Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ULUMUL HADITS

“Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam”

Dosen pengampu : Dr. H. Mukhtar M. Salam, Lc. M.A.

Disusun oleh :

1.ASSYAIFA A’YUNA PUTRI 2111305016

2. KHOIRUNNISA 2111305020

3. HESTIFA SISI 2111305032

PROGAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS


SAMARINDA

TAHUN AJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kami sampaikan kehadidrat Allah Swt. Atas izin-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tak lupa
kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad
Saw. beserta keluarganya, para sahabat, dan seluruh umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Ulumul Hadits berjudul “Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam”

Dalam makalah ini kami menguraikan tentang pengertian hadits, sunah dan
atsar lalu pengertian sanad, matan dan rawi serta kedudukan dan fungsi hadits
dalam hukum islam.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wasalamualaikum Wr. Wb.

Samarinda, Februari 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER. .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................

A. Pengertian Hadis, Sunnah, dan Atsar ................................. 3


1. Pengertian Hadis ............................................................... 3
2. Pengertian Sunnah ............................................................. 5
3. Pengertian Atsar ................................................................ 7
B. Pengertian Sanad, Matan, dan Rawi ................................... 8
1. Pengertian Sanad ............................................................... 8
2. Pengerian Matan................................................................ 9
3. Pengertian Rawi ................................................................ 10
C. Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Hukum Islam ......... 11
1. Kedudukan Hadis dalam Hukum Islam ............................ 11
2. Fungsi Hadis dalam Hukum Islam .................................... 14

BAB III PENUTUP ....................................................................................

A. Kesimpualan .......................................................................... 18
B. Saran ...................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an
yang memiliki tujuan sebagai penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an yang
bermakna universal. Segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini pastinya
memiliki aturan sebab itu sebagai umat Islam hendaknya kita mengikuti,
mengamalkan serta terus mengajarkan ajaran yang telah Rasullulah ajarkan.
Hadits merupakan salah satu sumber utama umat Islam, tetapi masih banyak
umat Islam yang tidak memahami apa itu hadits. Hadits atau yang sering
dikenal dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasullulah
atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perbuatan
ataupun ucapan dan peran hadits adalah sebagai sumber ajaran Islam yang
diakui oleh masyarakat.1
Al-Qur’an sebagai penuntun hidup manusia selama dibumi, maka untuk
mengetahui keaslian dari hadits itu maka kita perlu meneliti matan ataupun
sanadnya. Dari sisi periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-
Qur’an, semua periwayatan dalam Al-Quran dapat dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedangkan hadits ada yang mutawatir ada juga yang ahad,
sebab itu dari segi periwayatan memepunyai kedudukan sebagai qot’i Al-
wurud, sedangkan hadits nabi berkategori ahad.
Kata hadits secara bahasa diartikan “baru” lawan kata dari qadim yang
artinya “lama”, makna ini dipahami sebagai berita bahwa yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, karena pembaruan sebagai perimbangan
dalam Al-Qur’an yang sifatnya Qadim. Dengan demikian hadist mempunyai
peran yang sangat penting dan tinggi bagi umat islam sebagai sumber hukum
atau penjelasan dari sumber hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.2

1
Syuhudi Ismail, Muhammad. "Pengantar Ilmu Hadits." Bandung: Angkasa (1991).
2
Setiyanto, Danu Aris. Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran (2014).

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan pembahasan permasalahan tersebut


di atas, berikut ini dipaparkan rumusan masalah dalam makalah.

1. Apa pengertian hadis, sunnah dan atsar?


2. Apa pengertian sanad, matan dan rawi?
3. Bagaimana kedudukan dan fungsi hadis dalam hukum Islam?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini tujuan


penulisan makalah.

1. Mendeskripsikan pengertian hadis, sunnah, dan atsar.


2. Mendeskripsikan pengertian sanad, matan, dan rawi.
3. Memaparkan kedudukan dan fungsi hadis dalam hukum Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis, Sunnah, dan Atsar


1. Pengertian Hadis

Hadits adalah peninggalan yang paling berharga dari Rasulullah Saw.


