Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rokhim Nur Rifai

NIM : 200605110171
Matkul : STUDI AL-QUR'AN DAN AL-HADITS - B

Tokoh-tokoh mufassir dan kitab-kitab tafsirnya


   Pengertian
Tafsir bil ma’tsur adalah metode penafsiran dengan cara mengutip,atau mengambil rujukan pada Al  - qur’an ,
hadist Nabi, kutipan sahabat serta tabi’in. Metode ini mengharuskan mufasir menelusuri shahih tidaknya
riwayat yang digunakannya.
Tafsir bir-ra’yi adalah metode penafsiran dengan cara ijtihad dan penyimpulan melalui  pemahaman sendiri
serta penyimpulan yang hanya didasarkan pada ra’yu semata.

B.      Sejarah serta perkembangan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bir-ra’yi


                     Tafsir bil ma’tsur  telah ada sejak zaman sahabat, dan ada beberapa sahabat yang terkemuka
dalam bidang ilmu tafsir yakni:
-          Abu Bakr Ash Shiddiq
-          Umar al Faruq
-          Utsman Dzun Nurain (Utsman bin Affan)
-          Ali bin Abi Thalib
-          Abdullah bin Mas’ud
-          Abdullah bin ‘Abbas
-          Ubay bin Ka’ab
-          Zaid bin Tsabit
-          Abu musa al Asy’ary
-          ‘Abdullah bin Zubair

