Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FUNGSI HADIST MENURUT PANDANGAN PARA ULAMA

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Ulumul Hadist

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Zulkifli M M.Si, M.Pd.,

Disusun Oleh:

FATIMAH AZZAHRA

2022010101148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya

terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

makalah mata kuliah “Ulumul Hadist”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan

kepada nabi besar Muhammad SAW. yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-

Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ulumul Hadist di program studi

pendidikan agama Islam. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Hadist yang telah memberikan bimbingan

serta arahan selama proses perkuliahan mata kuliah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa

banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami

mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan-perbaikan selanjutnya. Akhir kata semoga

makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Kendari, 6 September 2023


DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2

A. Definisi Hadis Menurut Ulama............................................................... 5


B. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an........................................................... 6
BAB III PENUTUP........................................................................................... 10

A. Kesimpulan............................................................................................. 10
B. Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak
dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah
mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa
sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat
global, tidak terpirinci, dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak
muqoyyad. Seperti perintah tentang kewajiban sholat. Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan
bagaimana cara seseorang untuk mendirikan sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus
dibaca, dan apa saja syarat rukunnya.

Akan tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah
disyariatkan. Oleh karenanya, keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi
umum hadist menjadi bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam
untuk mengetahui makna yang sesungguhya. Jika umat islam mempunyai pengetahuan
yang sedikit tentang hadist, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam
dan memahami ayat-ayat al-Quran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Hadis Menurut Ulama?
2. Bagaimana Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an?
3. Apa Fungsi Hadis beserta contohnya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hadist Menurut ulama
2. Untuk mengetahui Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui Fungsi Hadist beserta contohnya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadis Menurut Ulama


Kata Hadist berasal dari kata hadist, jamaknya ahadist, hidtsan dan hudstan
Namun yang terpopuler adalah ahadist, dan lafal inilah yang sering dipakai oleh para
ulama hadist selama ini. Dari segi bahasa kata ini memiliki banyak arti. diantaranya
al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan lawan kata dari al- qadim (sesuatu yang
lama), bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita) dan al- garib (sesuatu yang
dekat).1
Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib) dan
cerita(khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala ucapan Nabi,
segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”. Akan tetapi para ulama Ushul
Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada ”Segala perkataan, segala perbuatan
dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW, yang bersangkut paut dengan hukum.2

B. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an


Secara global, sunnah sejalan dengan Al-Quran, menjelaskan yang mubham (yang
tidak jelas), merinci yang mujmal (yang umum), membatasi yang mutlak,
mengkhususkan yang umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya,
disamping membawa hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh Al-
Quran yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya yang merupakan ralisasi dari
tujuan dan sasarannya.
Imam Asy-Syatibi menjelaskan beberapa fungsi hadist terhadap Al-Quran adalah
1) Memberikan tafshil, perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih
mujmal. 2) Memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat yang masih bersifat
mutlaq. 3) Memberikan takhshish (penentuan khusus) terhadap ayat- ayat yang masih
bersifat umum. 4) Memperkuat hukum-hukum yang telah ditetapkan Al-Quran. dan 5)
Menetapkan hukum-hukum yang tidak detetapkan dalam Al-Quran.
Para ulama berbeda pendapat tentang penjelasan hadis terhadap Al-Quran.

1
Muhamad Ali and Didik Himmawan, ‘Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-Dalil Kehujjahan
Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran’, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 5.1 (2019), 125–32
<https://doi.org/10.5281/zenodo.3551298>.
2
Ali and Himmawan.
1. Menurut ulama ahl al-ra’y penjelasan hadis terhadap Al-Quran adalah sebagai
berikut:
a. Bayam Taqrir
b. Bayam tafsir
c. Bayam tabdil
2. Menurut Imam Malik bayan hadist itu terbagi menjadi lima, yaitu:
a. Bayam Taqrir
b. Bayam Tawadhih (bayam tafsir)
c. Bayam Tafshlil
d. Bayam Tabshith
e. Bayam Tasyri´
3. Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i menetapkan bahwa penjelasan hadist
terhadap Al-Quran menjadi lima, yaitu:
a. Bayam Tafshil
b. Bayam takshish
c. Bayam Ta’yin
d. Bayam Tasyri’
e. Bayam Nashk
4. Ahmad Ibnu Hambal sependapat dengan gurunya Isalm Asy-Syafi’i bukan
lebih keras lagi pendiriannya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan
pendapat Ahmad Ibnu Hambal bahwa penhelasan sunnah terhadap Al-Quran
terbagi menjadi empat:
a. Bayam ta’kid (bayam taqrir)
b. Bayam Tafsir
c. Bayam Tasyri’
d. Bayam Takhshish dab Taqyid\

