Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGANTAR ILMU AL-QUR’AN DAN HADITS

TENTANG
HADITS, SUNNAH, KHABAR, ATSAR, DAN HADITS QUDSI

Dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Alquran dan Hadits

OLEH KELOMPOK 8 :

DINDA MEIZAR IKHRANI (1930106010)


IRMAYANTI (1930106021)

DOSEN PEMBIMBING

DAPIT AMRIL, SIQ, S.Th.I,MA

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw.
Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya
adalah kebenaran, dan telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Oleh karena itu penulis dapat
menyelesaikan menyeelesaikan makalah yang berjudul “Hadits, Sunnah, Atsar dan Hadits
Qudsi” tepat pada waktunya.
Penulis menyimpulkan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi
Pembaca pada umumnya.

Batusangkar, 03 November 2019


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

َ َ ‫ ِكتا‬: ‫ ما تَم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬X‫َضلُّوا‬


‫ َو ُسنّةَ َرسُوْ لِ ِه‬، ِ‫ب هللا‬ ْ ‫م َأ ْم َر ْي ِن‬Xْ ‫ت في ُك‬
ِ ‫لن ت‬ ُ ‫تَر ْك‬
“Aku tinggalkan bagi kamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat selagimana kamu
berpegang teguh kepadanya : Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”. (Hadis riwayat Imam Malik
& Tirmizi).

Hadist merupakan dasar ajaran umat Islam setelah al qur’an. Meskipun demikian, Hadist tidak
dapat dipisahkan dengan Al Qur’an, karena hadist secara fungsioanal merupakan ekspansi
terhadap kandungan isi Al Qur’an. Sesuai dengan ayat Allah dalam surat an nahl ayat 44  :

َ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ َ ‫… َوَأنزَ ْلنَا ِإلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
…Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Walaupun hadist merupakan dasar umat Islam, tetapi sebagian umat Islam ada yang belum
mengerti apa itu makna hadist. Kadangkala, mereka mengartikan hadist sama dengan
sunnah, khobar, atau  atsar. Hal ini dikarenakan mereka hanya mempelajari secara dzohirnya
saja, tidak mendalami dengan baik pengertian dari hadist itu sendiri. Sehingga mereka
menganggap sunnah, khobar atau atsar sama dengan hadist.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi?
2. Apa perbedaan dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi?
3. Apa saja unsur-unsur pokok hadits dan istilah yang terkait didalamnya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi
2. Untuk mengetahui perbedaan dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi
3. Untuk mengetahui unsur-unsur pokok hadits dan istilah yang terkait didalamnya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi


1. Pengertian Hadits

Hadis menurut bahasa berarti : ‫(ال َج ُد ْي ُد‬sesuatu yang baru), lawannya ‫ق ِد ْي ُم ال‬

s) esuatu yang lama) yang menunjukkan waktu yang dekat atau waktu yang singkat.

Secara Terminologis, ahli hadis dan ahli usul berbeda memberikan pengertian
tentang hadis. Hadis menurut ahli hadis ialah : Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal
ihwalnya. Menurut yang lain segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Yang termasuk ‘hal ihwal’ ialah segala yang
diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran,
dan kebiasaan-kebiasaannya (Ilmu Hadis,1993).

Menurut istilah (terminology), para ulama berbeda pendapat dalam memberikan


pengertian tentang hadits.

