Anda di halaman 1dari 90

‫ﻣﻨﺤﺔ اﳌﻐﻴﺚ‬

‫ﰲ‬
‫ﻋﻠﻢ ﻣﺼﻄﻠﺢ اﳊﺪﻳﺚ‬
Minhatul Mughits Fi ‘Ilmi Musthalahil Hadits

Pengarang:

‫ﺣﺎﻓﻆ ﺣﺴﻦ اﳌﺴﻌﻮدي‬


Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Seorang ulama Al-Azhar Asy-Syarif


Pengajar di Kementerian Pendidikan Umum - Mesir
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ......................................................................... 4
BAB I ILMU MUSTHOLAH HADITS ......................................... 7
BAB II KLASIFIKASI HADITS DAN SANAD BERDASARKAN
MAQBUL DAN MARDUDNYA ................................................ 14
BAB III KLASIFIKASI HADITS DARI SEGI BANYAK DAN
SEDIKIT RAWINYA.................................................................. 24
BAB IV KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN ASAL ATAU
SUMBERNYA ............................................................................ 31
BAB V KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KATA
DALAM MERIWAYATKANNYA ............................................. 36
BAB VI KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN JUMLAH
RAWI DALAM SATU SANAD .................................................. 38
BAB VII KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN SIFAT DAN
KEADAAN RAWI KETIKA MERIWAYATKAN ...................... 42
BAB VIII MACAM-MACAM RIWAYAT .................................. 46
BAB IX KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
KESAMARAN RAWINYA ......................................................... 50

2
BAB X KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN GUGUR
RAWI .......................................................................................... 54
BAB XI KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
KECACATAN RAWINYA (DALAM KEADILAN DAN
KEDHABITAN).......................................................................... 61
BAB XII KESAMAAN ATAU MUSYAROKAH DALAM
PERIWAYATAN ........................................................................ 77
BAB XIII NASIKH DAN MANSUKH ........................................ 82
BAB XIV PENUTUP .................................................................. 84

3
PENDAHULUAN
‫اﳌﻘﺪﻣﺔ‬

‫اﻟﺬي وﺻﻞ ﻣﻦ أﺳﻨﺪ أﻣﺮﻩ إﻟﻴﻪ‬ ‫اﳊﻤﺪ‬


Segala puji bagi Allah yang telah menyambungkan orang yang
menyandarkan perkaranya kepada-Nya
‫ورﻓﻊ ﻣﻦ وﻗﻒ رﺟﺎءﻩ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻠﻪ‬
Dan mengangkat orang yang meletakkan harapannya kepada
anugerah-Nya
‫وﻗﻄﻊ ن اﳋﲑ ﻛﻠﻪ ﻟﺪﻳﻪ‬
Dan menetapkan bahwa semua kebaikan itu ada di sisi-Nya
‫واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪ ﳏﻤﺪ أﻓﻀﻞ اﻷ م‬
Shalawat serta salam semoga tercurah untuk junjungan kita
Muhammad sebaik-baik manusia
‫اﻵﰐ حﺴﻦ اﳊﺪﻳﺚ وأﺻﺪق اﻟﻜﻼم‬
Yang datang membawa perkataan yang paling baik dan ucapan
yang paling benar
‫وﻋﻠﻰ آﻟﻪ وأﺻﺤﺎﺑﻪ اﻟﻄﺎﻫﺮﻳﻦ‬
Serta untuk keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang suci
‫اﻟﺬﻳﻦ ﺻﺤﺖ ﻋﺰاﺋﻤﻬﻢ وحﺴﻨﺖ نﻴﺎ ﻢ ﻓﻠﻢ ﻳﻀﻌﻔﻮا ﻋﻦ إﻗﺎﻣﺔ ﺷﻌﺎﺋﺮ اﻟﺪﻳﻦ‬

4
Yang baik harapannya dan baik niat mereka maka mereka tidak
lemah untuk menegakkan panji-panji agama
‫ﺐ ا َﻟﻌﺎ ِرﻓِﲔ‬
ِ ُ‫ﺼ ٌﺎر ِﻣ ْﻦ ُﻛﺘ‬ ِ ‫أَﱠﻣﺎ ﺑـﻌ ُﺪ ﻓَـﻬ َﺬا‬
َ ‫اﺧﺘ‬
ْ َ َْ
Adapun setelah itu, ini adalah ringkasan dari kitab-kitab para
ulama
‫وﺗﻠﺨﻴﺺ ﻣﻦ ﻛﻼم اﻷﺋﻤﺔ اﳌﺘﻘﺪﻣﲔ‬
Dan meringkas dari ucapan para imam terdahulu
‫أوردت ﻓﻴﻪ أحﺴﻦ اﳌﻠﺢ‬
Aku mengemukakan di situ sebaik ucapan
‫وأردت ﺑﻪ ﺗﻘﺮﻳﺐ ﻋﻠﻢ اﳌﺼﻄﻠﺢ‬
Dengan itu saya berharap memudahkan ilmu mustholah
‫ﻓﻬﻮ ﻣﻦ أﺟﻞ اﳌﺆﻟﻔﺎت‬
Itu dari karya karya-karya yang agung
‫وإن ﻛﺎن ﻣﻨﺘﻈﻤﺎ ﰲ ﺳﻠﻚ اﳌﻘﺪﻣﺎت‬
Walaupun tersusun dalam rantaian permulaan
‫وﻗﺪ ﲰﻴﺘﻪ ﻣﻨﺤﺔ اﳌﻐﻴﺚ ﰲ ﻋﻠﻢ ﻣﺼﻄﻠﺢ اﳊﺪﻳﺚ‬
Dan aku beri nama Minhatul Mughits (Anugerah Yang Luas)
tentang Ilmu Musthalah Hadits
‫راﺟﻴﺎ ﻣﻦ ﷲ ﺗﻌﺎﱃ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ واﳍﺪاﻳﺔ إﱃ أﻗﻮم ﻃﺮﻳﻖ‬
Seraya mengharap kepada Allah petunjuk dan hidayah kepada
jalan yang paling lurus
‫وﻟﻘﺪ أﻗﻮل ﻟﻄﺎﻟﺐ اﻟﻌﻠﻢ اﻟﺬي * ﻳﺒﻘﻰ اﳍﺪى وﻳﺮوم وﺟﻪ ﺻﻮاب‬
5
Aku katakan kepada pencari ilmu yang mengharapkan petunjuk
dan arah yang benar
‫ﻗﺎر ﻋﻠﻢ اﳊﺪﻳﺚ دراﻳﺔ * إن رﻣﺖ ﲢﺮﻳﺮا ﻓﻠﺬ ﺑﻜﺘﺎب‬
Wahai pembaca ilmu hadits secara dirayah jika kamu ingin
penjelasan maka ambillah kitab ku
‫وﻟﻘﺪ حﻮى ﻣﻊ اﻻﺧﺘﺼﺎر ﻓﻮاﺋﺪا * ﱂ ﳛﻮﻫﺎ ﺳﻔﺮ ﻣﻊ اﻹﻃﻨﺎب‬
Benar benar mengandung faedah-faedah secara ringkas, tidak
membahas secara panjang lebar.
‫وأﺗﻰ ﺑﻴﻮت اﻟﻔﻦ ﻣﻦ أﺑﻮا ﺎ * وﺟﲎ ﻣﻦ اﳌﻘﺼﻮد ﺧﲑ ﻟﺒﺎب‬
Dan mendatangkan tema-tema pembahasan ilmu ini secara bab
per bab, dan memberikan hasil terbaik sesuai dengan yang
diharapkan
‫وإﱃ اﳌﻊ أﱐ ﻗﺪ أﺷﺎر ﻓﺄﺻﺒﺤﺖ * ﻟﻠﻌﻘﻞ ﺳﺎﻓﺮة ﺑﻐﲑ نﻘﺎب‬
Dan untuk itu saya telah memberikan petunjuk dengan sejelas-
jelasnya, secara terbuka tanpa ada yang ditutup-tutupi

6
BAB I ILMU MUSTHOLAH HADITS

1. Pembagian Ilmu Hadits


Ilmu Hadits terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Ilmu Hadits Dirayah
2. Ilmu Hadits Riwayah
Tiap-tiap dari dua hadits tersebut memiliki dasar-dasar yang harus
diketahui dan dikuasai, agar orang yang memulai mempelajarinya,
benar benar mengerti. Marilah kita menguraikannya.

1) Pokok-pokok Ilmu Hadits Dirayah


Batasan ilmu hadits Dirayah yang lebih dikenal dengan ilmu
mustholah hadits adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan untuk
mengetahui hal ihwal sanad dan materi hadits, cara-cara
penerimaan dan penyampaian hadits, serta sifat-sifat para perawi
dan lain lainnya.

Objek ilmu hadits dirayah adalah sanad dan matan, sehubungan


dengan kesahihan, hasan dan dhaifnya.

Buah atau faedah ilmu hadits dirayah adalah dapat mengetahui


hadits yang shahih.

7
Penyusun pertama ilmu hadits dirayah ialah AL Qadhi Abu
Muhammad Al Hasan bin Abdurrahman Ar Ramahurmuz. Beliau
memberi judul karya tulisnya itu dengan Al Muhaddits Al Fashil.

Nama disiplin ilmu pengetahuan ini adalah ilmu Hadits Dirayah,


disebut juga dengan Ilmu Mustholah Hadits.
Pengambilan Ilmu hadits dirayah adalah hasil penelitian terhadap
perilaku dan keadaan para perawi hadits.

Hukum mempelajari ilmu hadits dirayah adalah fardhu ‘ain bagi


orang yang sendirian dalam mempelajari fardhu kifayah, apabila
jumlah orang yang mempelajarinya banyak.

Perbandingan ilmu hadits dirayah jelas. Ia merupakan ilmu


pengetahuan yang paling mulia. Sebab, dengan ilmu pengetahuan
ini, hadits yang harus diterima dan yang harus ditolak dapat
diketahui.

Persoalan ilmu hadits dirayah adalah persoalan yang berkaitan


dengan ucapan. Setiap hadits yang shahih itu dapat digunakan
sebagai bukti atau dalil.

8
2) Pokok-pokok Ilmu Hadits Riwayah
Batasan ilmu hadits Riwayah adalah suatu disiplin ilmu
pengetahuan untuk mengetahui cara-cara pengutipan segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik
berupa perkataan, perbuatan, ikrar (pengakuan) maupun sifat.

Objek ilmu hadits riwayah adalah pribadi Nabi Muhammad saw.,


yakni sesuatu yang khusus berkaitan dengan beliau.

Buah atau faedah ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari


kesalahan mengutip terhadap hal-hal yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad saw.

Perintis pertama ilmu hadits riwayah adalah Imam Muhammad


bin Syihab Az Zuhri, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul
Aziz, atas intruksi beliau sesudah Nabi Muhammad saw, wafat.

Nama ilmu tersebut adalah Ilmu Hadits Riwayah.

Pengambilan ilmu hadits riwayah adalah dari perkataan,


perbuatan, dan ikrar atau pengakuan-pengakuan Nabi
Muhammad saw.

9
Hukum mempelajari ilmu hadits riwayah adalah fardhu ‘ain jika
tidak ada orang lain yang mempelajarinya dan fardhu kifayah jika
jumlah orang yang mempelajarinya banyak.

Kedudukan ilmu hadits riwayah termasuk ilmu pengetahuan yang


paling mulia. Sebab, dengan ilmu pengetahuan ini dapat diketahui
cara-cara megikuti dan mematuhi Nabi Muhammad saw.

Persoalan ilmu hadits riwayah itu bersifat juz-iyyah (partial),


seperti ucapanmu. Nabi Muhammad saw, bersabda :
“ Orang islam (muslim) itu adalah orang yang dapat membuat
orang-orang lain merasa tidak pernah terganggu atau disakiti oleh
ucapan atau perbuatan.”

Sesungguhnya sebagian sabda Nabi saw. tersebut, yang kamu


ucapkan itu menjadi inti kekuatan perkataanmu. Sebagian sabda
Nabi saw. adalah : “Orang islam adalah orang yang bisa
menjaga….”

