3. Kesahihan antara sanad dan matan itu tidak harus sama nilai
derajatnya dalam satu hadist shaih. Sebab, satu hadist itu
dinyatakan sahih dari segi sanad, karena sudah memenuhi
syarat-syaratnya, seperti bersambung terus-meneurs dan
lainnya, tetapi dari segi matannya tidak sahih, dikarenakan ada
kejanggalan. Bisa juga terjadi sebailiknya, yakni sanad tidak
shahih, karena tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, tetapi matan hadist sahih berdasarkan jalur lain.
Demikian pula halnya hadist hasan, mungkin satu hadist dinilai
hasan dari segi sanad, tetapi dari segi matan tidak hasan.
4. Kadang-kadang para ahli hadist memberi nilai satu hadist
dengan dua nilai, dengan istilah hasan sahih. Istilah seperti ini
pada dasarnya membingungkan, karena pengertian hasan
berbeda dengan pengertian sahih. Menanggapi hal ini, ada
jawaban yang simpel, yaitu diantara kata hasan dan sahih itu
terdapat huruf Auw artinya “atau” yang dibuang jadi asalnya,
hasan atau sahih. Maksudnya hadist tersebut bersifat sahih
menurut jalur tertentu dan hasan menurut jalur lainnya.
5. Penambahan yang dilakukan seorang rawi yang memenuhi
syarat sahih dan hasan itu dapat diterima, selama penambahan
itu tidak berlawanan dengan riwayat orang yang tidak
melakukan penambahan. Apabila ada pertentangan, maka
harus di-tarjih (memperbandingkan kekuatan riwayat masing-
masing). Jika satu dari riwayat ada yang lebih kuat dari yang
lain, maka yang kuat itulah yang diakui, sedangkan satu yang
lainnya dianggap syad atau janggal.
1. Hadist Dhaif
2. Definisi
Hadist Dhaif adalah hadist yang tidak memenuhi satu syarat
maqbul (diterima) atau lebih. Hadist dhaif itu banyak cabang dan
bagiannya. Tingkat kedhaifan hadist dhaif itu berbeda-beda,
menurut bobot, ringan, atau berat kedhaifan sanad dan matannya.
1. Hukum Hadist Dhaif
Sebenarnya hadist dhaif itu bisa diamalkan, selama kedhaifannya,
tidak terlalu parah dengan syarat:
1. Hadist yang dhaif itu masih dibawah satu hadist yang dapat
diamalkan (sahih dan hasan).
2. Dalam mengamalkan hadist dhaif harus dengan itikad untuk
berhati-hati.
Sikap Pakar Hadist Terhadap Hadist Dhaif
Kedhaifan satu hadist menurut pakar ilmu Mustholah Hadist tidak
pasti, bahwa ia tidak sahih dan tidak hasan. Sebab, boleh jadi
hadist yang dhaif itu hakikatnya sahih atau hasan.
Hadis Mutawatir
Pembagian dan Definisi
Hadis Mutawatir itu terdapat dua bagian, yaitu:
Hadis Mutawatir yang memiliki satu tingkatan, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang yang menurut adat (kebiasaan) mustahil mereka berkumpul dan
bersepakat dusta, dan hadis tersebut hasil tanggapan dari pancaindera mereka sendiri.
Hadis Mutawatir yang memiliki lebih dari satu tingkatan, yaitu hadis yang diriwayatkan
oleh segolongan orang dari segolongan orang lain, mulai dari permulaan sanad hingga
akhir sanad, yangmenurut adat (kebiasaan), mereka tidak mungkin bisa berkumpul dan
bersepakat dusta serta hadis tersebut hasil tanggapan dari pancaindera mereka sendiri.
Hadis Mutawatir Maknawi adalah hadis yang para rawinya berlainan dalam susunan
redaksi dan maknanya, tetapi ada pengertian global yang sama, seperti hadis
mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Tentang berita mengangkat kedua tangan ketika berdoa ini telah banyak diriwayatkan,
bahkan jumlahnya ratusan dalam berbagai persoalan yang tiap-tiap hadis tersebut tidak
mutawatir. Kendatipun demikian, tetapi tiap-tiap riwayat tersebut memiliki kadar
musytarak (titik persamaan) yang sama, yakni keadaan mengangkat kedua tangan di
kala berdoa, telah mencapai derajat mutawatir secara keseluruhan.
Hadis Masyhur
Definisi
Hadis Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, meskipun
dalam satu thobaqah (tingkatan) dan belum mencapai derajat mutawatir.
