Anda di halaman 1dari 23

HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas Studi Alquran Hadist

Dosen Pengampu:

Yusuf Fauzi, Lc.,M.Th.I

Disusun Oleh :
Kelompok 7

1. Mufidatul Lutviana (12204193090)


2. Cut Clara Novitasari (12204193250)
3. Ahmad Fauzun (12204193269)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
APRIL 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah Swt atas terselesaikannya makalah yang
berjudul “Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam” tepat pada waktunya. shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga
dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan agama Islam.Terimakasih kami ucapkan
kepada dosen dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya
kepada YusuF Fauzi, Lc.,M.Th.I yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul “Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam”
ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan semi penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami berharap dari makalah yang kami
susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Tulungagung, 14 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
A.Pengertian Hadis ,Sunah ,Khabar dan Atsar........................................................................3
B. Struktur Hadist.....................................................................................................................7
C.Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam..............................................................11
D. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadis............................................................................................12
E. Fungsi Hadist terhadap al-Qur’an......................................................................................16
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP..................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.....................................................................................................................19
B. Saran................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadist merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah al-Quran, hadist
mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna yang terkandung dalam al-
Quran.Dikarenakan banyak ayat al-Quran yang masih mujmal sehinnga banyak mufassir
yang memakai hadist untuk mempermudah pemahamannya. Posisi hadist sebagai sumber
hukum tidak lainkarena adanya kesesuaian antara hadist dengan al-Quran yang diwahyukan
Allah kepada Nabi Muhammad saw.

Seiring dengan perkembangan ulumul hadist,maka terdapat beberapa kalangan yang


serius sebagai pemerhati hadist. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan hadist dari aspek
kualitas, baik ditinjau dari segi matan hadist maupun sanad hadist.Sehingga dapat ditemukan
hadist-hadist yang layak sebagai hujjah dan hadist yang tidak layak sebagai hujjah.

Dengan demikian sudah selayaknya hadist mendapapat perhatian khusus dari tokoh
cendekiawan muslim, agar khasanah ajaran islam benar-benar mengakar dalam realitas
kehidupan dimana hadist itu hadir. Dalam memahami hadist nabi realitas mempunyai posisi
yang Sangat penting.Agar hadist mampu mengakomodir segala realitas yang kompleks dan
beragam. Dengan itu maka hadist nabi tidak akan pernah mati dan terus hidup sampai
penutupan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hadist, sunah, khabar, atsar?

2. Bagaimana struktur hadist?

3. Bagaimana Hadist sebagai sumber ajaran agama?

4. Bagaimana dalil kehujjahan hadist ?

1
2

5. Bagaimana fungsi hadist terhadap al-Quran?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian hadis, sunah, khabar, atsar

2. Mengetahui struktur hadist

3. Mengetahui hadist sebagai sumber ajaran agama

4. Mengetahui dalil kehujjahan hadist

5. Mengetahui fungsi hadist terhadap al-Quran


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Hadis ,Sunah ,Khabar dan Atsar


1. Pengertian Hadis

Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata Al-Hadits berasal dari bahasa Arab “al-

hadist” yang berarti baru, berita. Ditinjau dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti,

dintaranya:

a. al-jadid (yang baru), lawan dari al-Qadim (yang lama)

b. Dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)

c. Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari sesorang
kepada orang lain.1

Secara terminologis, hadits ini dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda diantara
para muhadditsin dan ahli ushul.mereka berbeda-beda pendapatnya dalam menta’rifkan Al-
hadits.Perbedaan tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek
peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran
ilmu yang didalaminya.2

Ahli hadist mendefinisikan hadist dengan “segala perkataan nabi saw;perbuatan, dan hal
ikhwalnya”. 3Ahli hadist lain menyatakan bahwa hadist merupakan segala sesuatu yang
bersumber dari nabi saw selain al-Quran yang berupa perkataan perbuatan dan taqrirnya,
yang berkaitan dengan hukum syara’. Menurut Ibn Al-Subki (w.771 H/1370 M) sebagaimana
dikemukakan oleh Suyudi Ismail, hadist adalah sabda dan perbuatan Nabu Muhammad saw.

