 Daftar Pustaka ...........................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu balaghoh adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana


mengolah kata atau susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki
arti yang jelas, selain itu gaya bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai
dengan situasi dan kondisi. Para ahli balaghoh sepakat membagi ruang
lingkup pembahasan ilmu balaghoh menjadi tiga ilmu yang masing-masing
berdiri sendiri dengan pembahasannya, yaitu: ilmu ma’ani, ilmu bayan dan
ilmu badi’.

Ada tiga peran ilmu balaghah. Pertama, balaghah dapat membimbing


seseorang yang berbahasa sesuai dengan konteks atau tuntutan keadaan saat ia
berbicara, sebagaimana yang terdapat dalam pembahasan „ilmu ma‟ani.
Kedua, balaghah juga mengajarkan tentang ide-ide, gagasan, atau maksud dan
tujuan melalui bahasa yang indah dan menarik, sebagaimana dijabarkan dalam
„ilmu bayan. Ketiga, balaghah menjelaskan tentang segi-segi yang dapat
memperindah sebuah bahasa, baik dari aspek lafaz maupun maknanya,
sebagaimana yang dikaji dalam ilmu badi‟.

Dengan demikian, balaghah sebagai disiplin sebuah ilmu , memiliki


tiga disiplin ilmu sekaligus yaitu Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian ilmu ma’ani ?
2) Apa pengertian ilmu bayan ?
3) Apa pengertian ilmu badi’ ?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk memenuhi tugas makalah yang di berikan oleh dosen Balaghah
Al-Qur’an.
2) Untuk mengetahui Pengertian Ilmu ma’ani, Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Ma’ani


A. Pengertian Ilmu Ma’ani
Lafadz ma’ani adalah bentuk jamak dari lafadz makna, yang secara
etimologi (Bahasa) adalah hal yang dikehendaki atau hal yang dituju, sedangkan
secara terminology (istilah ) adalah :

‫ال‬
ِ ‫ضي ال َح‬ ُ ‫أُص ُْو ُل َوقَ َوا ِع ُد يُع َْر‬
َ َ‫ف بِهَا َك ْيفِيَةُ ُمطَابَقَ ِة ال َكالَ ِم لِ ُم ْقت‬
ُ‫ق لَه‬َ ‫ض الَ ِذيْ ِس ْي‬ َ ‫ق الفَ َر‬َ ‫ْث يَ ُك ْو ُن ِو ْف‬
ُ ‫بِ َحي‬
Yang artinya : “pokok-pokok dan aqidah-aqidah yang digunakan untuk
mengetahui tata cara menyesuaikan kalam pada makna yang didatangkan.”

B. Kajiannya :
 Kalam khabari. Adalah ungkapan yang dapat dianggap benar atau
bohong karena isinya menunjukkan suatu berita. Oleh karena itu,
kalimat seperti itu disebut kalimat informatif. Kalam khabari ketika
berhadapan dengan mukhatab dia ada tiga bentuk. Yaitu ibtida'i,
yakni ketika mukhatab (lawan bicara) itu tidak punya pengetahuan
tentang hukum yang disampaikan (khali adz-dzihni) sehingga tidak
diperlukan taukid. Kemudian thalabi, yakni ketika yang dihadapi
adalah mukhatab yang ragu-ragu, dia ragu karena mungkin sudah
punya informasi awal yang bertentangan dengan yang disampaikan
mutakallim, maka diperlukan sedikit taukid disini. Kemudian yang
ke tiga ada inkari, yakni mukhotob yang menolak atau
mengingkari informasi yang disampaikan oleh mutakallim, maka
mutakallim perlu menambahkan dua taukid untuk memperkuat
beritanya.
 Kalam Insya'i. Adalah ungkapan yang isinya tidak dapat dihukumi
benar atau bohong. Kalimat ini sering disebut kalimat imperatif.
Kalam ini terbagi menjadi dua yaitu insyai thalabi dan insyai ghair
thalabi. Insyai thalabi meliputi amr, nahyu, istifham, tamnni, dan
nida. Insyai ghair thalbi meliputi ta'ajjub, al-dzam, qasam, kata-
kata yang diawali dengan af'al al-raja'. Jenis-jenis dari bahasan
insyai thalabi tidak termasuk kedalam ilmu ma'ani.

