Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 8

PENGANTAR STUDI HADITS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Materi Pembelajaran Qur’an Hadits

Dosen Pengampu : Reza Agusta, M.Pd

Di Susun Oleh :

PAI/J/Semester 5

Tesya Nur Oktavia : 1811010146

Zu’ama Anggun Larasati : 1811010051

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/ 2020
Kata Pengantar

Puji syukur dengan hati dan pikiran yang tulus kehadirat Allah SWT, karena berkat
nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik tanpa ada halangan apapun. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan
lainnya untuk tegaknya syi’ar islam, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa.

Selanjutnya, saya ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu,


terutama kepada dosen pengampu mata kuliah ini yakni Bapak Reza Agusta, M.Pd.. Makalah
ini disusun dalam rangka untuk menambah wawasan serta dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Materi Pembelajaran Qur’an Hadits. Saya sadari bahwa makalah ini masih
banyak memiliki kekurangan, baik dari segi isinya, bahasa, analisis, dan lain sebagainya.
Untuk ini, saran dan kritik pembaca dengan senang hati akan penulis terima, diiringi ucapan
terimakasih.

Bandar lampung, 13 Oktober 2020

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penelitian..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadits.........................................................................3
B. Pembagian Hadits.................................................................................4
C. Cabang-cabang Hadits..........................................................................6
D. Unsur pokok Hadits..............................................................................10
E. Bentuk-bentuk Hadits...........................................................................12
F. Pendekatan utama dalam Studi Hadits.................................................14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang
tak dapat diragukan lagi. Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah
Alqur’an. Kedudukan Hadits sangat peting bagi sarana informasi mengenai syariat
yang diajarkan nabi kepada umatnya. Masyarakat islam mutlak mengetahui dan
memahami sumber ajarannya, yakni Al-Qur’an dan Hadits.

Mempelajari dan mengkaji hadits harus secara secara mendalam dan menyeluruh
mencakup sisi periwayatan maupun kualitas dan kesahihan hadits. Mempelajari dan
mengkaji hadits ini merupakan kegiatan yang kopleks mengingat kodifikasi hadits
dilakuan dua abad setelah nabi hijrah, sehingga terdapat kemungkinan terjadi distorsi
terhadap hadits. Oleh karena itu penelitian terhadap hadits harus meneyeluruh dan
serius, agar diperoleh hadits yang berkualitas.

Hadits sebagai sumber ajaran Islam terntunya memiliki peran yang sangat
fundamental bagi kehidupan manusia terutama umat Islam. Tetapi faktanya banyak
muslim yang tidak  memahami tentang Hadits. Sebagian dari mereka pun mengenal
dan memahami Hadits tetapi seringkali implikasi dikehidupan sehari-harinya mereka
abaikan. Untuk memahami sumber ajaran islam tidak hanya proses inqury terhadap
hal yang berhubungan dengan sumber ajaran islam saja, Hadits misalnya. Tetapi juga
diperlukan pemikiran yang kritis untuk memahaminya. Sehingga dapat menteladani
seluruh aspek kehidupan Rasulallah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Ilmu Hadits?
2. Bagaimanakah Pembagian Hadits?
3. Apasajakah cabang-cabang Ilmu Hadits?
4. Apasajakah unsur pokok Hadits?
5. Apasajakah bentuk-bentuk Hadits?

1
6. Bagaimanakah pendekatan utama dalam Studi Hadits?

C. Tujuan Penelitian
1. Agar dapat mengetahui yang dimaksud dengan Ilmu Hadits
2. Agar dapat mengetahui Pembagian Hadits
3. Agar dapat mengetahui cabang-cabang Ilmu Hadits
4. Agar dapat mengetahui unsur pokok Hadits
5. Agar dapat mengetahui bentuk-bentuk Hadits
6. Agar dapat mengetahui pendekatan utama dalam Studi Hadits

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits

Hadits menurut bahasa artinya baru. Hadits juga secara bahasa berarti “sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil” dan juga “ sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk jamaknya
adalah al-hadits. Adapun firman allah ta’ala,

ِ ‫ بِ ٰه َذا ْال َح ِد ْي‬Q‫م اِ ْن لَّ ْم ي ُْؤ ِمنُوْ ا‬Qْ ‫ار ِه‬ ٰ ٰٓ َ َّ‫فَلَ َعل‬
‫ث اَ َسفًا‬ ِ َ‫اخ ٌع نَّ ْف َسكَ عَلى اث‬
ِ َ‫ك ب‬

“Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati
setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini (Al-
Kahfi:6)”. Maksud hadits dalam ayat ini adalah Al-Qur'an.