10
PENJELASAN TENTANG ISTILAH-ISTILAH AHLI
HADITS

Ketahuilah, bahwa istilah-istilah yang biasa digunakan oleh para


ulama ahli hadits itu ada 13, yaitu :
1. Al Hadits, yaitu : Segala yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw., baik berupa ucapan, perbuatan, ikrar
(pengakuan) maupun sifat.
2. Al Khabar. Menurut pendapat yang sahih, Al Khabar itu sama
(sinonim) Al Hadits. Ada pendapat lain mengatakan, bahwa Al
Hadits dan Al Khabar itu berbeda. Kalau Al Hadits hanya
terbatas pada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw.,
sedangkan Al Khabar terbatas pada apa yang datang dari
selainnya. Pendapat lain mengatakan, bahwa Al Khabar itu
lebih luas dan umum daripada Al hadits, sebab Al Khabar
mencakup apa yang datang dari Nabi saw. dan selainnya,
sedangkan Al Hadits hanya terbatas pada apa yang datang dari
Nabi saw.
3. Al Atsar. Menurut pendapat yang autentik Al atsar itu sama
(sinonim) Al Hadits. Ada yang mengatakan, bahwa Al atsar itu
adalah Hadits Mauquf, yaitu apa saja yang datang dari sahabat.
4. As-Sunah. Menurut salah seorang ulama As-sunah itu sama
(sinonim) Al Hadits. Disamping itu, ada pendapat yang
menyatakan, bahwa Al Hadits itu hanya terbatas pada ucapan
11
dan perbuatan Nabi saw. sedangkan As-sunah lebih umum
(mencakup perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifat).
5. Al Matan, adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang
diover oleh sanad yang terakhir.
6. As Sanad, adalah jalan yang dapat menghubungkan pada
matnul hadits.
7. Al-Isnad, adalah usaha seseorang ahli hadits dalam
menerangkan suatu hadits yang diakuinya dengan penjelasan
kepada siapa hadits itu disandarkan. Pendapat lain mengatakan,
bahwa Al-Isnad itu sama (sinonim) dengan As-Sanad.
8. Al Musnid, ialah orang yang meriwayatkan hadits dengan
menyebutkan sanadnya.
9. Al Musnad, adalah sebutan untuk kitab kumpulan hadits yang
diiriwayatkan oleh seorang sahabat atau lebih, seperti Musnad
Imam Ahmad bin Hambal. Kadang-kadang musnad disamakan
dengan sanad dan dipakai pula sebagai nama suatu macam
hadits, sebagaimana akan diterangkan nanti.
10. Al Muhaddits, ialah orang yang hafal banyak hadits dan
mengetahui keadilan (sisi positif) dan kelemahan (sisi negatif)
para rawi.
11. Al Hafidz, ialah orang yang hafal 100.000 hadits dengan
sanadnya.
12. Al Hujjah, ialah orang yang hafal 300.000 hadits dengan
sanadnya.
12
13. Al Hakim, ialah orang menguasai seluruh sunah (hadits) Nabi
Muhammad saw.

13
BAB II KLASIFIKASI HADITS DAN SANAD
BERDASARKAN MAQBUL DAN MARDUDNYA

Hadits dan isnad dari segi maqbul (diterima) dan mardud (ditolak)
sebagai hujjah itu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: Sahih, Hasan,
dan Dhaif.

Tiap-tiap dari tiga bagian hadits tersebut memiliki beberapa


macam, berdasarkan tingkat kekuasaan atau kelemahanya. Berikut
ini akan kami uraikan seluruhnya beserta bagian-bagiannya, insya
Allah.

1. Hadits Shahih Lidzati


Definisi:
Hadits Shahih Lidzati adalah hadits yang sanadnya bersambung-
sambung, diriwayatkan oeleh orang yang adil, sempurna
hafalannya dari orang yang skualitas dengannya hingga akhir
sanad, tidak janggal dan tidak mengandung cacat yang parah.

Penjelasan Syarat- Syarat Hadits Shahih


1) Sanadnya bersambung, maksudnya adalah rawi dalam sanad
hadits bertali-temali, tidak ada yang gugur seorang pun.
Dengan demikian, berarti tiap-tiap rawi pasti mendengar

14
langsung dari gurunya. Oleh karena itu, hadits Al- Mu’allaq, Al
Mu’adhdhal, Al Mursal, dan Al Munqati’ tidak termasuk hadits
sahih, sebab sanadnya tidak bersambung.
2) Perawi adil, artinya adil dalam periwayatan. Maksutnya rawi
hadits mesti orang islam, dewasa, berpikiran sehat, selamat dari
perbuatan dosa besar atau dosa-dosa kecil yang terus menerus,
bebas dari hal-hal yang menodai kepribadian, misalnya makan
di pasar, berjalan tanpa alas kaki atau tidak memakai tutup
kepala. Oleh karena itu, riwayat orang yang fasik dan tidak
dikenal kepribadian dan tingkah lakunya tidak dapat
dikategorikan shahih, karena belum jelas keadilannya.
3) Dhabith, artinya kuat ingatan. Dhabith ini ada dua macam,
yakni:
Dhabithush Shadri, artinya ingtan rawi itu benar-benar kuat
menyimpan dalam pikirannya apa yang dia dengar, dan
ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja
dikehendaki.
Dhabithul Kitab, artinya rawi itu kuat ingatanya berdasarkan
buku catatannya yang dia tulis sejak dia mendengar atau
menerima hadits dan dia mampu menjaga tulisan itu dengan
baik dari kelemahan, apabila dia meriwayatkan dari kitabnya.
Hal ini berlaku pada zaman pertama periwayatan hadits dimasa
lampau. Sedangkan untuk zaman sekarang, cukup berdasarkan
pada naskah-naskah yang telah disepakati kesahihannya.
15
Dhabithul Tam, maksudnya ingatan atau hafalan yang sempurna
dan tidak cacat. Karenannya, orang yang kadang-kadang baik
ingatannya dan kadang-kadang llupa, tidak dapat dianggap sebagai
orang yang sempurna ingatan atau hafalannya. Oleh sebab itu,
Hadits Hasan Lidzati tidak termasuk bagian ini, sebab di dalamnya
tidak dicantumkan syarat Dhabth yang sempurna.

Perkataan kami tentang: Perawi yang berkualitas sama awal


hingga akhir sanad dalam definisi Hadits Shahih Lidzati di atas
mencakup Hadits Marfu’, Mauquf, Maqthu’.

4) Kejanggalan, Maksudnya adalah adanya perlawanan antara


suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dapat dipercaya
dengan hadits yang diriwayatkan oleh jamaah atau sekelompok
orang yang terpercaya pula, disebabkan dengan adanya
penambahan atau pengurangan jumlah sanad atau tambahan
dan kekurangan dalam materi hadits.

5) Cacat yang Tersembunyi, maksudnya cacat yang ada pada


hadits yang dari segi lahir hadits tersebut dapat diterima, tetapi
setelah diselidiki dengan seksama jalur periwayatannya ternyata
mengandung cacat yang menyebabkan hadits itu ditolak,
misalnya hadits mursal atau munqathi’ yang diriwayatkan secara
muttashil.
16
Contoh Hadits Shahih Lidzati
Contoh hadits sahih lidzati adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Al Bukhari, dari jalur Al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a.,
sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda:
“ Seandainya aku tidak khawtair memberatkan umatku, pasti aku
memerintahkan mereka agar bersiwak setiap kali hendak
mengerjakan shalat.”

2. Hadits Hasan Lidzati

Definisi
Hadits hasan lidzati adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang adil, yang kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya,
tidak mengandung cacat dan tidak ada kejanggalan.

Contoh Hadits Hasan Lidzati


Contoh Hadits Hasan Lidztai adalah hadits yang diriwayatkan
oleh At-turmudzi, dari jalur Muhammad bin Amer, dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw.
Bersabda:

“Kalau sekiranya aku tidak khawatir memberatkan umatku, pasti


aku perintahkan mereka bersiwak tiap-tiap akan shalat.”
17
Dalam sanad hadits riwayat Imam At Turmudzi tersebut tersapat
rawi bernama Muhammad bin Amer. Menurut ulama ahli hadits,
dia dinilai kurang kuat hafalannya.

3. Hasan Lidzati Menjadi Sahih Lighairih


Hadits Hasan Lidzati bisa menjadi Shahih Lighairih, apabila
menjadi kuat dengan adanya hadits yang sama dari jalur lain, yang
serupa atau lebih banyak, sekalipun lebih rendah.

Contoh hadits Hasan Lidzati yang naik tingkatannya menjadi


hadits shahih lighairih adalah hasit siwak riwayat Imam At-
Tirmidzi, menjadi sahih lighairih, karena adanya hadits seperti itu
melalu jalur Al-A’raj.

4. Hadits Hasan Lighairih


Hadits Hasan Lighairih adalah hadits yang sanadnya tidak sepi dari
seorang yang tidak jelas perilakunya atau kurang baik hafalannya
dan lain-lainnya. Hadits hasan lighairih ini harus memenuhi tiga
syarat:

1) Bukan pelupa yang banyak salahnya dalam hadits yang


diriwayatkan.

18
2) Tidak tampak ada kefasikan pada diri perawinya.
3) Hadits yang diriwayatkan benar-benar telah dikenal
luas, karena ada periwayatan yang serupa dengannya atau
semakna, yang diriwayatkan dari satu jalur lain atau lebih.

Catatan Istilah-Istilah Yang Berkaitan dengan Hadits


Shahih dan Hasan
Istilah Jayyid dan Qawiy itu sama dengan istilah sahih. Adapun
istilah Tsabit, Mujawwad dan Shahih, diterapkan penggunannya
pada hadits sahih dan hasan. Sedangkan istilah Musyabbih hanya
diterapkan pada hadits hasan atau yang mendekati hasan.

Perbedaan tingkat kekuatan hadits sahih itu menurut perbedaan


sifat-sifat yang mempengaruhi kesahihan, baik dalam sanad atau
matan hadits. Urut-urutan ketinggian hadits sahih adalah sebagai
berikut:
Hadits yang paling tinggi sanadnya, yaitu hadits yang sanadnya
dikatakan oleh sebagian imam hadits sebagai Ashohhul Asaanid
(yang paling baik sanadnya), sebagaimana perkataan Imam Al-
Bukhari: Ashahul Asaanid (sanad yang paling baik) adalah riwayat
Imam Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, menyusul kemudian
riwayat Buraid bin Abdillah bin Abu Burdah, dari ayahya, dari
datuknya, dari Abu Musa Al-Asy’ari.

19
Hadits yang paling tinggi kesahihan matannya adalah :
 Hadits sahih yang telah disepakati oleh kedua Imam Hadits,
yakni Bukhari dan Muslim.
 Hadits sahih yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri.
 Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslin sendiri.
 Hadits sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Imam
Bukhari dan Muslim
 Hadits sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Imam
Bukhari.
 Hadits sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Imam
Muslim
 Hadits sahih menurut syarat selain Bukhari dan Muslim

Adapun hadits hasan itu sebagaimana hadits shahih, derajat sanad


dan matannya juga berbeda. Hadits hasan yang paling tinggi
derajat sanadnya adalah hadits hasan yang oleh salah seorang ahli
hadits dikatakan sebgaai Ahsanul Asanid (bersanad paling hasan)
sedangkan yang paling rendah tingkatan sanadnya adalah yang
tidak seperti diatas.

Adapun hadits hasan yang paling tinggi derajat matannya adalah


hadits yang diperdebatkan antara sahih dan hasannya, sedangkan

20
yang rendah tingkatannya adalah hadits yang diperselisihkan
tentang sahih dan dhaifnya.

Kesahihan antara sanad dan matan itu tidak harus sama nilai
derajatnya dalam satu hadits shaih. Sebab, satu hadits itu
dinyatakan sahih dari segi sanad, karena sudah memenuhi syarat-
syaratnya, seperti bersambung terus-meneurs dan lainnya, tetapi
dari segi matannya tidak sahih, dikarenakan ada kejanggalan. Bisa
juga terjadi sebailiknya, yakni sanad tidak shahih, karena tidak
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, tetapi matan hadits
sahih berdasarkan jalur lain. Demikian pula halnya hadits hasan,
mungkin satu hadits dinilai hasan dari segi sanad, tetapi dari segi
matan tidak hasan.

Kadang-kadang para ahli hadits memberi nilai satu hadits dengan


dua nilai, dengan istilah hasan sahih. Istilah seperti ini pada
dasarnya membingungkan, karena pengertian hasan berbeda
dengan pengertian sahih. Menanggapi hal ini, ada jawaban yang
simpel, yaitu diantara kata hasan dan sahih itu terdapat huruf Auw
artinya “atau” yang dibuang jadi asalnya, hasan atau sahih.
Maksudnya hadits tersebut bersifat sahih menurut jalur tertentu
dan hasan menurut jalur lainnya.

21
Penambahan yang dilakukan seorang rawi yang memenuhi syarat
sahih dan hasan itu dapat diterima, selama penambahan itu tidak
berlawanan dengan riwayat orang yang tidak melakukan
penambahan. Apabila ada pertentangan, maka harus di-tarjih
(memperbandingkan kekuatan riwayat masing-masing). Jika satu
dari riwayat ada yang lebih kuat dari yang lain, maka yang kuat
itulah yang diakui, sedangkan satu yang lainnya dianggap syad atau
janggal.

5. Hadits Dhaif

Definisi
Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi satu syarat
maqbul (diterima) atau lebih. Hadits dhaif itu banyak cabang dan
bagiannya. Tingkat kedhaifan hadits dhaif itu berbeda-beda,
menurut bobot, ringan, atau berat kedhaifan sanad dan matannya.