 Qashr. Secara bahasa sama dengan takhshish yang berarti


pengkhususan. Secara terminologis, merujuk pada pengertian
bahasanya, qashr berati mengkhususkan sesuatu pada sesuatu
dengan menggunakan cara-cara tertentu

 Fashl. Secara leksikal bermakna memisahkan, memotong,


memecat, dan menyapih. Sedangkan dalam terminologi ilmu
balaghah, fashal adalah menggabungkan dua buah kalimat dengan
tidak menggunakan huruf 'athof

 Musawah. Secara leksikal berarti sama atau sebanding. Sedangkan


secara istilah, musawah artinya "pengungkapan suatu makna
melalui ungkapan kata-kata yang sepadan, yaitu tidak
menambahkannya atau menguranginya"

 Ijaz. Secara leksikal bermakna meringkas. Sedangkan dalam


terminologi ilmu balaghah, ijaz bermakna "mengumpulkan makna
yang banyak dengan lafadz yang sedikit, akan tetapi jelas dan
sesuai dengan maksud pengungkapannya"
 Ithnab. Yaitu menambahkan lafadz atas maknanya. Dalam
pengertian lain ithnab adalah mendatangkan makna dengan
perkataan yang melebihi apa yang telah dikenal oleh orang banyak
yang berfungsi untuk menguatkan dan mengukuhkannya

2.2 Ilmu Bayan


A. Pengertian ilmu bayan

Ilmu bayan berasal dari bahasa arab yang artinya “kias” atau “kiasan”.

uslub atau gaya bahasa kiasan yang dibahas dalam ilmu bayan pada
dasarnya dibentuk berdasarkan perbandingan dengan analogi, yakni
membandingkan suatu benda atau suatu keadaan dengan benda atau
keadaan lain, karena keduanya memiliki hubungan kesamaan atau
hubungan lain seperti hubungan sebab akibat, hubungan tempat dan lain
sebagainya.

Arti Al-bayan menurut bahasa yaitu ‫اح‬qq‫ف وااليض‬qq‫الكش‬


(mengungkapkan, menjelaskan).

Sedangkan Al-bayan menurut istilah ilmu balaghah yaitu :

ٍ ِ‫اح ِد ال َم ْدلُ ْو ُل َعلَ ْي ِه بِكَاَل ٍم ُمطَاب‬


‫ق‬ ِ ‫الو‬ ُ ‫ع ْل ٌم يُع َْر‬
َ ‫ف بِ ِه ي َُرا ُد ال َم ْعنَى‬ ِ
‫اح ال َدالَلَ ِة َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫ْض‬ َ ‫ق ُم ْختَلِفَ ٍة فِى اِي‬
ٍ ‫الحا ِل بِطَ ِر‬َ ‫ضى‬ َ َ‫لِ ُم ْقت‬
Artinya : Ilmu bayan ialah ilmu untuk mengetahui tentang cara
mendatangkan suatu pengertian yang ditunjukan atasnya dengan perkataan
yang muthobaqoh (sesuai) dengan muqtadhol-halnya dan dengan susunan
yang berbeda-beda dalam menjelaskan dilalahnya.
B. Ruang Lingkup Ilmu Bayan
Para Ahli balaghah, sepakat bahwa kajian dalam Ilmu Bayan,

mencakup tiga hal, yaitu: (‫ )التشبيه‬At-Tasybih (‫ )المجاز‬Al-majaz dan


(‫ )الكناية‬Al-kinayah.

1. At-Tasybih (‫)التشبيه‬

Dalam kamus Al-munawir, lafadz ‫التشبيه‬ berarti ‫التمثيل‬ yang


berarti “persamaan”.

Sedangkan menurut istilah Ilmu balaghah:

ُ ‫الت ْشبِ ْيهُ هُ َو إِ ْل َحا‬


‫ق اَ ْم ٌر بِا َ ْم ٍر ِبا َ َد ِة التَ ْشبِ ْي ِه لِ َجا ِم ِع بَ ْينَهُ َما‬ َ

“Yaitu menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan


menggunakan perangkat (sarana) tasybih untuk mengumpulkan
diantara keduanya.

Rukun-rukun At-tasybih ada 4, yaitu:

a) Musyabbah (‫ )المشبة‬: sesuatu yang di perbandingkan.

b) Musyabbah bih (‫ )المشبة به‬: Objek yang diperbandingkan.


Gabungan antara Musyabbah dan Musyabbah bih disebut Tharafai

tasybih (‫التشبيه‬ ‫)طرفي‬.