Juga firman Allah,

ْ ‫ك فَ َحد‬
‫ِّث‬ َ ِّ‫َواَ َّما بِنِ ْع َم ِة َرب‬

Dan adapun nikmat Tuhanmu hendaklah engkau sampaikanlah. (Adh-Dhuha:11)

Maksudnya: sampaikanlah risalahmu, wahai Muhammad.

Menurut ahli ushul fikih, Hadits adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW. setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak
dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa
yang menjadi konsekukensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang
tetjadi setelah kenabian.1

Sedangkan secara terminologis, ulama Hadits mendefinikan hadits dengan:

‫ما أضيف إلى النّبى صلّى هّللا عليه وسلّم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة‬
Apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan
dan sifat.2

1
Syaikh manna’ Al-Qaththan, Pengantar studi ilmu hadits,(Jakarta: Pustaka al-kautsar,2005, hlm. 22
2
Tasbih, “Analisis Historis sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits”, Jurnal Al-Ulum. Vol. 11, No. 1, Juni 2011, hal. 154

3
Selain itu, Hadits juga digunakan untuk sesuatu yang disandarkaan kepada Allah yang
dikenal dengan Hadits Qudsi, yaiti hadits yang disandarkan oleh Nabi kepada Allah.
Disebut hadits karena berasal dari Rasulullah dan dikatakan qudsi sebab disandarkan
kepada Allah. Hadits juga dikenal dengan kata khabar dan atsar untuk maksud yang sama.
Menurut terminologi jumhur hadits, khabar merupakan sinonim hadits, yaitu segala yang
disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Khabar
dan Hadits juga meliputi segala hal yang berasal sahabat atau tabi’in. Menurut pendapat
ini khabar mencangkup Hadits marfu’, mawquf, dan maqthu. Istilah lain yang sering
digunakan untuk menyeut sesuatu yang berasal dari Nabi adalah atsar. Hadits dan atsar
merupakan dua kata yang mempunyai arti yang sama. Secara bahasa atsar berarti “yang
tersisa dari sesuatu”. 3

B. Pembagian Hadits

Secara umum para Ulama Hadits membagi Ilmu Hadits kepada dua bagian, yaitu Ilmu
Hadits Riwayah (‘Ilm al-Hadits Riwayah) dan Ilmu Hadits Dirayah (‘Ilm al-Hadits
Dirayah).

1. Ilmu Hadits Riwayah

Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuti, bahwa yang
dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah adalah:

‫الرِّوايَ ِة ِعل ٌم يَشتَ ِم ُل َعلَى نَقلى أق َوا ِل النَّبِ ّي صلَّى هّللا عَلي ِه َو َسلَّ َم َوأف َعالِ ِه‬
َ ِ‫ث ال َخاصُّ ب‬
ِ ‫الح ِدي‬
َ ‫ِعل ُم‬
‫ير ألفَا ِظهَا‬
ِ ‫َحر‬
ِ ‫ وت‬Q‫وضبتِها‬
َ Q‫ َو ِروايَتِهَا‬.

Ilmu Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, serta
periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya.

Sedangkan pengertiannya menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib adalah:

‫صفَ ٍة خَ لقِيَّ ٍة أَو‬


ِ ‫ول أَو فِع ٍل أَو‬
ٍ َ‫صلَّى هّللا ُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم ِمن ق‬ ِ ُ‫ه َُو ال ِعل ُم يَقُو ُم َعلَى نَق ِل ما أ‬
َ ‫ضيفَ إلَى النَّبِ ِّي‬
‫ ُخلُقِيَّ ٍة نَقالً َدقِيقًا ُم َح َّررًا‬.