Seperti yang dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muwatta’ Malik
yang artinya ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda “saya meninggalkan
kalian dua hal, yang jika dijadikan pegangan tidak akan tersesat, kedua hal
itu adalah Alquran dan Sunnah (Hadis).”’

Dari hadis tersebut, kita dapat mengetahui para ulama menjadikan


Alquran dan Hadis sebagai sumber ajaran Islam dalam berbagai bidang
termasuk hukum dan lainnya. Karena itulah segala sesuatu dalam ajaran Islam
harus sesuai dengan Alquran dan Hadis.

Sebelum membahas tentang pengertian Hadis secara terminologi, terlebih


dahulu membahas tentang pengertian Hadis secara etimologi. Hadis menurut
etimologi memliki beberapa arti:

a. lawannya al-Qadim (terdahulu). Segala kalam


selain kalam Allah bersifat hadits (baru), sedangkan kalam Allah
bersifat qadim (terdahulu).

b. . Para
perawi yang menyampaikan periwayatannya jika disambung sanad-
nya selalu menggunakan ungkapan: memberitahukan kepada kami,
mengabarkan kepada kami, dan menceritakan kepada kami.

Menurut Abu Al-Baqa’, hadis (hadits) adalah kata benda (isim) dari kata
al-ikhbar = pemberitaan, kemudian menjadi ternim suatu perkataan,
perbuatan, dan persetujuan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.

3
Dari segi terminologi, banyak para ahli hadis (muhadditsin) memberikan
definisi yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama. Salah satunya
Mahmud Ath-Thahan (guru besar Hadis di Fakultas Syari’ah dan Dirasah
Islamiyah di Universitas Kuwait) mendefinisikan:

Sesuatu yang datang dari Nabi Saw, baik berupa perkataan atau
perbuatan dan atau persetujuan.3

Dapat disimpulkan bahwa hadis mempunyai 3 komponen, yaitu:

1) Hadis Perkataan, disebut hadis qawli, misal sabda beliau:

Jika dua orang muslim bertemu dengan pedangnya, maka pembunuh


dan yang terbunuh di dalam neraka. (HR. Al-Bukhari)
2) Hadis Perbuatan, disebut hadis fi’il misalnya sholatnya beliau, haji,
perang, dan lain-lain.
3) Hadis Persetujuan, disebut hadis taqriri, yaitu suatu perbuatan atau
perkataan yang diperbuat sahat dan disetujuai oleh Nabi. Misalnya,
Nabi diam ketika melihat bibi Ibnu Abbas menyuguhi beliau dalam
satu nampan berisi minyak samin, mentega, dan daging binatang
dhabb (semacam biyawak tapi bukan biyawak). Beliau makan
sebagian dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil
daging dhabb karena jijik. Seandainya haram, tentunya daging
tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. Al-Bukhari)

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini gambaran denah komponen


dalam hadis:

3
Ath-Thahan, TasyirMushthalah Al-Hadits …, hlm. 15danAmr bin Abdul Mun’im, TaysirUlumul Al-
Hadits …, hlm. 12.

4
Di antara ulama ada yang memasukkan pada definisi hadis sifat (washfi),
sejarah (tarikhi), dan cita-cita (hammi). Hadis sifat (washfi), baik sifat fisik
(khalqiyah) maupun sifat perangai (khuluqiyah). Sifat fisik seperti tinggi
badan, warna kulit, rambut Nabi, dan lain-lain. Sedangkan sifat perangai
mencakup akhlak beliau. Sejarah hidup beliau juga masuk ke dalam hadis,
baik itu sebelum menjadi Rasul maupun setelahnya. Para ulama Shafi’iyah
juga memasukkan apa yang dicita-citakan Rasulullah ke bagian dari sunnah,
sekalipun itu baru rencana dan belum terlaksana karena beliau telah berpulag
ke rahmatullah.4