َّ ‫ال‬
c) Wajhu Asy-syabbah(‫شبة‬ ‫)وجه‬
Yaitu makna atau sifat yang dimiliki oleh musyabbah dan
musyabbah bih atau Bentuk kesamaan sifat yang disamakan antara

Musyabbah (‫ )المشبة‬dan Musyabbah bih (‫به‬ ‫)المشبة‬.


d) Adat At-tasybih(‫التشبيه‬ ‫)أداة‬
Yaitu suatu lafadz yang menunjukkan adanya persamaan (antara
dua hal atau lebih), serta mendekatkan musyabbah pada musyabbah
bih dalam sifatnya. atau bisa dikatakan Sarana atau perangkat
untuk menyamakan.

Adapun untuk lebih jelasnya mari kita amati contoh dibawah ini:

‫علِ ٌّي َكاآل َس ِد فِي ال َجرْ أَ ِة‬


َ
(Ali laksana harimau dalam keberaniannya)

‫عل ّي‬ sebagai Musyabbah, ‫اآلسد‬ menjadi musyabbah bih, huruf

‫الكف‬ sebagai Adat At-tasybih dan ‫في الجرأة‬ keterangan dari


Wajhu Asy-syabah.

2. Majaz (‫)المجاز‬

Pengertian Majaz menurut istilah Ilmu balaghah:

‫المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعالقة مع‬


‫قرينة مانعة من إرادة المعنى الساب‬
“Majaz adalah yang digunakan tidak pada tempatnya, karena ada
keterkaitan serta alasan yang mencegah dari makna terdahulu”.

Macam-macam Majaz ada 2, yaitu:


a) Majaz ‘aqly

‫ اي في اسناد الفعل او ما في معناه الى‬,‫يكون في االسناد‬


‫غير ما هوله‬
“Majaz Aqly adalah majaz yang terjadi pada penyandaran fi’il pada
fa’il yang tidak sebenarnya”.

b) Majaz Lughawy
Pengertian majaz Lughawy menurut istilah adalah:

‫المجاز اللغوي هو كلمة استعملت في غير ما وضعت له‬


‫لعالقة مع قرينة تمنع من إرادة المعنى الحقيقيي‬
“Majaz Lughawy adalah kata yang digunakan tidak pada
tempatnya, karena ada keterkaitan serta alasan yang mencegah
dari makna hakiki”.

Adapun Pembagian Majaz Lughawy ada 2, yaitu:


1) Isti’arah (peminjaman kata)

‫االستعارة هي مجاز عالقته المشابهة‬


“Istiarah adalah majaz yang mempunyai hubungan langsung”
Contohnya :

ِ ُّ‫ت إِلَى الن‬


‫ور‬ ُّ ‫اس ِم َن‬
ِ ‫الظلُ َما‬ َ ‫ِكتَابٌ أَ ْن َز ْلنَاهُ إِلَي‬
َ َّ‫ْك لِتُ ْخ ِر َج الن‬
‫يز ْال َح ِمي ِد‬
ِ ‫اط ْال َع ِز‬
ِ ‫ص َر‬ ِ ‫بِإِ ْذ ِن َربِّ ِه ْم إِلَى‬

“(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu


mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang
benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji“.
ُّ yang
ِ ‫الظلُ َما‬
Pada contoh kalimat diatas, lafadz majazinya adalah ‫ت‬
ِ ُّ‫ الن‬yang berarti cahaya. Benarkah Al-
berarti kegelapan, dan ‫ور‬
qur’an dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan ke alam yang
terang benderang? Tentu tidak, karena yang dimaksud Allah dalam
firmannya bukanlah makna hakiki, melainkan makna majazinya,
yaitu ‫الضاللة‬, yang artinya kesesatan dan ‫ الهدى‬petunjuk.

1) Majaz Mursal.

‫مجاز المرسال هو مجاز تكون عالقة بين المعنى الحقيقة و‬


‫المجازى قائمة غير المشابهة‬
“Majaz Mursal adalah majaz yang hubungan antara makna hakiki
dan makna majazi merupakan hubungan yang tidak langsung”
Contoh:

َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬


‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكعُوا َم َع الرَّا ِك ِعين‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku’“.

Yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut adalah makna


majazi, bukan makna hakiki, yaitu: shalat berjama’ah dan dapat
pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-
sama orang-orang yang tunduk.

3. Kinayah (‫)الكناية‬

Lafadz ‫الكناية‬ secara bahasa berbentuk mashdar, diambil

dari fiil ‫ كنى يكني كناية‬atau bias juga masdar dari fiil ‫كنا يكنو‬
‫كناية‬ yang berarti menerangkan sesuatu dengan perkataan yang
lain, mengatakan dengan kiasan, atau sindiran.
Sedangkan pengertian ‫ الكناية‬menurut istilah Ilmu balaghah
adalah:

‫الكناية هو لفظ أطلق و أريد به الزم معنه مع جواز إرادة‬


‫المعنى اآلصلى‬
Artinya: lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah
kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada
arti yang sebenarnya.