Pada zaman  ini tafsir bil ma’tsur dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW, atau
dari sahabat oleh sahabat,serta dari sahabat oleh tabi’in dengan tata cara yang jelas periwayatannya, cara seperti
ini biasanya dilakukan secara lisan. Setelah itu ada periode dimana penukilannya menggunakan penukilan pada
zaman sahabat yang telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya kodifikasi ini dimasukkan dalam kitab-
kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi disiplin ilmu tersendiri, maka ditulis dan terbitlah buku – buku yang
memuat khusus tafsir bil ma’tsur lengkap dengan jalur sanad kepada nabi muhammad Saw, para sahabat, tabi’in
al tabi’in. Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil ma’tsur kecuali kitab yang dikarang
ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan menganalisannya serta mengambil istinbath yang mungkin ditarik dari
ayat al- qur’an. Pada perkembangan selanjutnya, ada banyak tokoh yang mengkodifikasikan tafsir bil ma’tsur
tanpa mengemukakan periwayatan sanadnya  dan hanya mengemukakan pendapat – pendapatnya sendiri serta
tidak membedakan periwayatn yang shahih atau tidak. Karena adanya kecurigaan pemalsuan, muncullah studi –
studi kritis yang berhasil menemukan dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para mufasir dapat
berhati – hati.
Diantara kitab tafsir yang memuat tentang tafsir bil ma’tsur yakni :
-          Tafsir  Jami’ul Bayan ( Ibnu Jarir Ath Thabary)
-           Tafsir Al Bustan  (Abul Laits as Samarqandy)
-          Tafsir   Baqy Makhlad
-          Tafsir Ma’limut Tanzil (Al Baghawy)
-          Tafsir  Al – Qur- anul ‘Adhim ( Al Hafidh ibnu Katsir)
-          Tafsir Asbabun Nuzul (Alwahidy)
-          Tafsir An Naskh wal mansukh (Abu Ja’far An Nahas)
-          Tafsir Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur (As Suyuthy)
-          Al jawahir al – Hassan fi tafsir al-qur’an (Abdurrahman Atsa’libi)
Pada perkembangany tafsir bil ma’tsur juga mengelami perbedaan pendapat antar Para periwayat, namun
perbedaan itu hanya terletak pada aspek redaksional sehingga maknanya sama  hanya kata – kata yang
berbeda.  Perbedaan ini dapat diklasifikasikan dalam dua macam yaitu :
- Pertama , seorang mufasir mengungkapkan maksud sebuah kata dengan redaksi yang berbeda dengan
mufasir lain. Contoh pada kata as sirat al mustaqim sebagian menafsirkan dengan Qur’an sedang
yang lain dengan islam, namun keduanya bermakna sama karena islam ialah mengikuti qur’an
(Drs.Mudzakir AS,2011:484)
- Kedua, masing mufasir menafsirkan kata – kata yang bersifat umum dan menyebutkan makna dari
sekian banyak makna yang ada, contoh penafsiran tentang firman Allah yang berbunyi :  “ kemudian
kitab itu kami wariskan kepada ornang – orang yang kami pilih diantara hamba – hamba kami
namun diantara mereka ada yang berbuat aniaya (zalim)terhadap diri sendiri, ada pula yang
bersikap moderat(muqtasid) dan ada pula yangterdepan (sabiq) dalam berbuat kebajikan (fathir
35:32)  (Drs.Mudzakir AS,2011:485)
Dalam pengartian zalim,muqtasid dan sabiq ada musafir yang mengaitkan dengan sholat ada pula yang
mengaitkannya dengan zakat sehingga terasa ada perbedaan namun dalam makna sesungguhnya masih
menggambarkan hal yang sama. Perbedaan juga terkadang dikarenakan ada dua lafadz yang bermakna ganda,
namun itu bukan masalah besar selama tidak menyimpang dari konteks yang asal.
Tafsir bir-rayi ada setelah berakhir masa salaf sekitar abad 3 H dan peradaban islam semakin maju dan
berkambang, sehingga  berkembanglah berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat islam.masing – masing
golongan berusaha menyakinkan umat islam dalam rangka mengembangkan paham mereka. Didukung dengan
banyaknya  para ahli tafsir yang  telah menguasai berbagai disiplin ilmu, maka pada proses penafsiran mereka
cenderung memasukkan hasil pemikiran serta pembahasan tersendiri yang berbeda dengan penafsir lain.
Contohnya ada yang cenderung pada ilmu balagh (imam al Zamakhsyari) , pembahasan aspek hukum syariah
(imam al- Qurtuby) karena individulisme seperti inilah banyak penafsir yang sampai mengesampingkan tafsir
yang sesungguhnya karena sibuk memasukkan ide nya masing- masing. Tafsir bir – Ra’yi masih bisa diterima
selama penafsir menjauhi lima hal berikut,
-          Menjauhi sikap terlalu berani menduga – duga kehendak Allah didalam KalamNya, tanpa memiliki
syarat penafsir
-          Memaksa diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk mengetahuinya.
-          Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
-          Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab
-          Menghindari penafsiran pasti (qath’i)
Sehingga jika sudah menjauhi lima hal diatas maka mufasir dinilai berniat ikhlas untuk menafsirkan
tanpa ada kepentingan terselubung.karena apabila tafsirnya memihak kepentingan suatu madzhab atau golongan
maka ia dianggap sebagai pencipta bid’ah, tafsirnya dianggap tercela dan  ditolak. Seperti pada kasusu dimana
banyak penafsir dari golongan mu’tazilah yang memasukkan paham ke mu’tazilahannya yang bertumpu pada
lima dasar yakni : tauhid, adil, all –wadu wa al –wa’id, al –manzilah bayanal manzilatayn serta amar ma’ruf
nahi munkar. selain mu’tazilah ada beberapa golongan pula yang melakukan hal yang sama. Dalam
perkembangannya tafsir bir-ra’yi mengalami perkembangan yang pesat, namun dalam penerimaan nya di mata
para ulama ada dua tanggapan yakni memperbolehkan dan melarang. Meski ada beberapa ulama yang
memperbolehkan penafsiran dengan ijtihad yang berdasarkan Al- Qur’an dan sunnah rasul serta  kaedah yang
dianggap mu’tabarat. Nmun, para ulama salaf lebih suka diam daripada menafsirkan Al- qur’an. Dan tidak ada
dalil yang kuat untuk pelarangan tafsir bir – ra’yi sebagaimana ditulis oleh Ibn Taymiyat: “ mereka senantiasa
membicarakan apa – apa yang mereka ketahui dan mereka diam pada hal – hal yang tidak mereka ketahui.
Inilah kewajiban setiap orang [lanjutnya], ia harus diam kalau tidak tahu ,dan sebaliknya harus menjawab jika
ditanya sesuatu yang diketahuinya” , jadi diamnya ulam salaf bukan karena tidak mau menafsirkannya, bukan
pula karena dilarang. Tapi, karena ke hati – hatian mereka supaya tidak masuk ke dalam apa yang
disebut  takhmin dalam menafsirkan Al- qur’an. Karena ada dua pandangan dalam hukum tafsir bir – ra’yi,
maka kiitab – kitab tafsir bir- ra’yi dibedakan jadi dua macam yakni yang Mahmud (diperbolehkan) dan yang
Mazhmum (terlarang /tercela).
Contoh Kitab yang mahmud (diperbolehkan)
-          Tafsir anwarut Tanzil wa Asrarut Takwil (Al Baidhawy)
-          Tafsir Irsyadul Aqlis Salim ( Abu Su’ud Al Imady)
-          Tafsir Fathul Qadir (Al Imam as Ayaukany)
-          Tafsir Fathul Bayan (Siddiq hassan Khan)
-          Tafsir Ruhul Ma’ani (Syihabudin al Alusy)
-          Al-jami’ Liahkami Qur’an (muhammad bin Abi bakr)
-          Tafsir Al Jalalain (Jalaludin Muhammad AlMahally dan Jalaludin Muhammad A Sayuthy)
Contoh kitab yang Mazhmum
-          Tanjihul qur’an ‘ani Mathain’ ( abu hasan abdul jabar) dari golongan mu’tazilah
-          Mir’atul Anwar wa Misykatul ashrar (Maula Abdul Latif Al-Kazarani) dari golongan Syi’ah
-          Tafsir Hassan Al – Askari (Abu Musa ) dari golongan Syi’ah
-          Himyanul Zad Ila Daril ma’ad (muhammad bin Yusuf) dari golongan Khawarij
-          Gharar Al-Fawa’id wa Darar Al Qalaid (Abu Qasim Ali) dari golongan Mu’tazilah.
-          Rahul Ma’ani (Syihabudin Al Alusi ) dari golongan khawarij
-          Tafsir Athiyah bin Muhammad An-Nazwany Al- zayidi tafsir fi tafsir (Muhsin bin Muhammad) dari
golongan Zayidiyah

