Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGANTAR STUDI AL-QUR'AN HADIST


Tentang

“Hadist Sebagai Sumber Kedua Ajaran Islam”

Dosen Pengampu:

Fredika Ramadanil,M.Ag

Disusun oleh Kelompok 7:

Azzira Fariza Putri : 2212030084

Aditya Prayogi : 2212030110

Wira Hendra Muhamad : 2212030097

MD-C

MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah
Pengantar ilmu komunikasi, dengan judul unsur komunikasi komunikasi,media dan umpan balik.

Makalah unsur komunikasi pesan disusun guna memenuhi salah satu tugas di UIN IB
PADANG pada mata kuliah Pengantar ilmu komunikasi. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang unsur komunikasi pesan. Semoga
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.

Demikian, terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 10 Oktober 2022

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................4

A. Latar Belakang .......................................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................5

A. Pengertian Hadist,Sunnah,Atsar dan Khobar ........................................................................5


1. Pengertian Hadist ........................................................................................................5
2. Pengertian Sunnah ......................................................................................................7
3. Pengertian Atsar ..........................................................................................................9
4. Pengertian Khobar ....................................................................................................10
B. Kedudukan Hadis dalam Syariat Islam ................................................................................10
C. Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran .......................................................................................12
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................16

A. Kesimpulan ..........................................................................................................................16
B. Saran ....................................................................................................................................17

DAFTARPUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan salahsatu sumber ajaran islam.
Ia mempati kedudukannya setelah Al-Qur`an.Keharusan mengikuti hadits bagi umat islam,
baik yang berupa perintah maupunlarangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-
Qur`an.Hai ini karena,hadits merupakan mubayyin bagi Al-qur`an, yang karenanya siapapun
yang tidak bisa memahami Al-qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadits. Begitu
pula halnya menggunakan hadits tanpa Al-qur`an. Karena Al-qur`an merupakandasar hukum
pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengandemikian, antara hadits dengan
Al-qur`an memiliki kaitan erat, yang untukmengimami dan mengamalkannya tidak bisa
terpisahkan atau berjalan dengansendirisendiri.
Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun, hadits selalu menjadi rujukan
kedua setelah Al-qur’an dan menempati posisi penting dalamkajian keislaman. Mengingat
penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahunsetelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka
banyak terjadi silang pendapatterhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut
memunculkan sebagiankelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai
sumberhukum.Banyak al-qur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu
merupkan sumber hukum islam selain al-qur’an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk
perintah, maupun larangan nya. Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap
meragukannya? Berikutmakalah ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits
terhadap al-qur’an.

B. Rumusan masalah

1. Apa itu hadist,Sunnah,atsar dan Khobar ?


2. Bagaimana kedudukan hadist dalam syariat Islam ?
3. Bagaimana fungsi hadist terhadap Al-Qur'an?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tentang perbedaan apa itu hadist,Sunnah,atsar dan Khabar.


2. Mengetahui dan memahami kedudukan hadist dalam syariat Islam.
3. Memahami fungsi hadist terhadap Al-Qur'an dengan baik dan jelas

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIST,SUNNAH,ATSAR,DAN KHOBAR


1. Pengertian Hadist

Hadits menurut bahasa artinya baru. Hadits juga secara bahasa berarti "sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil", juga "sesuatu yang sedikit dan banyak". Bentuk jamaknya adalah
ahadits. Adapun firman Allah Ta'ala,

‫فلعلك بجع نفسك على اثرهم إن لم يؤمنوا بهذا الحديث‬


6 :‫أسفا ]الكهف‬

"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini" (Al-Kahfi:6). Maksud
hadits dalam ayat ini adalah Al Qur'an. Juga firman Allah,

11 :‫وأما بنعمة ربك فحدث ]الضحى‬

"Dan adapun nikmat Tuhanmu, maka sampaikanlah." (Adh-Dhuha:11) Maksudnya:


sampaikan risalahmu, wahai Muhammad.")

Hadits menurut istilah ahli hadits adalah: Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik
sebelum kenabian atau sesudahnya.