Contohnya:

‫نزلنا على رجل كثير الرماد‬


Artinya: “kita mampir pada seorang laki-laki yang banyak abu
dapurnya”.
Dalam kalimat tersebut terdapat ungkapan ‫كثير الرماد‬, yang berarti
abu dapur, makna yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah
makna sebenarnya, yakni abu dapur, tetapi makna lain yang
menjadi kelazimannya. Makna Yang dikehendaki dari kalimat ‫كثير‬
‫ الرماد‬adalah orang yang banyak abu dapurnya, kelazimanya banyak
memasak, orang yang banyak memasak itu kelazimannya banyak
menjamin makanan dan minuman, orang yang banyak menjamu
tamu itu kelazimannya banyak tamu, orang yang banyak tamu
kelazimannya baik hati, dermawan, kharismatik atau dihormati dan
disegani.

2.3 Ilmu Badi’


A. Pengertian ilmu badi’
Badi' adalah ilmu yang digunakan untuk memperindah dalam hiasan
susunan kalimat. Secara leksikal dia bermakna ciptaan Baru yang belum
Ada contoh sebelumnya.
Badi' menurut terminologi adalah suatu ilmu yang dengannya
diketahui segi-segi (beberapa metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk
menghiasi kalimat dan memperindahnya) dan keistimewaan-keistimewaan
yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan menghiasinya
dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan
situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki (al-
Hasyimi;1994).

Menurut Imam Akhdhari ilmu badi'adalah ilmu untuk mengetahui cara


membentuk kalam yang baik sesudah memelihara muthabaqah dan
kejelasan dalalahnya.
B. Objek Kajiannya
Karena ilmu badi' berupaya memperindah bahasa atau ungakapan

Maka fokus utamanya ada pada tataran lafal ( ‫ ) لفظية محاسنات‬Juga


makna(‫محاسنات‬ ‫) معنوي‬. Muhassinat Lafdziyyah meliputi : jinas,
iqtibas, dan saja'. Muhassinat maknawiyah meliputi: tauriyyah, tibaq,
muqabalah, husnu ta'lil, ta'qid al-madh bimaa yusysbih al-dzamm, Ta'qid
Al-dzam bima yusybihu Al-madh, dan uslub al-hakim.

Muhassinat lafdziyyah
1. Jinas. Merupakan turunan kata dari jins yang artinya "bagian dari
sesuatu". Dalam kajian ilmu balaghah jinas bermakna kemiripan
pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya, atau dalam satu ungkapan
terdapat dua kata yang sama lafadznya namun berbeda artinya.
Contoh:

‫ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثو غير ساعة‬


"Dan pada hari terjadinya hari kiamat, bersumpahlah orang-orang yang
berdosa, "mereka tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sesaat saja."(al-
Rum:55)
Dua kata yang di beri warna di atas adalah kata yang selafadz namun
artinya berbeda, ditempat satu bermakna hari kiamat, ditempat kedua
bermakna waktu sedikit. Jadi pengungkapan suatu kata yang mempunyai
dua makna, karena disebut pada tempat yang berbeda dinamakan jinas.

Jinas terbagi menjadi dua:


a. Jinas tam. Adalah kemiripan dua kata dalam empat hal, yaitu: jenis
huruf, syakalnya, jumlahnya dan urutannya. Contoh

‫ إلى رد أمر هللا فيه سبيل‬# ‫وسميته يحيى ليحيىا فلم يكن‬
"dan aku memberinya nama Yahya agar ia senantiasa hidup, namun tidak
ada jalan untuk menolak perintah Allah padanya."

Pada syi'ir di atas terdapat kata Yahya yang berada di dua tempat. Pada
tempat pertama (yang awal) yahya bermakna nama orang, dan pada tempat
kedua bermakna hidup. Nah kedua lafadz Yahya itu mempunyai
kemiripan pada jenis hurufnya, syakalnya, jumlahnya, dan urutannya satu
sama lain.

b. Jinas ghair tam. Adalah suatu kata yang diulang pada tempat yang
berbeda, namun bedanya sama jinas tam, dia lafadznya tidak sepenuhnya
memenuhi empat hal tadi, entah itu tidak sama di syakalnya, atau
hurufnya, urutannya, ataupun jumlahnya. Contoh

١٠-٩ ‫ الضحى‬.‫فأما اليتيم فال تقهر وأما السائل فال تنهر‬

Dua lafadz di atas nyaris sama, namun berebda pada huruf, dimana yang
satu menggunakan ‫ ق‬dan satunya menggunakan ‫ن‬.