Hukum Hadits Dhaif


Sebenarnya hadits dhaif itu bisa diamalkan, selama kedhaifannya,
tidak terlalu parah dengan syarat:

Hadits yang dhaif itu masih dibawah satu hadits yang dapat
diamalkan (sahih dan hasan).

22
Dalam mengamalkan hadits dhaif harus dengan itikad untuk
berhati-hati.

Sikap Pakar Hadits Terhadap Hadits Dhaif


Kedhaifan satu hadits menurut pakar ilmu Mustholah Hadits tidak
pasti, bahwa ia tidak sahih dan tidak hasan. Sebab, boleh jadi
hadits yang dhaif itu hakikatnya sahih atau hasan.

Demikian pula hadits shahih atau hasan, menurut mereka tidak


pasti, bahwa hakikatnya sahih atau hasan. Sebab, boleh jadi ada
kesalahan dan kealpaan pada orang yang adil dari kebenaran ada
pula orang yang tidak adil.

Skema Pembagian Hadits Berdasar Maqbul dan Mardudnya

23
BAB III KLASIFIKASI HADITS DARI SEGI BANYAK
DAN SEDIKIT RAWINYA

Hadits ditinjau dari segi jumlah orang yang meriwayatkannya itu


ada tiga, yaitu:

1. Hadits Mutawatir

Pembagian dan Definisi


Hadits Mutawatir itu terdapat dua bagian, yaitu:

1) Hadits Mutawatir yang memiliki satu tingkatan, yaitu hadits


yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang menurut adat
(kebiasaan) mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta,
dan hadits tersebut hasil tanggapan dari pancaindera mereka
sendiri.
2) Hadits Mutawatir yang memiliki lebih dari satu tingkatan, yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh segolongan orang dari
segolongan orang lain, mulai dari permulaan sanad hingga akhir
sanad, yang menurut adat (kebiasaan), mereka tidak mungkin
bisa berkumpul dan bersepakat dusta serta hadits tersebut hasil
tanggapan dari pancaindera mereka sendiri.

24
Faedah Hadits Mutawatir
Hadits Mutawatir dengan dua bagian tersebut memberi faedah
ilmu dharury, bukan nazhary, tidak terbatas pada jumlah tertentu,
harus diterima bulat-bulat, karena tidak perlu lagi penelitian
terhadap keadaan para rawinya.

Hadits Mutawatir itu ada dan banyak jumlahnya.

Berbeda dengan orang yang tidak mengakui keberadaannya atau


mengakui keberadaannya, tetapi jumlahnya hanya terlalu kecil
(jarang).

Klasifikasi Hadits Mutawatir


Hadits Mutawatir Lafzhi adalah hadits yang diriwayatkan oleh
banyak rawi dengan susunan redaksi dan makna yang sama.
Contoh Hadits Mutawatir lafzhi adalah:
“Barangsiapa yang membuat kebohongan kepadaku secara
sengaja,maka hendaklah dia menempati tempatnya di neraka.”

Hadits Mutawatir Maknawi adalah hadits yang para rawinya


berlainan dalam susunan redaksi dan maknanya, tetapi ada
pengertian global yang sama, seperti hadits mengangkat kedua
tangan ketika berdoa.

25
Tentang berita mengangkat kedua tangan ketika berdoa ini telah
banyak diriwayatkan, bahkan jumlahnya ratusan dalam berbagai
persoalan yang tiap-tiap hadits tersebut tidak mutawatir.
Kendatipun demikian, tetapi tiap-tiap riwayat tersebut memiliki
kadar musytarak (titik persamaan) yang sama, yakni keadaan
mengangkat kedua tangan di kala berdoa, telah mencapai derajat
mutawatir secara keseluruhan.

2. Hadits Ahad
Hadits Ahad secara bahasa adalah hadits yang diriwayatkan oleh
seorang perawi saja. Adapun secara istilah, ialah mencakup seluruh
hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.

Hadits Ahad dibagi menjadi tiga macam.

2.1. Hadits Masyhur

Definisi
Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang
atau lebih, meskipun dalam satu thobaqah (tingkatan) dan belum
mencapai derajat mutawatir.

26
Klasifikasi Hadits Masyhur
Hadits Masyhur itu ada dua bagian, yaitu:

1) Masyhur Mutlak, yaitu hadits terkenal di kalangan ulama ahli


hadits dan orang umum. Contoh sabda Nabi Muhammad saw.:
“Sesungguhnya semua amal perbuatan itu terserah pada
niatnya.
2) Masyhur Muqayyad, adalah hadits terkenal di kalangan ulama
ahli hadits saja. Seperti hadits riwayat Anas: “Sesungguhnya
Rasulullah saw. berqunut sebulan lamanya, setelah rukuk dalam
salat, untuk mendoakan keluarga Ri’il dan Dzakwan.”

Adapun istilah Hadits Mustafidh konon sama (sinonim) dengan


Hadits Masyhur, ada pula yang berpendapat, bahwa Hadits
Mustafidh adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga atau lebih
dalam semua tingkatan (thobaqah).

2.2. Hadits Aziz


Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang.
walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thobaqah.
Contoh Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim, dari Anas:

27
“Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Tidak sempurna iman
seseorang di antara kaum, sehingga aku lebih dicintainya daripada
orangtua dan anaknya serta seluruh manusia”.”

Hadits tersebut diriwayatkan Qatadah dan Abdul Aziz bin


Shuhaib, dari sahabat Anas. Kemudian Syu’bah dan Said
meriwayatkannya dari Qatadah. Lalu Ismail dan Ulaiyyah,
meriwayatkan dari Abdul Aziz. Sesudah itu banyak orang
meriwayatkannya dari masing-masing.

2.3. Hadits Gharib

Definisi
Hadits Gharib adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang
rawi yang menyendiri.

Penyendirian (gharib) itu adakalanya terjadi dalam sanad saja.


Artinya, bahwa matan hadits itu sudah diriwayatkan oleh banyak
sahabat, tetapi ada seorang yang meriwayatkannya dari salah
seorang sahabat yang lain. Misalnya hadits niat Hadits tersebut
diriwayatkan oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz, dari Abu Rawad,
dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Abu
Sa’id Al-Khudry r.a., dari Nabi Muhammad saw.

28
Abu Ya’la Al-Khalily berkata: Abdul Majid melakukan kekeliruan
dan dia yang meriwayatkan dari Zaid bin Aslam itu tidak Mahfuzh
dalam segi sanadnya, sebab sanad Abdul Majid itu seluruhnya
gharib.

Gharib (penyendirian) dalam sanad dan Matan, seperti hadits


larangan menjual wala’ atau menghibahkannya. Haditsnya sebagai
berikut:

“Wala’ adalah kerabat, seperti kerabat orang yang mati sendiri,


yang tidak boleh dijual, dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.”

Dalam sanad hadits di atas terjadi tafarrud (penyendirian) oleh


Abdullah bin Dinar. Dialah satu-satunya rawi yang menerima dari
Ibnu Umar.

Gharib (penyendirian) pada sebagian sanad, seperti hadits Ummu


Zar’in. Karena sesungguhnya Imam Thabrani meriwayatkan dari
Abdul Aziz, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah.

Yang populer di kalangan ahli hadits adalah hadits tersebut dari Isa
bin Hisyam, dari saudaranya, Abdullah bin Urwah, dari ayahnya,
dari Aisyah. Dengan demikian berarti Abdul Aziz sendiri yang
menuturkan sanad tersebut.
29
Gharib (penyendirian) pada sebagian matan, seperti hadits tentang
zakat fitrah, yaitu: “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah
satu sha’ kurma atau gandum kepada hamba sahaya, orang
merdeka, orang laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang-
orang dewasa golongan muslimin.”

Imam Malik meriwayatkan hadits tersebut menyendiri (berbeda)


dengan periwayatan rawi-rawi lain, yaitu dengan menambah
kalimat ‫ﻣﻦ اﳌﺴﻠﻤﲔ‬

Klasifikasi Hadits Gharib


Hadits gharib itu ada dua bagian, yaitu:
1) Gharib Mutlak, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang
sahabat atau tabiin secara sendirian.
2) Gharib Nisby, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seseorang
selain sahabat dan tabiin secara sendirian.

30
BAB IV KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN ASAL
ATAU SUMBERNYA

1. Hadits Musnad
Hadits Musnad, adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw.
dengan sanad yang bersambung-sambung, dari perawinya hingga
Nabi saw.

Gambaran contoh hadits musnad adalah ucapan Imam Malik:


“Nafi’ bercerita kepada kami, dia berkata: ‘Ibnu Umar bercerita
kepada kami, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda:…. “

Imam Al-Khatib Al-Baghdady berkata: “Hadits Musnad adalah


hadits yang sanadnya bersambung, dari awal rawi hingga akhir.
Istilah Musnad lebih banyak digunakan untuk hadits yang datang
dari Nabi saw saja, bukan untuk hadits yang datang dari selain
Nabi saw., misalnya sahabat atau tabiin.

31
2. Hadits Marfu’

Definisi
Hadits Marfu’ adalah perkataan, perbuatan atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. secara hakiki atau
hukumi, baik sanadnya bersambung atau tidak, dan baik yang
menyandarkan itu seorang sahabat, tabiin atau lainnya.

Klasifikasi Hadits Marfu


Marfu’ Qauly Hakiki, seperti ucapan perawi yang dikatakan
dengan tegas, Nabi saw. bersabda demikian…….
Marfu’ Qauly Hukmy, seperti ucapan sahabat yang berkaitan
dengan persoalan-persoalan masa lampau, sebagaimana awal
penciptaan makhluk atau masalah yang akan terjadi, sebagaimana
tanda-tanda hari Kiamat. Karena pembicaraan peristiwa di atas,
tidak mungkin dikatakan oleh seorang sahabat, kecuali mendapat
penjelasan dari Nabi saw.
Marfu’ Fi’ly Hakiki, seperti adanya ucapan sahabat yang
dinyatakan dengan tegas, Nabi saw. telah berbuat demikian….
Marfu’ Fi’ly Hukmy, adalah perbuatan sahabat yang tidak
mungkin hal itu dari pendapat atau pemikirannya sendiri.
Marfu’ Taqriry Haqiqi, adalah tindakan sahabat di hadapan Nabi
Muhammad saw. dan beliau tidak mengingkarinya.

32
Marfu’ Taqriry Hukmy, adalah sebagaimana hadits riwayat Al-
Mughirah bin Syu’bah: “Sahabat-sahabat Nabi saw. biasa
mengetuk pintu rumah Nabi saw. dengan kuku.”
Perbuatan sahabat tersebut pasti diketahui oleh Rasulullah saw.
dan beliau mengakui atau diam.

Marfu’ Sifat Haqiqy, adalah perkataan sahabat yang menerangkan


sifat kepribadian Rasulullah saw., misalnya ucapan: “Rasulullah
itu putih bersih kulitnya dan perawakannya sedang.”
Marfu’ Sifat Hukmy, ucapan sahabat yang menggunakan kata-
kata ‫ ﻴﻨﺎ‬/ ‫( أﻣﺮ‬kami diperintah atau kami dilarang).
Dengan ini, jelas bahwa Rasulullah saw., telah mengerjakannya,
dan pekerjaan itu merupakan sifat bagi yang mengerjakannya.

3. Hadits Mauquf
Hadits mauquf adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang
disandarkan kepada sahabat, baik sanadnya bersambung atau
terputus, dengan syarat tidak ada tanda-tanda marfu’. Apabila ada
tanda-tanda marfu’, maka dihukumi marfu’. Sebagaimana hadits
riwayat Imam Al-Bukhari:

“Sahabat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas berbuka (tidak puasa) dan
mengqashar salat dalam bepergian yang berjarak 12 mil. “

33
4. Hadits Maqthu’
Hadits maqthu’ adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang
disandarkan kepada orang dari generasi tabiin dan orang generasi
sesudahnya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.

Syarat hadits Maqthu’ harus kosong dari tanda marfu’ dan


mauquf. Gambaran contoh hadits maqthu’ adalah ucapan tabiin:
“Kami melakukan demikian…. “

Contoh hadits maqthu’ adalah perkataan Haram bin Jubair,


seorang tabiin besar, dia berkata: “Orang mukmin itu apabila telah
mengenak Tuhannya Azza wa Jalla, niscaya dia mencintai-Nya,
dan apabila dia mencintai-Nya, niscaya Allah menerimanya. “

Contoh lain seperti perkataan Sufyan Ats Tsaury, seorang tabiin,


yang mengatakan: “Termasuk sunah, adalah mengerjakan salat 12
rakaat setelah salat idul fitri, dan 6 rakaat setelah salat idul adha.“

5. Hadits Muttashil
Hadits Muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung kepada
Nabi saw. atau sahabat, dengan cara setiap rawi mendengar dari
atas (guru) nya. Gambaran contoh hadits muttashil adalah ucapan

34
Imam Malik: “saya mendengar dari Nafi’, dia berkata: saya
mendengar Nabi saw. bersabda:…. “

35
BAB V KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KATA
DALAM MERIWAYATKANNYA

1. Hadits Mu’an’an
Hadits mu’an’an adalah hadits yang diriwayatkan dengan
menggunakan lafal ‘an. Seperti perkataan ahli hadits: “dari Malik,
dari Nafi’, dari Ibnu Umar r.a. dari Rasulullah saw., beliau
bersabda:…… “

Syarat hadits mu’an’an dapat digolongkan Muttashil (bersambung)


sanadnya adalah rawi yang menggunakan kata ‘an, itu bebas dari
kebiasaan menggelapkan (tadlis) dan dia harus pernah bertemu
langsung dengan orang yang memberi riwayat kepadanya.