1
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 11.
2
Endang Soetari, Ulumul Al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 60.

3
Dr. H. Ahmad Suganda, M.Ag, Studi Quran dan Hadist (Bandung : Pustaka Setia, 2018), 189.

3
4

Menurut Ibn Al-Subki, hadist tercakup dalam af’al atau perbuatan Nabi.oleh karena itu,
tidak perlu dinyatakan dalam definisinya (Suyudi Ismail,1988 :24).

Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadits ialah:

“Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an al-Karim,
baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan dengan
hukum syara”.4

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hadits itu terdiri dari tiga unsur yang ketiga
unsur ini hanya bersumber dari Nabi Muhammad, ketiga unsur itu adalah:

a. Perkataan. Yang dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad ialah sesuatu yang
pernah dikatakan oleh beliau dalam berbagai bidang.

b. Perbuatan. Perkataan Nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam menjelaskan
peraturan atau hukum syara’. Contohnya cara Sholat.

c. Taqrir. Arti taqrir adalah keadaan beliau mendiamkam, tidak menyanggah atau
menyetujui apa yang dilakukan para sahabat.

Sementara kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu
bukan hanya yang berasal dari Nabi SAW, namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in
disebut juga hadits. Sebagai buktinya, telah dikenal adanya istilah hadits marfu’, yaitu hadits
yang dinisbahkan kepada Nabi SAW, hadits mauquf, yaitu hadits yang dinisbahkan pada
shahabat dan hadits maqtu’ yaitu hadits yang dinisbahkan kepada tabi’in.Jumhur Al-
Muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits merupakan pengertian yang terbatas
sebagai berikut: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, penyataan (taqrir) dan sebagainya”5

Berdasarkan pengertian hadits diatas maka kami menyimpulkan bahwa hadits adalah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan

4
ibid
5
“Mengenal Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, Dan Strukturnya (Sanad, Matan,
Rawi)”http://longlifeeducation-sukses.blogspot.com/2011/03/mengenal-hadits-sunnah-khabar-atsar-
dan.html di akses pada tanggal 10 April 2020.
5

yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada
manusia.Selain itu tidak bisa dikatakan hadits karena ahli ushul membedakan diri Nabi
Muhammad dengan manusia biasa.Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan
dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah.Ini
pun, menurut mereka harus berupa ucapan, perbuatan dan ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan
sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits.

2. Pengertian Sunah

Menurut bahasa sunnah berarti “kebiasaan dan jalan(cara) yang baik dan yang jelek atau
Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau tercela atau jalan yang lurus atau tuntutan yang
tetap (konsisten)”. Apabila berhubungan dengan hukum syara’ sunah adalah segala sesuatu
yang diperintahkan, dilarang atau dianjurkan oleh Rosulullah SAW., baik berupa perkataan
maupun perbuatannya.Dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat mengenai pengertian
as- sunnah karena perbedaan cara pandang dan latar belakang keahliannya masing masing6.

Menurut Ahli ushul, sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi Muhammad,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum
menjadi rosul maupun sesudahnya. Adapun menurut istilah, ta’rif Sunnah antara lain
sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad ajaj al-khathib “Segala yang dinukilkan dari
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan
hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau sesudahnya”.Menurut ulama hadis, sunnah
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan hidup Rosululloh SAW.,
akhlak,berita,perkataan, dan perbuatannya, baik yang melahirkan hukum maupun yang tidak
melahirkan hukum.7

Ulama fiqih memandang sunnah sebagai perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi
tingkatanya tidak sampai wajib atau fardu. Dengan kata lain, sunnah adalah amalan yang
diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.sunnah adalah segala
bentuk perintah yang boleh ditinggalkan, yang apabila perintah itu dilaksanakan

6
Dr. H. Ahmad Suganda, M.Ag, Studi Quran dan Hadist (Bandung : Pustaka Setia, 2018), 192
7
Ibid, 193
6

mendatangkan pahala dari tuhan. Ulama fiqih mendefinisikan sunah berkaitan dengnan
hukum taklifi yakni wajib,haram,sunah,makruh dan mubah.

3. Pengertian Khabar

Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan seseorang kepada orang lain.
Menurut Ibn Hajr Al-Asqalani, yang dikutip As-Suyuti, istilah khabar sama artinya dengan
hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’. Ulama lain
mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang
dari Nabi SAW disebut Hadits. Ada juga ynag mengatakan bahwa Hadits lebih umum dan
lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits dapat dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap
Khabar dikatakan Hadits.8Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar lebih umum dari hadis
karena masuk kedalam perkataan khabar , segala yang diriwayatkan, baik dari nabi maupun
selainnya, sedangkan hadis khusus terhadap yang diriwayatkan dari nabi SAW. Saja.

4. Pengertian Atsar

Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa sesuatu dan berarti pula nukilan
(yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW. Dinamkan doa
maksur9.menurut istilah jumhur ulama, atsar sama artinya dengan khabar dan hadist . ahli
hadist mengatakan Bahwa atsar sama dengan khabar , yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW., sahabat dan tabi’in. Atsar adalah sesuatu yang berasal dari tabi’in. Oleh karena
itu, ahli hadist dinamai dengan atsari. Adapula yang mengatakan atsar lebih umum dari
khabar.jadi, secara linguisitis , atsar sama artinya dengan khabar, hadist, dan sunah.

Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara pendapat para
ulama. Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. sedangkan menurut ulama Khurasan
bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’. (Mudasir : 1999: 32).

Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits
dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan

8
Munzier Suparta, Ilmu Hadits., 15.
9
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits., 16.
7

sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar
dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar
mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan
astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut
sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.10

Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:

a. Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber
pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di
angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.

b. Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan pada Nabi SAW.

c. Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar
dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu
yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.11

B. Struktur Hadist
Struktur Hadis terdiri dari beberapa bagian yaitu sanad, matan dan mukharrij. Untuk
memudahkan definisi istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu perhatikan contoh struktur Hadis
sebagai berikut :

10
Op.cit, 16.
11
Khusniatu Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarya: STAIN PO Press, 2010), 10-11
8

Memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Abd al-Wârits dari al-
Ja`di dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi saw bersabda : Barang siapa yang benci sesuatu
dari pimpinannya (amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar
dari penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati Jahiliayah‛. (HR. al-Bukhari)
Bagimana Anda melihat contoh kerangka Hadis di atas ? Ada 3 bagian yang perlu anda
perhatikan yaitu kalimat-kalimat yang bergaris bawah, yakni :
1. Penyandaran berita oleh «al-Bukhâri kepada Musaddad dari Abd al-Wârits dari al-Ja`di
dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi‛ rangkaian penyandaran ini disebut : Sanad.
2. Isi berita yang disampaikan Nabi : «Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya…»
disebut : Matan.
3. Sedang pembawa periwayatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan
disampaikan kepada kita yakni al-Bukhâri disebut : Pe-rawi atau Mukharrij. Artinya, orang
yang meriwayatkan Hadis dan disebutkan dalam kitab karyanya.Untuk lebih jelasnya masing-
masing istilah ini akan dipaparkan secara terperinci dalam uraian berikut :

a. Sanad Hadis

Sanad menurut bahasa :sesuatu yang dijadikan sandaran, pegangan, dan pedoman. Dan

menurut istilah ahli Hadis ialah :


Artinya: ‚ mata rantai para periwayat Hadis yang menghubungkan sampai kepada matan
Hadis.‛12
Sanad ini sangat penting dalam Hadis, karena Hadis itu terdiri dari dua unsur yang secara
integral tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yakni matan dan sanad. Hadis tidak
mungkin terjadi tanpa sanad, karena mayoritas Hadis pada masa Nabi tidak tertulis
sebagaimana Alquran dan diterima secara individu (âhâd) tidak secara mutawâtir. Sanad
disebut juga Musnad dan dari Musnad muncul pula Musnid. Musnad sandaran berita dalam
proses periwayatan Hadis atau diartikan orang yang disandari dalam periwayatan. Dengan
pengetian tersebut, sebutan sanad hanya berlaku pada rangkaian orang, bukan dilihat dari
sudut pribadi secara perseorangan.Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perowi
(periwayat) hadist.

Sanad mengandung dua bagian penting, yakni:


12
Dr. H. Moh. Thohir M,Pd. , Taufik M,Pd. I, Modul Konsep Dasar Ulumul Hadist, 12-13
9

a. Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits yang bersangkutan.

b. Lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh masing-masing


periwayat dalam meriwayatkan hadits yang bersangkutan, misalnya sami’tu, akhbarani, ‘an,
dan anna

b. Matan
Kata ‚matan‛ menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli13.
Dalam perkembangannya karya penulisan seseorang ada disebut matan dan ada syarah.
Matan di sini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya
menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat sedang syarah-nya dimaksudkan
penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks Hadis, Hadis
sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama,
misalnya Shahîh al-Bukhârî di- syarah-kan oleh al-`Asqalânî dengan nama Fath al-Bârî dan
lain-lain.

Menurut istilah matan adalah :


Artinya : Beberapa lafazh Hadis yang membentuk beberapa makna.‛
Dengan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa matan adalah isi berita yang dibawa oleh
sanad terakhir yang silsilahnya berasal dari para perawi terakhir.
Matan Hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam
untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.

c. Mukharrij atau Periwayat Hadis


Kata Mukharrij isim fa`il (bentuk pelaku) dari kata Takhrîj atau istikhrâj dan ikhrâj yang
dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud Mukharrij di sini
adalah adalah seorang yang menyebutkan suatu Hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr.

Abd Al-Muhdî menyebutkan:


Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti al-Bukhari.‛
Misalnya jika suatu Hadis mukharrij-nya al-Bukhari berarti Hadis tersebut dituturkan al-
Bukhari dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu biasanya pada akhir periwayatan
suatu Hadis disebutkan ‫ البخاريأخرجه‬Hadis di-takhrîj oleh al-Bukhârî dan seterusnya. Atau
13
Dr. H. Ahmad Suganda, M.Ag, Studi Quran dan Hadist (Bandung : Pustaka Setia, 2018), 211
10

untuk menyatakan perawi suatu Hadis dikatakan dengan kata: ‫ البخارىرواه‬Hadis diriwayatkan
oleh al-Bukhârî.14
Dalam menghimpun dan menyusun kitab hadist para muhaditsin menggunakan tiga bentuk
berikut15

1) Takhrij
Istilah Takhrij dalam penggunaan fiil madhinya memakai kata akhraja yang mempunyai
pengertian yaitu Usaha mengumpulkan sanad hadist yang terdapat dalam sebuah kitab hadist
karya orang lain. Usaha mukharrij (orang yang mentakhrijjkan) tersebut dihimpun dalam
sebuah kitab dan kitabnya disebut mustakhraj.
2) Tashnif
Ialah usaha menyusun beberapa kitab hadist dengan membubuhi keterangan mengenai arti
kalimat yang sulit dipahami dan memberikan intepretasi sekadarnya. Memberikan interpretasi
itu dengan jalan memberikan dan menjelaskan dengan hadist lain, dengan ayat-ayat Al-Qur’an
atau ilmu-ilmu lain, disebut mensyarahkan.
3) Ikhtisar
Ialah usaha meringkas kitab-kitab hadist. Hadist yang diringkas biasanya sanad dan hadis-
hadis yang telah berulang-ulang disebutkan olehpengarang semula. Perbedaan antara
mustakhraj dan mustakhsar ialah kitab mustakhraj tidak perlu ada persesuaian lafazh dengan
kitab yang ditakhrijkan, bahkan kadang-kadang ditemui adanya perbedaan lafazh dan
perubahan yang sangat menonjol sehingga mengakibatkan perbedaan arti.

C.Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam


Hadist dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadist merupakan
salah satu sumber hukum kedua setelah al-Quran. Al-Quran akan sulit dipahami tanpa
intervensi hadist. Memakai al-Quran tanpa mengambil hadist sebagai landasan hukum dan
pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena al-Quran akan sulit dipahami tanpa
menggunakan hadist. Kaitannya dengan kedudukan hadist di samping al-Qur‟an sebagai
sumber ajaran Islam, maka al-Qur‟an merupakan sumber pertama, sedangkan hadist
merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara al-Qur‟an dan hadist karena
keduanya adalah wahyu, hanya saja al-Qur‟an merupakan wahyu matlu (wahyu yang
14
Op,cit. 16-17
15
Op.cit, 208-209
11

dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW
dengan menggunakan bahasa arab) dan hadist wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak
dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya
dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.16
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas al-Qur‟an lebih tinggi
satu tingkat daripada otoritas Hadist, karena al-Qur‟an mempunyai kualitas qath‟i baik secara
global maupun terperinci. Sedangkan Hadits berkulitas qath‟i secara global dan tidak secara
terperinci. Disisi lain karena Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia yang tunduk di bawah
perintah dan hukum-hukum al-Qur‟an, Nabi Muhammad SAW tidak lebih hanya penyampai
al-Qur‟an kepada manusia. Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan
perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma‟shum (senantiasa
mendapat petunjuk Allah SWT. Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan
perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma‟shum (senantiasa
mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah
petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau al-Qur‟an merupakan petunjuk yang berupa
kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah
Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau
menyampaikannya kepada umat dengan cara beliau sendiri.

Dalil-dalil Kehujjahan Hadits and Fungsi,Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-Dalil
16

Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran‟, 5.1 (2019),


12

“kami telah menurunan peringatan (al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya kamu
menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka”
(QS. An-Nahl 44).
“Apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa yang
dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7).
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadist merupakan penjelasan al-Quran. Sunnah
itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan demikian,
sunnah adalah menjelaskan al-Quran, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan
kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat dikategorikan
beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh Rasulullah
SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.

D. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadis


1. Pengertian Hujjah
Hujjah yaitu gelar keahlian bagi para imam yang sanggup menghapal300.000 hadist baik
matan, sanad maupun perihal perawi, seperti, keadilan,catatan, dan biografinya (riwayat
hidupnya). Muhaditsin yang mendapat gelar iniantara lain Hisyam ibn Urwah (meninggal
146 H), Abu Hudzail Muhammad ibnWalid (149 H) dan Muhammad Abdullah ibn Amr
(meninggal 242 H).Kata kerja berhujah diartikan sebagai memberi alasan-alasan
atauargumentasi yang valid dari Muhaditsin yang adil dan tidak memiliki cacat,sehinga
dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan dipertanggung jawabkan kebenarannya. Yang
dimaksud dengan kehujjahan Hadist (hujjiyah hadist) adalah keadaan Hadist yang wajib
dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al- syar‟i), sama dengan al-Qur‟an dikarenakan
adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Hadist adalah sumber hukum Islam
(pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah al-Qur‟an Bagi mereka yang telah
beriman terhadap al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Hadist juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak
kebenaran Hadist sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga
murtad hukumnya. 17Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadist karena selain
memang di perintahkan oleh al-Qur‟an juga untuk memudahkan dalam menentukan
(menghukumi)suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan

17
Hadits and Fungsi.<https://doi.org/10.5281/zenodo.2619211>.
13

di dalam al Qur‟an sebagai sumber hukum utama. Apabila hadist tidak berfungsi sebagai sumber
hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata
cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Qur‟an
dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara
terperinci justru Sunnah Rasulullah. Dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah
Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat
yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau
tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya.18

2. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadis


a. Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang
kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti RasulNya.
1) Q.S. Ali „Imran [3] : 32

Artinya : "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka


sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
2) Q.S. An-Nisa [4] : 59

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentangsesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya),jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikianitu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.
3) Q.S. Al-Hasyr [59] : 7

18
Log,cit.
14

Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa yangdilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.
4) Q.S. Al-Ma‟idah [5] : 92

Artinya : Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya)
dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
5) Q.S. An-Nur [24] : 54

Artinya : Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamuberpaling
maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankankepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yangdibebankan kepadamu. Dan jika kamu
taat kepadanya, niscaya kamu mendapatpetunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu
melainkan menyampaikan (amanatAllah) dengan terang".
b.Hadist
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan kewajiban
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping al-Qur‟an sebagai pedoman utamanya,
adalah sabdanya:

Artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya.”(HR. Malik).
15

Hadist di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-
Qur‟an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan
kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.19
c. Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadist menjadi sumber hukum kedua setelah Al-
Qur‟an. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan
segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada
yang mengingkarinya. Ulama Besar Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan
menggunakan Hadist sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini :
1) Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya. 2) Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu
bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya
tidak akan menciummu.” 3) Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan
sholat safar dalam al-Qur‟an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi
Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami
berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.” Masih banyak lagi contoh-contoh
yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah
SAW, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
d. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam
mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang datang dari Allah SWT,
baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu
dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai
suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu.
Menurut Abdul Ghoni bin Abdul Kholiq dalam bukunya Hujjiyah al-Sunnah, kehujjahan
hadist paling tidak dapat dipahami dari 7 aspek, yaitu 1) Ishamah (Keterpeliharaan Nabi dari
Kesalahan) Tugas Rasul sebagai penyampai wahyu mengharuskan beliau untuk selalu ekstra

19
Johar Arifin, „Pendekatan Ulama Hadis Dan Ulama Fiqh Dalam Menelaah Kontroversial Hadis
Pendekatan‟, Jurnal Ushuluddin, 22.2 (2014), 145–54 <http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/732/683>.
16

hati- hati dalam bertindak 2) Sikap Sahabat terhadap sunnah Sikap para sahabat yang selalu
patuh dan tunduk dengan perintah Rasulullah SAW memberikan satu indikasi akan
kebenaran apa yang dilakukan dan diucapkan oleh beliau, dan sekaligus dapat dijadikan
hujjah. 3) Al-Qur‟an Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil apa
yang dilakukan Nabi SAW. 4) Al-Sunnah Selain al-Quran, terdapat banyak pula hadist yang
menjelaskan kehujjahan al-Sunnah 5) kebutuhan al- Qur‟an terhadap al-Sunnah Al-Qur‟an
tidak akan dapat dipahami secara sempurna tanpa ada bantuan al-Sunnah 6) Realitas-Sunnah
sebagai wahyu Wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi ada yang berupa wahyu
dhohir (yang berstatus terjaga dan terpelihara dari segala bentuk kesalahan).20

E. Fungsi Hadist terhadap al-Qur’an


Al-Qur‟an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan.
al-Qur‟an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat
umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadist, sebagai sumber ajaran kedua tampil
untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur‟an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT :
Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.
An-Nahl : 44)
Dalam hubungan dengan al-Qur‟an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarat dan penjelas
dari ayat-ayat al-Qur‟an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadist dalam hubungan dengan
Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
a. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari al-Qur‟an Fungsi
hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global( bayan al mujmal), membatasi ayat
yang mutlak ( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al‟am) dan
menjelaskan ayat yang dirasa rumit ( taudhih al musykil).
Diantara contoh bayan At -Tafsir mujmal adalah seperti hadist yang menerangkan
kemujmalan ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat,
dan haji. Ayat-ayat al-Qur‟an yang menjelaskan tentang beribadah tersebut masih bersifat

20
Hadits and Fungsi.<https://doi.org/10.5281/zenodo.2619211>.
17

global atau secara garis besarnya saja. Contohnya kita diperintahkan shalat, namun al-Qur‟an
tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan
waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan sabdanya:
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadist ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur‟an tidak
menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah :“Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh [2]:
43)
b. Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta‟kid ( penegas hukum) dan bayan al- itsbat
adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur‟an.
Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al-Qur‟an. Suatu
hadist yang diriwayatkan muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut :
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah)
itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadist ini datang men-taqrir ayat al-Qur‟an di bawah ini yang artinya :“Maka barang siapa
yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh
[2]: 185)
c. Bayan Tasyri‟
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri‟ adalah menjelaskan hukum yang tidak disinggung
langsung dalam al-Qur‟an. Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid „ala Al-Kitab Al-
Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada
dalam al-Qu‟ran
d.Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-
tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah). Menurut Ulama‟ mutaqaddimin, yang
dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara‟ yang datang kemudian. Dan
pengertian tersebut menurut ulama‟ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh, dapat
dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus
ketentuan-ketentuan atau isi al-Qur‟an yang datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin
18

mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara‟ yang dapat menghapuskan ketentuan
yang telah ada, karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya
terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadist ahad ia
menolaknya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dalil Alquran dan al-Hadis, jelaslah bahwa kedudukan Hadis dalam ajaran
Islam merupakan sumber kedua setelah Alquran. Bagi mereka yang tidak menerima Hadis
sebagai sumber ajaran Islam, ini berarti kurang memahami secara baik ajaran Islam itu
sendiri. Karena, Alquran tanpa hadis sebagai penjelas, maka sulit untuk
mengimplementasikan nilai-nilai dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan hadislah
dapat dilihat dan disandarkan bagaimana praktek umat Islam menegakkan solat. Sebab,
praktek solat tidak secara rinci dijelaskan dalam Alquran, tetapi dirinci dan dicontohkan
langsung oleh Rasulullah saw yang dilihat oleh para sahabatnya. Dengan demikian Alquran
dan hadis tidak bisa dipisahkan satau sama lain dalam memahami ajaran islam secara baik.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sebagai pemakalah menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan. Dan akhir kata pemakalah meminta maaf apabila terdapat kesalahan
baik berupa sistematika penulisan maupun isi dari makalah ini

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad dan M. Mudzaki.Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2004.

Dalil-dalil Kehujjahan Hadits and D A N Fungsi, „Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran
Agama, Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran‟, 5.1 (2019), 125–
32 <https://doi.org/10.5281/zenodo.2619211>.

Johar Arifin, „Pendekatan Ulama Hadis Dan Ulama Fiqh Dalam Menelaah Kontroversial
Hadis Pendekatan‟, Jurnal Ushuluddin, 22.2 (2014), 145–54 <http://ejournal.uin
suka.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/732/683>.

Mengenal Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar, Dan Strukturnya (Sanad, Matan,


Rawi)”http://longlifeeducation-sukses.blogspot.com/2011/03/mengenal-hadits-sunnah-khabar-
atsar-dan.html di akses pada tanggal 10 April 2020.

Rofiah, Khusniatu.Studi Ilmu Hadits. Yogyakarya: STAIN PO Press. 2010.

Soetari, Endang. Ulumul Al-Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

Suganda, Ahmad. Studi Quran dan Hadist.Bandung : Pustaka Setia.2018.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.

Anda mungkin juga menyukai