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sunnah, menurut pendapat Ahmad,


dapat men-takhsir Al-Quran, mentaqyid atau menafsirkan. Ia juga berpendapat bahwa
sunnah dapat menafsirkan zhahir Al-Quran, dan hadist ahaad dapan men-takhsishis
Al-Quran. Dalam kitab Ushul al-Hadits dikatakan bahwa ada tiga fungsi sunnah
terhadap Al-Qutan:
1. Kalau ada persesuaian hadis dengan Al-Quran, maka hadis berfungsi sebagai
penguat apa yang ada di dalam Al-Quran, seperti hadis tentang perintah shalat,
zakat, keharaman riba dan sebagainya.
2. Kalau ia berfungsi menjelaskan dan menafsirkan apa yang mujmal di dalam Al-
Quran, maka hadist menjelaskan maksudnya, seperti penjelasan tata cara
shalar, jumlah rakaatnya dan waktu pelaksanaannya. Al-Quran hanya
menyebutkan waktu-waktunya secara umum. dan hadislah yang menjelaskan
tatacara pelaksanaannya.
3. Rasulullah menetapkan suatu hukum yang belum ada ketentuan nash-nya di
dalam Al-Quran, seperti keharaman memakan keledai kampung.3

Dari banyak perbedaan pendapat para ulama terpercaya tentang penjelasan hadis
terhadap Al-Quran, berikut diambil dan dijelaskan secara singkat beberapa
diantaranya:
1. Hadis sebagai Bayan Tashfil
Yang dimaksud dengan bayan tashfil di sini adalah bahwa hadist itu
menjelaskan atau memperinci kemujmalan Al-Quran. Karena Al-Quran bersifat
mujmal (global), maka agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam
keadaan bagaimanapun diperlakukan perincian. Maka dari itu diperlukan
adanya hadist atau sunnah.
Dalam Kedudukannya sumber kedua setelah Al-Quran, hadis berfungsi sebagai
pemerinci atau penafsir hal-hal yang masih disebutkan secara mujmal oleh Al-
Quran. Mujmal dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang belum jelas
dilalahnya atau masih bersifat umum dalam penunjukannya. Dengan hadis
diharapkan dapat diketahui dengan jelas maksud dan penunjukannya.
Dalam Al-Quran ada perintah melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat,
mengerjakan ibadah haji. Namun teknik operasional tidak dijumpai didalam
Al-Quran, teknik pelaksanaan tersebut dijelaskan di dalam hadis.
2. Hadis sebagai Bayan Takhshish
Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayat-ayat
yang bersifat umum. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang
menunjukan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna yang tidak
terbatas dalam satuan tertentu. Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup
3
‘Makalah_Fungsi_dasar_Hadist (1)’.
semua makna yang pantas dengan suatu ucapan saja. Misalnya lafaz al-
Muslimun (orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak laki-lakimu), dan lain-lain.
Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki yang
dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan
sebagai berikut: “Allah telah mewariskan kepadamu tentang bagian anak-
anakmu, yakni untuk laki-laki sama dengan dua bagian untuk anak
perempuan”. (QS. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak menjelaskan syarat-syarat
untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal itu dijelaskan oleh
hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus tentang kebiasaan saling
mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan agama dan tidak ada tindakan
pembunuhan di antara mereka.
3. Hadis sebagai Bayan Taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Quran dengan cara membatasi
ayat-ayat yang bersifat mutlak dengan keadaan sifat dan syarat tertentu. Istilah
mutlak maksudnya adalah hakikat dari suatu ayat yang hanya berorientasi pada
dhohirnya tanpa memiliki limitasi yang dapat membuat pagar hukum yang
sistematis. Adapun contoh hadist yang memiliki pembatasan hukum adalah:

‫ ( اَل‬: ‫لم‬FF‫ه وس‬FF‫لى هللا علي‬FF‫ َق اَل َر ُس وُل ِهَّللَا ص‬: ‫َع ْن َعاِئَش َة َر ِض َي ُهَّللَا َع ْنَها َقاَلْت‬
‫ َو الَّلْفُظ ِلُم ْس ِلم‬.‫ٍ ُتْقَطُع َيُد َس اِر ٍق ِإاَّل ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًدا ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬.