Sedangkan menurut ahli ushul fikih, hadits adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan yang
disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam setelah kenabian. Adapun
sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah
mengerjakan apa yang menjadi konsekwensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali
dengan apa yang terjadi setelah kenabian.")

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Buku-buku yang di dalamnya berisi tentang khabar
Rasulullah, antara lain adalah Tafsir, Sirah dan Maghazi (peperangan Nabi -Edt), dan Hadits.
Buku-buku hadits adalah lebih khusus berisi tentang hal-hal sesudah kenabian, meskipun
berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidak disebutkan untuk dijadikan landasan
amal dan syariat. Bahkan ijma' kaum muslimin menetapkan bahwa yang diwajibkan kepada

5
hamba Allah untuk diimani dan diamalkan adalah apa yang dibawa Nabi Shallallahu Alaihi
wa sallam setelah kenabian.")

Contoh perkataan Nabi adalah sabda beliau,


‫إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نو ى‬
"Perbuatan itu dengan niat, dan setiap orang tergantung pada niatnya".2) Sabda beliau juga,

‫هو الطهور ماؤه الحل ميتته‬.

"(Laut itu) suci airnya dan halal bangkainya".)


Contoh perbuatan Nabi adalah cara wudhu, sholat, manasik haji, dan lain sebagainya yang
beliau kerjakan.
Contoh penetapan (taqrir) Nabi adalah sikap diam beliau dan tidak mengingkari terhadap
suatu perbuatan, atau persetujuan beliau terhadapnya. Misalnya: Diriwayatkan dari Abu
Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Ada dua orang yang sedang musafir,
ketika datang waktu sholat tidak mendapatkan air, sehingga keduanya bertayammum
dengan debu yang bersih lalu mendirikan sholat. Kemudian keduanya mendapati air, yang
satu mengulang wudhu dan sholat sedangkan yang lain tidak mengulang. Keduanya lalu
menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang yang
tidak mengulang, beliau bersabda,

"Engkau sudah benar sesuai sunnah, dan sudah cukup dengan shalatmu".

Dan kepada orang yang mengulangi wudhu' dan shalatnya, beliau bersabda,

"Bagimu pahala dua kali lipat.")

Dari Mu'adz bin Jabal bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda
ketika mengutusnya ke negeri Yaman, "Apa yang kamu jadikan sebagai pedoman dalam
menghukumi suatu masalah?"
Ia menjawab, "Dengan Kitabullah.”
Rasulullah bertanya, "Jika tidak kamu dapatkan dalam Kitabullah?"

Dia menjawab, “Dengan sunnah Rasullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam."

Beliau bertanya lagi, "Jika tidak kamu dapatkan dalam sunnah Rasulullah maupun dalam
Kitabullah?"

Dia menjawab, "Dengan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam”

6
Dia menjawab, "Aku akan berijtihad dengan pikiranku." Kemudian Rasulullah menepuk
dadanya dan bersabda, "Maha Suci Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan
Rasul-Nya terhadap apa yang diridhai oleh Rasulullah","

Diriwayatkan, bahwasanya Khalid bin Al-Walid Radhiyallahu Anhu pernah memakan


dhabb (hewan bangsa kadal namun agak besar -Edt) yang dihidangkan kepada Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedangkan beliau tidak memakannya. Sebagian sahabat
bertanya, "Apakah diharamkan memakannya, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Tidak, hanya karena binatang tersebut tidak ada di daerah kaumku sehingga aku merasa
tidak berminat")

Contoh dari sifat dan Sirah Nabi, banyak sekali riwayat menerangkan tentang sifat dan
tabiat beliau. Dan At-Tirmidzi menyusun sebuah buku tentang tabiat (syama'il) beliau.)

Di antara contohnya adalah:


Dari Abi Ishaq, dia berkata, "Seorang lelaki bertanya kepada Al Bara', 'Apakah wajah
Rasulullah seperti pedang?" Dia menjawab, "Tidak, tapi seperti rembulan'."")

Dari Al-Bara' dalam riwayat lain, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pendek
dan tidak tinggi."")