2. Iqtibas. Maknanya adalah menyalin dan mengutip. Istilahnya, seorang


penulis yang menyusun tulisan dan tulisan itu dia kutip dari al-Qur'an atau
Hadits namun dia tidak cantumkan rujukan dari kutipannya itu. Contoh

‫ أنا باخع نفسي علئ آثا رهم‬# ‫رحلوا فلست مسائال عن دارهم‬
"mereka telah berangkat dan aku tidak akan menanyakan tempat tinggal
mereka, selanjutnya aku seperti orang yang binasa karena bersedih hati
sepeninggal mereka"

Perhatikan pada kalam yang di beri warna, kalam itu merupakan ayat dari
surah al-Kahfi yang ke enam yang dikutip oleh penulis syi'ir itu dan
melakukan sedikit perubahan sehingga terlihat seperti ungkapannya
sendiri.

3. Saja'. Leksikalnya bermakna bunyi atau indah, terminologinya


bermakna persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya.
Macam-macamnya:
a. al-Mutharraf, ahli balaghah mendefinisikannya:
"Sajak yang dua akhir kata pada sajak itu berbeda dalam wazannya dan
bersesuaian dalam huruf akhirnya"
Contoh

‫ وقد خلقكم أطوارا‬. ‫ما لكم ال ترجون وقارا‬


"mengapa kamu tidak percaya pada kebesaran Allah? Padahal Dia
sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan" (Q.S
Nuh : 13-14).
Perhatikan lafadz yang diberi warna.

b. Al-Murashsha'. Adalah sajak yang padanya lafadz-lafadz dari salah satu


rangkaiannya, atau seluruhnya, atau sebagian besarnya semisal
bandingannya dengan rangkaian lain.
Contoh

‫ ويقرع األسماء بزواجر‬# ‫هو يطبع األشجاع بجواهر لفظه‬


‫وعظه‬
"dia mencetak sajak-sajak dengan mutiara-mutiara katanya, dan mengetuk
pendengaran dengan larangan-larangan bimbingannya"
Semisal bandingannya itu adalah dari segi konsonan atau bunyi yang
keluarnya.

c. Al-Mutawaazi. Secara istilah

‫ماكان االتفاق فيه في الكلمتين اآلخرتين فقط‬


"sajak yang persesuaian padanya terletak pada dua kata yang akhir saja"

Contoh:

‫ وأكواب موضوعة‬، ‫فيها سرر مرفوعة‬


"di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan dan gelas-gelas yang
terletak di dekatnya" ( Q.S al-Ghasyiah 13-14).
Perhatikan pada lafadz yang telah diberi warna.

Muhassinat Maknawiyah
1. Tauriyah. Bermakna tertutup atau tersembunyi. Terminologisnya:
"sesorang yang berbicara mengucapkan lafadz yang tunggal , yang
mempunyai dua macam arti. Arti yang pertama adalah arti yang "dekat
dan jelas" tapi bukan itu yang dimaksudkan, kemudian arti yang kedua
adalah makna " jauh dan samar" tetapi yang dimaksudkan dengan ada
tanda-tanda, namun orang yang berbicara tadi menutupinya dengan makna
yang dekat. Dengan demikian pendengar menjadi salah sangka sejak
semulanya bahwa makna yang dekat itulah yang dikehendaki, padahal
tidak".
Pembagian Tauriyah.
a. Tauriyah Mujarradah. Adalah tauriyah yang tidak dibarengi dengan
ungkapan yang sesuai dengan salah satu dari dua makna (makna jelas dan
dekat serta makna samar dan jauh). Contoh ketika nabi Ibrahim menjawab
ketika ditanya siapa perempuan yang membersamainya itu (yang tak lain
adalah istrinya), lalu nabi Ibrahim menjawab "‫تي‬qqq‫"ھذه أخ‬, dalam
ungkapannya itu nabi Ibrahim tidak menyebut ungkapan lain yang
sekiranya bisa dijadikan petunjuk untuk mengetahui makna yang mana
yang dimaksud apakah makna dekat atau jauh. Maka si pendengar
memaknainya dengan makna yang dekat yaitu saudara kandung
(sebagaimana makna saudara secara umum), padahal makna jauhnyalah
yang dimaksud yakni saudara sekeyakinan (seagama).