a) Ulama Hadits umumnya mengatakan, bahwa “Hadis adalah segala ucapan


Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala
keadaan beliau”.
b) Ulama Ushul menyatakan, bahwa :”Hadits ialah segala perkataan, segala
perbuatan, dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”.
c) Sebahagian ulama, antara lain At-Thiby menyatakan bahwa “Hadits ialah
segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, para sahabatnya dan para
Tabi’in”.
d) Abdul Wahab Ibnu Subky dalam “Mutnul Jam’il Jawami” menyatakan
bahwa, “Hadits ialah segala perbuatan dan perkataan Nabi saw”.
Sehubungan dengan pengertian istilah yang telah dikemukakan oleh Ulama Hadits di
atas, maka secara lebih mendetail, hal-hal yang termasuk kategori Hadits, menurut Dr.
Muhammad Abdul Rauf ialah :
a. Sifat-sifat Nabi yang diriwayatkan oleh para Sahabat
b. Perbuatan dan akhlak Nabi yang diriwayatkan oleh para Sahabat
c. Perbuatan para Sahabat dihadapan Nabi yang dibiarkannya dan tidak dicegahnya, yang
disebut “taqrir”
d. Timbulnya berbagai pendapat Sahabat dihadapan Nabi, lalu beliau mengemukakan
pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat Sahabat itu
e. Sabda Nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri
f. Firman Allah selain Al-qur’an yang disampaikan oleh Nabi, yang dinamakan Hadits
Qudsy
g. Surat-surat yang dikirimkan Nabi, baik yang dikirim kepada para Sahabat yang
bertugas didaerah, maupun yang dikirim kepada pihak-pihak diluar Islam (Pengantar
Ilmu Hadis, 1987).

2. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa, Sunnah berarti
ّ ‫الَ ِّسيَ َرةٌ َوالطّ ِر ْيقَةٌال ُم ْعتَا َدةٌ َح َسنَةً َكان‬
ً‫َت آوقَبِي َْحة‬
“kebiasaan yang baik atau yang jelek”
Bila kata Sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’,
maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintah, dilarang, atau
dianjurkan oleh Rasulullah saw, baik berupa perkataan atau perbuatannya. Dengan demikian,
apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, berarti yang
dimaksudkan adalah al-quran dan al-hadits.
Mereka mendefisikan Sunnah sebagaimana diatas, karena mereka memandang diri Rasul
sebagai uswatun hasanah (contoh atau teladan yang baik). Oleh karenanya mereka menerima
secara utuh segala yang diberitakan tentang diri Rasulullah saw, tanpa membedakan apakah
yang diberitakan itu berhubungan dengan hukum syara’ atau tidak. Mereka juga tidak
memisahkan antara sebelum diutus menjadi Rasul atau sesudahnya.
Lebih jauh lagi, ada yang mengatakn bahwa Sunnah itu tidak hanya sebatas pada apa
yang disandarkan kepada Nabi, tetapi termasuk Sunnah segala sesuatu yang disandarakan
kepada sahabat dan Tabiin. Ini berarti, pengertian Sunnah bagi mereka sama dengan
pengertian hadis sebagaimana disebutkan terdahulu (Ilmu Hadis,1993).
Adapun arti “Sunnah” menurut istilah, para Ulama berbeda pendapat.
a. Menurut Ahli Hadits
Sunnah ialah :”Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir,
pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau; baik yang demikian itu
terjadi sebelum maupun sesudah dibangkit menjadi Rasul”.

b. Menurut Ahli Ushul

Sunnah ialah :”Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan hukum.

c. Menurut Ahli Fiqh

Sunnah ialah :”Suatu amalan yang diberi pahala apbila dikerjakan dan tidak diberi siksa
apabila ditinggalkan”.

d. Menurut Ibnu Taimiyah

Sunnah ialah :”Adat (tradisi) yang telah berulang kali dilakukan oleh masyarakat, baik
yang dipandang ibadah maupun tidak”.

e. Menurut Dr. Taufiq Sidqy

Sunnah ialah :”Thariqat (jalan) yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw. terus menerus
dan diikuti oleh para Sahabat beliau.

f. Menurut Prof Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy

Sunnah ialah :”Suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi saw. secara terus menerus dan
dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir”.
3. Pengertian Khabar