Dari Jarir bin Abdullah Al-Bajali, dia berkata, "Belum pernah aku melihat Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam sejak aku masuk Islam kecuali beliau tersenyum
kepadaku.")"

2. Pengertian Sunnah

AS-SUNNAH secara bahasa adalah metode dan jalan, baik terpuji atau tercela.
Jamaknya adalah Sunan, seperti Ghurfah jamaknya Ghuraf. Dan terdapat pemakaian kata
tersebut dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabawi dengan makna ini.

Dalam Al-Qur'an Allah Ta'ala berfirman,

‫قل للذين كفروا إن ينتهوا يغفر لهم ما قد سلف وإن يعودوا فقد‬

38:‫مضت سنت األولين ( ]األنفال‬

"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, 'Jika mereka berhenti, niscaya Allah akan
mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka
kembali lagi sesungguhnya akan berlaku sunnah orang-orang dahulu"" (Al-Anfal: 38).
7
Dan Allah berfirman, "Sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus
sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu" (Al-
Isra': 77).

Dan di dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

‫لتتبعن سنن الذين من قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو دخلوا في جحر ضب التبعتموهم قلنا يا رسول هللا اليهود‬
‫والنصارى قال فمن‬.

"Sungguh kamu akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sedepa
demi sedepa, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lobang
biawak sungguh kalian akan mengikutinya." Kami berkata, "Wahai Rasulullah, Apakah
Yahudi dan Nashrani (Yang Anda maksud)?" Rasulullah menjawab, "Lalu siapa
lagi?".Beliau bersabda,

"Barangsiapa berperilaku dalam Islam dengan perilaku yang baik maka bagi dia pahalanya
dan pahala orang mengerjakan perilaku baik tersebut sesudahnya tanpa mengurangi dari
pahala pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang berperilaku dalam Islam dengan
perilaku buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakan perilaku buruk
tersebut sesudahnya dengan tidak mengurangi dari dosadosa mereka sedikit pun" )

As-Sunnah menurut para fuqaha' adalah suatu (perintah) yang berasal dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam namun tidak bersifat wajib. Dia adalah salah satu dari hukum hukum
taklifi yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

Namun terkadang mereka menggunakan istilah ini untuk kebalikan dari bid'ah. Mereka
mengatakan-misalnya-, "Talak yang sesuai sunnah adalah demikian, dan talak bid'ah
adalah demikian". Talak sunnah adalah yang terjadi sesuai dengan cara yang ditetapkan
oleh syariat, yaitu bila seorang suami menjatuhkan talak satu untuk istrinya yang telah
digauli. ketika ia dalam keadaan suci dan ia belum menggaulinya dalam masa itu.

Sedangkan talak bid'ah adalah yang tidak seperti itu. Dia berbeda dengan talak sunnah yang
dianjurkan, seperti bila seorang suami menjatuhkan talak tiga untuk istrinya dalam satu
kalimat, atau menjatuh kan talak tiga secara terpisah dalam satu majlis, atau mentalaknya
dalam keadaan haid atau nifas, atau dalam keadaan suci dari haidh dan dia menggaulinya
dalam masa itu.
Kata "As-Sunnah" digunakan sebagai lawan dari "Al-Bid'ah" secara mutlak. Bila
dikatakan, "Fulan di atas sunnah," maka berarti dia berbuat sesuai yang dilakukan oleh
Rasulullah, baik hal itu tertulis dalam Al Qur'an ataupun tidak. Dan bila dikatakan, "Fulan
di atas bid'ah," maka berarti dia berbuat yang bertentangan dengan As-Sunnah, karena dia
8
melakukan hal baru yang tidak termasuk dalam agama, dan setiap perbuatan yang baru
dalam agama adalah bid'ah. Maka setiap hal baru dalam agama yang diperbuat orang yang
tidak ada tuntunan dari Nabi, baik berupa ucapan ataupun perbuatan adalah bid'ah.