b. Tauriyah Murasysyahah. Ialah ungkapan yang disertai dengan Konteks


pembicaraan dimana konteks pembicaraannya ini sesuai dengan makna
dekat dari ungkapan tadi, jadi dia terlihat lebih mengehendaki makna dekat
dibanding makna jauh dengan keberadaan konteks pembicaraan tadi.
Contoh

٤٧ :‫والسمآء بنيناھا بأيد الذاريات‬


Makna kata "‫ "أيد‬ada dua, tangan (makna dekat) dan kekuasaan (makna

jauh). Karena ada kata "‫"بنيناھا‬ (kami membangunnya), dan


sebagaimana lazimnya bahwa bangunan itu dibangun dengan tangan, maka

kata "‫"بنيناھا‬ menguatkan makna dekat dari "‫ "أيد‬sehingga ketika kita
buka al-Qur'an maka kita akan lihat terjemahan dari kata itu adalah
"tangan" dengan tanda kurung kekuasaan setelahnya. Namun demikian
makna yang dikehendaki adalah makna jauhnya.

c. Tauriyah Mubayyanah. Yakni tauriyah dengan konteks pembicaraan


yang menguatkan makna jauh dari kata tersebut. Contoh

‫ وظللت من فقدي غصونا في‬# ‫يا من رآني باالھموم مطوقا‬


‫شجون‬
"wahai orang yang melihatku dalam keadaan terlilit kesedihan # diriku
senantiasa dalam luka karena kehilngan anak-anak"

Pada bait pertama penyair mengatakan bahwa dia sedih, dan di bait kedua

mulai dijelaskan mengapa dia sedih, sampai pada kata ‫غصونا‬ kata ini
memiliki dua makna, dahan pohon (makna dekat) dan anak-anak (makna
jauh), ungkapan pada bait pertama seakan memberi penyesuaian sehingga

memberi penekanan pada makna jauh dari kata ‫غصونا‬, sehingga makna
jauh itu menjelaskan kesedihan yang dialami oleh penulis.

d. Tauriyah Muhayyaah. Adalah tauriyah yang terwujud karena dibarengi


lafadz sebelumnya atau sesudahnya, jadi ketika dia tidak diiringi oleh
lafadz-lafadz ini (sebelum atau sesudahnya) maka bisa jadi dia tidak
termasuk tauriyah. Maka tauriyah ini ada dua.
√ tauriyah yang dibarengi dengan lafadz sebelumnya, contoh

‫ لقاء الموت عندھم األديب‬# ‫أصون أديم وجھي عن أناس‬


‫ ولووافي به لھم حبيب‬#‫ورب الشعر عندھم بغيض‬
"aku memelihara kulit mukaku dari banyak orang bertemu, mati menurut
mereka adalah sesuatu yang beradab, pengarang menurut mereka adalah
orang yang dibenci meski yang datang kepada nereka itu adalah orang
yang dicintai"

Kata ‫ حبيب‬di atas memiliki dua makna, orang yang dicintai (makna dekat)

makna ini dirujuk karena lafadz sebelumnya " ‫"بغيض‬ (orang yang
dibenci) dan seseorang
bernama habib (makna jauh) dalam hal ini adalah Abu Tamam yang
bernama Habib bin Aus, dam makna yang inilah yang dikehendaki
penyair.

√ tauriyah dengan lafadz sesudahnya. Contoh

‫إنه كان يحرك الشمال بااليمين‬


"sesungguhnya ia menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh
badan dengan tangan kanan"
Kata ‫الشمال‬ pada lafadz di atas mempunyai dua makna, tangan kiri
(makna dekat) dan baju longgar yang menyelubungi badan (makna jauh).

Karena adanya lafadz ‫ اليمين‬setelahnya maka makna yang sebenarnya


menjadi tertutupi yakni makna yang jauhnya yang mana makna itulah
yang dikehendaki.

2. Thibaq. Secara lughawi adalah kesesuaian, secara istilah adalah

"‫ده‬qq‫يء و ض‬qq‫ع بين الش‬qq‫"الجم‬ mengumpulkan sesuatu dengan


lawannya dalam satu kalam. Baik itu berupa isim, fa'il, atau huruf, atau
isim & fa'il, seperti mengumpulkan siang dan malam, pandai dan bodoh,
berani dan penakut, mati dan tidak mati.
Dalam prespektif ulama balaghah, Thibaq ini ada dua yakni thibaq ijabi
dan thibaq salabi. Yang dimaksud dengan ijabi adalah kata yang tidak
mengandung makna menidakkan atau kedua kata itu sama-sama positif,
seperti baik dan buruk. sedangkan salabi mengandung makna menidakkan
atau diantara kedua kata itu ada yang positif dan ada yang negatif, seperti
baik dan tidak baik.
Contoh thibaq ijabi