2. Hadits Muannan
Hadits Muannan adalah hadits yang diriwayatkan dengan
menggunakan lafal anna, sebagaimana ucapan rawi hadits: “Fulan
menceritakan kepada kami, sesungguhnya Fulan berkata:
‘sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:…. “

36
Hadits muannan itu seperti halnya hadits mu’an’an. Bisa
dihukumi muttashil dengan syarat-syarat sebagaimana yang telah
disebutkan diatas.

Contoh hadits mu’an’an lengkap adalah:


” Telah meceritakan kepadaku Malik, dari Ibnu Syihab, dari
Humaid bin Abdur Rahman, dari Abu Hurairah r.a.,
sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda :’Barangsiapa yang
beribadah puasa Ramadhan karena iman dan mengharap ridho
Allah, maka dosa-dosanya yang telah lewat diampuni’. “

37
BAB VI KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
JUMLAH RAWI DALAM SATU SANAD

1. Hadits ‘Aly

Definisi
Hadits ‘aly adalah hadits yang jumlah rawinya dalam sanad itu
sedikit, dibandingkan jumlah rawi yang ada pada sanad lain yang
menyebut hadits yang sama.

Macam-Macam Hadits ‘Aly


Hadits ‘Aly itu ada 5 macam, yakni:

Aly Mutlak, merupakan bagian hadits ‘Aly yang paling penting


dan paling dekat dengan Rasulullah saw. dengan sanad yang
bersih, tidak dhaif. Dinamakan ‘Aly mutlak, karena tidak terikat
oleh seorang imam atau kitab.
Aly Nisby, yaitu adanya kedekatan (rawi yang sedikit jumlahnya)
kepada seorang imam hadits, misalnya Imam Al-Auza’i dan Imam
Malik, meskipun rawi sesudah imam tersebut sampai Rasulullah
saw. berjumlah banyak.

38
Aly Tanzil, yaitu bila kedekatan (rawi yang sedikit jumlahnya) itu
pada kitab Bukhari-Muslim, salah satunya atau kitab-kitab lain
yang muktamad.
Aly Bisagdimil Wafat, yaitu unggul karena lebih dulu wafat rawi
yang meriwayatkan dari seorang guru, daripada wafat rawi lain
yang juga meriwayatkan hadits dari guru tersebut, meskipun
jumlah rawi dalam masing-masing sanad sama.
Aly Bitagaddumis Sama, yaitu unggul karena lebih dahulu
mendengar dari seorang guru, dibandingkan mendengarnya rawi
lain dari guru tersebut.

Dalam bagian hadits ‘Aly yang ketiga (Aly Tanzil) terjadi


Muwafaqah, Badal, Musawat dan Mushafahah.

Muwafaqah adalah sampai kepada guru salah seorang imam


hadits melalui suatu jalur sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit
di bandingkan jalur sanad imam hadits tersebut.

Badal adalah sampai kepada gurunya guru pengarang kitab hadits


muktamad, melalui jalur sanad yang lebih sedikit rawinya daripada
jalur sanad perawi kitab tersebut.

Musawat adalah kesamaan jumlah rawi dalam sanad sampai akhir


dengan sanad salah seorang penyusun kitab hadits.
39
Mushafahah adalah kesamaan dengan murid penyusun kitab
hadits.

2. Hadits Nazil

Hadits Nazil adalah hadits yang jumlah rawi dalam sanadnya


banyak.

Pembagian hadits nazil ada lima. Untuk mengetahuinya, cukup


memahami kebalikan pembagian hadits ‘Aly. Aly Mutlak lawan
Nazil Mutlak.

Contoh hadits ‘Aly dan Nazil.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Al-


Bukhari dengan sanad berbeda. Berikut perbandingannya.

Sanad Muslim adalah Harmalah bin Yahya, Ibnu Wahb, Yunus,


Ibnu Syihab, Abu Salamah dan Abu Hurairah (6 orang), adalah
hadits nazil.

40
Sedangkan riwayat Bukhari bersanad Qutaibah bin Sa’ad, Abul
Akhwash, Abu Hashin, Abu Shalih dan Abu Hurairah (5 orang)
adalah hadits ‘aly, karena sanadnya lebih sedikit.

41
BAB VII KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
SIFAT DAN KEADAAN RAWI KETIKA
MERIWAYATKAN

1. Hadits Musalsal
Hadits Musalsal, adalah hadits yang rawi-rawi dalam sanad atau
periwayatannya saling mengikuti seorang demi seorang pada satu
sifat.

Saling mengikutinya rawi-rawi seorang demi seorang pada suatu


sifat itu lebih umum, dan mencakup perkataan, perbuatan atau
perkataan dan perbuatan sekaligus.

Misal pertama, yakni Musalsal Qauli adalah sabda Rasulullah


saw. kepada Mu’adz r.a.: “Hai, Mu’adz, sesungguhnya aku
mencintaimu, maka ucapkanlah setiap selesai mengerjakan salat:
‘Ya, Allah, bantulah aku, agar aku dapat zikir kepada-Mu,
bersyukur kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik”

Hadits tersebut disebut Musalsal Qauly, sebab setiap rawi selalu


berkata: “Saya mencintaimu” kepada orang yang diberi riwayat
(hadits).

42
Misal kedua, yakni Musalsal Fi’ly, adalah hadits Abu Hurairah
r.a.: ”Abu Al-Qasim saw. menjalinkan tangannya dengan
tanganku dan bersabda: ‘Allah telah menciptakan bumi pada hari
sabtu, gunung pada hari ahad, pohon pada hari senin, perkara
yang tidak disukai pada hari selasa, cahaya pada hari rabu, binatang
pada hari kamis dan Adam pada hari jum’at. “

Hadits tersebut disebut Musalsal Fi’ly, sebab setiap rawi bila


meriwayatkan hadits tersebut, selalu menjalinkan tangannya
kepada tangan orang yang diberi riwayat.

Misal ketiga, yakni hadits Musalsal Qauly dan Fi’ly adalah


hadits Anas r.a.:”Seorang hamba tidak akan menemukan kelezatan
iman hingga beriman pada takdir, baik dan buruknya, manis dan
pahitnya. “

Beliau setelah menyampaikan hadits tersebut menggenggam


jenggotnya dan bersabda: “Aku beriman pada takdir, baik
maupun buruk, manis maupun pahit. ”

Anas melakukan dan mengatakan seperti apa yang dilakukan dan


diucapkan Rasulullah sesudah memberitahukan hadits tersebut
kepada orang lain. Begitu pula seterusnya.
43
Kadang-kadang tasalasul itu terjadi pada sebagian besar sanad,
sebagaimana hadits Awwaliyah (yang dimulai dengan kalimat
permulaan) sanadnya akan berakhir kepada Sufyan Ats-Tsaury.

Adapun musalsal (susul – menyusul) periwayatan hadits dengan


mengikuti satu sifat tertentu, maka sifat itu bisa berupa shighat
meriwayatkan hadits, zaman meriwayatkan, tempat meriwayatkan
atau tanggal meriwayatkan.

Misal pertama yang berkaitan dengan shighat meriwayatkan


adalah bila setiap rawi dalam meriwayatkan hadits menggunakan
shighat ‫ “حﺪﺛﲏ‬, ”‫ ” ”أنﺒﺄﱐ‬atau lainnya.

Misal kedua, yakni sifat musalsal yang berkaitan dengan


zaman adalah sabda Nabi saw.: ”Mengerat kuku, mencabut bulu
ketiak dan mencukur bulu kemaluan itu pada hari Kamis,
sedangkan mandi, memakai parfum dan ganti pakaian pada hari
Jum’at. “

Misal ketiga, yakni sifat musalsal yang berkaitan dengan


tempat meriwayatkan adalah hadits musalsal tentang doa yang
diijabahi di tempat yang bernama Multazam.

44
Misal keempat, yakni musalsal yang berkaitan dengan tarikh
(tanggal) adalah musalsal dengan kalimat akhir, sebagai mana
keberadaan rawi selaku perawi paling akhir yang meriwayatkan
dari gurunnya, dan ketika meriwayatkan rawi selalu mengucapkan
kata ( Fulan memberi tahu aku, dan aku orang yang paling
terakhir meriwayatkan hadits darinya).

45
BAB VIII MACAM-MACAM RIWAYAT

1. Al-Mudabbaj
Al-Mudabbaj adalah macam riwayat yang dilakukan oleh masing-
masing dua kawan yang saling meriwayatkan dari satu dengan
lainnya.

Riwayat Mudabbaj ini kadang terjadi di antara sahabat, seperti


Aisyah r.a. dengan Abu Hurairah r.a., masing-masing sama
meriwayatkan dari pihak yang lain. Kadang-kadang terjadi di
antara tabiin, seperti periwayatan Az-Zuhri dengan Ibnu Zubair.
Az-Zuhri meriwayatkan dari Ibnu Zubair dan sebaliknya. Kadang
terjadi di antara tabiit-tabiin, seperti Malik dan Al-Auza’i, Ahmad
bin Hambal dan Ali bin Al-Madiniy, dari generasi sesudah tabiit-
tabiin.

Masing-masing dua orang yang sekawan tersebut, saling


meriwayatkan dari pihak yang lain tanpa perantaraan. Ada pula
yang dengan perantara, seperti Malik dan Al-Laits, masing-masing
saling meriwayatkan dari yang lain dengan perantara Yazid bin
Al-Hadi.

46
2. Ghairu Mudabbaj
Riwayat Ghairu Mudabbaj adalah macam riwayat yang dilakukan
oleh salah satu dari dua orang yang berkawan, dari lainnya, tetapi
teman yang lain ini tidak meriwayatkan dari temannya tersebut.
Sebagaimana riwayat Al-A’masy dan At-Taimi.

Syarat dalam Riwayat Al-Mudabbaj


Di dalam riwayat Al-Mudabbaj disyaratkan ada kesamaan usia dan
sama-sama mengambil dari guru-guru. Sedangkan dalam riwayat
Ghairu Mudabbaj, cukup disyaratkan harus sama dalam salah satu
dari dua syarat riwayat mudabbaj.

1) Riwayatul Aqran
Riwayatul Aqran ialah perawi yang memiliki kesamaan dengan
orang yang memberi riwayat kepadanya dalam usia atau guru-
guru hadits, sebagaimana riwayat Al-A’masy dari At-Taimi.
Riwayatul

Aqran ini sinonim dengan Ghairu Mudabbaj.

47
2) Riwayatul Akabir ‘Anil Ashaghir
Riwayatul Akabir ‘Anil Ashaghir adalah periwayatan hadits
seorang rawi yang lebih tua usianya dari rawi yang lebih muda
usianya, yang diperoleh dari seorang guru, seperti riwayat Az –
Zuhri dan Malik. Az – Zuhri lebih tua usianya dan lebih dulu
generasinya daripada Malik.

Termasuk dalam pengertian riwayatul Akabir ‘Anil Ashaghir


adalah:
 Riwayat sahabat dari tabiin.
 Riwayat tabiin dari tabiit-tabiin.
 Riwayat bapak dari anak, sebagaimana riwayat Al-‘Abbas bin
Abdul Muttalib, dari putranya, Al-Fadhlu tentang hadits:
“Sesungguhnya Rasulullah saw. menjamak antara dua salat di
Muzdalifah.”

Faedah Mengetahui Riwayatul Akabir ‘Anil Ashaghir

Faedah mengetahui riwayatul akabir ‘anil ashaghir ini, adalah


untuk menghindari persangkaan bahwa pada sanadnya terjadi
pemutarbalikan dan menjauhkan persangkaan kebanyakan orang,
bahwa perawi yang menceritakan hadits (guru), tentu lebih tua
dan lebih mulia.

48
3) Riwayatul Ashaghir ‘Anil Akabir

Riwayatul Ashaghir ‘Anil Akabir adalah periwayatan hadits


seseorang dari orang yang lebih tua dan diperoleh dari para guru.

Termasuk dalam pengertian Riwayatul Ashaghir ‘Anil Akabir


adalah riwayat anak dari bapaknya, seperti riwayat Ad-Darimi dari
ayahnya, dari Rasulullah saw.