3
H. Idri, Studi Hadits, (Jakarta: KENCANA, 2010), hlm. 7

4
Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang
disandarkan kepaa Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau
pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan
terperinci.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada dasarnya adalah
membahas tentang cara periwayatan, pemeliharaaan, dan penulisan atau pembukuan
Hadits Nabi SAW. Objek kajiannya sendiri yaitu Hadits Nabi SAW dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencangkup:

1) Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain.
2) Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadits Nabi
SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam
proses periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya.4

2. Ilmu Hadits Dirayah


Para ualama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits Dirayah ini.
Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi mereka kemukakan, terdapat titik
persamaan, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok bahasannya.
Ibn al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:

‫ َوأح َكا ُمهَا‬Q‫ َوأنواعُهضا‬Q‫ُعرفُ مشنهُ َحقِيقَةُ الرِّوايَ ِة َو ُشرُوطُهَا‬ َ ‫ ِعل ٌم ي‬:َ‫ث ال َخاصُّ بِالد َِّرايَة‬
ِ ‫الح ِدي‬
َ ‫َو ِعل ُم‬
‫ق بِهَا‬ُ َّ‫ت َو َما يَتَ َعل‬
ِ ‫رويَّا‬ Qُ ‫ َوحضا ُل الرُّ َوا ِة َو ُشرُوطُهُم َوأصن‬.
ِ ‫َاف ال َم‬

Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya,
keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya.

Definisi lebih ringkas namun komperhensif tentang Ilmu Hadits Dirayah


dikemukakan oleh M. ‘Ajjaj al-Khatib, sebagai berikut:

4
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001lm. 3-5

5
ِ ‫فَ ِعلمث ْال َح ِدي‬
ِ ‫ث الخَ صُّ بِال ِّد َرايَ ِة هُ َو َمج ُمو َعةُ القَ َوا ِع ِد َوال َم َسائِ ِل الَّتِي يُعرفث بِهَا َحا ُل الر‬
‫َّاوي‬
ُ ‫ي ِمن َح‬
‫يث القَبُو ِل وال ِّر ِّد‬ ِّ ‫رو‬
ِ ‫ َوال ُم‬.

Ilmu Hadits Dirayah adlah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk


mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi diterima atau ditolaknya.

Al-Khatib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut:

Al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadits
dari satu orang kepada yang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang
diriwayatkan, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang
lainnya.

Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini, berdasarkan definisi diatas,
adalah sanad dan matan Hadits. Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah
untuk mengetahui dan menetapkan Hadits-Hadits yang Maqbul (yang dapat diterima
sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang Mardud (yang ditolak.5

C. Cabang-cabang Ilmu Hadits

Dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah di atas, pada perkembangan berikutnya, muncullah
cabang-cabang ilmu Hadits lainnya seperti ilmu Rijal al-Hadits, ilmu al-Jarh wa al-
Ta`dil, ilmu Tarikh al-Ruwah, ilmu `Ilal al-Hadits, ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu
Asbab Wurud al-Hadits,ilmu Mukhtalif al- Hadits sebagaimana akan diuraikan berikut
ini :

1. Ilmu Rijal al-Hadits


Ilmu Rijal al-Hadits, ialah :
“Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadits dan kapasitas mereka sebagai perawi
Hadits.”
Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapangan ilmu Hadits. Hal ini kerena,
sebagaimana diketahui, objek kajian Hadits pada dasarnya pada dua hal yaitu matan dan
sanad. Ilmu Rijal al-Hadits dalam hal ini, mengambil porsi khusus mempelajari
persoalanpersoalan disekitar sanad. Apabila dilihat lebih lanjut, ditemukan dua cabang
5
Ibid., hlm. 11-13

6
ilmu Hadits lain yang dicakup oleh ilmu ini, yaitu : ilmu al-Jarh wa atTa`dil dan ilmu
Tarikh ar Ruwah.6

2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil


Ilmu al Jarh, yang secara bahasa berarti luka atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada kedabitan dan keadilanya. para ulama
mendefenisikan Ilmu al Jarh dan al-Ta`dil dengan rumusan:
“Ilmu yang membahas tentang para perawi Hadits dari segi yang dapat menunjukkan
keadaan mereka, dengan ungkapan atau lafaz tertentu.7

3. Ilmu Tarikh al-Ruwah


Ilmu Tarikh al-Ruwah, adalah :
“Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadits yang berkaitan dengan usaha
periwayatan mereka terhadap Hadits.
Ilmu ini bermanfaat untuk mempelajari keadaan identitas para perawi, seperti
kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, kapan mereka mendengar Hadits dari gurunya,
siapa orang meriwayatkan Hadits daripadanya. Tempat tinggal mereka, tempat mereka
mengadakan lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al- Hadits, ilmu ini
mengkhususkan pembahasannya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-
orang yang terlibat dalam periwayatan.