‫ليس من الحزم أنتحسن إلى الناس وتسيء الى نفسك‬


"bukan tindakan yang bijaksana engkau berbuat baik kepada orang lain,
namun berbuat jahat pada dirimu sendiri"
Dua kata saling berlawanan di atas merupakan bentuk positif karema tidak
mengandung kata "tidak".
Contoh thibaq salabi

)١٠٨:‫يستخفون من الناس وال يستخفون من هللا (النساء‬


"mereka bisa bersembunyi di hadapan manusia; akan tetapi mereka tidak
bisa bersembunyi di hadapan Allah"
Pada lafdz di atas terlihat bahwa kata negatif dan positif berkumpul dalam
satu kalimat, kata negatifnya ditandai dengan kata "tidak".

3. Muqabalah. Yakni mendatangkan dua makna atau lebih dalam satu


kalimat, kemudian didatangkan pula secara sistematis (tertib) dua makna
lain atau lebih yang berlawanan dengan sebelumnya. Seperti perkataan
Khalid bin Safwan dalam menggambarkan seseorang

‫ليس له صديق في السر وال عدو في العالنية‬


"ia tidak memiliki teman secara rahasia, dan tidak memiliki musuh secara
terang-terangan"

Kata teman dan rahasia merupakan dua makna yang terletak di awal,
kemudian di akhir didatangkan pula 2 makna (secara berurutan) lain yang
berlwanan dengan dua makna sebelumnya yaitu musuh dan terang-
terangan.

4. Ta'kid al-madh bima yusybihu al-dzam. Yakni memperkuat pujian


dengan kalimat yang menyerupai celaan. Gaya bahasa ini berupa
menyebutkan pujian di awal serta di akhir namun dia menghubungkan
kedua kalimat pujian itu dengan menggunakan isim pengecualian
(istitsna) sehingga awalnya terdengar merendahkan namun setelah selesai
semua di ucapkan maka akan jelas bahwa pujian kedua malah menguatkan
(menta'kid) pujian pertama. Struktur kalimat pada hal ke 4 ini ditandai
dengan adanya isim ististna. Dia terbagi menjadi dua macam
a. Mengecualikan sifat pujian dari sifat celaan yang dinafikan dengan cara
bahwa sifat sanjungan itu termasuk kepada sifat pencelaan. Contoh

‫ ال تقع العين على شبھه‬# ‫ليس به عيب سوى أنه‬


"tidak ada cacat padanya, hanya saja mata tidak akan melihat orang yang
serupa dengan dia"
Penyair bukan hendak merendahkan orang yang dipujinya setelah
menyebut isim istitsna yakni ‫وى‬qq‫ س‬melainkan ingin menetralkan pujian
dengan menyerupakannya dengan celaan, padahal sebenarnya
menguatkan.

b. Menetapkan sifat pujian bagi sesuatu setelah itu mendatangkan huruf


istitsna, diikuti sifat pujian lain yang dikecualikan dari semisalnya. Contoh
ketika Nabi mengatakan

‫أنا أفصح العرب بيد أني من قريش‬


"aku orang Arab paling fasih, hanya saja aku ini orang quraiys"
Pengeculian itu tidak lain hanya menguatkan pujian pertama.

5. Ta'kid al-dzam bima yusybihu al-madh. Yakni menguatkan celaan


dengan menyerupai pujian. Di awal mutakallim menyatakan celaannya
kemudian diikuti oleh isim istitsna (pengecualian) sehingga pendengar
akan mengira bahwa setelah pengucapan istitsna itu akan ada pujian
(sebagaimana lazimnya) namun ternyata mutakallim hanya menguatkan
celaan dengan alibi memuji. Uslub ini juga terbagi dua
a. Mengecualikan sifat celaan dari sifat pujian yang dinafikan. Contoh

q‫ال حسنى المنزل إال أنه مظلم ضيق الحجرات‬


"tiada keindahan dalam rumah Kecuali gelap dan sempit kamarnya"
Kata kecuali pada ungkapan tersebut merujuk pada pujian yang akan
dikatakan oleh mutakallim, namun yang terjadi malah sebaliknya.

b. Menetapkan celaan pada sesuatu kemudian diikuti istitsna kemudian


diikuti sifat celaan yang lain. Contoh
‫فال فاسق إال أنه جاھل‬
"si fulan itu orang fasiq kecuali dia bodoh"
Pada ungkapan di atas tidak ada kalimat yang dinafikan melainkan
langsung celaannya yang diungkapkan.