‫ ُتْقَطُع َاْلَيُد ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًدا َو ِفي ِر َو اَيٍة َأِلْح َم َد ِاْقَطُعوا‬:‫َو َلْفُظ َاْلُبَخاِر ِّي‬
‫ َو اَل َتْقَطُعوا ِفيَم ا ُهَو َأْد َنى ِم ْن َذ ِلَك‬, ‫ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر‬

“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:


"Tidak boleh dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat
dinar atau lebih." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.
Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang pencuri dipotong (jika mengambil
sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat Ahmad: "Potonglah
jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil lebih
kurang daripada itu”.
Hadist di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang
secara hukum tetap ia potong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak
dalam ayat:
٣٨ ‫م‬ٞ‫َو ٱلَّساِر ُق َو ٱلَّساِر َقُة َفٱۡق َطُع ٓو ْا َأۡي ِدَيُهَم ا َج َز ٓاَۢء ِبَم ا َك َسَبا َنَٰك اٗل ِّم َن ٱِۗهَّلل َو ٱُهَّلل َع ِز يٌز َحِكي‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.Al-
Maidah: 38).
Ayat ini menjelaskan tentang hukuman mutlak potong tangan bagi pencuri
laki-laki dan perempuan tanpa sauatu pembatas takaran curiannya. Ayat ini
mengobligasikan potong tangan secara mutlak. Maka, kemudian hadis datang
untuk membatasi hukum bahwa yang dikenakan potong tangan adalah bagi
mereka yang mencuri seperempat dinar atau lebih.
4. Hadis sebagai Bayan Ta’kid
Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-
Quran. Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua sumber
atau argumentasi, yakni Al-Quran dan sunnah. Selain itu sunnah dalam
konteks ini melengkapi sebagaian cabang-cabang hukum yang berasal dari Al-
Quran.
Dalam Al-Quran tentang puasa Ramadhan, Allah berfirman:
‫ِه ٱۡل ُق ۡر َء اُن ُه ٗد ى ِّللَّن اِس َو َبِّيَٰن ٖت ِّم َن ٱۡل ُه َد ٰى َو ٱۡل ُفۡر َق اِۚن َفَم ن َش ِهَد ِم نُك ُم ٱلَّش ۡه َر‬F‫َش ۡه ُر َر َم َض اَن ٱَّلِذٓي ُأنِز َل ِفي‬
‫ُد ِبُك ُم ٱۡل ُع ۡس َر‬FF‫ُد ٱُهَّلل ِبُك ُم ٱۡل ُيۡس َر َو اَل ُيِري‬FF‫ة ِّم ۡن َأَّي اٍم ُأَخ َۗر ُيِر ي‬ٞ ‫َفۡل َيُص ۡم ُۖه َو َم ن َك اَن َم ِريًض ا َأۡو َع َلٰى َس َفٖر َفِع َّد‬
١٨٥ ‫َو ِلُتۡك ِم ُلوْا ٱۡل ِع َّدَة َوِلُتَك ِّبُروْا ٱَهَّلل َع َلٰى َم ا َهَد ٰى ُك ۡم َو َلَع َّلُك ۡم َتۡش ُك ُروَن‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.(QS.Al-Baqarah: 185)
Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu setelah
melihat bulan itu dan bebukalah setelah melihat bulan juga” (H.R. Bukhari-
Muslim)
5. Hadis sebagai Bayan Tasyri’
Bayan tasyri’ adalah penjelasan hadist Nabi yang mendefinisikan suatu
ketetapan hukum secara independen yang tidak didapati dalam nash-nash Al-
Quran secara tekstual. Penjelasan itu muncul dengan sebab adanya
permasalahan-permasalahan yang timbul di antara masyarakat. Di sinilah
dengan tidak bertoleransi terhadap Al-Quran, numaun tetap ada bimbingan
langsung dari sang pemilik semesta, Allah SWT. Misalnya hadist Nabi:

‫و َح َّد َثِني َيْح َيى َع ْن َم اِلك َع ْن َأِبي الِّز َناِد َع ْن اَأْلْع َر ِج َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َأنَر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫َقاَل اَل ُيْج َم ُع َبْيَن اْلَم ْر َأِة َو َع َّمِتَها َو اَل َبْيَن اْلَم ْر َأِة َو َخ اَلِتَها‬

“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya dari


pihak bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan bibinya dari
pihak ibunya”. (HR. Malik No.977)[23]
Hadist di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang mempoligami
perempuan bersama dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu hukum
akan larangan itu. Dalam Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat tentang
larangan mengawini perempuan bersama dengan bibinya baik dari arah ayah
maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keterangan-keterangan tentang
dilarangnya menikahi perempuan beserta keluarganya, seperti ibu, saudara,
anak, dan sebagiannya. Disinilah hadis menjelaskan haramnya menikahi bibi
perempuan yang dinikahi tanpa berorientasi terhadap Al-Quran dalam
membuat keputusan itu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunahkan oleh
Rasulullah SAW tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan
hukum Allah juga, sebagaimana Allah berfirman:
‫َو َك َٰذ ِلَك َأۡو َح ۡي َنٓا ِإَلۡي َك ُروٗح ا ِّم ۡن َأۡم ِر َنۚا َم ا ُك نَت َت ۡد ِر ي َم ا ٱۡل ِكَٰت ُب َو اَل ٱِإۡل يَٰم ُن َو َٰل ِكن َجَع ۡل َٰن ُه ُن وٗر ا َّنۡه ِد ي ِبِهۦ َم ن‬
٥٢ ‫َّنَش ٓاُء ِم ۡن ِع َباِد َنۚا َو ِإَّنَك َلَتۡه ِدٓي ِإَلٰى ِص َٰر ٖط ُّم ۡس َتِقيٖم‬
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al
Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan
Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami
kehendaki di antara hamba-hambaKami. Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.(QS. Ash-Shura: 52)

Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunahkan oleh Rasulullah SAW
tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga,
sebagaimana Allah berfirman:

‫َت ۡد ِري َم ا ٱۡل ِكَٰت ُب َو اَل‬ ‫َو َك َٰذ ِلَك َأۡو َح ۡي َن ٓا ِإَلۡي َك ُر وٗح ا ِّم ۡن َأۡم ِرَن ۚا َم ا ُك نَت‬
‫ِعَباِد َن ۚا َو ِإَّن َك َلَتۡه ِد ٓي‬ ‫ٱِإۡل يَٰم ُن َو َٰل ِكن َج َع ۡل َٰن ُه ُنوٗر ا َّنۡه ِد ي ِبِهۦ َم ن َّنَش ٓاُء ِم ۡن‬
٥٢ ‫ِإَلٰى ِص َٰر ٖط ُّم ۡس َتِقيٖم‬
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah
Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak
pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hambaKami.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.
(QS. Ash-Shura: 52)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi dan
redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka dari itu
kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran
yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap ajaran
kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril.
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-
persoalan yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa
Rasulullah SAW. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk
mengeluarkan fatwa dan aturan lainya. Karena tidak menutup kemungkinan
perseteruan akan terjadi di masa yang akan datang berhubungan dengan hukum dalam
Al-Quran.
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara sembarangan
dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi. Penjelasan
Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa juga telah
ditafsirkan mendalam oleh para ulama.Kedudukan Hadist sebagai penjelas sanganlah
penting bagi Hukum Islam, seperti dalam bidang Ekonomi Islam

Rasulullah yang bergelar uswatun hasanah segala ucapan dan kepribaianya adalah
pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadis-hadisRasulullah
adalah mereka yang juga taat kepada Al-Quran.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritikan
dan masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah yang
sederhana ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara

https://alovieanta.wordpress.com/2017/01/31/makalah-fungsi-hadis/

https://www.academia.edu/11883185/
MAKALAH_FUNGSI_HADIST_TERHADAP_AL_QURAN

Ali, Muhamad, and Didik Himmawan, ‘Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-
Dalil Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran’, Jurnal Pendidikan Dan
Studi Islam, 5.1 (2019), 125–32 <https://doi.org/10.5281/zenodo.3551298>

‘Makalah_Fungsi_dasar_Hadist (1)’

Anda mungkin juga menyukai