49
BAB IX KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
KESAMARAN RAWINYA

1. Al – Muttafiq dan Al – Muftariq


Hadits Al – Muttafiq dan Al – Muftariq, adalah hadits yang
didalam sanadnya terdapat suatu persamaan antara rawi yang satu
dengan yang lain dalam hal nama asli. Laqab atau nama samaran,
keturunan dan sebagainnua dalam ucapan dan bentuk tulisannya,
tetapi berlainan orang yang dimaksud dengan nama tersebut,
misalnya Kholil bin Ahmad, sebuah nama untuk enam orang laki
laki.

Faedah mengetahui Muttafiq ini, adalah untuk menghindari


prasangka nama banyak itu untuk satu orang saja.

2. Al-Mu’talif dan Al-Mukhtalif


Hadits Al-Mu’talif dan Al-Mukhtalif, adalah hadits yang di dalam
sanadnya terdapat persamaan nama rawi, laqab atau nama samaran
dan lainnya, pada bentuk tulisan (khat) saja, sedang pada lafal
(ucapannya) berbeda, misalnya nama ‫ ﺳﻼم‬. Umumnya tulisan itu
dibaca sallam (dengan 1 rangkap), tetapi ada juga yang dibaca

50
salam, sebuah nama sebagian perawi. Ada lagi seperti itu, yaitu ‫ﻋﺜﺎم‬
dan ‫ﻏﻨﺎم‬

Yang diperhitungkan dalam masalah di atas adalah persamaan


tulisan hurufnya, tanpa memandang titik dan syakal. Dengan
demikian, antara ‫ ﻋﺜﺎم‬dan ‫ ﻏﻨﺎم‬tertulis sama, yakni ‫ﻋﯩﺎم‬

Pengetahuan tentang Mu’talif dan Mukhtalif itu sangat penting


artinya. Bagi penuntut ilmu, lebih-lebih ulama ahli hadits, sangat
tercela bila tidak mengetahui hal ini, sebab barangsiapa yang tidak
mengetahuinya, maka tentu banyak kesalahannya.

3. Al-Mutasyabih
Hadits Mutasyabih adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat
nama-nama yang sama, tetapi berbeda-beda nama ayahnya, atau
sebaliknya, misalnya Muhammad bin ‘Aqil dan Muhammad bin
Uqail

Orang yang pertama, yakni Muhammad bin Aqil adalah seorang


tabiin yang meriwayatkan hadits dari Ali r.a.

Orang yang kedua, yakni Muhammad bin Uqail adalah salah


seorang guru Imam Al-Bukhari.

51
Adapun tentang orang yang berbeda nama, tetapi nama ayahnya
sama, misalnya Syuraih bin An-Nu’man dan Suraij bin An-
Nu’man. Yang pertama adalah berkebangsaan Naisabur,
sedangkan yang kedua adalah berkebangsaan Firyab, Turki.

Imam Al-Khatib Al-Baghdadi telah menyusun sebuah kitab yang


menjelaskan hadits Mutasyabih, beliau memberinya judul
Talkhishul Mutasyabih. Kitab ini besar faedahnya.

4. Hadits Al – Mubham
Hadits Al – Mubham adalah hadits yang didalam matan atau
sanadnya terdapat seorang rawi ( laki-laki atau perempuan) yang
tidak disebutkan namanya dengan jelas.

Misal pertama, yakni Mubhan dalam matan hadits Aisyah r.a. : ”


Sesungguhnya seorang perempuan dari sahabat Anshar bertanya
kepada Nabi saw. : ‘ Bagaimana caranya aku mandi setelah haid? ‘
Rasulullah saw menjawab : ‘ Ambillah sepotong kain (kapas) yang
diolesi minyak misik dan bersihkanlah dengannya tiga kali’. “

Misal kedua, yakni Mubham dalam sanad, adalah sebagaimana


ucapan rawi: “Seorang laki laki memberi tahu aku… “
52
Ketidakjelasan nama orang dalam matan hadits itu tidak
berbahaya. Adapun ketidakjelasan nama rawi dalam sanad, maka
diterimanya hadits dan tidaknya itu ada beberapa pendapat.

Sebagian ulama Madzab Hanafi berpendapat : ” Seyogianya


madzab kami menerima hadits Mubhan, sebab sudah diketahui,
bahwa rawi hadits tidak akan meriwayatkan hadits, kecuali dari
orang yang terpercaya. “

Nama orang yang tidak disebutkan dengan jelas dalam matan atau
sanad itu dapat diketahui, melalui sebagian riwayat – riwayat lain
yang menyebutkan orang yang punya nama.

53
BAB X KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
GUGURNYA RAWI

1. Al – Mu’allaq
Hadits Mu’allaq adalah hadits hadits yang gugur rawinya, seorang
atau lebih, dari permulaan sanad, baik perawi perawi lainnya
gugur atau tidak.

Contoh hadits mu’allaq, sebagaimana ucapan Asy-Syafi’i : Nafi’


berkata :….. , dan ucapan Malik : Ibnu Umar berkata:…. atau
Nabi saw. bersabda: ….

Hukum hadits Mu’allaq adalah dhaif, kecuali jika terdapat dalam


kitab yang terjamin kesahihannya, maka dihukumi sahih.

Contoh hadits Mua’allaq.


Nabi saw. bersabda : ” Allah itu lebih berhak untuk dijadikan
tempat menampakkan sifat malu daripada manusia. “

Lebih jelasnya, lihat paradigma sanad dalam skema berikut ini.

54
Nyatalah sekarang, apabila kita diperbandingkan sanad sanad dari
3 Iman pentakhrij hadits tersebut, bahwa Imam Bukhari
menggugurkan sanad, sekurang kurangnya seorang, sebelum Bahz
bin Hakim.

2. Al – Mursal
Hadits mursal adalah hadits yang diangkat langsung oleh tabiin
kepada Nabi saw. walaupun hanya secara hukum.

Perkataan kami : ” Meskipun secara hukmi” , agar mencakup


sahabat yang tidak mendengar langsung dari Nabi saw. tetapi dia
mendengar dari sahabat (yang lain) sedangkan ucapan kami :
“tabi’y “, supaya mencakup tabiin yang besar dan tabiin yang
kecil.

Pertama, yakni tabiin besar, ialah orang yang pernah bertemu


banyak sahabat, dan dia sering meriwayatkan hadits mereka,
misalnya Sa’id bin Al Musaiyab.

Kedua, yakni tabiin kecil, ialah orang yang hanya pernah


berteman satu orang sahabat, misalnya Az Zuhri.

55
Berhujah dengan Hadits Mursal
Adapun mengenai berhujah dengan hadits Mursal, terdapat
beberapa pendapat yang berbeda, antara lain:

Menurut pendapat yang terpilih, hadits mursal shahaby dapat


diterima secara bulat, sebab kemungkinan besar mereka memang
mendengar hadits yang diriwayatkan itu. Menurut pendapat
Imam Abu Hanifah dan Malik, hadits Mursal dari generasi kedua
(generasi tabiin) dan generasi ketiga (generasi tabiit-tabiin) itu
dapat diterima sebagai hujah secara mutlak.

Adapun tentang boleh diterima hadits mursal generasi kedua


(generasi tabiin), karena mereka yang terpercaya (tsiqah), misalnya
Sa’id bin Al Musaiyyab, Amir Asy Sya’by dan Al Hasan Al Bashry,
semuanya telah meriwayatkan hadits mursal dan diterima secara
bulat oleh ahli hadits.

Adapun mengenai diterimanya hadits mursal generasi ketiga


(generasi tabiit tabiin), karena tindakan mereka berupa tidak
menyebut orang yang memberi riwayat (gurunya) itu. Andaikata
(guru tersebut) tidak adil, tentu hal itu merupakan tindakan
memutus sanad yang menimbulkan dugaan, bahwa dia hanya
mendengar dari orang yang adil, sebagai upaya pengelabuan,

56
padahal generasi ketiga itu sama sekali tidak dapat dituduh
melakukan tindakan pengelabuan.

Menurut Imam Asy Syafi’i, bahwa hadits mursal itu bisa diterima
sebagai hujah, jika memenuhi salah satu dari lima perkara, yaitu :
1. Ada rawi lain yang meriwayatkan secara bersambung
(dikuatkan hadits musnad)
2. Ada rawi lain yang meriwayatkan hadits mursal juga, guru
mereka berbeda (hadits mursal dikuatkan hadits mursal yang
lain).
3. Dikuatkan oleh ucapan seorang sahabat.
4. Dikuatkan oleh pendapat mayoritas ulama
5. Ada pengakuan, bahwa rawi yang meriwayatkan hadits mursal
itu pada umumnya tidak meriwayatkan, selain dari orang yang
adil.

3. Al Mudallas
Hadits mudallas itu ada dua macam, yaitu Mudallas Isnad dan
Mudallas Syuyukh.

Mudallas Isnad adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi dari


orang yang pernah bertemu dengannya dan rawi tersebut tidak
pernah menerima riwayat daripadanya, tetapi dia (rawi tersebut)
merekayasa seolah dia mendengar (menerima riwayat)
57
daripadanya. Disebutkan juga, bahwa Mudallas isnad adalah
periwayatan seorang rawi terhadap hadits yang tidak pernah dia
dengar dari gurunya dengan rekayasa seolah olah dia mendengar
tersebut dari gurunya.
Mudallas Syuyukh adalah tindakan rawi hadits yang tidak
menyebut dengan jelas nama gurunya, tetapi dia menyebut
dengan sebutan yang tidak terkenal, baik berupa nama, kunyah,
laqab, kabilah, negeri atau profesi dengan tujuan agar tidak
diketahui.

4. Al Munqathi’
Hadits Munqathi’ adalah hadus yang sanadnya terdapat seorang
rawi sebelum sahabat gugur disatu tempat manapun. Sekalipun
dibeberapa tempat, dengan syarat yang gugur itu tudak lebih dari
satu rawi secara berturut turut.

Adapula yang mengatakan hadits munqathi’ adalah hadits yang


sanadnya tidak bersambung dengan cara bagaimanapun.

Contoh hadits munqathi’: ” Rasulullah saw. apabila masuk


masjid, memanjatkan doa (seperti dalam hadits) yang artinya :
‘Dengan nama Allah, shalawat dan salam semoga tetap
terlimpahkan kepada Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosa
dosaku dan bukakankah pintu pintu rahmat-Mu untukku’. “
58
Contoh hadits munqathi’ yang gugur rawinya dalam (sanadnya)
seorang sebelum sahabat, misalnya hadits yang ditakhrijkan oleh
Ibnu Majah dan At Turmudzi dengan matan dan sanad sebagai
berikut.

5. Al Mu’dhal
Hadits Mu’dhal adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat dua
rawi atau lebih, yang gugur secara berturut turut, baik gugurnya
itu dipermulaan, tengah atau akhir sanad.

Contoh hadits mu’dhal, hadits yang diriwayatkan Imam Malik: ”


Bagi si budak mempunyai hak, berupa makanan dan pakaian ”

Lebih jelasnya lihat pada skema berikut ini : Imam Malik di dalam
kitab tersebut meriwayatkannya langsung dari Abu Hurairah r.a.
padahal dia seorang tabiit-tabiin, sudah barang tentu tidak
mungkin dapat bertemu dan mendengar sendiri hadits tersebut
dari Abu Hurairah r.a. Dengan demikian, pasti ada seorang atau
dua orang rawi yang digugurkan. Rawi rawi yang digugurkan itu
dapat kita ketahui, setelah kita mengadakan penelitian dalam kitab
lain. Dari hasil penyelidikan menunjukkan, bahwa Imam Muslim
meriwayatkan hadits tersebut melalui sanad sanad : Ibnu Wahbin,
Amru bin Al Harits, Bukair bin Asyja, Muhammad bin Ajlan,
59
ayah Ajlan dan Abu Hurairah r.a. Dengan demikian, rawi rawi
yang digugurkan oleh Imam Malik ialah Muhammad bin Ajlan
dan ayahnya (dua orang).

60
BAB XI KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN
KECACATAN RAWINYA (DALAM KEADILAN DAN
KEDHABITAN)

1. Al – Mudhtharib

Hadits Mudhtharib adalah hadits yang mengandung pertentangan


di dalam sanad, matan atau sanadnya, sebab ada penambahan atau
pengurangan, yang tidak mungkin dapat dikompromikan atau
ditarjihkan.

Apabila perbedaan atau pertentangan tersebut dapat


dikompromikan, maka hadits tersebut dapat diamalkan dan tidak
lagi disebut hadits mudhtharib.

Contoh Hadits Mudhtharib dalam matan:


“Dari Anas r.a. mengabarkan, bahwa Rasulullah saw., Abu Bakar
dan Umar r.a.. konon sama memulai bacaan salat dengan bacaan
Al-Hamdullillahi Rabbil ‘Alamiin.”