Menurut bahasa, Khabar berarti berita. Adapun menurut istilah, ada dua pendapat :

a) Sebahagian Ulama menyatakan, bahwa Khabar itu sama / sinonim dengan Hadits. Oleh
karena itu mereka menyatakan, bahwa khabar adalah apa yang datang dari Nabi, baik
yang marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi), yang mauquf (yang disandarkan kepada
sahabat), maupun dengan maqthu’ (yang disandarkan kepada Tabi’in).
Menurut Dr. Subhi Shalih dalam bukunya Ulumul Hadits wa Musthalahuhu (hal.10),
para Ulama Hadits yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari segi bahasa
(yakni bahwa arti Hadits dan khabar adalah : berita), juga beralasan bahwa yang disebut
para perawi itu, tidaklah terbatas bagi orang yang meriwayatkan / menukilkan berita dari
Nabi semata tetapi juga yang menukilkan berita dari Sahabat dan Tabi’in. Sebab
kenyataannya, para perawi itu telah meriwayatkan apa yang datang dari Nabi yang datang
dari selainnya. Oleh karena itu, tidaklah ada keberatan untuk menyamakan Hadits dengan
Khabar.
b) Sebahagian Ulama Hadits membedakan pengertian Khabar dengan Hadits. Dr.
Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadits menjelaskan :
1) Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa Hadits adalah apa yang berasal dari Nabi,
sedang Khabar adalah apa yang berasal dari selainnya. Oleh karena itu dikatakan,
orang yang tekun (menyibukkan diri) pada Hadits disebut dengan “Muhaddits”,
sedang orang yang tekun para sejarah atau semacamnya disebut dengan “Akhbary”.
2) Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa Hadits bersifat khusus sedang Khabar
bersifat umum. Oleh karena itu, tiap tiap Hadits adalah Khabar dan tidak setiap
Khabar adalah Hadits (Pengantar Ilmu Hadits,1987).
D. Pengertian Asar

Menurut bahasa, Atsar berarti : bekas atau sisa sesuatu; dapat juga berarti nukilan atau
yang dinukilkan.

Adapun menurut pengertian istilah, dapat disimpulkan pada dua pendapat :

Atsar sama atau sinonim dengan Hadits. At- Thabary, memakai kata-kata atsar untuk apa yang
datang dari Nabi.

Atsar, tidak sama artinya dengan istilah Hadits.

a. Menurut fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan Ulama Salaf, Sahabat, Tabi’in dan lain-lain

b. Menurut fuqaha Khurasan, Atsar adalah perkataan Sahabat. Khabar, adalah Hadits Nabi.

c. Az-Zarkasy, memakai istilah Atsar untuk Hadits Mauquf, tetapi membolehkan juga untuk
memakai istilah Atsar untuk Hadits Marfu’(Pengantar Ilmu Hadits, 1987).

E. Pengertian Hadits Qudsy

Yang dimaksud Hadits Qudsy ialah :

“Sesuatu yang yang dikhabarkan Allah Taa’al kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau
impian, yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian itu dengan
ungkapan beliau sendiri”.

Jumlah Hadits Qudsy, tidak bannyak. Diantara Ulama ada yang mengatakan, bahwa
jumlah Hadits Qudsy ada sekitar 100 buah. Menurut Al-Allamah Syihabuddin Ibnu Hajat Al-
Haitamy, jumlah Hadits Qudsy lebih dari 100 buah.

Apabila diperhatikan tentang tanda-tanda Hadits Qudsy, maka dapatlah dipahami bahwa
dalam Hadits itu terkandung Firman Allah. Akan tetapi hal itu tidaklah berarti, bahwa Hadits
Qudsy itu sama dengan Alquran.
Hadits Qudsy disebut juga dengan Hadits Rabbany atau Hadits Ilahi. Sedangkan Hadits biasa
disebut Hadits Nabawy (Pengantar Ilmu Hadits,1987).

B. Perbedaan dari Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi

Perdebatan para Ulam terkait Hadits memang telah terjadi. Mereka mendefinisikan
Sunnah, Hadits, Khabar maupunAtsar dalam perspektifnya masing-masing. Dari keempat istilah,
yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits dapat dipergunakan untuk
maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar dan atsar. Begitu
pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat
juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat
disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat
Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits,
sunnah, Khabar dan Atsar.
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:

a.    Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi
SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi
rasulmaupun sesudahnya.

b.    Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan pada Nabi SAW.

c.    Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan
hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin (Khusniatu Rofiah,2010).
1. Perbedaan Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi

Perbedaan antara hadits nabawi dan hadits qudsi dapat dilihat dari segi
penisbatan,yaitu hadits nabawi dinisbatkan kepada Rasul SAW.dan diriwayatkan daari
beliau sehingga dinamakan hadits nabawi.Adapun hadits qudsi dinisbatkan kepada
Allah,sedangkan Rasul SAW.menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT. Oleh
karena itu,ia dibatasi dengan sebutan ‘Al-quds’ atau ‘Al-ilah’ sehingga disebut hadits
qudsi atau hadits ilahi,yakni penisbatan kepada Dzat Yang Mahatinggi.