Hadis Aziz
Hadis Aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang. walaupun dua orang rawi
tersebut terdapat pada satu thobaqah. Contoh Hadis Aziz adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam
Hadis tersebut diriwayatkan Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib, dari sahabat Anas.
Kemudian Syu’bah dan Said meriwayatkannya dari Qatadah. Lalu Ismail dan Ulaiyyah,
meriwayatkan dari Abdul Aziz. Sesudah itu banyak orang meriwayatkannya dari masing-
masing.
Hadis Gharib
Definisi
Hadis Gharib adalah hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang menyendiri.
Penyendirian (gharib) itu adakalanya terjadi dalam sanad saja. Artinya, bahwa matan
hadis itu sudah diriwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi ada seorang yang
meriwayatkannya dari salah seorang sahabat yang lain. Misalnya hadis niat Hadis
tersebut diriwayatkan oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz, dari Abu Rawad, dari Malik, dari
Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al-Khudry r.a., dari Nabi Muhammad
saw.
Abu Ya’la Al-Khalily berkata: Abdul Majid melakukan kekeliruan dan dia yang
meriwayatkan dari Zaid bin Aslam itu tidak Mahfuzh dalam segi sanadnya, sebab sanad
Abdul Majid itu seluruhnya gharib.
Gharib (penyendirian) dalam sanad dan Matan, seperti hadis larangan menjual wala’
atau menghibahkannya. Hadisnya sebagai berikut:
“Wala’ adalah kerabat, seperti kerabat orang yang mati sendiri, yang tidak boleh dijual,
dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.”
Dalam sanad hadis di atas terjadi tafarrud (penyendirian) oleh Abdullah bin Dinar. Dialah
satu-satunya rawi yang menerima dari Ibnu Umar.
Gharib (penyendirian) pada sebagian sanad, seperti hadis Ummu Zar’in. Karena
sesungguhnya Imam Thabrani meriwayatkan dari Abdul Aziz, dari Hisyam bin Urwah,
dari ayahnya, dari Aisyah.
Yang populer di kalangan ahli hadis adalah hadis tersebut dari Isa bin Hisyam, dari
saudaranya, Abdullah bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah. Dengan demikian berarti
Abdul Aziz sendiri yang menuturkan sanad tersebut.
Gharib (penyendirian) pada sebagian matan, seperti hadis tentang zakat fitrah, yaitu:
“Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum kepada
hamba sahaya, orang merdeka, orang laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang-orang
dewasa golongan muslimin.”
Gharib Mutlak, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sahabat atau tabiin secara
sendirian.
Gharib Nisby, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang selain sahabat dan tabiin
secara sendirian.
Hadis Musnad
Hadis Musnad, adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi saw. dengan sanad yang
bersambung-sambung, dari perawinya hingga Nabi saw.
“Nafi’ bercerita kepada kami, dia berkata: ‘Ibnu Umar bercerita kepada kami, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:…. “
Imam Al-Khatib Al-Baghdady berkata: “Hadis Musnad adalah hadis yang sanadnya
bersambung, dari awal rawi hingga akhir. Istilah Musnad lebih banyak digunakan untuk
hadis yang datang dari Nabi saw saja, bukan untuk hadis yang datang dari selain Nabi
saw., misalnya sahabat atau tabiin.
Hadis Marfu’
Definisi
Hadis Marfu’ adalah perkataan, perbuatan atau sifat yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw. secara hakiki atau hukumi, baik sanadnya bersambung atau tidak, dan
baik yang menyandarkan itu seorang sahabat, tabiin atau lainnya.
Marfu’ Sifat Haqiqy, adalah perkataan sahabat yang menerangkan sifat kepribadian
Rasulullah saw., misalnya ucapan: “Rasulullah itu putih bersih kulitnya dan
perawakannya sedang.”
Marfu’ Sifat Hukmy, ucapan sahabat yang menggunakan kata-kata نهينا/ ( أمرناkami
diperintah atau kami dilarang).
Dengan ini, jelas bahwa Rasulullah saw., telah mengerjakannya, dan pekerjaan itu
merupakan sifat bagu yang mengerjakannya.
Hadis Mauquf
Hadis mauquf adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang disandarkan kepada
sahabat, baik sanadnya bersambung atau terputus, dengan syarat tidak ada tanda-tanda
marfu’. Apabila ada tanda-tanda marfu’, maka dihukumi marfu’. Sebagaimana hadis
riwayat Imam Al-Bukhari:
“Sahabat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas berbuka (tidak puasa) dan mengqashar salat dalam
bepergian yang berjarak 12 mil. “
Hadis Maqthu’
Hadis maqthu’ adalah perkataan, perbuatan atau pengakuan yang disandarkan kepada
orang dari generasi tabiin dan orang generasi sesudahnya, baik sanadnya bersambung
maupun tidak.