4. Ilmu `Ilal al-Hadits


Kata `Ilal” adalah bentuk jama` dari kata ”al-Ilaah” yang menurut bahasa berarti “al-
Marad” ( penyakit atau sakit). Menurut ulama muhaddisin istilah “illah” berarti sebab
tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya Hadits, akan tetapi yang
kelihatan adalah kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan. Adapaun yang
dimaksud dengan ilmu `ilal al-Hadits, menurut ulama Hadits, adalah :
“Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan
kesahihan Hadits, seperti mengatakan Muttasil terhadap Hadits yang Muntaqi`
menyebut marfu` dengan Hadits yang mauquf, memasukan Hadits ke dalam Hadits
lain dan hal-hal seperti itu.”8

6
Alfiah, Fitriadi, Suja’I, Studi Ilmu Hadits, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2016), hlm. 46
7
Ibid., hlm. 47
8
Ibid., hlm. 49

7
5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh
Yang dimaksud dengan ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh di sini terbatas di sekitar nasikh
dan mansukh pada Hadits. al-Nasikh secara bahasa terkandung dua pengertian, yaitu
(menghilangkan), Al-Nasikh dalam arti bahasa seperti ini terdapat dalam al-Quran
antara lain dalam QS. al-Baqarah ayat 106 :
“Ayat mana saja yang kami nasakhkan atau kami jadikan manusi lupa padanya, kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidaklah
kamumengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Sedangkan al-Naskh menurut istilah, sebagaiman pendapat ulama Ushul adalah“Syariy


mengangkat ( membatalkan) sesuatu hukum syara` dengan menggunakan dalil syar`iy
yang datang kemudian,”

Konsekuensi dari pengertian ini adalah menerangkan nash yang mujmal,


mentakhsiskan yang `am dan mentaqyidkan yang mutlak tidaklah dikatakan nasakh
adapun yang dimaksud dengan ilmu nasikh dan mansukh dalam Hadits adalah “ilmu
yang membahas Hadits-Hadits yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan
dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut mansukh dan yang datang
kemudian disebut nasikh.”

6. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits


Kata Asbab adalah jama`ah dari sabab. Menurut ahli bahas diartikan al-habl (tali).
Yang menurut lisan al-Arab dinyatakan bahwa kata ini dalam bahasa Arab berarti
saluran, yang artinya dijelaskan sebagai : “segala yang menghubungkan satu benda
dengan benda lainnya.
Menurut istilah adalah: “Segala sesuatu yang mengantar kepada tujuan “
Dalam pengertian lebih luas, al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-
Hadits dengan: “suatu yang membatasi arti suatu Hadits, baik berkaitan dengan arti
umum atau khusus, mutlak, atau muqayyad, dinasakhkan dan seterusnya, atau suatu arti
yang dimaksud sebuah Hadits saat kemunculannya.

8
Dari pengertian asbab wurud al-Hadits sebagaimana di atas,dapat dibawah pada
pengertian ilmu asbab wurud al-Hadits yakni suatu ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan waktu beliau
menuturkan itu,seperti sabda Rasul SAW tentang suci dan menyucikan air laut yang
artinya.”Laut itu suci airnya,dan halal bangkainya “Hadits ini dituturkan oleh Rasul
SAW karena seorang sahabat hendak berwudu’ketika ia berada ditengah laut ia dalam
kesulitan. Contoh lain adalah Hadits tentang niat, Hadits ini dituturkan berkenan dengan
peristiwa hijrahnya Rasul SAW ke Madinah, Salah seorang muhajir yang ikut karena
didorong ingin mengawini wanita dalam hal ini adalah Ummu Qais. 9

7. Ilmu Gharib al-Hadits


Menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud ilmu Gharib al-Hadits ialah :
“Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafaz-lafaz
Hadits yang jauh dan sulit dipahami, karena lafaz tersebut jarang digunakan.”

Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah wafat karena banyaknya bangsa-bangsa
yang bukan Arab memeluk islam serta banyak nya yang kurang memahami istilah atau
lafaz-lafaz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahaminya. Para ulama berusaha
menjelaskan apa yang dikandung oleh kata-kata yang gharib itu dengan
mensyarahkannya. Bahkan ada yang berusaha mensyarahkannya secara khusus Hadits
yang terdapat katakata gharib.

8. Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif


Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif adalah ilmu Pengetahuan yang berusaha menerangkan
Hadits-Hadits yang sudah diubah titik atausyakalnya (mushhaf) dan bentuknya. Al-
Hafidz Ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian, yaitu ilmu al-Tashif dan ilmu
al-Tahrif. Sedangkan ilmu Sholah dan pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini
menjadi satu ilmu. Menurutnya, ilmu ini merupakan disiplin ilmu yang bernilai tinggi,
yang dpat membangkitkan semangat para penghafal Hadits (huffaz). Hal ini disebabkan,
karena ada hapalan terkadang para ulama terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran
yang diterima dari orang lain.

9. Ilmu Mukhtalif al-Hadits


9
Ibid., hlm. 52

9
Ilmu Mukhtalif al-Hadits ialah :

“ilmu yang membahas Hadits-Hadits, yang menurut lahirnya saling bertentangan atau
berlawanan, agar pertentangan itu dapat dihilangkan atau dikompromikan keduanya,
sebagaimana membahas Hadits-Hadits yang sulit dipahamiisi atau kandunganya,
dengan menghilangkan kemusyikilannya atau kesulitan serta menjelaskan hakikatnya.”

Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasul wafat karena mengingat
banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk Islam serta banyaknya orang
yang kurang memahami istilah atau lafadz-lafadz tertentu yang gharib atau yang sukar
dipahaminya.10

D. Unsur-unsur pokok Hadits


1. Sanad
Kata”sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang kita jadikan
sandaran. Dikatakan demikian karena Hadits yang bersandar kepadanya. Menurut
istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. al-Badru bin Jama`ah dan al-Tiby
mengatakan bahwa sanad adalah:
‫االخبارغن طريق ا لمتن‬
“Berita tentang jalan matan”
Sementara menurut ulama lain menyebutkan:
‫سلسلةالرجال الموصلة المتن‬
“Silsilah orang-orang yang meriwayatkan Hadits, yang menyampaikan kepada
matan Hadits”

2. Matan
Kata ”matan” atau “al-Matn” menurut bahasa berarti ( ‫ ) مارتفع من األرض‬ma irtafa`a
min al-ardi (tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah adalah :
‫ماينتهى إليه السندمن الكلم‬
“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”

10
Ibid.,-55

10
Ada juga yang redaksi yang lebih simpel lagi, yang menyebutkan matan adalah
ujung sanad (ghayah al-sanad). Dari semua pengertian di atas, menunjukan, bahwa
yang dimaksud dengan matan ialah, materi atau lafaz Hadits itu sendiri.

3. Rawi
Kata “Rawi” atau “al-Rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan
Hadits (naqil al-Hadits). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua
istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad Hadits pada setiap-setiap
thabaqahnya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang
merukyatkan atau memindahkan Hadits. Akan tetapi yang memindahkan antara
sanad dan rawi adalah, terletak pada pembukuan atau pada pentadwinan Hadits.
Orang yang menerima Hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu tadwin,
disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut dengan
mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun Hadits). 11

Untuk dapat jelas dapat membedakan antara sanad, matan dan rawi sebagimana
yang diuraikan di atas, ada baiknya melihat contoh
Hadits di bawah ini:

‫بن المؤَ َّم ِل عَن اب ِن أَبِي ملَي َكةَ عَن‬ ِ ‫ص ٍم عَن عَب ِد االّ ِه‬ِ ‫ي َح َّدثَنَ أبُو عا‬ُّ ‫الجو َه ِر‬
َ ‫ق‬ َ ‫إسح‬
َ ُ‫َح َّدثَنا عَب ُد هّللا ِ بن‬
‫ال يَا عَائِ َشةُ َما أُ َرى أَس َما َء إاّل‬
َ َ‫احا فَق‬ ُّ ‫ت‬
ً َ‫الزبَي ِر ِمصب‬ ِ ‫سلَّ َم َرأى فِي بَي‬ َ ‫عَا ئِشّة أَنَّ النَّبِّ ِّي‬
َ ‫صلّى هّللا ُ َعلَيه و‬
‫قَد نُفِ َست فَاَل تُ َس ُّموهُ َحتَّى أُس ِّميَةُ فَ َس َّماهُ عَب َد هّللا ِ َو َحنَّ َكهُ بِتَم َر ٍة بِيَ ِد ِه‬
Artinya : [Imam Turmudī berkata] Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Ishaq Al Jauharī, telah menceritakan kepada kami Abū ‘Āṣim dari Abdullah bin Al
Muammal dari Ibnu Abū Mulaikah dari ‘Āisyah bahwa Nabi shalallahu alaihi wa
salam melihat lampu di rumah ibnu Zubair, beliau bersabda : “Wahai ‘Āisyah,
aku tidak menyangka kalau Asma’ telah melahirkan, maka janganlah ia di beri
nama sehingga aku sendiri yang akan menamainya.” Maka beliau menamainya
dengan Abdullah dan mentaḥniknya dengan sebuah kurma yang ada
ditangannya.12

11
Ibid., hlm. 55-58
12
Abu ‘Isa Muḥammad bin ‘Isa Syuroh, Al-Jami’ aṣ-Ṣaḥiḥ Wahuwa Sunan al-Turmudi Juz, (Kairo: Darul Hadits, 2010),
hlm. 496

11
Dari contoh hadits diatas yang dinamai Sanad yakni, “Telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Ishaq Al Jauharī, telah menceritakan kepada kami Abū ‘Āṣim
dari Abdullah bin Al Muammal dari Ibnu Abū Mulaikah dari ‘Āisyah bahwa Nabi
shalallahu alaihi wa salam melihat lampu di rumah ibnu Zubair, beliau
bersabda”. Sedangkan Matan yakni, ““Wahai ‘Āisyah, aku tidak menyangka kalau
Asma’ telah melahirkan, maka janganlah ia di beri nama sehingga aku sendiri
yang akan menamainya.” Maka beliau menamainya dengan Abdullah dan
mentaḥniknya dengan sebuah kurma yang ada ditangannya”. Sedangkan Rawi nya
yakni Imam Turmudī.

E. Bentuk-bentuk Ilmu Hadits


Sesuai dengan definisi Hadits di atas, maka bentuk-bentuk Hadits dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Hadits Qouli
Yang dimaksud dengan Hadits qouli adalah segala perkataan Nabi SAW yang berisi
berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah baik yang
berkaitan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlak. Misalnya sabda beliau:

... ‫يونام ئرما كلل امنإو تايلناب المعألا امنا‬


“Sesungguhnya keberadaan amal-amal itu tergantung niatnya. Dan seseorang
hanyalah akan mendapatkan sesuatu sesuai niatnya.”

2. Hadits Fi’il
Yang dimaksud hadits fi’li adalah segala perbuatan Nabi SAW. yang menjadi anutan
perilaku para, sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam
untuk mengikutinya, seperti praktek wudlu, praktek salat lima waktu dengan sikap-
sikap dan rukun-rukunnya, praktek manasik haji, cara, memberikan keputusan
berdasarkan sumpah dan saksi, dan lainlain.13

3. Hadits Taqriri

13
Khusnul Rofiah, Studi llmu Hadits, (Yogyakarta: IAIN PO Press, 2017), hlm. 13

12
Hadits Taqriri adalah hadits yang berupa, ketetapan Nabi SAW. terhadap apa yang
datang atau yang dikemukakan oleh para sahabatnya dan Nabi SAW membiarkan atau
mendiamkan perbuatan tersebut, tanpa, membedakan penegasan apakah beliau
membenarkan atau mempersalahkannya. Yang bersumber dari sahabat yang mendapat
pengakuan dan persetujuan dari Nabi SAW itu dianggap bersumber dari beliau.
Misalnya, riwayat yang ditakhfi oleh Abu Dawud dan An Nasa’i dari Abu Said as
Khudry ra. Bahwasanya ada dua perang yang keluar rumah untuk bepergian tanpa
memiliki persediaan air. Lalu, tibalah waktu shalat. Kemudian keduanya bertayamum
dengan debu yang baik, lalu melakukan shalat. Beberapa, saat kemudian keduanya
mendapatkan air, masih dalam waktu shalat tersebut. Yang satu mengulang wudlu dan
shalatnya, sedang yang lain tidak. Kemudian keduanya datang menghadap Nabi SAW
melaporkan perihal keduanya lalu kepada yang tidak mengulang, beliau bersabda:
“Engkau telah mengerjakan sunnah (ku). Dan kepada yang mengulang, beliau
bersabda: “Engkau mendapatkan pahala dua kali lipat.”

4. Hadits Hammi
Hadits Hammi adalah hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW yang
belum terealisasikan. Walaupun hal ini baru rencana dan belum dilakukan oleh Nabi,
para ulama memasukkannya pada Hadits, karena Nabi tidak merencanakan sesuatu
kecuali yang benar dan dicintai dalam agama, dituntut dalam syari’at Islam dan
beliau diutus untuk menjelaskan syariat Islam. Contoh Hadits hammi seperti halnya
hasrat berpuasa tanggal 9 Asyura yang belum sempat dijalankan oleh Nabi SAW
karena beliau wafat sebelum datang bulan Asyura tahun berikutnya, mengambil
sepertiga dari hasil kebun madinah untuk kemaslahatan perang al-Ahzab, dan lain-
lain.14

5. Hadits Ahwal
Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang
tidak temasuk ke dalam kategori ke empat hadits di atas. Ulama hadits menerangkan
bahwa yang termasuk “hal ihwal”, ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti
yang berkaitan dengan sifat-sifat kepribadiannya/perangainya (khuluqiyyah), keadaan
fisiknya (khalqiyah), karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.15

14
Ibid., hlm. 14
15
Ibid., hlm. 15

13
F. Pendekatan Utama Dalam Studi Hadits.
Dalam studi hadits ada beberapa pendekatan dan metodologi yang ditempuh, yakni
pendekatan dari segi sanad dan matan. Kedudukan sanad dalam riwayat Hadits sangat
penting sekali, sehingga para ulama Hadits tidak akan menerima sebuah berita yang
dinyatakan sebagai Hadits apabila tidak ada sanadnya.

Penelitian matan pada dasarnya dapat dilakukan dengan pendekatan dari segi
kandungan Hadits dengan menggunakan rasio, sejarah, dan prinsip-prinsip ajaran
Islam. Sedangkan pendekatan sanad dilakukan karena keadaan dan kualitas sanad
merupakan hal yang pertama diperhatikan dan dikaji oleh para ulama Hadits dalam
melakukan penelitian. Upaya mengetahui kualitas Hadits melalui dua unsur ini, dapat
dilakukan berbagai pendekatan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Ilmu Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita, secara bahasa Ilmu Hadits riwayah
berarti ilmu Hadits yang berupa periwayatan. Para ulama berbeda-beda dalam
mendefenisikan ilmu Hadits riwayah, namun yang paling terkenal diantara
defenisidefenisi tersebut adalah defenisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu:
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-
perbuatan Nabi SAW., periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-
lafazhnya. Dengan kata lain, ilmu Hadits riwayah adalah ilmu tentang Hadits itu
sendiri. Tokoh perintis pertama dari ilmu Hadits riwayah ini adalah Muhammad bin
Shihab al-Zuhri (w. 124 H).

2. Pendekatan Ilmu Hadits Dirayah


Dirayah artinya mengetahui, atau ilmu untuk mengetahui bagaimana kedudukan
Hadits. Ilmu Hadits Dirayah adalah Ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan
dari jurusan diterima atau ditolak dan yang bersangkut paut dengan itu. Dengan kata
lain ilmu Hadits Dirayah merupakan kumpulan kaidah untuk mengetahui dan
mengkaji permasalahan sanad dan matan serta yang berkaitan dengan kualitasnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui Hadits yang dapat diterima dari Hadits yang
ditolak.16

16
Agus Damanik, “Urgensi Studi Hadits si UIN Sumatera Utara”, Shahih : Jurnal Kewahyuan Islam, 2017, hlm. 89

14
3. Pendekatan Ilmu Rijalul Hadits
Ilmu ini mempelajari hal ihwal para perawi, baik dari kalangan sahabat, tabiin
maupun generasi sesudahnya. Ilmu ini mempelajari sejarah kehidupan para rawi,
akhlaknya, keadaannya dalam menerima Hadits serta mazhab yang dianutnya dan
sebagainya yang terkait dengan rijal yang dilakukan secara mendalam. Ilmu ini
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ranah kajian ilmu Hadits karena
kajian ilmu Hadits pada dasarnya terletak pada dua hal, yaitu sanad dan matan. Ilmu
Rijal al-Hadits mengambil tempat yang khusus mempelajari persoalan-persoalan
sekitar sanad maka mengetahui keadaan rawi yang menjadi sanad merupakan separuh
dari pengetahuan.

4. Pendekatan Ilmu Jarh dan Ta’dil


secara Bahasa kata jarh artinya cacat atau luka, ta’dil artinya mengadilkan atau
menyamakan. Jadi Ilmu Jarh dan ta’dil yaitu ilmu yang secara khusus mempelajari
keadaan perawi Hadits dari segi sifat-sifat baik dan sifat jeleknya, serta kuat tidak
hafalannya yang akan mempengaruhi diterima atau ditolak periwayatannya.

5. Pendekatan Ilmu Asbab al-Wurud


Asbab al-Wurud menjadi sangat penting dalam memahami Hadits. Karena, terkadang
Nabi mengeluarkan Haditsnya sebagai jawaban atas masalah-masalah tertentu.
Sehingga ia memberikan pemahaman khusus, yakni berkaitan dengan masalah itu.

6. Pendekatan Ilmu Nasikh dan Mansukh


Ilmu Nasikh wa mansukh yaitu ilmu yang membahas Hadits-Hadits yang antara satu
dengan lainnya saling bertentangan maknanya yang tidak mungkin dapat
dikompromikan. Karena itu ilmu ini mempelajari manakah Hadits-Hadits tersebut
yang lebih dahulu datang dan mana yang kemudian. Hadits yang lebih dahulu datang
dinyatakan tidak berlaku lagi (mansukh) dan kedudukannya digantikan dengan Hadits
yang kemudian (nasikh).17

17
Ibid., hlm. 90

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut ahli ushul fikih, Hadits adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW. setelah kenabian. Secara umum para Ulama
Hadits membagi Ilmu Hadits kepada dua bagian, yaitu Ilmu Hadits Riwayah (‘Ilm al-
Hadits Riwayah) dan Ilmu Hadits Dirayah (‘Ilm al-Hadits Dirayah). Dari ilmu Hadits
Riwayah dan Dirayah di atas, pada perkembangan berikutnya, muncullah cabang-cabang
ilmu Hadits lainnya seperti ilmu Rijal al-Hadits, ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil, ilmu Tarikh
al-Ruwah, ilmu `Ilal al-Hadits, ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu Asbab Wurud al-
Hadits,ilmu Mukhtalif al- Hadits. Unsur pokok hadits ada 3 yakni Sanad, Matan, dan
Rawi. Hadits terdapat 5 bentuk yakni Hadits Qouli, Hadits Fi’il, Hadits Taqriri, Hadits
Hammi, dan Hadits Awal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh manna’. 2005. Pengantar studi ilmu hadits. Jakarta: Pustaka al-kautsar.

Tasbih. 2011. “Analisis Historis sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits”. Jurnal Al-Ulum.
Vol. 11, No. 1, Juni.

H. Idri. 2010. Studi Hadits. Jakarta: KENCANA.

Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul Hadits. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widy,

Alfiah, Fitriadi, Suja’I. 2016. Studi Ilmu Hadits. Pekanbaru: Kreasi Edukasi,

Abu ‘Isa Muḥammad bin ‘Isa Syuroh, Al-Jami’ aṣ-Ṣaḥiḥ Wahuwa Sunan al-Turmudi Juz.
2010. Kairo: Darul Hadits.

Rofiah, Khusnul. 2017. Studi llmu Hadits. Yogyakarta: IAIN PO Press.

Damanik, 2017. “Urgensi Studi Hadits si UIN Sumatera Utara”. Shahih : Jurnal Kewahyuan
Islam.

17

Anda mungkin juga menyukai