C.      Hukum  tafsir bil ma’tsur dan Bir- Ra’yi


Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena berdasar pada yang  shahih
seperti Al – qur’an dan Hadits nabi, maka bisa digunakan agar tidak tergelincir dalam kesesatan pengetahuan
dalam memahami kitab Allah. Diriwayatkan oleh ibnu Abbas, ia berkata : “tafsir itu ada empat macam ; tafsir
yang yang dapat diketahui oleh orang arab melalui bahasa mereka, tafsir yang harus diketahui oleh setiap orang,
tafsir yang hanya bisa diketahui para ulama dan tafsir yanga sama sekali tidak mungkin diketahui oleh siapapun
selain Allah.
Dari yang dikatakan ibnu Abbas kita bisa tahu bahwa ada beberapa tafsir yang tiddak bisa dirtikan
secara gamblang dan masih disembunyikan oleh Allah yang hanya bisa diuraikan oleh utusannya yakni Nabi
Muhammad SAW, seperti dalam hal- hal seperti ayat – ayat yang mengandung perintah wajib,anjuran dan
himbauan, larangan, fungsi – fungsi hak, hukum – hukum , batas – batas kewajiban, kadar keharusan bagi
sebagian makhluk terhadapa sebagian lain dan hukum- hukum lain yang terkandung dalam ayat- ayat Al- qur’an
yang tidak dapat diketahui kecuali dengan penjelasan Rassulullah. Maka dari itu tafsir Ma’tsur dianjurkan untuk
dipedomani karena metode tafsir jenis ini merujuk pula pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Tafsir Bir- Ra’yi adalah diperbolehkan apabila ada dasar yang shahih namun apabila  tidak ada maka
tafsir jenis ini diharamkan atau tidak boleh dilakukan. Ada beberapa alasan yang melarang tafsir jenis
ini  seperti
“dan jangan lah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (al – Isra’ [17] :36)
(Drs.Mudzakir AS,2011:489)
“katakanlah: ‘tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, perbuatan
dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar ; (mengharamkan) kamu mempersekutukan dengan
Allah sesuatu yang tidak ia turunkan hujjah mengenainya dan (mengharamkan ) kamu mengatakan terhadap
Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui’ ” (al – A’raf [7]:33) ((Drs.Mudzakir AS,2011:490)
Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis metode ini bisa dibilang tidak aman untuk menafsirkan karna
biasanya termasuki oleh ide – ide penafsir itu sendiri tanpa disandarkan pada bukti – bukti yang shahih, namun
masih ada beberapa yang diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan tertentu, serta tidak memihak salah satu
golongan atau madzhab apapun.
D.      Tokoh -  tokoh tafsir Bil Ma’tsur dan Bil Ra’yi
Tafsir bil Ma’tsur memiliki beberapa tokoh – tokoh seperti
-          Ibnu jarir Ath thabary
-          Abul Laits as Samarqandy
-          Al Wahidy
-          Al Hafidh Ibnu katsir
-          Abdul haqq bin Ghalib
-          Abu Muhammad Al- Husain bin Mas’ud
-          Jalaludin Asuyuthi
-          Abdurrahman Atsa’libi
Tokoh – tokoh dalam tafsir bir-Ra’yi dibedakan jadi dua yakni yang tidak memihak pada golongan, yang
tafsirnya mahmud yakni:
-          Muhammad bin Husain ibnu Al- Hasan
-          Muhammad bin Abi Bakr
-          Jalaludin Muhammad bin ahmad
-          Jalaludin abdurahman bin Abi Bakr
-          Nidhamuddin ibnu  hasan
-          Shihabudin As- Sayid
Tokoh – tokoh yang tafsirnya Mazhmuz yakni :
-          Maula Abdul Latif al- Kazarani  (dari golongan Syi’ah)
-          Muhammad bin Syah Murtadha (dari golongan Syi’ah)
-          Shaltan bin muhammad (dari golongan Syi’ah)
-          Abu  Hasan  Abdul Jabar bin Muhammad (dari golongan Mu’tazilah)
-          Abu Qasim Muhammad bin ‘Amr  bin Muhammad (dari golongan Mu’tazilah)
-          Abu Abdurrahman As Sulami (dari golongan Khawarij)

Anda mungkin juga menyukai