2. Pengertian Sunnah

Sunnah menurut bahasa (lughat) adalah: (1) jalan hidup yang ditempuh
seseorang, baik yang terpuji ataupun yang tercela, (2) suatu tradisi yang biasa
dilakukan, walaupun tradisi tersebut tidak baik. Bentuk jamak dari kata
Sunnah adalah Sunah.5 Setiap orang yang memulai suatu perbuatan kemudian
perbuatan itu dinamakan Sunnah. Sebenarnya banyak sabda Nabi Saw. yang
menggunakan kata Sunnah, baik secara langsung ataupun menggunakan kata
yang diambil dari akar kata Sunnah (tashrifnya) dan semuanya bermakna
jalan hidup yang ditempuh seseorang. (Muhammad ‘Ajaj al-Khuththabi,
1989:17)

4
Abdul Majid Khon, UlumulHadis, hlm. 5.
5
Lihaturaian kata sananadalamLisan al-ArabidanQumus al-Muhith.

5
Sunnah ditujukan terhadap pelaksanaan ajaran yang ditempuh atau
praktik yang dilaksanakan oleh Rasul Saw. dalam perjalanan hidupnya karena
sunnah secara bahasa berarti al-thariqah, yaitu jalan (jalan kehidupan).

Sunnah menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para


ulama, di antaranya sebagai berikut:

a. Ulama Hadis (Muhaddisin)

Segala perkataan Nabi Saw., perbuatannya, dan segala tingkah


lakuknya.6

Sunnah dalam pengertian Ulama Hadis di atas adalah karena mereka


memandang Rasul Saw. sebagai panutan atau contoh teladan bagi
manusia dalam kehidupan ini, seperti yang dijelaskan Allah Swt. di
dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 21 bahwa pada diri Rasulullah
Saw. itu adalah uswatun hasanah bagi umat Islam. Sunnah menurut
ulama hadis lebih bersifat umum, yaitu meliputi segala sesuatu yang
yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun, baik itu berkaitan dengan
hukum atau tidak.

b. Ulama Ushul Fiqih (Ushuliyun)

Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw. yang bukan


Alquran, baik berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang
patut dijadikan dalil hukum syara’.7

Sunnah dalam pengertian Ulama Ushul Fiqih di atas adalah karena


mereka mandang Rasulullah sebagi Syari’, yaitu yang merumuskan

6
An-Nabawi, TadribAr-Rawi, hlm. 5.
7
Ahmad umarHasyim, As-Sunnah An-Nabawiyah …, hlm. 17.

6
tentang hukum-hukum dalam kehidupan ini, dan memberikan kaidah-
kaidah hukum untuk dipergunakan dan dipedomani kleak oleh para
mujtahid dalam merumuskan hukum setelah beliau. Sunnah menurut
ulama ushul fiqih dibatasi pada hal-hal yang bersifat hukum saja dan
tidak berkaitan dengan hukum mubahat seperti makan , minum,
duduk, berdiri, jongkok, dan lain-lain tidak termasuk sunnah.

c. Ulama Fiqih (Fuqaha’)

Suatau ketetan yang datang dari Rasulullah Saw. dan tidak termasuk
kategori fardhu dan wajib, maka ia menurut mereka adalah sifat
syara’ yang menuntut pekerjaan, tetapi tidak wajib dan tidak disiksa
bagi yang meninggalkannya.

Sunnah dalam pengertian Ulama Fiqih di atas adalah karena sasaran


pembahan mereka ialah hukum syara’ yang berhubungan dengan
perbuatan mukalaf yang terdiri atas: mandi wajib, mandub (sunnah),
karahah, dan mubah.8 Sunnah menurut ulama fiqih dilihat dari segi
hukum sesuatu yang datang adari Nabi, tetapi hukumnya tidak wajib;
diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak disiksa bagi yang
meninggalkannya.

3. Pengertian Atsar

Dari segi bahasa, astar diartikan (peninggalan atau


bekas sesuatu), maksudnya peninggalan atau bekas Nabi karena hadis ini

peninggalan beliau. Atau diartikan (yang dipindahkan dari Nabi),

8
Mushthafa al-Siba’, Al-SunnahwaMakanatuha fi Tasyri’ al-Islami, hlm. 61.

7
seperti kalimat: dari kata atsar, artinya doa yang disumberkan
dari Nabi.9 Sedangkan menurut istilah ada dua pendapat:
a. Atsar adalah sinonim dari Hadis, yaitu segala sesuatu yang berasal
dari Nabi Saw.
b. Atsar berbeda dengan Hadis. Menurut pendapat kedua ini adalah:

Sesuatu yang datang dari selain Nabi Saw. dan para sahabat, tabi’in,
dan atau orang-orang setelahnya.
Atsar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan
tabi’in baik berupa perkataan ataupun perbuatan.