6. Husn al-ta'lil. Bermakna memperbagus alasan. Atau bermakna


‫ب‬qq‫حسن التعليل أنينكر االديب صراحة أو ضمنا علة الشيء المعروفة ويأتي بعلة أدبية طريفة تناس‬
‫الغرض الذي يقصد إليه‬
"husnu ta'lil adalah seorang sastrawan ia mengingkari- secara terang-
terangan atau terpendam- alasan yang telah dikenal umum baik suatu
peristiwa dan sehubungan dengan itu, ia mendatangkan alasan lain yang
bernilai sastra dan lembut yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapainya"
Contoh
‫كان احتراق الدار خزنا على غياب أھلھا‬
"terbakarnya rumah itu karena sedih ditinggalkan penghuninya"
Jelas kita tahu bahwa terbakarnya rumah dengan alasan seperti itu
sangatlah tidak masuk akal, namun itulah ungkapan yang dimaksudkan
oleh penyair.

7. Uslub al-Hakim. Adalah gaya bahasanya orang yang hakim (orang yang
mengetahui serta teliti dalam semua perkara). Yakni ketika seorang yang
hakim ditanya dan jawaban dari pertanyaan itu oleh orang hakim
dianggap panjang dan tidak dapat dengan serta merta dipahami oleh
sipenanya atau dianggap tidak bermanfaat untuk dibahas, maka orang
yang hakim mengalihkannya namun masih dalam konteks pembicaraan
yang sedikit punya hubungan. Seperti itu karena orang hakim ingin
mengarahkan pembicaraan pada sesuatu yang bermanfaat saja atau yang
pentingnya saja. Contoh
‫ إني أنعم با العافية‬:‫ كم سنك؟ فقال‬:‫قيل لشيخ ھرم‬
"seorang kakek tua ditanya: Berapa usiamu? Lalu sang kakek menjawab:
aku merasa senang bisa sehat."
Dalam percakapan itu sikakek tidak menjawab pertanyaan yang
dikehendaki si penanya, melainkan mengalihkannya, dengan jawaban
seperti itu seakan-akan sang kakek ingin mengatakan bahwa usiaku
sekarang bukanlah hal yang penting, melainkan yang penting adalah
kesehatan, karena mau umur berapa pun Itu, tapi sehat maka itulah yang
penting.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

kami penyimpulkan bahwa ilmu ma’aniy ialah ilmu yang pempelajari tentang
perkataan bahasa arab yang sesuai situasi dan kondisi dan juga dengan macam-
macam ruang lingkup pembahasan di dalamnya seperti halnya kalam
khabar,insya, al-qasr, al-fashl wa al-washl, dan ijaz, musawat dan ithnab.

Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan


suatu pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda dengan
sebagian yang lain, dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna
tersebut. Kajian ilmu bayan meliputi tiga aspek yaitu : Tasybih, Majaz, dan
kinayah .Objek kajian ilmu bayan adalah tasybih, majaz, dan kinayah, Melalui
ketiga bidang ini kita akan mengetahui ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang
fasih baik dan benar, serta mengetahui ungkapan-ungkapan yang tidak fasih dan
tidak cocok untuk diucapkan. llmu ini dapat membantu kita juga untuk
mengungkapkan suatu ide atau perasaan melalui bentuk kalimat dan ushlub yang
bervariasi sesuai dengan muqtadha al-hal.
Ilmu badi membahas tata cara memperindah suatu ungkapan. Baik pada aspek
lafadz maupun pada aspek makna. Ilmu ini membahas dua bidang utama.Yaitu
muhassinat lafdziyyah dan muhassinat ma’nawiyyah. Muhassinat Lafzhiyyah
meliputi: jinas, Iqtibas dan saja’. Sedangkan muhassinat ma’nawiyyah meliputi:
tauriyyah, tibaq, muqabalah, ta’kidal-madhbimayusybihal-dzamm, Istikhdam,dan
Tafrig.

3.2 Daftar Pustaka

Al-Hasyimi, Ahmad. Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-


Badi’.Surabaya: Al-Hidayah. 1960.

Shofwan, Sholehuddin. Jauharul Maknun.Jombang:Darul Maknun.2007

http://repository.radenintan.ac.id/9298/1/BALAGHAH%20PALING
%20LENGKAP.pdf

https://online.fliphtml5.com/lkkz/pgis/#p=7

https://www.scribd.com/document/515695525/Makalah-umi

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/19530727198
0111-MAMAT_ZAENUDDIN/Pengantar_I_Badi%27.pdf

Jurnal ilmiah al-Mu'ashirah

Anda mungkin juga menyukai