Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUDI HADITS

NAMA KELOMPOK :
1. M. DOVI QURAHMAN
2. M. APIP
3. M. ZAKY

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
TP 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam


pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu naqli
dan aqli. Sumber dari naqli ini merupakan sumber sebagian besar ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan manusia baik dalam agamanya secara khusus,
maupun masalah dunia pada umumnya. Dan sumber yang sangat otentik
bagi umat Islam dalam hal ini adalah al-Quran dan Hadist Rasui SAW.
Allah telah memberikan kepada umat terdahulu semangat selalu
menjaga al-Quran dan Hadist Nabi SAW. Mereka adalah orang yang jujur,
amanah dan memegang janji, sebagian mereka ada yang mencurahkan
ilmunya untuk al-Quran namanya Mufassir dan ada yang mencurahkan
perhatiannya pada Hadist namanya Ahli Hadist atau muhaddist.
Dr. A'id al-Qarni pernah menyatakan bahwa sudah sepantasnya
muslim yang memiliki akal yang sehat untuk benar-benar memperhatikan
nash-nash syar'i baik itu Al-Quran maupun Sunnah karena dengan nash itu
sendiri Allahr SWT melemparkan cahaya iman ke dalam hati dan cahaya
hikmah dalam pemikiran.
Seorang muslim sejati scharusnya menyediakan waktu lebih banyak
menyelami sumber cahaya keselamatannya di dunia dan di akhirat, meski
untuk mengetahui sumber itu terlebih dahulu mempelajari dan mengetahui
rambu- rambunya, karena dengan ketidak pahaman seseorang pada rambu-
rambu sumber tersebut akan bisa melemparkannya pada pemahaman yang
salah.
Pada makalah ini penulis mencoba menjelaskan tentang sumber kedua
dari agama islam ini yaitu Hadist Rasul SAW. Penjelasan pendapat-pendapat
para ulama tentang pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar, serta
perbedaan hadist dan sunnah yang pada penggunaannya sering
menimmbulkan pertanyaan. Dijelaskan juga tentang kaitan hadist dengan
wahyu, apakah dia bisa digolongkan kedalam wahyu atau tidak ?.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sunnah, Hadist, Khabar dan Atsar


a. Sunnah
Dalam kitab al-wad'u fil hadist karangan Umar bin Hasan Usman Falatah
dijelasakan, Sunnah menurut bahasa memiliki beberapa makna,
I. Sejarah atau jalan yang baik maupun buruk Sebagaimana sabda Nabi SAW:
"Siapa yang "sanna" (berjalan) dalam islam pada jalan yang baik maka ada pahala
baginya, dan mendapatkan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun". (HR. Muslim)
Namun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa sunnah
hanyalah berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang baik saja tidak
ada kaitannya sama sekali dengan jalan atau sejarah yang buruk makanya
sering kali orang mengatakan " fulan itu ahlu sunnah " artinya orang yang
baik yang berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
2. Pertolongan terhadap sesuatu dan mengayominya
Seperti ungkapan orang arab sanna al-ibili artinya sungguh sangat baik
pemeliharaan terhadap onta itu.
3. Sesuatu yang berturut-turut
Sanna al-ma' artinya air itu mengalir dan sesuatu yang mengalir pasti
berurutan.
Dari sekian banyak defenisi sunnah menurut bahasa, kecendrungan
para ulama memilih makna yang cocok untuk permasalahan ini adalah
defendisi yang pertama, sunnah memang lebih erat kaitannya dengan makna
metode atau perjalanan seperti yang terdapat dalam al-Quran dan Hadist
Rasul SAW.
Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
‫ت ا َأْل َّو لِ ي َن‬ ْ ‫ض‬
ُ َّ‫ت ُس ن‬ َ َ‫قُ ْل لِ لَّ ِذ ي َن َك فَ ُر وا ِإ ْن يَ ْن تَ هُ وا يُ ْغ فَ ْر لَ هُ ْم َم ا قَ ْد َس ل‬
َ ‫ف َو ِإ ْن يَ ُع و ُد وا فَ قَ ْد َم‬