Menurut Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr, bahwa hadits basmalah


tersebut banyak, dengan lafal yang berbeda-beda dan saling dapat

61
bertahan, yakni tidak dapat ditarjihkan maupun dikompromikan.
Antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasai dan
Ibnu Huzaimah, yang juga bersumber kepada Anas r.a., dengan
rangkaian kalimat: “Mereka tidak mengeraskan bacaan Basmillahir
rahmaanir rahiim.”

Disamping itu, ada juga beberapa rawi yang meriwayatkan, bahwa


para sahabat sama membaca basmalah dengan keras, ujarnya: “
Mereka sama mengeraskan bacaan Bismillaahir rahmaanir
rahiim.”

Contoh hadits mudhtharib pada sanad, adalah hadits Abu Bakar


r.a. yang menanyakan kepada Rasulullah saw., apa yang
menyebabkan beliau beruban? Katanya: “ Wahai, Rasulullah, aku
perhatikan Anda telah beruban!” Jawab Rasuluullah saw.: “(yang)
menyebabkan aku beruban adalah surah Hud dan saudara –
saudaranya (surah Al-Waqi’ah, Al-Haqqah, At- Taqwir dan Al
Ma’arij).”

Menurut Ad-Daraquthni, bahwa hadits tersebut adalah


mudhtharib, sebab hadits itu hanya melalui jalan (sanad) dari Ibnu
Ishaq, dan dari jalan itu juga banyak terdapat perbedaan sampai
kurang-lebih sepuluh macam perbedaan. Antara lain, hadits itu

62
diriwayatkan secara mursal, sementara ada yang meriwayatkannya
dengan muttasil.

Para ulama juga ada yang mempertengkarkan sanadnya. Sebagian


mengatakan, bahwa hadits itu bersumber dari Ikrimah, dari Abu
Bakar. Sebagian mengatakan dari Ibnu Juhaifah, dari Abu Bakar.
Sebagian lagi mendakwahkan dari Al-Barra’, dari Abu Bakar.
Sebagian lagi mengatakan dari Abu Maisarh, dari Abu Bakar, dan
ada pula yang meriwayatkan dari Alqamah, dari Abu Bakar.
Rawi-rawi itu menurut Ibnu Hajar, adalah orang-orang yang
tsiqah, yang tidak mungkin ditarjihkan salah satunya.

2. Al – Mu’allal
Hadits Mua’allal adalah hadits yang secara lahiriah selamat (dari
cacat), tetapi setelah diadakan penelitian pada sanad-sanadnya,
ternyata mengandung cacat berat dalam sanad atau matannya,
seperti menyambung (memuttasilkan) hadits mursal, Munqathi’,
atau memasukkan satu hadits ke hadits lain lainnya.

Cacat yang terdapat pada matan itu bisa menodai sanad. Berbeda
dengan cacat pada sanad, yang hanya menodai sanad itu sendiri.

63
3. Asy – Syadz dan Al – Munkar
Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
tsiqah (terpercaya), yang berlawanan dengan rawi yang lebih
(terpercaya), disebabkan kelebihan hafalan atau banyaknya jumlah
sanad atau lainnya, berupa segi – segi pentarjihan.

Hadits Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang


dhaif (lemah), yang berlawanan dengan rawi yang tingkat
kelemahannya lebih rendah.

Hadits At-Turmudzi , yang bersanad Ibnu Uyainah, Amr bin


Dinar, Ausajah dan Ibnu Abbas r.a., adalah hadits mahfuzh. Sebab
hadits tersebut, disamping mempunyai rawi-rawi yang terdiri dari
orang-orang tsiqah, juga mempunyai mutabi’, yaitu Ibnu Juraij
dan lainnya.

Hadits Ashhabus Sunan, yang bersanad Hammad bin Zaid, Amr


bin Dinar dan Ausajah, adalh hadits mursal. Sebab, Ausajah
meriwayatkan hadits tersebut tanpa melalui sahabat Ibnu Abbas
r.a., padahal dia adalah seorang tabiin. Hammad bin Zaid itu
termasuk rawi yang tsiqah, karenannya dia tergolong rawi yang
diterima (maqbul) periwayatannya. Akan tetapi, karena
periwayatan Hammadbin Zaid itu berlawanan dengan
periwayatan Ibnu Uyainah yang lebih rajih, karena sanadnya
64
muttashil dan ada mutabi’nya. Maka, hadits At-Turmudzi yang
melalui sanad Ibnu Uyainah-lah yang rajih dan disebut hadits
mahfuzh, sedangkan hadits Ashhabus Sunan yang bersanad
Hammad bin Zaid adalah marjuh dan disebut dengan hadits syadz.

Hadits Abu Dawud yang bersanad Abul Wahib bin Ziyad, Al-
A’masy, Abu Shalih, dan Abu Hurairah r.a., yang diriwayatkan
secara marfu’ itu adalah hadits syadz pada matan. Hal itu dapat kita
ketahui setelah meninjau hadits Bukhari yang bersanad Abdullah
bin Yazid, Sa’id bin Abi Ayyub, Abul Aswad, Urwah bin Zubair
r.a., dan riwayat dari rawi-rawi lain yang lebih tsiqah, yang
meriwayatkan atas dasar fiil (perbuatan Nabi). Sedangkan hadits
Abu Dawud, diriwayatkan atas dasar qaul (perkataan) Nabi.

Oleh karena menyalahi hadits Abu Dawud dengan hadits Bukhari


(yang lebih tsiqah) tersebut terjadi pada matannya, bukan pada
sanadnya, maka hadits Abu Dawud tersebut dinamakan hadits
syadz pada matannya, sedangkan hadits Bukhari dan lainnya
disebut hadits mahfudz (pada matannya).

Contoh Hadits Munkar:


“Siapa yang mengerjakan salat, membayat zakat, menunaikan haji,
berpuasa, dan menghormat tamu, maka masuk surga.”

65
Menurut Abu Hatim, hadits tersebut diriwayatkan Ibnu Abi
Hatim yang bersanad Hubayyib bin Habib, Abu Ishaq, Al-Izar
bin Harits, Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Muhammad saw., adalah
mungkar. Sebab, Hubayyib bin Habib, salah seorang sanadnya
adalah rawi yang waham dan matruk, disamping itu ia
meriwayatkan hadits tersebut secara marfu’. Padahal menurut
rawi-rawi yang tsiqah meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari Ibnu
Abbas secara mauquf. Inilah yang ma’ruf.

4. Al – Maqlub
Hadits Maqlub adalah hadits yang dikenal dari seorang rawi
tertentu, lalu diganti dengan rawi lain yang segenerasi dengan
rawi tersebut, atau sanadsuatu matan hadits tertentu ditukar
dengan sanad matan hadits laindan sebaliknya.

Ada kisah menarik yang menjadi bukti kehebatan hafalan dan


perhatian Al – Bukhari terhadap hadits – hadits Rasulullah saw.,
yaitu: Ketika beliau datang dikota Baghdad (Irak), banyak orang
ahli hadits berkumpul, lalu mengambil seratus hadits dan mereka
acak – acak atau putar balikkan sanad dan matannya, sehingga
sanad satu tertukar hadits lain.

Para ahli Irak itu menghadiri majelis pengajian Imam Al – Bukhari


dan menyodorkan seratus hadits Maqlub tersebut kepadannya.
66
Setelah mereka selesai mengutarakan hal tersebut kepadannya,
maka Imam Al – Bukhari menoleh kepada mereka dan
menjelaskan dengan cara mengembalikan setiap matan hadits pada
sanad aslinya. Mereka merasa kagum dan akhirnya mengakui
kehebatan Al-Bukhari dibidang hadits.

5. Al – Mudraj
Hadits Mudraj itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu : Mudrajul
Matni dan Mudrajus Sanad.

Mudrajul Matni adalah suatu kalimat yang disebutkan rawi


dipermulaan, engah-tenah atau akhir ha suatu hadits, sehingga
orang yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya, menganggap
kalimat tersebut bagian dari hadits, padahal tidak.
Contoh Mudrajul Matni:

Idraj diawal hadits.


‫ﺿ َﺆ َوﻳْ ٌﻞ‬
ُ ‫اﻟﻮ‬ ِ
ُ ‫ اَ ْﺳﺒﻐُ ْﺆا‬: ‫ﻋﻦ اﰊ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ؤﺳﻠّﻢ‬
.‫ﺎب ِﻣ َﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر‬
ِ ‫ﻟﻼَ ْﻋ َﻘ‬

Kata ‫ﺿ َﺆ‬
ُ ‫اﻟﻮ‬
ُ ‫ اَ ْﺳﺒِﻐُ ْﺆا‬adalah tambahan Abu Hurairah.

67
Idraj ditengah hadits.
‫ﱠﺚ ِﰲ َﻏﺎ ِر َؤُﻫ َﺆ‬
ُ ‫ ﻳـَﺘَ َﺤﻨ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻛﺎن اﻟﻨﱠﱯ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ؤﺳﻠّﻢ‬
.‫اﻟﻌ َﺪ ِد‬
َ
ِ ‫ﻴﺎﱄ َذ َؤ‬
‫ات‬ ِ
َ ّ‫ﱠﻌﺒﱡ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ ‫اﻟﺘـ‬

Kata ‫ﱠﻌﺒﱡ ُﺪ‬


َ ‫اﻟﺘـ‬ ‫ َؤُﻫ َﺆ‬adalah perkataan rawi.

Idraj diakhir hadits.


‫ﰲ َﺳﺒِْﻴ ِﻞ ﷲ َؤاﳊَ ِّﺞ‬ ِ ‫ﺎد‬ ‫ﻬ‬ ِ‫اﳉ‬
ْ ‫ﻻ‬
َ ‫ﺆ‬ ‫ﻟ‬
َ ِ ‫ﻋﻦ اﰊ ﻫﺮﻳﺮة ﻟِْﻠﻌﺒ ِﺪ اﻟْﻤﻤﻠُﺆ ِك اَﺟﺮ ِان َؤاﻟﱠ ِﺬى نَـ ْﻔ ِﺴﻲ ﺑِﻴ ِﺪ‬
‫ﻩ‬
ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ َ َْ
ِ
‫ﺆت َؤاَ َ ﳑَْﻠُ ْﺆ ٌك‬ ُ ‫َؤﺑِﱡﺮ اُّﻣﻲ ﻻَ َحﺒَـْﺒ‬
َ ‫ﺖ اَ ْن اَُﻣ‬

Kalimat yang bergaris dalam hadits di atas adalah ucapan rawi.

Mudrajus Sanad itu ada Empat Macam, yaitu :

 Ada suatu kelompok ahli hadits meriwayatkan suatu hadits


dengan banyak sanad yang berlainan, lalu ada seorang rawi
lain meriwayatkan dari mereka dengan menggunakan salah
satu sanad tanpa memberikan penjelasan tentang berbeda-
beda sanadnya.
 Ada hadits yang diriwayatkan secara sempurna oleh seorang
rawi dengan suatu sanad, kecuali sebagian yang dia
riwayatkan melalui sanad lain. Kemudian ada salah seorang

68
rawi yang meriwayatkan hadits tersebut secara lengkap
dengan sanad yang pertama.
 Ada dua matan hadits yang berbeda diriwayatkan oleh rawi
dengan sanad yang berlainan juga. Lalu ada rawi
meriwayatkan dua hadits tersebut dengan menggunakan
salah satu sanad, dari dua sanad tersebut. Atau meriwayatkan
salah satu hadits dengan sanadnya yang asli dan
menambahkan matan yang lain ke dalamnya, yang tidak
menggunakan sanad itu.
 Perawi tengah menggunakan sanad, lalu datang seseorang
kepadannya, dan rawi itu mengucapkan perkataan dari
dirinya sendiri, kemudian orang tersebut meriwayatkan
hadits daripadanya.

Mudrajul Matni dapat diketahui sebab ada hadits dalam riwayat


lain, yang tidak memuat perkataan tersebut, ada keterangan dari
rawi yang embuat tambahan tersebut, pengkajian imam-imam
ahli hadits atau adanya kemustahilan perkataan tersebut keluar dari
Rasulullah saw.

Sedangkan untuk mengetuhi Mudrajus Sanad, cukup dengan


keberadaan riwayat lain yang berbeda dengan riwayat yang telah
dimasuki tambahan, yang bisa diterima dengan memangkas
sebagian rawi yang disisipkan ke dalamnya.
69
6. Matruk
Hadits Matruk adalah hadits yang perawi-perawinya secara jelas
dalam periwayatn dikenal kebohongannya, karena hadits yang
mereka riwayatkan itu bertentangan dengan kaidah-kaidah agama
dan haditsnya tidak dijumpai daam riwayat-riwayat lain. Atau
perawinya terkenal dengan kebohongannya dikalangan
masyarakat, meskipun kebohongan rawi tersebut tidak terlihat
dalam hadits riwayatnya, ini lebih ringan daripada yang pertama
tadi. Atau perawi itu diduga sering melakuakn kesalahan, kealpaan
atau kefasikan dengan tidak melakuakn kebohongan.