Rangkuman Perbedaan Hadis dan Sinonimnya


Hadis dan Sandaran Aspek dan Sifatnya
Sinonimnya Spesifikasinya
Hadis Nabi Perkataan (qawli), Lebih khusus dan
perbuatan (fi’il), sekalipun
persetujuan (taqriri) dilakukan sekali
Sunnah Nabi dan Perbuatan (fi’il) Menjadi tradisi
sahabat
Atsar Sahabat dan Perkataan (qawli), Umum
tabi’in perbuatan (fi’il)

B. Pengertian Sanad, Matan dan Rawi


1. Pengertian Sanad

Secara etimologi kata sanad sudah menjadi bahasa yang bukan asing
yaitu berarti sandaran atau tempat bersandar atau sesudah sesuatu yang dapat
dipegangi atau dipercaya. Bentuk jamak sanad adalah asnad atau sanadat

9
Abdul Majid Khon, UlumulHadis, hlm. 11 .

8
yang berarti jalan. Sehingga bagi ahli hadis mendefinisikan secara singkat
dengan jalan yang menyampaikan kepada matan hadist. Sementara menurut
istilah ilmu hadist sendiri, sanad tersebut dapat diartikan dengan rangkaian
urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan
hadist atau sunnah sampai kepada Nabi Muhammad Saw.

Adapun contoh dari sanad hadist yaitu :

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah berkata,telah


menggambarkan kepada kami Malik dari Yahya bin Said dari Muhammad
bin Ibrahim dari Al Qamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Semua perbuatan tergantung
niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan;
barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasulnya , maka hijrahnya
adalah kepada Allah dan Rasulnya . Barangsiapa niat hijrahnya karena
dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan “ (HR. Al-
Bukhari)

2. Pengertian Matan

Matan secara etimologi dapat diartikan dengan membelah dan


mengeluarkan. Sementara secara istilah diartikan dengan ‘perkataan
disebutkan pada ujung atau akhir dari ada sanad yang berisi dari pesan yang
hendak disampaikan atau ucapan dari pada Rasulullah SAW.

9
Adapun contoh dari pada matan yaitu:

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah berkata,


“Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Yahya bin Said dari
Muhammad bin Ibrahim dari Al Qamah bin Waqash dari Umar, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Semua perbuatan
tergantung niatnya, dan (balasan)bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang
diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasulnya maka
hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasulnya. Barangsiapa niat hijrahnya
karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang
ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR.
Al-Bukhari)

Kata yang bergaris bawah titik-titik diatas adalah merupakan matan dari
pada hadist tersebut atau isi dari ucapan Rasulullah Saw. yang letaknya
adalah pada ujung sanad.

3. Pengertian Rawi

Rawi adalah orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada
orang lain atau membukukannya ke dalam kitab hadist. Rawi pertama adalah
seorang sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukan, seperti
Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ibnu Hiban,
Ahmad, dan sebagainya. Sementara seorang rawi harus memenuhi beberapa
syarat diantaranya adalah:

a. Adil yaitu muslim, baligh, tidak pernah melakukan dosa besar dan
tidak pula sering melakukan dosa-dosa kecil.

10
b. Dhabit yaitu memiliki kekuatan hafalan yang sangat kuat dan mampu
memelihara kitab hadis dari pada gurunya sebaik-baiknya, sehingga
tidak ada perubahan di dalamnya.

C. Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Hukum Islam


1. Kedudukan Hadits dalam Hukum Islam
Umat muslim setuju bahwa hadits Rasul merupakan sumber dan dasar
hukum islam setelah Al-Qur’an, umat Islam diwajibkan mengikuti hadits
sebagaimanan diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Prilaku dan kondisi yang
hadir pada diri Nabi Muhammad dipersiapkan sebagai sistem etika universal.
Sebab sistem etika tersebut tidak lepas dari kerangka etika Al-Quran.
Pernyataan ini di dukung oleh Aisyah r.a. dalam salah satu riwayat yang
disampaikan, bahwa prilaku (akhlak) Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an. Al-
Qur’an merupakan undang-undang yang memuat pokok-pokok dan kaidah
yang mendasar bagi umat Islam, yang mencakup bidang akidah, akhlak,
muamalah, dan adab sopan santun.10
Dengan demikian, Hadits merupakan mubayyin (penjelas) bagi Al-
Qur’an yang karenanya, siapapun tidak akan dapat memahami Al-Qur’an
tanpa memahami dan menguasai hadits. Begitu juga halnya dengan Hadits
tanpa memahami Al-Qur’an maka akan kehilangan arah, karena Al-Qur’an
merupakan landasan dasar hukum Islam yang berisi garis besar syariat Islam.
Uraian di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan hadits dalam
hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik dalil aqli maupun dalil
naqli.
a. Dalil Al-Qur’an
Dalam ayat Al-Quran banyak dalil yang menerangkan tentang
kewajiban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang
disampaikan atupun diucapkan oleh Rasullulah kepada umatnya untuk

10
Nurdin, H. Boy, and MH SH. Kedudukan dan fungsi hakim dalam penegakan hukum di
Indonesia. Penerbit Alumni, 2021.

11
dijadikan pedoman hidup, contohnya dalam Al-Qur’an surah An-Nisa
ayat 59, yang berbunyi :

”Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Allah memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasullulah, dan
juga menganjurkan agar senantiasa menaati segala bentuk peraturan-
peraturan yang di ajarkan oleh Rasullulah Saw. baik berupa perintah
ataupun larangannya.11 Mentaati dan patuhlah terhadap perintah dan
larangan yang telah di ajarkan oleh Rasullulah Saw.
b. Dalil Hadits
Selain dalil yang berasal dari Al-Qur’an, kedudukan hadits juga dapat
kita lihat melalui hadits Nabi Saw, yang tentang menjadikan hadits
sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur’an sebagai pedoman
utamnya.

Rasulullah bersabda, “Aku tingalkan kepadamu sekalian dua perkara.


Apabila kamu perpegang teguh kepada dua perkara tersebut niscaya
kamu tidak akan tersesat selamanya. Kedua perkara tersebut, yaitu
Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul (Hadis).” (HR. Malik)

11
Nurdin, H. Boy, and MH SH. Kedudukan dan fungsi hakim dalam penegakan hukum di
Indonesia. Penerbit Alumni, 2021.

12
Hadits di atas menunjukkann bahwa kita harus berpegang teguh
kepada hadits sebagai pegangan dalam berpedoman dikehidupan dan
ini adalah suatu kewajiban sebagaiman wajibnya kita berpegang teguh
kepada Al-Qur’an.
c. Dalil dari Ijima’
Umat Islam sepakat menjadikan Hadits sebagai salah satu dasar
hukum Islam karena sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah.
Kesepakatan ii telah terjadi sejak jaman Rasullah masih hidup hingga
saat ini dan masih terus di hafal serta diajarkan dan disebarluaskan ke
generasi selanjutnya.
Salah satu contoh peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan
menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, yaitu pada saat
Umar berada di depan Hajar Aswad, ia berkata “Saya tau engkau
hanya sebuah batu, seandinya Rasullulah tidak menciummu, saya
tidak akan menciummu”. Masih banyak contohnya apa yang
disampaikan dan diserukan niscahya akan diikuti oleh umatnya.
d. Sesuai dengan Petunjuk Akal
Tugas kerasulan Nabi Muhammad Saw. diakui dan diterima oleh umat
Islam. Oleh karena itu, segala aturan dan undang-undang beserta
insiatif beliau, baik yang semata-mata berdasarkan hasil ijtihad
maupun berdasarkan tuntunan ilham, dianggap sebagai sumber hukum
dan tindakan. Selain itu, untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw.
secara logis umatnya harus mematuhi dan mengamalkan semua aturan
yang diturunkan olehnya.12
Oleh karena itu, ternyata hadis merupakan salah satu sumber hukum
dan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an.