"katakanlah pada orang-orang kafir, jika mereka berhenti, niscaya allah akan
mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu dan jika mereka kembali iagi
sesungguhnya akan berlaku sunnah orang yang telah lalu"

(Q.S. Al-Anfal: 38)


Sabda Rasulullah SAW:
"Sungguh kamu akan mengikuti sunnah (kebiasaan ) orang-orang seblummu sedepa
demi sedepa, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk kedalam lubang
biawak sungguh kalian akan mengikutinya".(HR. Mutafaqqun 'alaih)
Sunnah menurut istilah juga begitu banyak pengertian yang
diungkapkan oleh para ulama, sesuai dengan bidang ilmu yang mereka
dalami serta berbedanya pandangan dan tujuan mereka dalam menggunakan
kata-kata sunnah. Seperti ulama hadist memahami sunnah adalah suatu hal
yang membahas tentang Rasul SAW yang telah Allah SWT informasikan
pada kita bahwa beliau adalah seorang pemimpin dan suri tauladan kita,
makanya setiap yang berkaitan dengan perjalanan, akhlak, kesempurnaan,
informasi-informasi, perkataan dan perbuatan baik itu berkaitan dengan
hukum syariat atau tidak dinukilkan oleh para ahli hadis.
Sedangkan menurut pemalhaman ulama usul fiqih, sunnah
merupakan suatu hal yang membahas tentang Rasul SAW yang merupakan
scorang pembawa syari'at yang menjelaskan pada manusia sumber-sumber
kehidupan dan seorang yang telah mamatenkan kaedah-kaedah hukum bagi
para mujtahid yang sesudahnya, dengan demikian para ulama usul fiqih
lebih menitik beratkan perhatiannya pada perkataan, perbuatan dan
ketetapan beliau yang berkaitan dengan hal yang bisa menc.apkan hukum
syari'at. Menurut ulama fiqih sunnah adalah suatu hal yang membahas
tentang Rasul SAW, terutama pada perbuatan beliau yang mengarah pada
hukum syari'at. Ulama fiqih lebih membahas pada hukum syari'at yang
berkaitan dengan tindak tanduk seorang hamba yang diwajibkan oleh
syari'at, sunnah, mubah, makruh dan lain-lainnya.
Dengan berbedanya pemahaman para ulama tentang memaknai
sunnah itu sendiri maka ulama menyimpulkan makna sunnah menurut
syara' sesuai dengan bidang ilmu yang mercka dalami:
1. Sunnah menurut ahli hadist adalah setiap yang disandarkan pada Nabi
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat dan' sirah beliau
baik yang terjadi sebelum ditetapkan menjadi rasul seperti menyendirinya
Rasul di gua Hira' ataupun setelahnya.
2. Sunnah menurut ulama ushul fiqih adalah apa yang bersumber dari nabi
selain al-Quran, baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau
yang bisa di jadikan sebagai dalil untuk hukum syari'at.
3. Sunnah menurut ulama fiqih adalah suatu yang datang dari nabi namun
tidak bersifat wajib, dia adalah salah satu hukum dari hukum taklifi yang
lima. Namun terkadang ulama fiqih menggunakan kata-kata sunnah itu
untuk kebalikan dari bid'ah'.

b. Hadist
Hadist menurut bahasa "al-jadid" artinya baru, lawan dari al-gadim
artinya lama, secara bahasa dia juga berarti sesuatu yang di nukilkan dan
yang dibicarakan, hadist secara bahasa juga berarti sesuatu yang sedikit dan
banyak, bentuk jamak dari hadist adalah ahadist." Seperti firman allah swt:
‫ث َأ َسفًا‬ ۟ ُ‫ك َعلَ ٰ ٓى َءا ٰثَر ِه ْم ن لَّ ْم يُْؤ ِمن‬
ِ ‫وا بِ ٰهَ َذا ْٱل َح ِدي‬ َ َّ‫لَ َعل‬
َ ‫ك ٰبَ ِخ ٌع نَّ ْف َس‬
‫ِ ِإ‬
"Maka (apakah) kamu akan membunuh diri karna bersedih hati setelah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadist ini" (Q.S.
al-Kahfi: 6) . maksud hadist disini adalah al-Qur'an.  Juga firman allah:

‫ث َو َأ َّم ا‬
ْ ‫ك فَ َح ِّد‬
َ ِّ‫بِ نِ ْع َم ة ِ َر ب‬

"Dan adapun nikmat tuhanmu sampaikanlah" (Q.S. ad-Dhuha:11) maksudnya:


sampaikan risalahmu wahai Muhammad.

Hadist menurut istilah ulama hadist adalah apa yang disandarkan


kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat atau sirah
beliau baik sebelum kenabian ataupun sesudahnya."

Sedangkan menurut ulama usul fiqih, hadist adalah perkataan,


perbuatan, penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah
kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadist karena
hadist adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekwensinya dan hal ini
tidak ada kecuali hal yang terjadi setelah kenabian.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimyah


berkata, "buku-buku yang berisi tentang khabar Rasulullah SAW, antara lain
adalah hadist, tafsir, sirah dan maghazi. Buku-buku hadist lebih khusus
berisi tentang hal-hal kenabian, meskipun berita itu terjadi sebelum kenabian.
Namun hal itu tidak disebutkan untuk dijadikan landasan amal dan syari'at.
Bahkan ijma' kaum muslimin menetapkan bahwa yang diwajibkan kepada
umat islam untuk diimani dan diamalkan adalah apa yang dibawa Nabi
SAW setelah kenabian."
Sedangkan menurut an-Nadawi hadist adalah setiap kejadian yang
disandarkan kepada Nabi SAW meskipun hanya satu kali peristiwa tersebut
dilakukan oleh Nabi dan walaupun hanya diriwayatkan oleh satu orang saja.

c. Khabar
Khabar menurut bahasa adalah "berita", jamaknya "akhbar".
Sedangkan menurut istilah terdapat perbedaan pendapat:
1. Ada yang berpendapat bahwa khabar sama dengan hadist sehingga
defenisinya sama secara istilah.
2. Sebagian yang lain ada yang berpendapat diantaranya Ujaj al-Khatib
bahwa, * hadist adalah segala yang datang dari nabi, sedangkan khabar
segala yang datang dari selain nabi SAW seperti sahabat dan tabi'in, sehingga
orang yang ahli hadist disebut muhaddis dan ahli sejarah disebut ikhbari.
3. Ada juga yang beipendapat bahwa khabar lebih umum dari hadist, kalaa
hadist segala yang datang dari nabi sedangkan khabar segala yang datang
dari nabi dan selainnya, sehingga setiap hadist itu adalah khabar dan tidak
setiap khabar itu adalah hadist, diantara yang berpendapat seperti ini adalah
Imam al-Jazairi.

d. Atsar
Astar menurut bahasa adalah "sisa sesuatu", sedangkan menurut
istilah ada dua pendapat:
1. Ada yang mengatakan bahwa astar adalah sama dengan hadist sehingga
defendisinya sama.
2. Ada yang berpendapat bahwa astar berbeda dengan hadist, yaitu apa
yang disandarkan pada sahabat dan tabi'in, baik berupa ucapan dan
perbuatan mereka.

B. Perbedaan antara Hadist dan Sunnah


Setelah kita mendefendisikan istilah sunnah dan hadist, kita melihat
ada persamaan pada dua istilah ini dalam pemahaman ahli hadist dan ushul
fiqih. Tetapi kalau kita melihat lebih jauh ada sebagian ulama yang
membedakan kedua istilah ini, ada yang berpendapat bahwa sunnah adalah
tatbiq 'amali ( praktek amal ) atau suatu amalan yang diwariskan secara
turun temurun dari nabi dan sahabatnya. Adapun hadist adalah suatu
kejadian yang disandarkan pada Rasul SAW yang berupa perkataan beliau
saja.
Menurut An-Nadawi, "Banyak di antara umat islam yang tidak bisa
membedakan sunnah dan hadist, hadist merupakan setiap kejadian yang
disandarkan pada nabi meskipun beliau hanya melakukannya satu kali dan
walaupun diriwayatkan oleh satu orang saja. Sedangkan sunnah adalah
istilah untuk perbuatan yang mutawatir yang dilakukan Nabi SAW
kemudian dilakukan oleh sahabat kemudian orang yang setelahnya, dan
tidak"- disyaratkan kemutawatirannya dengan riwayat lafzyah tapi hanya
cukup dengan mutawatir 'amalyah. Seperti salat lima waktu yang wajib bagi
umat islam sehari semalam pada waktu yang telah ditentukan serta dengan
bentuk yang khusus. Dan hal ini bukanlah suatu ketetapan yang dibuat oleh
ahli hadist dan fiqih tapi memang diwariskan dari perbuatan rasul yang
turun temurun sampai pada zaman kita saat ini, demikian juga kewajiban
zakat, puasa, haji dan hal-hal yang diharamkan. Sedangkan pembukuan
kitab-kitab hadist hanya sebagai penjagaan dalam bentuk nyata terhadap
amalan-amalan Rasul SAW itu sendiri dan tidak akan mengurangi
kemutawatirannya bahkan akan menambah nilai dan derajatnya dengan
pembukuan tersebut ".
Dalam permasalahan perbedaan sunnah dan hadist ini kita juga bisa
melihat dari segi penggunaan istilah ini di kalangan ulama hadist seperti
perkataan *Abdurrahman bin Mahdi ketika ditanya tentang Auza'i, Sofyan
bin 'Uyaynah dan Malik bin Anas manakah diantara mereka yang lebih
berilmu? Maka beliau menjawab: Auza'i adalah imam dalam sunnah tapi
tidak dalam bidang hadist, Sofyan adalah imam dalam bidang hadist tapi
tidak dalam bidang sunnah, sedangkan imam malik imam dalam kedua
bidang tersebut.
Namun pendapat-pendapat ini dibantah oleh Dr. Umar bin Hasan
Usman Al-Falatah:
1. Pendapat yang mengatakan bahwa sunnah lebih umum dari hadist,
karna hadist khusus mengenai perkataan Nabi Muhammad SAW, adapun
sunnah mengenai perkataan. perbuatan dan ketetapan beiau. ini baru ibid
sebagian pendapat namun ada pendapat lain yang menerangkan bahwa
hadistlah yang lebih umum dari sunnah karna hadist adalah pembukuan
terhadap sunnah dan dia juga mencakup setiap kejadian yang disandarkan
kepada Nabi SAW, berbeda dengan sunnah, sunnah adalah amalan
mutawatir yang didapat dari Rasul SAW dan sahabatnya.
Bantahan:
- Sesungguhnya pembatasan istilah hadist hanya seputar perkataan Nabi
tidak termasuk perbuatan dan ketetapan beliau adalah pendapat yang tidak
ada alasan, karna hal itu hanyalah dua istilah yang berbeda yang tidak ada
perbedaan padanya.
- Pendapat yang mengatakan bahwa hadist lebih umum dari sunnah, dengan
defenisi bahwa sunnah adalah amalan yang mutawatir yang diserap dari
Nabi SAW dan tidak dari selain beliau, sebagai contoh ibadah sahalat, zakat
dan haji yang cara pelaksanaannya turun temurun dari Nabi sahabat dan
sampai pada kita saat ini, namun dalam pelaksanaannya banyak sekali
perbedaan cara dan mazhab yang terkandung dalam sunnah itu sendiri,
apakah hal itu yang dinamakan bahwa sunnah itu adalah suatu hal yang
mutawatir?, sedangkan setiap permasalahan yang disepakati dan yang ada
perbedaan padanya di nukilkan dalam hadist. Akan tetapi para sahabat
kadang kala juga mengunakan kata-kata sunnah pada dua hukum yang
dipertentangkan, seperti peristiwa penjilidan orang yang meminum khamar
yang hanya cukup 40 kali menurut Ali R.A karna Rasul dan Abu Bakar
hanya melakukannya demikian sedangkan Umar melengkapinya menjadi 80
kali. Dan kadangkala suatu hadist juga menggunakan istilah sunnah untuk
menjelaskan suatu hukum pada suatu kejadian yang terjadi dan bukan suatu
hal yang mutawatir, seperti yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al Khudri
berkata: "telah pergi dua orang laki-laki dalam suatu perjalanan, maka ketika
itu datang waktu salat dan tidak ada air, maka keduanya bertayamum,
setelah selesai salat mereka menemukan air, maka salah seorang diantara
keduanya mengulang salatnya dan seorangnya lagi tidak, kemudian
keduanya mendatangi rasul SAW dan menceritakan hal itu, maka rasul SAW
bersabda pada yang tidak mengulang salat: ashabta assunnah ( engkau telah
menjalankan sunnahnya dan engkau mendapatkan pahala salatnya...")
Dengan demikian bahwa istilah sunnah tidak hanya digunakan pada
hal-hal yang mutawatir saja, namun apabila ada penggunaannya pada hal
yang mutawatir itu hanya istilah khusus saja, tidak ada pertentangan pada
istilah itu.
2. Hadist merupakan riwayat lafzyah terhadap perkataan nabi, perbuatan
dan keadaanya, hal ini bukan suatu hal yang dikeragui lagi, namun suatu hal
yang menjadi perdebatan, pendapat yang mengatakan bahwa hadist suatu
yang bukan mutawatir berbeda dengan sunnah amalyah. Menurut mereka
hadist bukan merupakan suatu yang bukan mutawatir karna pembukuannya
dilakukan pada abah ke dua dan tiga hijriah sedangkan suatu bisa dikatakan
mutawatir apabila prosesnya memang dilakukan dari zaman nabi saw.
Jawab: Pembukuan bukan syarat sesuatu bisa dikatakan sebagai hal yang
mutawatir, akan tetapi pembukuan bisa menjadi salah satu cara agar dia bisa
menjadi mutawatir. Kita tidak menerima bahwa hadist dibukukan pada abad
kedua dan ketiga, akan tetapi yang pasti dalam sejarah bahwa hadist sangat
banyak ditulis sebelum abad kedua dan ketiga, hadist sudah ditulis pada
zaman Nabi SAW, sahabat dan sebagian besar tabi'in. Jadi pendapat yang
mengatakan bahwa hadist dibukukan pada abad ketiga dan kedua adalah
pendapat yang tidak bisa membedakan antara pengumpulan hadist atau
penulisannya dengan penyusunannya menurut bab-bab ilmu.
3. Pengelompokan Ulama Salaf antara Ulama Hadist dan Ulama Sunnah
merupakan dalil bahwa kedua istilah itu suatu yang berbeda, sebagaimana
dinukilkan dari *Abdurrahman bin Mahdi yang membedak:en antara Auza'i,
Sofyan bin 'Uyaynah dan Malik.
Jawab: Kesimpulan yang bisa kita ambil dari perkataan Abdurrahman bin
Mahdi ini adalah menunjukkan ketelitian dan kehati-hatian beliau dalam
menggunakan dua istilah yang sama maknanya. Perkataan beliau itu
bertujuan untuk membatasi sisi-sisi yang disepakati dan yang diperdebatkan
mengenai ulama-ulama yang dia sebutkan. Antara imam Auza'i dan Sofyan
sama- sama memiliki kesamaan bahwa mereka orang yang mengetahui
sunnah dan hadist. Akan tetapi Auza'i lebih kepada penetapan hukum dan
mengeluarkan furu' serta menciptakan undang-ndang yang terdapat dalam
suatu hadist. Sedangkan Sofyan lebih mengetahui tentang sanad, sahih dan
lemahnya suatu hadist, dengan demikian beliau mengistilahkan bahwa
Auza'i lebih tau tentang sunnah dan Sofyan ulama dalam bidang hadist
tetapi keduanya masih berkecimpung dalam satu bidang yang sama yaitu
hadist. Akan tetapi Imam Malik adalah orang yang paham dengan kedua
permasalahan itu, paham dengan sanad, sahih dan lemahnya hadist dan bisa
mengeluarkan hukum dari hadist itu sendiri, makanya beliau ulama dalam
bidang sunnah dan hadist. Dan pendapat Ibnu Mahdi yang
mengelompokkan ulama sunnah dan ulama hadist tidak keluar dari
pendapat ara ulama hadist yang mengatakan bahwa dua istilah itu memiliki
kesamaan.
4. Terjadinya perbedaan antara sunnah dan hadist tidak menandakan
bahwva keduanya suatu yang berbeda, sedangkan dalam ayat al-Quran ada
juga perbedaan-perbedaan, namun orang tidak mengatakan bahwa
perbedaan yang ada pada ayatnya menandakan bahwa dia suatu hal yang
berbeda, Bahkan para ulama untuk menghilangkan perbedaanya melakukan
tarjih dengan mencari dalil yang pas sehingga tidak ada lagi perbedaan.
Meskipun An-Nadawi berpendapat bahwa sunnah lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan hadist, dan itu hanyalah istilah bagi hadist yang telah beliau
tarjih walaubag: 'mana ia tetap hadist.

C. Hadist Antara Wahyu atau Bukan


Allah SWT telah menutup agama langit dengan agama islam,
mengutus Muhammad SAW sebagai rasul yang terakhir, serta membekalinya
dengan al- Quran sebagai mukjizat yang terbesar dan memerintahkannya
untuk menyampaikannya. al-Quran adalah dasar syari'at islam karena al-
Quran adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan pada Nabi Muhammad
SAW melalui Malaikat Jibril dan beribadah apabila membacanya.
Demikian juga setiap yang datang dari nabi Muhamınad SAW selain
al- Quran yang menjelaskan tentang syari'at Islam dan menjelaskan apa yang
ada dalam al-Quran, yang kita sebut dengan Hadist atau Sunnah, dia juga
merupakan wahyu dari Allah SWT, meskipun hadist itu hasil dari ijtihad
Rasul SAW, namun Rasul adalah seorang yang tidak mungkin salah dalam
ijtihad karna beliau selalu dituntun oleh Allah SWT, dan berdasarkan ini
maka hadist atau sunnah itu adalah wahyu, sebagaimana firman Allah:
‫وح ٰى ِإ ْن‬
َ ُ‫ي ي‬ ٓ ٰ ‫ق َع ِن ْٱلهَ َو‬
ٌ ْ‫ى َو َما هُ َو ِإ اَّل َو ح‬ ُ ‫نط‬
ِ َ‫ي‬
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya) ". (Q.S.an-Najmu: 3-4 )
Menurut Ibnu Hizam, " al-Quran merupakan asal rujukan syari'at, dan
dalam al-Quran di jelaskan supaya kita menta'ati yang diperintalıkan oleh
Rasulullah SAW, dan Allah mensifatinya sebagai seorang yang tidak akan
berucap dengan nafsunya tapi setiap yang keluar dari mulutnya adalah
wahyu "

Maka dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa wahyu terbagi kepada
dua:

1. Wahyu yang dibaca yaitu al-Quran yang datang dari Allah SWT
2. Wahyu yang diriwayatkan yaitu setiap yang datang dari Rasul SAW
sebagai penjelas wahyu yang datang dari allah yaitu al-Quran, sebagaimana
firman Allah Swt:
‫الذ ْك َر لِ تُ بَ يِّ َن لِ لنَّ اس ِ َم ا نُ ِّز َل ِإ لَ ْي ِه ْم َو لَ َع لَّ هُ ْم يَ تَ فَ َّك ُر و َن َو َأ ْن َز ْل نَ ا‬
ِّ ‫ك‬َ ‫ِإ لَ ْي‬

"Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan


pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan". (Q.S. an-nahl:44)

Maka al-Quran dan Hadist dua sumber yang harus di patuhi bagi
umat islam, tidak mungkin memahami syariat melainkan merujuk kepada
alquran dan hadist, seorang Mujtahid slalu butuh kepada kedua sumber ini.

Kaum muslimin sepakat bahwa segala ucapan, perbuatan atau


ketetapan Rasul SAW tentang masalah syariat, kepemimpinan dan
pengadilan, yang sampai kepada kita dengan sanad yang sahih menjadi
hujjah dan sumber bagi syariat.

Maka hadist adalah sumber kedua dari sumber-sumber agama islam,


dan kedudukannya berada setelah al-Quran serta wajib diikuti sebagaimana
wajibnya mengikuti al-Quran. Sebagaimana firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(nya). dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya". (Q.S. annisa:59)

Maka Allah SWT memerintahkan untuk taat kepada-Nya dan kepada


Rasul SAW, allah mengulang kata kerja tha'ah dalam ayat ini menandakan
taat kepada Rasul SAW merupakan suatu yang berdiri sendiri artinya apabila
beliau perintahkan, wajib untuk diikuti secara mutlak, baik yang beliau
perintahkan itu ada daļam al-quran ataupun tidak. Berbeda dengan perintah
mentaati pemimpin, tidak ada lagi pengulangan kata kerja tha'ah, karna itu
menjadikan taat pada pemimpin, apabila dia taat pada ketentuan Allah dan
Rasul, karana tidsk ada taat pada makhluk apabila memaksiati khaliq"

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Hadist adalah wahyu dan hujjah bagi
umat islam:

1. Al-Quran
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota
Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang- orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah.
dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya".(Q.S.al-Hasr:7). Masih banyak lagi ayat-ayat yang
menerangkan bahwa Hadist itu adalah wahyu dan wajib diikuti
diantaranya lagi: An-Nisa:59 dan 80, An-Nur:56 dan 63, Al-Ahzab:36,
Al-Maidah:92 dan lain-lain.
2. Hadist
"Telah Saya tinggalkan dua pegangan, apabila engkau
berpegang dengan keduanya, tidak akan pernah sesat selama-lamanya
yaitu al-Quran dan Sunnahku" (HR. Muttafaqun 'Alaih). 
3. Ijma'
Telah sepakat umat Islam bahwa wajib mengamalkan Sunnah
atau Hadist, umat Islam menerima Sunnah bagaikan menerima al-
Quran karena dia adalah sumber pensyari'atan. Dan Allah telah
bersaksi bahwa kita harus mengikuti apa yang telah Allah wahyukan
pada rasulnya tidak selainnya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) Aku mengetahui
yang ghaib dan tidak (pula) Aku mengatakan kepadamu bahwa Aku
seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang
melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?". (Q.S.al-
An'am:50)
Sangat banyak sejarah yang menjelaskan bagaimana umat
Muhammad yang pertama berpegang teguh kepada Sunnahnya,
seperti peristiwa Umar ibnu Khattab hendak mencium Hajar Aswad
dan berkata, " sungguh saya tak mengerti duhai batu, kalaulah bukan
Kekasihku saw menciummu dan memegangmu pasti aku tak akan
memegang dan menciummu, sungguh pada diri Rasul itu terdapat
suri tauladan yang baik".
Masih banyak lagi cerita-cerita lain yang menjelaskan betapa
Sahabat sangat antusias untuk menjalankan sunnah Rasul SAW.
4. Iman
Sudah menjadi keharusan bagi iman untuk mengikuti risalah
yang dibawa oleh Rasul yang kita percayai, wajib untuk menerima
semua yang beliau bawa . yang berhubungan dengan urusan agama.
Sungguh Allah telah memilih utusannya untuk menyampaikan
syari'atnya, Allah lebih mengetahui di mana dia menempatkan tugas
kerasulan.". (Q.S.al- An'am:134)
Dengan demikian dapat ditetapkan, bahwa suatu kebenaran yang
datang dari Rasul sebagai pembawa risalah wajib diiukuti dan bisa sebagai
hujjah. Jika Rasul wajib diikuti dalam kapasitasnya sebagai seorng Rasul,
maka wajib pula mengikuti hukum-hukum yang benar darinya. Baik yang
menerangkan hukum yang ada dalaın al-Quran atau sebagai penetap suatu
hukum yang tidak ada dalam al-Quran karna beliaulah utusan yang diberi
kewenangan oleh Allah dalam menjelaskan dan mensyariatkan. Allah
berfirman:

"Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,


melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
(Q.S. an-nahl:64)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Sunnah menurut bahasa sejarah, metode atau jalan. Sedangkan
menurut ishtilah ahli hadist adalah setiap yang disandarkan pada Nabi
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat dan sirah beliau
baik yang terjadi sebelum ditetapkan menjadi rasul seperti
menyendirinya Rasul di gua Hira' ataupun setelahnya.
2. Hadist menurut bahasa adalah al-jadid artinya baru. Dan menurut
ishtilah ahli hadist apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa
ucapan, perbuatan, penetapan, sifat atau sirah beliau baik sebelum
kenabian ataupun sesudahnya.
3. Khabar menurut bahasa berita. Dan menurut ishtilah bahwa khabar
lebih umum dari hadist, kalau hadist segala yang datang dari nabi
sedangkan khabar segala yang datang dari nabi dan selainnya
4. Atsar menurut bahasa artinya bekas. Sedangkan menurut ishtilah apa
yang disandarkan pada sahabat dan tabi'in, baik berupa ucapan dan
perbuatan mereka. 5. Sunnah merupakan suatu ishtilah yang maknanya
menurut ahli hadist, penggunaannya sudah sudah umum, seprti
perkataan kita bahwa hokum ini sudah ditetapkan dalam alkitab
maksudnya al-Quran, hukum ini sudah ditetapkan dalam assunnah
artinya hadist.
6. Hadist merupakan wahyu yang wajib kita patuhi apabila benar datang
dari Rasul karna mentaati rasul berarti mentaati Allah

B. SARAN
Seorang muslim sejati seharusnya menyediakan waktu lebih banyak
menyelami sumber cahaya keselamatannya di dunia dan di akhirat,
meski untuk mengetahuisumber itu terlebih dahulu mempelajari dan
mengetahui rambu-rambunya, karena dengan ketidak pahaman
seseorang pada rambu-rambu sumber tersebut akan bisa
melemparkannya pada pemahaman yang salah.
Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa sedikit
mengembalikan pemahaman kita tentang defenisi-defenisi yang
berkaitan dengan hadist Rasul SAW. Namun masih banyak kekurangan
yang harus dilengkapai baik dari segi sistematika penulisan, keterbatasan
sumber dan terutama karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri
yang butuh pada koreksian dan perbaikan.
Atas semua kekurangan penulis mohon maaf, dan kami ucapkan
terima kasih atas kerjasama dan saran dari para pembaca. Wassalam
Daftar Pustaka

Al-Kaththan, Manna ', Mabahis fi Ulumul Hadist, Beirut: Muassasah Risalah,


2002.
al-Khatib, Muhammad Ujaj.  Usul Hadist Ulumuhu wa Mushthalahuhu,
Beirut: Dar Fikri, 2006.
Departemen Agama, Terjemahan al-Quran, Riyadh: Abdul Aziz li Taba'ah,
2008.
Fallatah, Umar bin Hasan Usman, Al-Wad'u fi Al-Hadist.  Beirut: Maktabah
Ghazali dan Manahil Irfan, 1981.

Anda mungkin juga menyukai