Kata "As-Sunnah" juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang dapat ditunjukkan oleh dalil
syar'i, meskipun hal itu termasuk perbuatan sahabat dan ijtihad mereka, seperti:
pengumpulan mushhaf, mengarahkan manusia pada bacaan dengan satu qira'at dari qira'at
yang tujuh, membukukan administrasi kekhalifaan (dawawin), dan yang semacam dengan
itu. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi,

‫ عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من‬.‫بعدی‬

"Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafa' Ar Rasyidun setelahku".")

As-Sunnah menurut ulama ushul fikih adalah apa yang bersumber dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam selain Al Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan
beliau.

As-Sunnah menurut ulama Hadits adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat, atau sirah beliau.

Dengan makna seperti ini maka ia menjadi sama dengan hadits nabawi, menurut mayoritas
ahli hadits. Dan penggunaan makna ini sudah umum, seperti perkataan Anda, "Hukum ini
sudah ditetapkan dalam Al Kitab," yakni Al-Qur'an, "Hukum ini sudah ditetapkan dalam
As-Sunnah," yakni dalam hadits. Begitu pula dengan perkataan Anda juga, "Ada dalam
kitab-kitab As-Sunnah," yakni hadits.

Perbedaan dalam mendefinisikan As-Sunnah menurut istilah ini bersumber dari perbedaan
mereka pada tinjauan utama dari masing masing disiplin ilmu.

3. Pengertian Atsar

Dari segi bahasa, atsar diartikan peninggalan atau bekas sesuatu), maksudnya pe
ninggalanatau bekas Nabi karena hadis itu peninggalan beliau. Atau diartikan (yang
dipindahkan dari Nabi), seperti kalimat: dari kata atsar, artinya doa yang disumberkan dari
Nabi.

Menurut istilah ada dua pendapat; Pertama, atsar sinonim hadis; Kedua, atsar adalah sesuatu
yang disandarkan kepada para sahabat (mawqûf) dan tabi'in (maqthû'), baik perkataan maupun
perbuatan. Sebagian ulama mendefinisikan:

9
‫ما جاء عن غير النّبي صلى هللا عليه وسلم من الصحابة أو التابعين أو من دونهم‬
Sesuatu yang datang dari selain Nabi dan dari para sahabat, tabi'in, dan atau orang-orang
setelahnya.

Sesuatu yang disadarkan pada sahabat disebut berita mawqûf dan sesuatu yang datang dari
tabi'in disebut berita maqthu'. Menurut ahli hadis, atsar adalah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi (marfu), para sahabat (mawquf), dan ulama salaf. Sementara fuqaha Khurrasan
membedakannya; atsar adalah berita mawquf, sedangkan khabar adalah berita marfû'. Dengan
demikian, atsar lebih umum daripada khabar, karena atsar adakalanya berita yang datang dari
Nabi dan dari yang lain, sedangkan khabar adalah berita yang datang dari Nabi atau dari
sahabat, sedangkan atsar adalah yang datang dari Nabi, sahabat, dan yang lain. Sebutan
seorang ahli hadis = Muhaddits, seorang ahli sunnah = Sunnî, seorang ahli khabar Khabari,
dan ahli atsar Atsari. Untuk memudahkan pemahaman berikut ini dipaparkan resume
pembahasan mengenai perbedaan antara hadis, sunnah, khabar, dan atsar.

4. Pengertian Khobar

Menurut bahasa khabar diartikan an-naba' (t)= berita. Dari segi istilah muhadditsin, khabar
identik dengan hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik secara marfû,
mawquf, dan maqthu), baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat. Di antara
ulama memberikan definisi sebagai berikut.

‫ما جاء عن النبي صلى هللا عليه وسلم وغيره من أصحابه أو التابعين أو تابع التابعين أو من دونهم‬
Sesuatu yang datang dari Nabi dan dari yang lain seperti dari para sahabat, tabi'in dan pengikut
tabi'in atau orang-orang setelahnya.

Mayoritas ulama melihat hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedangkan khabar sesuatu
yang datang darinya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan
lain-lain. Misalnya, Nabi Isa berkata: ..., Nabi Ibrahim berkata: ..., dan lain-lain, termasuk
khabar bukan hadis. Bahkan pergaulan di antara sesama kita sering terjadi menanyakan khabar.
Apa khabar? Dengan demikian, khabar lebih umum daripada hadis dan dapat dikatakan bahwa
setiap hadis adalah khabar dan tidak sebaliknya, khabar tidak mesti hadis.