Syarat hadis Maqthu’ harus sepi dari tanda marfu’ dan mauquf. Gambaran contoh hadis
maqthu’ adalah ucapan tabiin: “kami melakukan demikian…. “
Contoh hadis maqthu’ adalah perkataan Haram bin Jubair, seorang tabiin besar, dia
berkata: “Orang mukmin itu apabila telah mengenak Tuhannya Azza wa Jalla, niscaya
dia mencintai-Nya, dan apabila dia mencintai-Nya, niscaya Allah menerimanya. “
Contoh lain seperti perkataan Sufyan Ats Tsaury, seorang tabiin, yang mengatakan:
“Termasuk sunah, adalah mengerjakan salat 12 rakaat setelah salat idul fitri, dan 6
rakaat setelah salat idul adha. “
Hadis Muttashil
Hadis Muttashil adalah hadis yang sanadnya bersambung kepada Nabi saw. atau
sahabat, dengan cara setiap rawi mendengar dari atas (guru) nya. Gambaran contoh
hadis muttashil adalah ucapan Imam Malik: “saya mendengar dari Nafi’, dia berkata:
saya mendengar Nabi saw. bersabda:…. “
Hadis Mu’an’an
Hadis mu’an’an adalah hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan lafal ‘an. Seperti
perkataan ahli hadis: “dari Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar r.a. dari Rasulullah saw.,
beliau bersabda:…… “
Syarat hadis mu’an’an dapat digolongkan Muttashil (bersambung) sanadnya adalah rawi
yang menggunakan kata ‘an, itu bebas dari kebiasaan menggelapkan (tadlis) dan dia
harus pernah bertemu langsung dengan orang yang memberi riwayat kepadanya.
Hadis Muannan
Hadis muannan adalah hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan lafal anna,
sebagaimana ucapan rawi hadis: “Fulan menceritakan kepada kami, sesungguhnya Fulan
berkata: ‘sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:…. “
Hadis muannan itu seperti halnya hadis mu’an’an. Bisa dihukumi muttashil dengan
syarat-syarat sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Hadis ‘Aly
Definisi
Hadis ‘aly adalah hadis yang jumlah rawinya dalam sanad itu sedikit, dibandingkan
jumlah rawi yang ada pada sanad lain yang menyebut hadis yang sama.
Aly Mutlak, merupakan bagian hadis ‘Aly yang paling penting dan paling dekat dengan
Rasulullah saw. dengan sanad yang bersih, tidak dhaif. Dinamakan ‘Aly mutlak, karena
tidak terikat oleh seorang imam atau kitab.
Aly Nisby, yaitu adanya kedekatan (rawi yang sedikit jumlahnya) kepada seorang imam
hadis, misalnya Imam Al-Auza’i dan Imam Malik, meskipun rawi sesudah imam tersebut
sampai Rasulullah saw. berjumlah banyak.
Aly Tanzil, yaitu bila kedekatan (rawi yang sedikit jumlahnya) itu pada kitab Bukhari-
Muslim, salah satunya atau kitab-kitab lain yang muktamad.
Aly bisagdimil wafat, yaitu unggul karena lebih dulu wafat rawi yang meriwayatkan dari
seorang guru, daripada wafat rawi lain yang juga meriwayatkan hadis dari guru tersebut,
meskipun jumlah rawi dalam masing-masing sanad sama.
Aly bitagaddumis sama, yaitu unggul karena lebih dahulu mendengar dari seorang guru,
dibandingkan mendengarnya rawi lain dari guru tersebut.
Dalam bagian hadis ‘Aly yang ketiga (Aly Tanzil) terjadi Muwafaqah, Badal, Musawat dan
Mushafahah.
Muwafaqah adalah sampai kepada guru salah seorang imam hadis melalui suatu jalur
sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit di bandingkan jalur sanad imam hadis tersebut.
Badal adalah sampai kepada gurunya guru pengarang kitab hadis muktamad, melalui
jalur sanad yang lebih sedikit rawinya daripada jalur sanad perawi kitab tersebut.
Musawat adalah kesamaan jumlah rawi dalam sanad sampai akhir dengan sanad salah
seorang penyusun kitab hadis.