Contoh hadits Matruk : “ Telah bercerita kepadaku Ya’qub bin


Sufyan bin Ashim, katanya : Telah bercerita kepadaku Isa bin
Ziyad, katanya; Telah bercerita kepadaku Abdur Rahim bin Zaid,
dari ayahnya, dari Said Ibnul Musaiyyah, dari Umar bin Al-
Khattab r.a., katanya: Rasulullah saw., bersabda: Andaikata
(didunia ini) tidak ada wanita, tentu Allah itu disembah dengan
sesungguhnya.”

Ibnu Ady menjelaskan, bahwa dalam sanad hadits tersebut


terdapat 2 orang rawi yang matrukul hadits, yaitu Abdur Rahim
dan ayahnya.

70
7. Maudhu’

Definisi:
Hadits Maudhu’ adalah perkataan, perbuatan, penetapan, ata
lainnya, yang secara bohong disandrkan kepada Nabi saw. dengan
sengaja.

Mengetahui Hadits Maudhu’


Hadits Maudhu’atau palsu itu dapat diketahui dengan pengakuan
dari si pembuat sendiri dan dengan qarimah (tanda) yang
tercermin pada keadan rawi, seperti mematuhi kehendak sebagian
penguasa.

Dapat juga hadits Maudhu’ itu diketahui dari keadaan hadits yang
dipalsukan, seperti kekakuan kalimat dan maknannya,
bertentangan dengan sebagian ayat Al-Qur’an atau hadits
mutawattir berlawanan dengan ijmak Qat’iy atau bahkan
bertentangan dengan akal sehat.

Motif yang mendorong pemalsuan hadits.


Tidak ada bedanya (sanksi pemalsu hadits) atara rawi yang
membuat hadits maudhu’ dengan yang mengutip perkataan orang
lain, baik untuk menyesatkan, mencari keuntungan dan

71
kedudukan. Fanatisme mazhab atau mencari muka di hadapan
para penguasa dan mengikuti kemauan mereka, misalnya Khalifah
atau Gubernur.

Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’


Hukum meriwayatkan hadits Maudhu’ itu haram mutlak bagi
orang yang mengetahui atau meduga, bahwa hadits yan hendak
diceritakan itu maudhu’, kecuali disertai penjelasan. Tetapi,
apabila tidak mengerti, bahwa hadits yang hendak diceritakannya
itu Maudhu’, lalu meriwayatkannya, maka dia tidak berdosa.

Contoh hadits Maudhu’ antara lain:


“Anak zina itu, tidak dapat masuk surga, sampai tujuh
keturunan.”

Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan surah Al-


An’am ayat 164, yakni: “Dan seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain.”

“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama


(Muhammad, Ahmad, dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukkan
ke dalam neraka.”

72
Hadits tersebut adalah bertentangan dengan sunah-sunah
Rasulullah saw. yang menerangkan, bahwa nerka itu tidak dapat
ditebus dengan nama-nama tersebut, akan tetapi keselamatan dari
mereka itu karena keimanan dan amal saleh.

“Bahwa Rasulullah saw. memegang tangan Ali bin Abu Thalib


r.a. dihapan para sahabat seluruhnya, yang baru kembali dari haji
wada’. Kemudian Rasulullah saw. membangkitkan Ali, sehingga
para sahabat mengetahui semuannya. Lalu beliau bersabda: ‘Ini
adalah wasiatku (orang yang saya beri warisan) dan saudaraku,
serta khalifah setelah aku nnti. Oleh karena itu, dengarlah dan
taatilah dia’.”

8. Al – Muhmal
Hadits Muhmal adalah hadits yang diriwayatkan salah satu dari
dua orang yang sama dalam nama, laqab dn kunyahnya, atau
nama-namanya dan nama ayahnya sama, atau juga salah satu dari
yang tersebut(nama, laqab, dan kunyah) dengan nama datuknya
sama, atau semua ang tersebut ditambah nisbatnya juga sama
dengan pernytaaan rawi itu sendiri dan tidak ada hal yang
membedakan.

Apabila rawi mengatakan, bahwa dia tidak mengambil, kecuali


dari salah satu mereka yang sama ini, maka hilanglah ihmalnya,
73
meskipun tidak jelas kekhususan riwayatrawi dengan salah satu
dari dua orang yang sma tersebut. Apabila kedua orang yang sma
tersebut sama tsiqahnya, maka hadits tersebut bisa diamalkan,
tetapi jika keduannya tidak tsiqah, maka haditsnya tidak boleh
diamalkan.

9. Al Mazid fi Muttashil Asanid


Hadits Al-Mazid fi Muttashil Asanid adalah suatu hadits yang
rawinya menambahkan seorang rawi atau lebih ditengah-tengah
sanadnya, yang berlawanan dengan rawi yang lebih kuat, yang
telah menyatakan mendengar (dari gurunya) atau membeir kesan
bahwa dia mendengar ditempat tambahan, sebagaimana riwayat
rawi dengan menggunakan kata “”‫ح ﱠﺪﺛَﻨﺎ‬
َ.

Misalnya : ‫ﺴ ُﻌ ْﺆٍد‬
ْ ‫اﺑﻦ َﻣ‬
ُ ‫َح ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺷ ِﻘْﻴ ٌﻖ ﻗَ َﺎل َح ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋ ْﻤٌﺮؤ ﻗَ َﺎل َح ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬

Apabila rawi yang menambah atau menyisipkan rawi lain dalam


sanadnya tersebut tidak menyatakan mendengar atau tidak
mengesankan, bahwa dia mendengar, sebagaimana dia
meriwayatkan dengan menggunakan kata “‫”ﻋﻦ‬, maka riwayat
yang terdapat sisipan dalam sanadnya itulah yang lebih rajih (yang
diterima).

74
10. Al-Mushohhaf
Hadits mushohhaf adalah hadits yang didalam matan atau
sanadnya terdapat perubahan titik-titik hurufnya.

Misalnya hadits mushohhaf dalam matan adalah: “Barangsiapa


puasa dibulan ramadhan, lalu menyusulnya dengan enam hari
dibulan syawal maka dia seperti puasa satu tahun”

Kata “‫” ِﺳﺘﺎ‬ dalam hadits diatas oleh Abu Bakar Ash-Shuly
diriwayatkan dengan kata “‫”ﺷْﻴـﺌًﺎ‬.
َ

Contoh hadits mushohhaf dalam sanad adalah hadits syu’ban: “


Dari Al-‘Awwam bin Marajim, dari Abu Usman An-Nahdy, dari
Usman bin Affan r.a., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
‘Penuhilah hak-hak kepada yang mempunyai hak’.”

ِ ‫ ﻣﺮ‬menjadi “”‫احﻢ‬
Yahya bin Ma’in mem-tashhif-kan “”‫اﺟ ْﻢ‬ ِ
ََ ْ ‫ َﻣَﺰ‬.

11. Al-Muharraf
Hadits Al-Muharraf adalah hadits yang mengalami perubahan
dalam syakkal hurufnya. Yang dimaksud dengan syakal adalah
harokat (tanda hidup) dan sakanat (tanda mati), seperti hadits Jabir
r.a :

75
“Ubaiyi telah dihujani panah pada perang ahzab mengenai
lengannya, lalu Rasulullah mengobatinya dengan besi panas.”

Ghundur melakukan takrif (perubahan pada kata “‫ﰊ‬


‫ ”اَُﱞ‬menjadi
“”‫ اَِﰊ‬sehingga susunan hadits menjadi: “ Ayahku dihujani panah
pada perang ahzab mengenai lengannya, lalu Rasulullah
mengobatinya dengan besi panas.”

Padahal yang kena panah adalah Ubaiyi bin Ka’ab. Ghundur


mengubah menjadi “”‫ اَِﰊ‬sehingga memberi kesan yang terkena
panah adalah Ubaiyi, ayah Jabir. Padahal Ubaiyi ayah jabir telah
meninggal sebelum perang ahzab.

12. Al-Ma’ruf dan Al-Mahfuzh


Hadits Ma’ruf adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
dho’if (lemah) berlawanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lebih dho’if (sangat lemah). (bandingan hadits ma’ruf
adalah hadits munkar).

Hadits Mahfuzh adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang


tsiqah (terpercaya), berlawanan dengan orang yang kualitas tsiqah
nya lebih rendah. (bandingan hadits mahfuzh adalah hadits syadz).

76
BAB XII KESAMAAN ATAU MUSYAROKAH DALAM
PERIWAYATAN

1. Al – Mutabi’
Hadits Al – Mutabi’ adalah hadits yang rawinya mengikuti rawi
lain dalam periwayatan hadits, sejak dari gurunya atau dari
gurunya guru dan menyamai pula dalam susunan redaksi.

Mutaba’ah (perbuatan mengikuti periwayatan orang lain) itu ada


dua macam, yaitu: Mutaba’ah Tammah dan Mutaba’ah Qashirah.

Mutaba’ah Tammah adalah periwayatan si Mutabi’ (yang


mengikuti periwayatan seorang guru atau gurunya guru dari rawi
lain) itu mengikuti periwayatan guru Mutaba’ (Orang yang
diikuti).

Mutaba’ah Qashirah adalah periwayatan si Mutabi’ mengikuti


periwayatan rawi yang diatas gurunya secara mutlak.

2. Asy – Syahid
Hadits Syahid adalah hadits yang (diriwayatkan rawi dari sahabat
lain) menyamai hadits (yang diriwayatkan seorang rawi dari

77
sahabat) yang lain dalam maknanya, bukan dalam redaksi
kalimatnya.

Contoh hadits Mutabi’ dan Syahid:


Dalam contoh diatas misalkan, yang akan dicari mutabi’ dan
syahidnya adalah hadits Asy-Syafi’i (Nomor I) yang bersanadkan
Malik, Ibnu Dinar dan sahabat Ibnu Umar r.a. Maka kita
dapatkan bahwa:

Hadits Al-Qa’nabi (Nomor II) adalah mutabi’ tamm terhadap


hadits Asy-Syafi’i, sebab Al-Qa’nabi mengikuti periwayatan guru
Asy-Syafi’i sejak dari guruyang terdekat, yaitu Malik sampai
kepada guru yang agak jauh, yaitu Ibnu Dinar dan hingga gurunya
yang paling jauh, yaitu sahabat Ibnu Umar r.a. jadi, seluruh guru
Asy-Syafi’i diambil dan diikutinya.

Hadits Ibnu Huzaimah (nomor III) bersanadkan Ashim bin


Muhammad, Muhammad Ibnu Zaid dan Ibnu Umar r.a. dan
hadits Muslim (Nomor IV) yang bersanadkan Ubaidillah, Nafi’
dan Ibnu Umar r.a., keduanya adalah mutabi’ qashir terhadap
hadits Asy-Syafi’i. karena keduanya mengikuti guru asy-Syafi’i
terjauh, yaitu Ibnu Umar r.a. atau dengan perkataan lain ketiga
rawi hadits tersebut bersumber dari seorang sahabat yang sama.
dikatakan dengan qashir (kurang sempurna), karena hanya
78
mengikuti pada seorang guru saja, tidak semua guru-guru Asy-
Syafi’i.

Baik hadits Ibnu Huzaimah, maupun Muslim, mempunya lafal


yang berbeda-beda. Pada hadits Ibnu Huzaimah tertulis:
fakammilu tsalatsina dan pada hadits Muslim, tertulis: faqdurulahu
tsalatsina. Kendatipun ketiga hadits tersebut berbeda-beda
lafalnya, namun maknanya tetap tidak berbeda.

Hadits An-Nasai (Nomor V) yang bersanadkan Muhammad Ibnu


Hunain dan Ibnu Abbas r.a. menjadi syahid terhadap hadits Asy-
Syafi’i, karena sumbernya, yakni Ibnu Abbas r.a., berbeda dengan
sumber hadits Asy-Syafi’i. Oleh karena lafal yang dibawakan oleh
An-Nasai tidak berbeda dengan lafal hadits Asy-Syafi’i yang
sekaligus maknanya pun tidak berbeda, maka hadits An-Nasai ini
dikatakan hadits syahid bil lafzhy terhadap hadits Asy-Syafi’i.

Hadits Al-Bukhari (Nomor VI) yang bersanadkan Syu’bah,


Muhammad bin Ziyad dan Abu Hurairah r.a., juga sebagai syahid
terhadap hadits Asy-Syafi’i, karena Al-Bukhari mengambil
sumber periwayatannya, tidak sama dengan Asy-Syafi’i,, yaitu
sahabat Abu Hurairah r.a. lafal yang dibawakan oleh Al- Bukhari,
berbeda dengan lafal yang dibawakan Asty-Syafi’i. Perbedaan itu
terletak pada kalimat: fa-akmilu ‘iddata sya’bana tsalatsina. Karena
79
perbedaan lafal ini tidak membawa perbedaan arti, maka syahid
yang demikian disebut syahid bil ma’na.

3. As – Sabiq dan Al – Lahiq


Hadits As – Sabiq dan Al – Lahiq adalah adanya musyarakah
(kesamaan) dua orang rawi dalam meriwayatkan hadits dari
seorang guru dan salah seorang dari mereka berdua mati lebih
dahulu.

Diantara faedah mengetahui riwayat As – Sabiq dan Al – Lahiq


adalah untuk menetapkan ketinggian sanad suatu hadits yang
dapat mengesankan dalam hati.

Misalnya, Al Bukhari meriwayatkan hadits dari Abul Abbas As-


Siraj dan Al Bukhari meninggal dunia pada tahun 256 H.
Kemudian ada rawi yang paling akhir meriwayatkan dari Abul
Abbas As-Siraj, yaitu Ahmad bin Muhammad An-Naisabury yang
meninggal pada tahun 393 H. Jarak meninggal antara Al Bukhari
dam An-Naisabury adalah 137 tahun. Dengan demikian, hadits
riwayat Al Bukhari disebut As-Sabiq dan riwayat An-Naisabury
disebut Al-Lahiq. Imam Ibnu Hajar membatasi jarak kematian
antara dua orang rawi, maksimal 150 tahun.

80
4. Al – I’tibar
Al – I’tibar adalah penyelidikan beberapa jalur atau sanad hadits
yang diduga sebagai hadits fard (diriwayatkan sendirian), untuk
mengetahui apakah ia mempunyai mutabi’ (hadits yang sama,
yang diriwayatkan melalui jalur lain), syahid (hadits semakna, yang
diriwayatkan melalui jalur lain) atau tidak memiliki mutabi’ dan
tidak memiliki syahid.

81
BAB XIII NASIKH DAN MANSUKH

Nasakh adalah pembatalan yang dilakukan oleh pembuat hukum


terhadap suatu hukum yang telah ditentukan, karena keluar suatu
hukum yang baru. (yang baru disebut nasikh dan hukum lama
disebut mansukh).

Mengetahui Hadits Nasikh dan Mansukh

Nasikh dan Mansukh itu di antaranya dapat diketahui dengan:

Penjelasan dari nas Rasulullah saw. sendiri, sebagaimana hadits


beliau: “Dulu aku melarang kamu semua menziarahi kuburan,
tetapi (sekarang) berziarahlah kamu semua ke kuburan.”

Perkataan sahabat, seperti perkataan Jabir:


“Ada dua perkara yang terakhir dari Rasulullah saw., yaitu
meninggalkan wudhu’, sebab memakan makanan yang dimasak
dengan api (dipanggang atau direbus).”

Sejarah, seperti hadits riwayat Syaddad bin Aus :

82
“ Orang yang membekam dan orang yang dibekam itu, puasa
keduanya batal.”

Hadits tersebut menurut penjelasan As-Syafi’i dimansukh dengan


hadits Ibnu Abbas berikut ini : “Sesungguhnya Nabi saw.,
berbekam dalam keadaan ihram dan puasa.”

Hadits riwayat Syaddad bin Aus itu terjadi pada waktu


pembebasan kota Makkah, yakni tahun ke delapan hijriah,
sedangkan hadits riwayat Ibnu Abbas itu terjadi pada waktu haji
wada’, yakni tahun ke-sepuluh Hijriah.

83
BAB XIV PENUTUP

Penerimaan Riwayat
Cara-cara penerimaan (tahammul) hadits itu ada delapan. Berikut
ini penjelasannya beserta shighat (bentuk kata) penyampainnya :

1. Mendengar langsung lafal hadits dari guru yang


mendiktenya, ketika dia menyampaikan hadits tersebut
menggunakan bentuk kata:
‫ﻌﺖ‬ ِ
ُ ‫( َﲰ‬aku telah mendengar)
‫( َح ﱠﺪﺛَِﲏ‬dia telah menceritakan kepadaku)
‫ﱐ‬ ِ ْ ‫( أ‬dia telah memberi tahu aku)
ْ ‫َﺧ ََﱪ‬

2. Membaca dihadapan guru, baik dia sendiri yang


membaca atau orang lain, sedangkan dia ikut
mendengarkan. Orang yang membaca langsung dihadapan

ُ ْ‫ﻗَـَﺮأ‬
guru itu, kalau meriwayatkan menggunakan bentuk kata: ‫ت‬
 ‫( َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬aku telah membacakan dihadapannya).
 ‫ﱐ ﻗَِﺮأًَة َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ ْ ‫( أ‬telah menceritakan kepadaku, secara
ْ ‫َﺧ ََﱪ‬
pembacaan dihadapannya)

84
 ‫ﱐ ﻗَِﺮأًَة َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ
ْ َ‫( أَنْـﺒَﺎ‬telah memberitakan kepadaku, secara
pembacaan dihadapannya)

Sedangkan orang yang mendengar bacaan orang lain di depan


guru itu, kalau meriwayatkan menggunakan bentuk kata:

 ْ ‫ئ َﻋﻠَ ِﻴﻪ َواَ َ أ‬


‫َﲰَ ُﻊ‬ َ ‫ﻗُ ِﺮ‬ (telah dibacakan oleh seseorang,
dihadapannya, sedangkan aku mendengarkannya).

3. Ijazah Secara Khusus. Syarat-syaratnya adalah orang yang


memberi ijazah harus benar mengerti isi kitab atau tulisan dan
orang yang diberi ijazah harus faham isi kitab atau tulisan secara
tepat atau benar. Apabila tidak demikian, maka tidak sah ijazah
orang yang diberi ijazah melalui lafal ini ketika meriwayatkan
menggunakan bentuk kata: ‫( َﺷﺎﻓَـ َﻬ ِ ْﲏ‬dia telah berbicara langsung
kepadaku)

4. Munawalah, dengan syarat dibarengi ijazah. Gambaran


munawalah adalah seorang guru menyerahkan naskah asli atau
salinan (fotokopi), untuk diberikan atau dipinjamkan kepada
muridnya. Atau seorang murid membacakan naskah asli atau
salinannya dihadapan sang guru, sedangkan sang guru
memperhatikannya, kemudian guru berkata: “Ini riwayat

85
saya,dari Fulan, maka riwayatkanlah dari saya”. Murid (rawi) ini
ketika meriwayatkan hadits itu menggunakan bentuk kata: ‫َ َوﻟَِ ْﲏ‬
(seseorang telah memberikan kepadaku)

5. Al – Muhatabah, ialah seorang guru yang menulis sendiri atau


menyuruh orang lain menulis beberapa hadits kepada orang
ditempat lain ata yang ada dihadapannya. Menurut pendapat
yang sahih, cara seperti ini tidak perlu disyaratkan ada izin.
Rawi (murid) ketika meriwayatkan hadits yang dia peroleh
‫ﱃ‬ ِ ‫( َﻛﺘ‬telah menulis
melalui ini menggunakan bentuk kata: ‫ﺐ ا َﱠ‬
ََ
kepadaku)

6. Al – Wijadah adalah memperoleh atau menemukan tulisan


hadits orang lain yang telah dikenalnya, yang dia tidak pernah
menerima (hadits yang ditemukan), baik dengan mendengar
sendiri atau membacanya dihadapan orang yang memiliki
tulisan itu atau dengan cara lainnya. Orang yang demikian ini
ketika meriwayatkan hadits tersebut menggunakan:
ِّ َ‫ت ِﲞ‬
‫ﻂ ﻓُﻼَ ٍن‬ ُ ‫( َو َﺟ ْﺪ‬saya telah menemukan tulisan fulan), lalu orang
(rawi) menyebutkan sanad dan matan, seperti yang terdapat
dalam tulisan.

86
7. Al –Washiyyah bil Kitab adalah pesan seseorang dikala akan
mati atau bepergian, dengan sebuah kitab asli supaya
diriwayatkan. Rawi yang meriwayatkan hadits yang dia peroleh
berdasarkan wasiat ini:
….‫ﺎل ﻓِْﻴ ِﻪ َح ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬ ٍ َ‫ﱄ ﻓُﻼَ ٌن ﺑِ ِﻜﺘ‬
َ َ‫ﺎب ﻗ‬ ِ
‫ﺻﻰ ا َ ﱠ‬
َ ‫اَْو‬
“Seseorang telah berwasiat kepadaku dengan sebuah kitab yang
dia berkarya dalam kitab itu: ‘Telah bercerita kepadaku
Fulan….’.”

8. Al – I’lam adalah pemberitahuan guru kepada salah seorang


murid, bahwa saya meriwayatkan kitab dari Fulan…
meriwayatkan hadits yang diperoleh berdasar Al-I’lam ini
disyarahkan ada izin meriwayatkan. Begitu pula meriwayatkan
hadits yang diperoleh berdasar wasiat, menurut pendapat yang
sahih. Rawi yang meriwayatkan hadits yang dia peroleh
berdasar I’lam menggunakan bentuk kalimat:
‫ َح ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ‬: ‫ ﻗَ َﺎل‬..… ‫اَ ْﻋﻠَ َﻤ ِﲎ ﻓُﻼَ ٌن‬
“Seseorang (…) telah memberitahukan kepadaku, dia berkata :
telah menceritakan kepadaku…”

Catatan:
‫ﱐ‬ ِ
Periwayatan dengan kata ْ َ‫ اَنْـﺒَﺎ‬atau ‫ َﻋ ْﻦ‬itu pada dasarnya termasuk
kalimat yang mengandung pengertian mendengar dan tidak,

87
melalui ijazah dan mungkin tidak, seperti kata ‫ﺎل‬
َ َ‫ﻗ‬. Kata ‫ ذَ َﻛَﺮ‬dan
‫ َرَوى‬itu semisal ‫ َﺷﺎﻓَـ َﻬ ِ ْﲏ‬dan ‫ﱄ‬ ِ ‫ َﻛﺘ‬menurut ulama mutaakhirin.
‫ﺐ ا َﱠ‬
ََ
Adapun generasi pertengahan antara generasi dahulu dan
muta’akhirin itu menggunakan bentuk kata penyampaian “ ‫ﱐ‬ ِ
ْ َ‫”اَنْـﺒَﺎ‬
hanya untuk yang berijazah.

Meriwayatkan Hadits dengan Maknanya


Meriwayatkan hadits dengan makna adalah perbuatan rawi
mengubah susunan redaksi lafal hadits dengan berbagi segi, tetapi
kandungan maknanya tetap tidak berubah. Menurut pendapat
yang sahih meriwayatkan hadits dengan makna itu boleh bagi
orang yang alim, yang tidak menyimpang sedikitpun dari maksud
hadits, karena kepandaianya dan kemampuannya mengolah
perkataan.

Adab Guru dan Murid


Adab yang harus diperhatikan secara bersama oleh guru dan
murid, diantaranya adalah: meluruskan niat, memperbaiki akhlaq,
dan menjauhkan diri dari maksud-maksud keduniaan.

Adab khusus yang harus diperhatikan oleh guru adalah:


1. Menyampaikan hadits yang ada padanya, jika dibutuhkan (oleh
orang lain).

88
2. Hendaknya tidak meriwayatkan hadits disuatu negeri (kota)
yang disitu terdapat orang yang lebih berhak meriwayatkan
daripadanya, bahkan dia harus menyarankan orang lain agar
pergi kepada orang tersebut.
3. Tidak boleh meninggalkan tugas menyampaikan kepada
seseorang, karena niat yang keliru.
4. Hendaknya selalu suci (mempunya widhu)
5. Hendaknya tidak menyampaikan hadits dengan berdiri dan
tergesa-gesa.
6. Tidak menyampaikan hadits ditengah jalan, kecuali terpaksa.
7. Hendaknya berhenti (tidak melanjutkan) dari menyampaikan
hadits, jika merasa khawatir berubah hafalannya, lupa akibat
sakit atau tua.
8. Hendaknya mempunyai seorang penulis yang cermat, apabila
dia membuka suatu majelis untuk mendiktekan hadits.

Sedangkan adab yang khusus, yang harus diperhatikan


oleh murid adalah:
1. Hendaknya selalu menghormati guru
2. Tidak boleh meninggalkan mencari ilmu, karena malu atau
sombong.
3. Hendaknya mencatat secara sempurna apa yang ia dengar.
4. Hendaknya memperhatikan pembatasan dan kesaksamaan.
5. Hendaknya selalu mengingat hafalannya.
89
6. Hendaknya memberitahukan kepada orang lain apa yang telah
didengarnya.
7. Hendaknya berhenti pada batas kemampuannya (tidak
membicarakan apa yang belum diketahuinya).

Sumber Terjemah:
https://terjemahkitab.com/terjemah-minhatul-mughits/

90

Anda mungkin juga menyukai