B. KEDUDUKAN HADIS DALAM SYARIAT ISLAM

Seluruh umat Islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam.
Ia menempati kedudukan kedua setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadits bagi umat Islam
baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban
mengikutiAlQur`an.Hal ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang karenanya

10
siapapun yangtidak bisa memahami Al-Qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadis.
Begitu pulahalnya menggunakan Hadist tanpa Al-Qur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar
hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara
Haditsdengan AlQur`an memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak
bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri1Al-Qur‟an itu menjadi sumber hukum yang pertama
dan Al-Hadits menjadi asas perundang-undangan setelah Al-Qur‟an sebagaimana yang dijelaskan
oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi bahwa Hadits adalah “sumber hukum syara‟ setelah Al-
Qur‟an”.
Al-Qur‟an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam
dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telahmengadakan
penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur‟an mengatan bahwa:

“Pokok -pokok ajaran Al-Qur‟an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada didunia
ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya” Menurut Ahmad
hanafi:
“Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum sesudah Al -Qur‟an…merupakan hukum yang berdiri
sendiri".
Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an
hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian
lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia.Karena itu, keabsahan hadits
sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.Di antaraayat-ayat yang menjadi bukti bahwa
Hadits merupakan sumber hukum dalam Islam adalahfirman Allah dalam Al-Qur‟an surah An-
Nisa‟: 80
‫ظا‬ َ َ‫توََ لهى فَ َما ٓ ارْ ََ َس ْلنك‬
ً ‫علَ ْي ِه ْم َح ِف ْي‬ َ ‫طََ اعَ هال َّل ۚ َو َم ْن‬َ ‫الرس ُْو َل فَقدََْ ا‬
َّ ‫َم ْن يُّطِ ِع‬
Terjemahan
Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan
barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu
(Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.
Dalam ayat lain Allah berfirman Q.S Al-Hasyr ayat 7:
ِ ‫انََ هال َّل َش ِد ْيدُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ ِّ ‫اتقَُ وا هال َّل‬ َّ ‫َان تهََُ ْو ۚا َو‬ ْ ‫ع ْنهُ ف‬
َ َُ‫ذوَُ هُ َو َما نَهىك ْم‬ َّ َُ‫َو َما ٓ اتىك ُم‬
ْ ََُ‫الرس ُْو ُل فخ‬
Terjemahan:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. Dalam
Q.S an-nisa ayat 59 Allah berfirman:

‫ِلى هال ِِّٰل‬ ْ ‫ع ت ْمَُ في ِ َْ َش‬


َ ‫يءٍ ف َُرد ُّْوهُ ا‬ َ ْ ‫الرس ُْو َل َو ُاولِى‬
ْ َ‫اال ْم ِر مِ ْنك ْمَُ َۚ َفا ِْن تنَاَز‬ ُّ ‫يٓا‬
َّ ‫يََ هَا ال ِذََّ يْنَ ا َمن ُْٓوا اطِ ََ ْيعُوا هال َّل َواطِ ََ ْيعُوا‬
‫خ ِر ذ لِكَ َخي ٌْر َّواحْ ََ َسنُ تأ َ ِو َْ ْي ًل‬ِ ‫ان َْ كُ ْنت ْمَُ تؤْ َُ مِ ن ُْونَ ِبا هل ِِّٰل َو ْال َي ْو ِم ْاال‬
ِ ‫الرس ُْو ِل‬
َّ ‫َو‬

Terjemahan:

11
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil
Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.

Dalam beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak cukup hanya berpedoman
pada Al-Qur'an dalam melaksanakan ajaran islam,tapi juga wajib berpedoman kepada hadist
Rasulullah Saw.

C. FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN

D. FUNGSI HADIS TERHADAP ALQURAN

Fungsi hadis terhadap Alquran secara umum adalah untuk menjelaskan makna kandungan
Alquran yang sangat dalam dan global atau li al-bayan (menjelaskan) sebagaimana firman Allah
dalam Surah An-Nahl (16): 44:

‫ وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون‬-

Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Hanya penjelasan itu kemudian oleh para ulama diperinci ke berbagai bentuk penjelasan. Secara
garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) hadis terhadap Alquran, yaitu sebagai
berikut.

1. Bayân Taqrîr

Posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan Alquran (ta'kid). Sebagian
ulama menyebut bayan ta'kid atau bayân taqrir. Artinya hadis menjelaskan apa yang sudah
dijelaskan Alquran, misalnya hadis tentangshalat, zakat, puasa, dan haji, menjelaskan ayat-ayat
Alquran tentang hal itu juga:

‫عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بني اإلسلم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا وأن محمدا‬
‫رسول هللا وإقام الصلة وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان‬

Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: Islam didirikan atas lima perkara; menyaksikan
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan. (HR. Al-Bukhari)

Hadis di atas memperkuat keterangan perintah shalat, zakat, dan puasa dalam Alquran Surah
AlBaqarah (2): 83 dan 183 dan perintah haji pada Surah Ali 'Imrân (3): 97.

12
2. Bayân Tafsir

Hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap Alquran dan fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya.
Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu sebagai berikut.

a. Tafshîl Al-Mujmal

Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Alquran yang bersifat global (tafshîl
al-mujmal = memperinci yang global), baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum,
sebagian ulama menyebutnya bayan tafshil atau bayan tafsir. Misalnya perintah shalat pada
beberapa ayat dalam Alquran hanya diterangkan secara global, yaitu dirikanlah shalat, tanpa
disertai petunjuk bagaimana pelaksanaannya; berapa kali sehari semalam, berapa rakaat, kapan
waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya. Perincian itu terdapat dalam hadis Nabi,
misalnya sabda Nabi :

‫صلوا كما رأيتموني أصل ي‬

Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR. Al-Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan bagaimana shalat itu dilaksanakan secara benar sebagaimana firman
Allah dalam Alquran. Demikian juga masalah haji dan zakat. Dalam masalah haji Nabi bersabda:

‫لتأخذوا مناسككم‬

Ambilah (dariku) ibadah hajimu. (HR. Muslim)

b. Takhshish Al-'âmm

Hadis mengkhususkan ayat-ayat Alquran yang umum, sebagian ulama menyebut bayân takhshish.
Misalnya ayat-ayat tentang waris dalam Surah An-Nisa' (4): 11:
‫يوصيكم هللا في أولدكم للذكر مثل حظ األنثيي ن‬

Allah mensyariatkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu.

Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang perempuan.

Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli waris, baik anak
lakilaki, anak perempuan, satu, dan atau banyak, orangtua (bapak dan ibu) jika ada anak atau
tidak ada anak, jika ada saudara atau tidak ada, dan seterusnya. Ayat harta warisan ini bersifat
umum, kemudian dikhususkan (takhsish) dengan hadis Nabi yang melarang mewarisi harta
peninggalan para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh. Misalnya sabda Nabi:

‫نحن – معا شر األنبياء – ال نورث ما تركناه صدق ة‬

13
Kami-kelompok para Nabi- tidak meninggalkan harta waris, apa yang kami tinggalkan sebagai
sedekah.Dan sabda Nabi:

‫ال يرث القاتل‬

Pembunuh tidak dapat mewarisi (harta pusaka). (HR. At-Tirmidzi)

c. Taqyid Al-Muthlaq

Hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat Alquran. Artinya, Alquran kete rangannya secara mutlak,
kemudian dibatasi dengan hadis yang muqayyad (taqyid/muqayyad) = dibatasi, muthlaq, = tidak
terbatas). Sebagian ulama menyebut bayan taqyîd. Misalnya firman Allah dalam Surah
AlMaidah (5): 38:

‫والشارق والشارقة فاقطعوا أيديهما‬

Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan-tangan mereka.

Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak nama tangan, tanpa dijelaskan batas
tangan ang harus dipotong apakah dari pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Kata tangan
mutlak meliputi hasta dari bahu pundak, lengan, dan sampai telapak tangan. Kemudian
pembatasan itu baru dijelaskan dengan hadis, ketika ada seorang pencuri datang ke hadapan Nabi
dan diputuskan hukuman dengan pemotongan tangan, maka dipotong pada pergelangan tangan.
3. Bayân Naskhî

Hadis menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam Alquran. Menurut ulama Hanafiyah
dengan syarat hadis mutawâtir atau mashyur." Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan
dalam Surah Al-Baqarah (2): 180:

‫كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين واألقربين بالمعروف حقا على المتقي ن‬

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Ayat di atas di-nasakh dengan hadis Nabi:

‫إن هللا قد أعطى كل ذي حق حقه وال وصية لوارث‬

Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu
wajib bagi waris. (HR. An-Nasa'i)

14
4. Bayân Tasyrî'î

Hadis menciptakan hukum syariat (tasyr') yang belum dijelaskan oleh Alquran. Para ulama
berbeda pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan
dalam Alquran. Mayoritas mereka berpendapat bahwa sunnah berdiri sendiri sebagai dalil hukum
dan yang lain berpendapat bahwa sunnah menetapkan dalil yang terkandung atau tersirat secara
implisit dalam teks Alquran.

Dalam hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan Alquran, ia bukan penjelas dan bukan
penguat (ta'kid). Akan tetapi, sunnah sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia
menjelaskan yang tersirat dalam ayat ayat Alquran. Misalnya, keharaman jual beli dengan
berbagai cabangnya menerangkan yang tersirat dalam Surah Al-Baqarah (2): 275 dan An-Nisa'
(4): 29:

‫يتأيها الذين ءامنوا ال تأكلوا أموالكم بينكم بالبنطل إال أن تكون‬

‫تجترة عن تراض منكم‬

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. (QS.
An-Nisa' (4): 29)

Demikian juga keharaman makan daging keledai ternak, keharaman setiap binatang yang
berbelalai, dan keharaman menikahi seorang wanita bersama bibi dan paman wanitanya. Hadis
tasyri' diterima oleh para ulama karena kapasitas hadis juga sebagai wahyu dari Allah yang
menyatu dengan Alquran, hakikatnya ia juga merupakan penjelasan secara implisit dalam
Alquran.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur'an ,hadist tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-qur'an.hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S Al-nahl[16]:44

َ‫اس َما نُ ِ ّز َل اِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم ي تَفَكَّ ََ ُر ْون‬


ِ َّ‫ينََ لِلن‬ ْ ‫الزبُ ِر َوانَ َْزَ ْلنَا ٓ اِل‬
َ ‫يََ كَ ال ِ ّذ ْك َر ل‬
ِّ َُ‫ِتب‬ ِ ‫ِب ْال َب ِيّن‬
ُّ ‫ت َو‬
Terjemahan:
(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan Ad-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.
Allah menurunkan Al-Qur'an bagi umat manusia,agar Al-Qur'an ini dapat dipahami oleh
manusia.maka Rasul Saw di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadist-hadistnya.
Oleh karena itu,fungsi hadist Rasul SAW sebagai penjelas(bayan) Al-Qur'an itu
bermacammacam.Bwrikut beberapa hal yang merupakan fungsi hadist terhadap Al-Qur'an.
-Bayan At-taqrir
-Bayan At-tafsir
-Bayan At-tasyri
-Bayan Al-Nasakh

16
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan tentang ilmu-ilmu
Hadist. Disadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kekhilafan, sehingga
kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah sangat diharapkan untuk kesempurnaan
makalah kelompok kami berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Manna`Al-Qaththan, Pengantar Studi Imu Hadits, (Jakarta :PustakaAlkausar,2005). Hal


50 http://ibnus3.blogspot.com/2014/12/al-hadits-sebagai-sumber-kedua-ajaran.html

http://ratnahaditstsumberhukumislamkedua.blogspot.com/2015/11/haditst-sebagai-
sumberhukum-islam-kedua.html5

Sahrani, Sohari,ULUMUL HADITS , ( Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.35

Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal 33

17

Anda mungkin juga menyukai