Hadis Nazil
Hadis Nazil adalah hadis yang jumlah rawi dalam sanadnya banyak.
Pembagian hadis nazil ada lima. Untuk mengetahuinya, cukup memahami kebalikan
pembagian hadis ‘Aly. Aly Mutlak lawan Nazil Mutlak.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari dengan sanad
berbeda. Berikut perbandingannya.
Sanad Muslim adalah Harmalah bin Yahya, Ibnu Wahb, Yunus, Ibnu Syihab, Abu Salamah
dan Abu Hurairah (6 orang), adalah hadis nazil.
Sedangkan riwayat Bukhari bersanad Qutaibah bin Sa’ad, Abul Akhwash, Abu Hashin,
Abu Shalih dan Abu Hurairah (5 orang) adalah hadis ‘aly, karena sanadnya lebih sedikit.
BAB VII KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN SIFAT DAN KEADAAN RAWI KETIKA
MERIWAYATKAN
Hadis Musalsal
Hadis Musalsal, adalah hadis yang rawi-rawi dalam sanad atau periwayatannya saling
mengikuti seorang demi seorang pada satu sifat.
Saling mengikutinya rawi-rawi seorang demi seorang pada suatu sifat itu lebih umum,
dan mencakup perkataan, perbuatan atau perkataan dan perbuatan sekaligus.
Misal pertama, yakni Musalsal Qauli adalah sabda Rasulullah saw. kepada Mu’adz r.a.:
“Hai, Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu, maka ucapkanlah setiap selesai
mengerjakan salat: ‘Ya, Allah, bantulah aku, agar aku dapat zikir kepada-Mu, bersyukur
kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik”
Hadis tersebut disebut Musalsal Qauly, sebab setiap rawi selalu berkata: “Saya
mencintaimu” kepada orang yang di beri riwayat (hadis).
Misal kedua, yakni Musalsal Fi’ly, adalah hadis Abu Hurairah r.a. :
” Abu Al-Qasim saw. menjalinkan tangannya dengan tanganku dan bersabda: ‘Allah telah
menciptakan bumi pada hari sabtu, gunung pada hari ahad, pohon pada hari senin,
perkara yang tidak disukai pada hari selasa, cahaya pada hari rabu, binatang pada hari
kamis dan Adam pada hari jum’at. “
Hadis tersebut disebut Musalsal Fi’ly, sebab setiap rawi bila meriwayatkan hadis
tersebut, selalu menjalinkan tangannya kepada tangan orang yang diberi riwayat.
Misal ketiga, yakni hadis Musalsal Qauly dan Fi’ly adalah hadis Anas r.a.:
” Seorang hamba tidak akan menemukan kelezatan iman hingga beriman pada takdir,
baik dan buruknua, manis dan pahitnya. “
Anas melakukan dan mengatakan seperti apa yang dilakukan dan diucapkan Rasulullah
sesudah memberi hadis tersebut kepada orang lain. Begitu pula seterusnya.
Kadang-kadang tasalasul itu terjadu ada sebagian besar sanad, aebagaimana hadis
Awwaliyah (yang dimulai dengan kalimat permulaan) sanadnya akan berakhir kepada
Sufyan Ats-Tsaury.
Adapun susul – menyusul periwayatan hadis dengan mengikuti satu sifat tertentu, maka
sifat itu bisa berupa shighat meriwayatkan hadis, zaman meriwayatkan, tempat
meriwayatkan atau tanggal meriwayatkan.
Misal pertama yang berkaitan dengan shighat meriwayatkan adalah bila setiap rawi
dalam meriwayatkan hadis menggunakan shighat “حدثني, ” ” ”أنبأنيatau lainnya.
Misal kedua, yakni sifat musalsal yang berkaitan dengan zaman adalah sabda Nabi saw.:
” Mengerat kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan itu pada hari
kamis, sedangkan mandi, memakai parfum dan ganti pakaian pada hari jum’at. “
Misal ketiga, yakni sifat musalsal yang berkaitan dengan tempat meriwayatkan adalah
hadis musalaal tentang doa yang diijabahi di tempat yang bernama multazam.
Misal keempat, yakni musalsal yang berkaitan dengan tarikh (tanggal) adalah musalsal
dengan kalimat akhir, sebagai mana keberadaan rawi selaku perawi paling akhir yang
meriwayatkan dari gurunnya, dan ketika meriwaytkan rawi selalu mengucapkan kata
( Fulan memberi tahu aku, dan aku orang yang paling terakhir meriwayatkan hadis
darinya).