2. Perbedaan Alquran dengan Hadits Qudsy

Ada beberapa perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadits Qudsi antaranya sebagai berikut:

a) Al-Qur’an Al-Karim adalah kala Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan
lafadznya.Dengan kalam Allah itu pula,orang Arab ditantang untuk membuat yang
serupa dengannya,sepuluh surat yang serupa itu,bahkan satu surat,tetapi merkea tidak
mampu membuatnya.Tantangan itu tetap berlaku karena Al-Qur’an adalah mukjizat
yang abadi hingga hari kiamat,sedangkan Hadits Qudsi tidak digunakan untuk
menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
b) Al-Qur’an Al-Karim hanya dinisbatkan kepada Allah sehingga
dikatakan,’Allah ta’ala telah berfirman,’sedangkan Hadits Qudsi terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga nisbat Hadits Qudsi kepada
Allah merupakan nisbat yang dibuatkan.Maka dikatakan,’Allah telah
berfirman atau Allah berfirman.’Terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan
kepada Rasulullah SAW.,tetapi nisbatnya adalah nisbat khabar.Karena Nabi yang
menyampaikan hadits itu dari Allah,dikatakan Rasulullah SAW.menngatakan
mengenai apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
c) Seluruh isi Al-Qur’an dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya sudah
mutlak.Hadits-hadits Qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad sehingga
kepastiannya masih merupakan dugaan.Ada kalanya hadits qudsi
itu shahih,terkadang hasan (baik),dan teerkadang pula dha’if (lemah).
d) Al-Qur’an Al-Karim dari Allah,baik lafadz maupun maknanya maka Al-Qur’an
adalah wahyu,baik dalam lafadz maupun maknanya.Adapun Hadits Qudsi,maknanya
saja yang dari Allah,sedangkan lafadznya dari Rasulullah SAW.Hadits Qudsi adalah
wahyu dalam makna,tetapi bukan dalam lafal.Oleh sebab itu,menurut sebagian besar
ahli hadits,diperbolehkan meriwayatkan Hadits Qudsi dengan maknanya saja.
e)  Membaca Al-Qur’an Al-Karim merupakan ibadah sehingga dibaca di dalam
shalat.Sebagaimana Allah SWT.berfirman:

ُ‫فَا ْق َرءُوْ ا َما تَيَس ََّر ِم ْنه‬....

Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an itu.(Q.S.Al-Muzammil:20)

Adapun hadits qudsi tidak disuruh dibaca di dalam shlat.Allah memberikan pahala
membaca hadits qudsi secara umum saja.Membaca hadits qudsi tidak akan memperoleh
pahala seperti yang disebutkan dalam hadits mengenai membaca Al-Qur’an bahwa pada
setiap huruf terdapat kebaikan.

C. Unsur Pokok Hadits dan Istilah yang Terkait Dengannya

1. Sanad

Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan dijadikan


sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya. Sedangkan menurut istilah,
terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan
bahwa : “Berita tentang jalan matan”.

Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari
sumbernya yang pertama”. Sedangkan menurut Ahli Hadist: “Jalan yang menyampaikan
kepada matan hadits.
Yang berkaitan dengan istilah sanad,terdapat kata-kata seperti, al-isnad, al-
musnid dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang cukup luas,
sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.

Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal) dan


mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang yang
mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila qa’ilih). Menurut At-thiby, “Kata
al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli dengan pengertian yang sama”.Kata al-
musnad mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh
seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system
penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat, perawi hadits, seperti kitab Musnad Ahmad,
bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.

2. Matan

Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah yang


meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah : “Perkataan yang disebut pada akhir
sanad, yakni sabda Nai SAW. Yang disebutkan sanadnya”.

3. Rawi ( periwayat)

Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits


(naqil al-hadits).

Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.
Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud rawi adalah
orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan
antara sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang
menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan
perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (Orang yang membukan dan
menghimpn hadits).

Dari berbagai pengertian tentang sanad, matan dan rawi dengan berbagai urgensi yang


berbeda-beda yang menunjukan begitu indah perbedaan pemikiran yang menghiasi pengertian
tentang sanad, matan dan rawi. Dengan ini kami menyimpulkan bahwa yang
dimaksud sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits atau yang menyampaikan hadits
pada matan. Matan adalah isi, materi atau lafadz hadits itu sendiri sedangkan rawi adalah orang
yang menghimpun dan membukukan hadits.

4.  Mukharrij               

Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau
istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik.
sedangkan menurut istilah mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau
menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya).

                        Di dalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama dari orang
yang telah mengeluarkan hadis tersebut, semisal mukharrij terakhir yang termaksud dalam
Shahih Bukhari atau dalam Sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim dan begitu
seterusnya.

                        Seperti pada contoh hadis yang pertama, pada bagian paling akhir hadis tersebut
disebutkan nama Al-Bukhari (‫اري‬XX‫ )رواه البخ‬yang menunjukkan bahwa beliaulah yang telah
mengeluarkan hadis tersebut dan termaktub dalam kitabnya yaitu Shahih Al-Bukhari. Begitu
juga dengan contoh hadis kedua yang telah mengeluarkan hadis tersebut ialah Imam Al-Bukhari
dan Imam Muslim.

D.    Kedudukan danFungsi Al- Hadist

Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktek atau penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah
merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an, sedikitnya mempunya tiga fungsi pokok
yaitu:

1.   Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai
bayan taqrir).

2.    Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak
(bayan tafsir). Penjelasan (penafsiran) Rasulullah terhadap ayat-ayat yang demikian, dapat
berupa:

a) Menafsirkan kemujmalannya seperti pemerintah mengerjakan salat, membayar zakat, dan


menunaikan haji.
b) Menaqyidkan (memberikan persyaratan), misalnya ketentuan tentang anak-anak dapat
memusakai harta orang tuanya dan keluarganya didalam Al-Qur’an dilukiskan secara
umum.
c) Memberikan kekhususan (bayan takhsis), ayat yang masih bersifat umum, misalnya
tentang keharaman bangkai dan darah.

3.    Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an),


misalnya dalam masalah perkawinan (nikah).

Adapun fungsi perbandingan hadits dengan Al-Qur’an, Sunnah atau hadits dalam Islam
merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah dari pada Al-
Qur’an.Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan Allah lewat Malaikat Jibril secara
lengkap berupa lafaz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafaz hadits bukanlah dari Allah
melainkan dari Nabi sendiri.Dari segi kekuatan dalalah-nya, Al-Qur’an adalah mutawatir yang
Qat’i sedangkan hadits kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalalah Danni.
Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawatir namun jumlahnya hanya sedikit. Para
sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan menyampaikan kepada umat dengan
keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang. Dan mushaf itu terus terpelihara
dengan sempurna dari masa ke masa.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Hadits merupakan sumber hokum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Pengertian
Hadits yang paling komprehensif adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi saw., baik
ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi; atau yang dinisbahkan kepada sahabat
atau tabi’in.

Sunnah adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul
maupun sesudahnya.Khabar berarti berita yang disampaikan kepada seseorang. Adapaun atsar
menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadits, dan sunnah.

B. SARAN
Dalam makalah ini, tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca, karena kami
menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca yang dengan semua itu kami harapkan makalah ini
bisa menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Syuhuri.1987.Pengantar Ilmu dan Hadis.Bandung : Penerbit Angkasa
Munzier Supanca dan Ucang Raduwijaya.1993.Ilmu Hadis.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Rofiah, Khusniatu.2010.Studi Ilmu Hadis.Yogyakarta : PO Press

Anda mungkin juga menyukai