12
Nurdin, H. Boy, and MH SH. Kedudukan dan fungsi hakim dalam penegakan hukum di
Indonesia. Penerbit Alumni, 2021.

13
2. Fungsi Hadits dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Pemilihan hadits sebagai sumber kedua ini ditunjukkan oleh tiga hal
yaitu, Al-Qur’an sendiri, kesepaktaan para Ijima’ dan petunjuk akal sehat.
Berlakunya hadits sebagai sumber kedua hukum setelah Al-Qur’an diperkuat
dengan kenyataan bahwa hanya Al-Qur’an yang memberikan garis-garis
besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih
lanjut, untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Imam Ahmad
pun berpendapat bahwa seseorang tidak mungkin dapat memahami Al-Qu’an
tanpa petunjuk hadits.
Fungsi Hadits dalam Al-Qur’an sebagai bayan itu dipahami oleh para
ulama sebagai berikut:13
a. Bayan Taqrir adalah hadits yang berfungsi menetapkan dan
mengokohkan apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an , sehingga
maknanya jelas dan tidak dipertanyakan lagi. Ayat yang di taqrir
oleh hadis tentu saja sudah pasti jelas maknanya hanya saja
memerlukan penegasan agar kaum mukmin tidak salah dalam
menyimpulkan maknanya. Contohnya pada firman Allah Swt:

Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadlan maka hendaklah


shaum. (Q.S. Al-Baqarah :185)

Ditegaskan oleh Rasulullah SAW :

Puasalah kalian karena melihat tanda awal bulan Ramadhan


dan berbukalah kalian karena melihat tanda awal bulan
Syawal. (HR. Muslim)

13
Fikri, Hamdani Khairul. "Fungsi Hadits terhadap Al-Quran." Tasamuh 12.2 (2015): 178-188.

14
Hadits diatas dikatakan sebagai bayan taqrir terhadap ayat Al-
Qur’an karena memiliki makna yang sama dengan Al-Qur’an
hanya lebih tegas ditinjau dari bahasa ataupun hukumnya.

b. Bayan Tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat


yang maknanya universal atau mengkhususkan ayat yang maknanya
umum. Bayan tafsir terdiri dari:
1) Tafshil Al-Mujamal adalah hadits yang merinci ayat-ayat Al-
Qur’an yang maknanya masih universal.
Contoh tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-Qur`ân
yang langsung memerintah shalat, tapi tidak dirinci
bagaimana cara mengerjakan sholat tersebut, berapa raka’at
yang harus dilakukan, serta apa yang harus dibaca pada setiap
gerakan. Rasulullah Saw dengan sunnahnya
memperagakan shalat secara rinci, hingga beliau bersabda:

Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang


shalat. (HR. Jama’ah)
2) Tabyin al-Musytarak rmenjelaskan ayat Al-Qur’an yang
mengandung kalimat bermakna ganda.
Contoh firman Allah SWT :

“Wanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah


selama tiga quru.” (Q.S. Al-Baqarah: 228)

Perkataan Quru adalah bentuk jama dari Qar’in. Dalam


bahasa Arab antara satu suku bangsa dengan yang lain

15
ada perbedaan pengertian Qar’in. Ada yang mengartikan suci
ada pula yang mengarti-kan masa haidl. Mana yang paling
tepat perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:

Thalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali


haidl. (HR. Abu Dawud, Al-Turmudzi, dan Al-Daruquthni)

Dalam ketentuan hukum, hamba sahaya itu berlaku setengah


dari orang merdeka. Jika hadits ini menetapkan dua kali
haidl, maka menurut sebagian pendapat, perkataan haidlatani
dari Qar`in yang musytarak, sehingga kesimpulannya bahwa
wanita yangdicerai itu idahnya tiga kali haid.

3) Takhshish Al-am adalah sunnah yang mengkhususkan atau


mengecualikan ayat yang bermakna universal.
Contoh firman Allah Swt.

“Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi.” (Q.S.


Al-Maidah :3)

Dalam ayat itu tidak ada terkecuali, semua bangkai dan darah
diharamkan untuk dimakan. Sunnah Rasulullah mentakhshish
atau mengecualikan darah dan bangkai tertentu. Sabda
Rasullulah Saw:

16
Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua
macam darah. Yang dimaksud dua macam bangkai adalah
bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan yang dimaksud
dua macam darah adalah ati dan limpa. (H.R. Ahmad, Ibnu
Majah dan al-Bayhaqi)

c. Bayan Tabdila adalah mengganti hukum yang telah lewat


keberlakuannya. Dalam istilah lain dikenal dengan nama nasih wa al
mansuh. Banyak ulama yang berbeda pendapat tentang keberadaan
hadits atau sunnah mendetail Al-Qur’an. Namun pada dasarnya bukan
berbeda dalam menyimpulkan hukum, melainkan hanya terletak paada
penetapan istilahnya saja. Contoh sunnah yang dianggap Bayan Tabdil
oleh pendapat yang mengakuinya adalah pada bab pertaniian. Dalam
Al-Qur’an tidak ada penerangan tentang batasan nisab zakat
melainkan segala penghasilan wajib di keluarkan Zakatnya.
Sedangkan dalam sunnah Rasullulah bersabda :

Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima
wasak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi yang telah dipaparkan di atas, kesimpulan pengertian-
pengertian; (1) hadis adalah perkataan, perbuatan, ketetapan, dan persetujuan
Rasulullah yang dijadikan landasan syariat Isalam, (2) sunnah mengacu
kepada sikap, tindakan, ucapan, dan cara atau perjuangan Rasulullah dan
sahabat dalam menjalani hidupnya, (3) atsar adalah perkataan dan perbuatan
para sahabat dan tabi’in, (4) sanad adalah sandaran penyampai hadis, (5)
matan adalah isi teks hadis, dan (6) rawi adalah pengumgpul hadis.
Kedudukan hadis dalam hukum Islam begitu penting karena hadis
merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Sedangkan, fungsi
hadis dalam hukum Islam yaitu; 1) memperjelas isi Alquran, 2) menafsirkan
isi Alquran, dan 3) memberi kepastian hukum Islam yang tidak ada di
Alquran.
B. Saran
Sebagaimana yang telah dikemukakann di latar belakang masalah bahwa
hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, maka untuk
mengetahui keasliannya kita perlu meneliti matan ataupun sanadnya. Banyak
kita temukan dalam kitab ataupun buku-buku agama mengutip hadis tanpa
menyebutkan secara lengkap sanad hadisnya, baik itu dari Masyarakat bahkan
di Pesantren. Hal ini seharusnya membuat kita bisa menumbuhkan semangat
untuk lebih menelaah pada hadis-hadis tersebut, untuk menyajikan materi-
materi agama dengan dalil yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Diharapkan minat untuk meneliti hadis semakin tumbuh pada diri
akademisi dengan keberadaan perangkat penelitian yang menunjang, seperti
software-software hadis dan kitab-kitab digital.

18
Daftar Pustaka

Arifin, Tajul. 2014. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press.

Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul Hadis. Jakarta Pusat: PT. Mutiara Sumber Widya.

Fikri, Hamdani Khairul. 2015. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an. Mataram:


IAIN Mataram
Nurdin, Boy. 2012. Kedudukan dan Fungsi Hakim dalam Penegakan Hukum di
Indonesia. Bandung: P.T. Alumni
Syakur, Mahlail. 2009. ‘Ulum al-Hadits Kajian Mushthalah dan Sejarah. Kudus:
MASEIFA Jendela Ilmu.
Hasaddieq, Hasby. 1998. Pokok -Pokok Ilmu Dirayah Hadist Jilid I. Jakarta:
Bulan Bintang.
Marhumah. 2014. Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode, dan
Contoh. Yogyakarta: SUKA-Press.
Mudasir. 1999. Ilmu Hadist. Bandung: Pustaka Setia.
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadis. Bogor: Ghalia Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai