Disusun oleh:
SAFIUDDIN
20230402022021
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Studi Islam Komprehenshif,
Dan kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan orang lain.
Penyusun
SAFIUDDIN
20230402022021
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 22
B. Saran ……………………………………..……………….. 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alquran sebagai kalâm Allah (firman Allah) mencakup segala aspek persoalan
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya, sesama manusia dan alam
semesta yang merupakan persoalan mendasar dalam setiap kehidupan manusia. Alquran
sebagai kitab suci umat Islam sangat kaya dengan pesan-pesan yang mengandung nilai-
nilai pendidikan. Sedangkan Hadits bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan
Rasulullah SAW dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat
manusia yang benar-benar membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk
manusia dalam mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung
kehidupan dan pemikiran Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan
pemikiran yang lebih kongkret mengenai penerapan berbagai aktivitas yang mesti
dikembangkan dalam kerangka hidup dan kehidupan umat manusia. Sebelum berbicara
tentang pengertian, jenis, dan perkembangan ilmu hadits, terlebih dahulu akan dijelaskan
Ilmu hadits muncul sejak masa Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat
terhadap hadits atau sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi berikutnya
seperti Tabi’in, Tabi’ Tabi’in, dan generasi setelah Tabi’in. Mereka memelihara hadits
tetapi, di samping gerakan pembinaan hadits tersebut, timbul pula kelompok minoritas
atau secara individual berdusta membuat hadits yang disebut dengan hadits mawdhû’
(hadits palsu). Maksudnya menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi, kemudian
pernah mengalami kesimpang siuran di tengah jalan, sekalipun hanya minoritas saja.
Oleh karena itu, para ulama bangkit mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan
meletakkan dasar kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang ketat bagi seorang yang
meriwayatkan hadits yang nantinya ilmu ini disebut ilmu hadits. Meskipun makalah ini
1
2
tidak bisa memuat hal-hal yang berkaitan dengan pengantar dan sejarah perkembangan
ilmu hadits secara menyeluruh, tapi paling tidak makalah ini cukup mampu untuk
permasalahan di atas dalam makalah ini kami berusaha mencoba menjelaskan pengertian
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini adalah :
C. Tujuan Penulisan
Selain itu juga penulisan makalah ini bertujuan sebagai bahan diskusi dan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru – lawan dari
al Qodim (lama) – artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat (orang yang baru masuk/memeluk agama Islam). Hadis juga sering disebut al-khabar,
yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain, sama maknanya dengan hadis. Sedangkan menurut istilah (terminology), para ahli
memberikan definisi (ta'rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.
Seperti pengertian Hadits menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan
oleh ahli hadis. Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah: "Segala perkataan Nabi, perbuatan,
dan hal ihwalnya." Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya. Ada juga yang memberi pengertian lain: "Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak
terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu') saja. Melainkan termasuk
juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi'in (hadis maqta'),
sebagaimana disebutkan oleh Al-Tirmisi: "Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu
yang marfu', yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., melainkan bisa juga untuk
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah "Segala perkataan Nabi SAW,
perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan ketetapannya".
Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun
disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti ahli ushul
membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan
hadis adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh
3
4
Muhammad SAW. sebagai Rasulullah. Inipun, menurut mereka harus berupa ucapan dan
merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai
hadis. Dengan demikian, pengertian hadis menurut ahli ushul lebih sempit disbanding
dengan hadis menurut ahli hadis. Hadits juga memiliki istilah lain yang memiliki
pengertian sama menurut beberapa ulama hadis yaitu Khabar dan Atsar
1. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah,
antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits sama
artinya dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu'. Mauquf, dan maqthu',
mencakup segala yang datang dari Nabi SAW., sahabat dan tabi'in, baik perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya. Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang
datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut hadis. Ada juga
yang mengatakan bahwa hadis lebih umumdan lebih luas daripada khabar, sehingga tiap
hadis dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadis. Hadits marfu’
(hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW), hadits mauquf (hadits yabg disandarkan hanya
kepada sahabat Nabi SAW) dan hadits maqthu’ (hadits yang disandarkan hanya kepada tab'in)
bisa disebut dengan khabar. Dan oleh karena itu pula ada yang berpendapat bahwa khabar
adalah segala bentuk berita (warta) yang diterima bukan dari nabi SAW saja.
2. Pengertian Atsar
Atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadis, dan sunnah,
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat di antara pendapat para ulama.
Sedangkan menurut istilah: umhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar,
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi'in. Sedangkan menurut
ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu'.
5
كان اكثر دعاء الّنبّي صّلى هللا عليه وسّلم: وعن انس رضي هللا عنه قال
الّلهّم آتنا فى الّد نيا حسنة و فى اآلخرة حسنة وقنا عذاب الّنار (متفق عليه
Dari Anas r.a, ia berkata : doa nabi SAW yang paling banyak (dibaca) adalah “wahai Allah,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
Di kalangan jumhur ulama umumnya berpendapat bahwa hadis, khabar, dan atsar
tidak ada perbedaannya atau sama saja pengertiannya, yaitu segala sesuatu yang dinukilkan
dari Rasululloh SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan, baik semuanya itu dilakukan sewaktu- waktu saja, maupun lebih sering dan
banyak diikuti oleh para sahabat. Di kalangan para ulama, terdapat pula perbedaan pendapat
di sekitar istilah hadis, khabar, dan atsar. Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa
hadis dan khabar mempunyai pengertian yang sama, yaitu berita baik yang berasal dari Nabi,
sahabat, maupun tabi’in. Berita yang berasal dari Nabi mereka sebut hadis marfu’, berita
yang berasal dari sahabat mereka sebut hadis mauquf , dan berita yang berasal dari tabi’in
mereka sebut hadis maqtu'. Lanjutnya ada pula yang berpendapat bahwa khabar cakupannya
lebih umum daripada hadis. khabar mencangkup segala berita yang berasal dari Nabi
sahabat, maupun tabi’in. Sedangkan hadis, cakupannya hanya sesuatu yang berasal dari Nabi
saja. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa atsar cakupannya lebih luas daripada
khabar. Atsar meliputi segala yang datang dari Nabi dan selainnya, sedangkan khabar
B. Bentuk-Bentuk Hadits
mendetail bentuk – bentuk (cara-cara) yang termasuk kedalam kategori hadis menurut
2. Perbuatan dan akhlak Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat;
3. Sikap dan perbuatan para sahabat yang didiamkan/dibiarkan Nabi SAW. (disebut juga dengan
taqrir an-nabiy);
4. Timbulnya beragam pendapat sahabat di hadapan Nabi SAW. lalu beliau mengemukakan
6. Firman Allah selain al-Qur'an yang disampaikan oleh Nabi SAW. yang biasa disebut dengan
hadis qudsy;
7. Surat-surat Nabi SAW. yang dikirimkan kepada para sahabat yang bertugas di daerah-daerah
Sebagaimana dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa Hadits mencakup segala
perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh karena itu, pada bahasan ini akan diuraikan
1. Hadits Qouli
Yang dimaksud dengan Hadits Qouli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi
SAW. yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara', peristiwa,
dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari'ah, akhlak, maupun yang lainnya. Di
antara contoh Hadits Qouli ialah Hadits tentang do'a Rosul SAW. yang ditujukan kepada
َفَو َع اها َو َح ِفَظها: – َنَّض َر ُهللا اْمَر ءًا َسِمَع ِم َّنا َحِد ْيثًا َفَح ِفَظُه – وفي لفٍظ
َو ُرَّب حاِم ِل ِفْقٍه َلْيَس ِبَفِقْيٍه، َفُرَّب حاِم ِل ِفْقٍه إَلى َم ْن ُهَو َأْفَقُه ِم ْنُه،َح َّتى ُيَبِّلَغ ُه
"Semoga Allah member kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku
kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang
Contoh lain Hadits tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, yang berbunyi:
2. Hadits Fi'li
Dimaksudkan dengan hadits Fi'li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW
berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti Hadits tenta shalat dan haji. Contoh
Hadits Fi'li tentang shalat adalah sabda Nabi SAW. yang berbunyi:
َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم وِني ُأَص ِّلي: َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم
Rasulullah berkata "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat". (HR.
Bukhari)
– – َر َأْيُت َر ُسوَل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم: َو َع ْن َعاِم ِر ْبِن َر ِبيَع َة – رضي هللا عنه – َقاَل
ُيَص ِّلي َع َلى َر اِح َلِتِه َح ْيُث َتَو َّج َهْت ِبِه
"Nabi SAW shalat diatas tunggangannya, ke mana saja tunggangannya itu menghadap". (HR.
Al=Tirmidzi)
َفِإَذ ا َأَر اَد َأْن ُيَص ِّلَي،َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن ُيَص ِّلي َع َلى َر اِح َلِتِه َنْح َو اْلَم ْش ِرِق
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW salat di atas kendaraannya
menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau shalat wajib, beliau turun dan shalat
3. Hadits Taqriri
Yang dimaksud dengan hadits taqriri adalah segala hadits yang berupa ketetapan Nabi
SAW. terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai
pelakunya maupun perbuatannya. Diantara contoh Hadits Taqriri, ialah sikap Rasul SAW.
ُكَّنا َنْش َتِري الَّطَع اَم ِم َن الُّر ْك َباِن ِج َز اًفا َفَنَهاَنا َر ُسْو ُل: َع ِن ْبِن ُع َم َر َرِض َي ُهللا َع ْنُهَم ا َقاَل
ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأْن َنِبْيَع ُه َح َّتى َنْنُقَلُه ِم ْن َم َك اِنِه
“Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara taksiran, maka Rasulullah melarang
kami menjual lagi sampai kami memindahkannya dari tempat belinya.” (HR. Muslim: 1526)
tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat 'Asar pada waktunya. Sedang
segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju
Bani
Quraizah dan jangan santai dalam peperangan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya.
Sikap para sahabai ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada yang disalahkan atau
diingkarinya.
4. Hadis Hammi
Yang dimaksud dengan hadis hammi adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW.
yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 'Asyura. Dalam riwayat
ِح يَن َص اَم َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َي ْو َم: َعْبَد ِهَّللا ْبَن َع َّباٍس َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َيُقواُل
َعاُشوَر اَء َو َأَم َر ِبِص َياِمِه َقاُلوا َيا َر ُس وَل ِهَّللا ِإَّنُه َيْو ٌم ُتَعِّظُم ُه اْلَيُهوُد َو الَّنَص اَر ى َفَقاَل َرُس وُل ِهَّللا
َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفِإَذ ا َك اَن اْلَعاُم اْلُم ْقِبُل ِإْن َشاَء ُهَّللا ُص ْم َنا اْلَيْو َم الَّتاِس َع َقاَل َفَلْم َي ْأِت اْلَع اُم
اْلُم ْقِبُل َح َّتى ُتُو ِّفَي َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
" Ketika Nabi SAW. berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk
berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW, bersabda: Tahun yang akan datang insya' Allah aku akan
Nabi SAW, belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum
sampai bulan 'Asyura. Menurut Imam Syafi'I da para pengikutnya, bahwa menjalankan hadis
. 5. Hadis Ahwali
Yang dimaksud dengan hadis ahwali ialah hadis yang berupa hal ihwal Nabi SAW.
yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. Tentang keadaan fisik Nabi
SAW. dalam beberapa hadis disebutkan, bahwa fisiknya tidak terlalu tinggi dan tidak
pendek, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Barra' dalam sebuah hadis riwayat Bukhari,
sebagai berikut:
وال بالقصير، ليس بالطويل البائن، وأحسنهم خلقا،كان النبى ﷺ أحسن الناس وجها
"Rasul SAW. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak
C. Macam-Macam Hadits
Ditnjau dari segi perawinya, hadits terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.
1. Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari
kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastkan di antara mereka tidak
bersepakat dusta. Contohnya adalah hadits yang berbunyi: Artinya: “Dari Abu Hurairah ra.
bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka
2. Hadits Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang
tidak mencapai derajat mutawatr, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian
banyak tabi’in sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadits jenis ini adalah hadits
yang artnya, “Orang Islam adalah orang-orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah
3. Hadits Ahad
Hadits ahad adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang
perawi, sehingga tidak mencapai derajat mutawatr. Dilihat dari segi kualitas orang yang
meriwayatkannya (perawi), hadits dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
10
a. Hadits sahih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya,
tajam penelitannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan
tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadits ini dijadikan
b. Hadits hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat
hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama sepert
hadits sahih, hadits ini dijadikan sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.
c. Hadits da’if, yaitu hadits yang tidak memenuhi kualitas hadits sahih dan hadits hasan.
Para ulama mengatakan bahwa hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, tetapi
d. Hadits Maudu’, yaitu hadits yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadits
palsu. Dikatakan hadits padahal sama sekali bukan hadits. Hadits ini jelas tidak dapat
Fungsi hadits terhadap al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai
berikut.
1. Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum Contohnya adalah ayat al-
Qur’anyang memerintahkan salat. Perintah salat dalam al-Qur’an masih bersifat umum
sehingga diperjelas dengan hadits-hadits Rasulullah saw. tentang salat, baik tentang tata
caranya maupun jumlah bilangan raka’at-nya. Untuk menjelaskan perintah salat tersebut,
2. Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’an Seperti dalam al-Qur’an terdapat ayat
Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang berbunyi, “... berpuasalah
karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’an Misal, dalam Q.S. at-
Taubah/9:34 dikatakan, “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak
pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadits yang berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan
zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakat.” (H.R. Baihaqi)
4. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an Maksudnya adalah bahwa
jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’an, diambil dari hadits yang
perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah saw.:
Artnya: “Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang seseorang
ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R.
Bukhari)
E. Ulumul Hadist
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya:
‘ulumul al-hadist). ‘ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata
‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan
al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-
hadist mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW”.
Pada mulanya, Ilmu hadist memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing
berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist Nabi Saw dan para perawinya, seperti Ilmu al-
Hadist al-Shahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma wa al-kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-
ilmu hadist secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat persial tersebut disebut dengan Ulumul Hadist, karena
masing-masing membicarakan tentang Hadist dan para perawinya. Akan tetapi, pada masa
berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta
selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang
sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul
Hadist, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak Ulumul
Hadist, setelah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah
terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama – beberapa ilmu yang
terpisah – menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits adalah hadits Riwayah
dan Dirayah. Ilmu Hadits Riwayah ialah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan)
perkataan Nabi Muhammad saw dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan
penguraian lafadz-lafadznya. Inti dari ilmu ini memang membahas tentang pemindahan
riwayat, penukilan riwayat, baik secara lisan maupun tulisan. Kitab Kuning yang banyak
dan Hasyiyah atau Ta’liqat. Syarah atau interpretasi hadis banyak ditulis oleh para ulama
yang muncul sekarang, dalam bentuk buku atau kitab dengan bahasa yang beraneka macam.
Perintis pertama ilmu hadis Riwayah ini adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat
Sedangkan Ilmu Hadis Dirayah ialah ilmu yang membahas tentang seperangkat
kaidah atau teori mengenai Sanad Hadis (mata rantai periwayatan) berdasarkan penelitian
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in,
mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-
Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat
mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka
berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa saja mereka
menyampaikan hadits. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari
persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat,
Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah
Perawi) adalah ilmu yang diketaui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi
tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan
keadaan mereka.
13
Adalah ilmu yang sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan sanad (apakah
Hadis Muttashil
Hadis yang muttashil yaitu hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang
bersambung dari awal hingga akhir sanadnya. Yang dimaksud bersambung adalah
tiap perawinya mendengar hadis tersebut dari orang yang diatasnya demikian hingga
Dalam definisi diatas yang perlu digaris bawahi adalah kata ‘hingga akhir
sanad’. Ungkapan ini menunjukkan bahwa hadis muttashil bisa marfu’ bisa juga
mauquf bahkan bisa juga maqthu’. Jika sanadnya berakhir pada nabi maka
dimakamkan marfu’, jika berakhir pada sahabat maka disebut mauquf, dan jika
Musnad
Hadis musnad adalah hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang bersambung
hingga sampai pada Nabi SAW. Ungkapan terakhir ini ‘ sampai pada Nabi ‘ menjadi
syarat dalam hadis musnad. Dengan kata lain, hadis musnad adalah hadis yang
bersambung dan marfu’, dan jika tidak dikatakan musnad jika tida marfu’. Inilah
yang membedakan musnad dengan muttashil. Setiap musnad pasti muttashil, namun
tidak semua uttashil itu musnad. Musnad juga berarti kitab yang berisikan hadis-
hadis yang bersanad dan disusun oleh penyusunnya berdasarkan nama sahabat (rawi
Hadis Munqothi’
Adalah hadis yang sanadnya terputus, maksud dari sanad yang terputus
adalah bila dalam periwayatan terdapat perowi yang gugur dari rentetan sanad.
Gugurnya perowi dalam sanad dapat berbeda-beda tempatnya. Ada yang gugur di
awal, di tengah, atau di akhir. Bisa juga terjadi di beberapa tempat secara berurutan
Secara bahasa, Al-Jarh adalah ism masdhar yang berarti luka yang mengalirkan
Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang dapat menjatuhkan
At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seseorang perawi dengan sifat yang
Secara bahasa, Al-‘Adlu adalah apa yang lurus dalam jiwa, lawan dari durhaka, dan
seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima, dan At-ta’dil artinya mensucikannya
dan membersihkannya.
Menurut istilah, Al ‘Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa yang
dapat merusak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima beritanya dan
ke’adalahannya, dan diterima beritanya. Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil yaitu ilmu yang
menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang
penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus
Oleh karena itu sebagian ulama menamai ilmu ini dengan ilmu musykilul Hadits,
ada juga yang menamainya ilmu Ikhtilaful hadits, ilmu Ta’wilul Hadits dan ilmu
kemusykilannya.
‘Ilal adalah jamak dari ‘illah, artinya penyakit. ‘Illah menurut istilah ahli hadits
adalah suatu sebab yang tersembunnyi yang dapat mengurangi status keshahihan hadits
15
padahal zhahirnya tidak nampak ada cacat. Ilmu ‘Illal hadits yaitu ilmu yang membahas
(menyandarkan kepada Nabi SAW) hadits yang mauquf(tidak sampai kepada Nabi SAW
atau terhenti pada sahabat), memasukkan suatu hadits kedalam hadits lain,
6. Ilmu Gharibul-Hadits
hadits yang sulit lagi sukar difahami disebabkan karena jarang sekali digunakan. Dari
ta’rif (definisi) diatas, nyata bagi kita bahwa obyek dari ilmu gharibul hadits adalah
kata-kata yang musykil (sukar) dan susunan kalimat yang sulit difahami maksudnya. Hal
ini dimaksudkan agar orang tidak menafsirkan secara menduga-duga dan mentaqlidi
dihapus atau dihilangkan. Menurut ulama ushul Naskh adalah penghapusan oleh syari’
(pembuat hukum dalam hal ini adalah Allah dan Rasul-Nya SAW) terhadap suatu
Ilmu nasikh dan mansukh hadits yaitu ilmu yang membahas Hadits-hadits yang
bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadits yang satu
menghapus (menasikh) hukum Hadits yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut
mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu
Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadits ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada
hadits yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang
Ilmu musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya. Obyeknya
adalah sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya. Manfaat ilmu ini adalah
Sesuai dengan perkembangan hadits, ilmu hadits selalu mengiringinya sejak masa
Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Ilmu hadits
muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadits yang disertai dengan tingginya
perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka.
Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadits berkembang sedemikian rupa seiring
Pada masa Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadits tidak ada
persoalan karena jika menghadapi suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah mereka
langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya atau menemui sahabat lain
yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya. Setelah itu, barulah mereka menerima dan
mengamalkan hadits tersebut. Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu
hadits, tetapi para peneliti hadits memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan
hadits Rasulullah S.A.W. Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6 “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Demikian juga dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 282 “Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki di antara. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.” Ayat-ayat di atas berarti perintah
memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita yang datang dibawa seorang fasik yang tidak adil.
Tidak semua berita yang dibawa seseorang dapat diterima sebelum diperiksa siapa
Jika pembawanya orang yang jujur, adil, dan dapat dipercaya maka diterima. Akan
tetapi sebaliknya, jika pembawa berita itu orang fasik, tidak objektif, pembohong dan lain-
lain, maka tidak diterima karena akan menimpakan musibah terhadap orang lain yang
menyebabkan penyesalan dan merugikan. Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat
sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits karena konsentrasi mereka kepada Alquran
yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar tahap awal, khalifah Abu Bakar tidak mau
menerima suatu hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang tersebut mampu
mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya. Dan masa
Utsman tahap kedua, masa ini terkenal dengan masa taqlîl ar-riwayâh (pembatasan
periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadits kecuali disertai dengan saksi dan
bersumpah bahwa hadits yang ia riwayatkan benar-benar dari Rasulullah SAW. Para sahabat
merupakan rujukan yang utama bagi dasar ilmu riwayah hadits. Yakni, karena hadits pada
masa Rasulullah SAW merupakan suatu ilmu yang didengar dan didapatkan langsung dari
beliau.
Maka setelah beliau wafat hadits di sampaikan oleh para sahabat kepada generasi
berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian sesuai dengan daya hafal mereka masing-
masing. Para sahabat juga telah meletakkan pedoman periwayatan hadits untuk memastikan
keabsahan suatu hadits. Mereka juga berbicara tentang para rijal-nya, hal ini mereka tempuh
supaya dapat diketahui hadits makbul untuk diamalkan dan hadits yang mardud untuk
ditinggalkan.
Pada masa awal Islam belum diperlukan sanad dalam periwayatan hadits karena
orangnya masih jujur-jujur dan saling mempercayai satu dengan yang lain. Akan tetapi,
setelah terjadinya konflik fisik (fitnah) antar elite politik, yaitu antara pendukung Ali dan
Mu’awiyah dan umat berpecah menjadi beberapa sekte; Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur
Muslimin. Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan hadits (hadits mawdhû’) dari
masingmasing sekte dalam rangka mencari dukungan politik dari masa yang lebih luas.
Melihat kondisi seperti hal di atas para ulama bangkit membendung hadits dari pemalsuan
dengan berbagai cara, di antaranya rihlah checking kebenaran hadits dan mempersyaratkan
kepada siapa saja yang mengaku mendapat hadits harus disertai dengan sanad. Sebagaimana
ungkapan ulama hadits ketika dihadapan suatu periwayatan: Sebutkan kepada kami para
pembawa beritamu. Ibnu AlMubarak berkata: Isnad/sanad bagian dari agama, jikalau tidak
18
ada isnad sungguh sembarang orang akan berkata apa yang dikehendaki. Keharusan sanad
dalam penyertaan periwayatan hadits tidak diterima, tuntutan yang sangat kuat ketika Ibnu
Asy-Syihab Az-Zuhri menghimpun hadits dari para ulama di atas lembaran kodifikasi.
disertai sanad. Pada periode Tabi’in, penelitian dan kritik matan semakin berkembang
semakin pesat ketika ahli hadits membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan
perawi hadits kuat atau tidak (dhâbit), bagaimana metode penerimaan dan penyampaiaan
(thammul wa adâ), hadits yang kontra bersifat menghapus (nâsikh dan mansûkh) atau
kompromi, kalimat hadits yang sulit dipahami (gharîb al-hadîts), dan lain-lain. Akan tetapi,
aktivitas seperti itu dalam perkembangannya baru berjalan secara lisan (syafawî) dari mulut
ke mulut dan tidak tertulis. Ketika pada pertengahan abad kedua Hijriyah sampai abad
ketiga Hijriyah, ilmu hadits mulai di tulis dan dikodifikasi dalam bentuk yang sederhana,
belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih campur dengan ilmu-ilmu
lain atau berbagai buku atau berdiri secara terpisah. Tetapi pada dasarnya, penulisan hadits
baru dimulai pada abad kedua Hijriyah. Imam Syafi’i adalah ulama pertama yang
mewariskan terori-teori ilmu haditsnya secara tertulis sebagaimana terdapat dalam karyanya.
Misalnya ilmu hadits bercampur dengan ilmu ushul fiqih, seperti dalam kitab Ar-
Risâlah yang ditulis oleh Asy-Syafi’i, atau campur dengan fiqih seperti kitab Al-Umm. Dan
solusi hadits-hadits yang kontra dengan diberi nama Ikhtilâf Al-Hadîts karya Asy-Syafi’I
(w. 204 H). Hanya saja, teori ilmu haditsnya tidak terhimpun dalam pembahasan kitab Ar-
Risâlah dan kitab Al-Umm. Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi hadits yang
disebut pada masa kejayaan atau keemasan hadits, yaitu pada abad ketiga Hijriyah,
perkembangan penulisan ilmu hadits juga pesat, karena perkembangan keduannya secara
beriringan. Namun, penulisan ilmu hadits masih terpisahpisah, belum menyatu dan menjadi
Mushthafa As-Siba’I mengatakan orang pertama kali menulis ilmu hadits adalah Ali
bin Al-Madani, syaikhnya Al-Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi. Dr. Ahmad Umar Hasyim
juga menyatakan bahwa orang pertama yang menulis ilmu hadits adalah Ali bin Al-Madani
dan permasalahannya sebagaimana yang ditulis oleh Al-Bukhari dan Muslim.. Di antara
19
kitab-kitab ilmu hadits pada abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadîts, yaitu Ikhtilâf Al-
Hadîts karya Ali bin Al-Madani, dan ta’wîl Mukhtalif Al-Hadîts karya Ibnu Qutaibah (w.
276 H). Kedua kitab tersebut ditulis untuk menjawab tantangan dari serangan kelompok
teolog yang sedang berkembang pada masa itu, terutama dari golongan Mu’tazilah dan ahli
bid’ah.
Di antara ulama ada yang menulis ilmu hadits pada mukadimah bukunya seperti
Imam Muslim dalam kitab Shahîh-nya dan At-Tirmidzi pada akhir kitab Jâmi’-nya. Diantara
mereka Al-Bukhari menulis tiga Târîkh, yaitu AtTârîkh Al-Kabîr, At-Târîkh AlAwsâth dan
menulis Al-Asmâ’ wa Al-Kunâ dan KitâbAt-Tawârikh, dan Muhammad bin Sa’ad menulis
Ath-Thabaqât Al-Kubrâ. Dan di antara mereka ada yang menulis secara khusus tentang
periwayat yang lemah seperti Ad-Dhu’afâ’ ditulis oleh Al-Bukhari dan Ad-Dhu’afâ’ ditulis
oleh An-Nasa’i, dan lain-lain. Banyak sekali kitab-kitab ilmu hadits yang ditulis oleh para
ulama abad ke-3 Hijriyah ini, namun buku-buku tersebut belum berdiri sendiri sebagai ilmu
Perkembangan ilmu hadits mencapai puncak kematangan dan berdiri sendiri pada
abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang
berkembang pada abad-abad sebelumnya secara terpisah dan berserakan. Al-Qadhi Abu
Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (w. 360 H) adalah
orang yang pertama kali memunculkan ilmu hadits yang berdiri sendiri dalam karyanya Al-
Muhaddits Al-Fâshil bain Ar-Râwî wa Al-Wâî. Akan tetapi, tentunya tidak mencakup
AnNaisaburi (w. 405 H) yang menulis Ma’rifah “ulûm Al-Hadîts tetapi kurang sistematik,
Al-Khathib Abu Bakar Al-Baghdadi (w. 364 H) yang menulis Al-Jâmi li Adâb Asy-Syaikh
(taqrir) dan sifat, keadaan, himmah dan lain-lain yang diidhafatkan kepada Nabi SAW.
Salah satu ruang lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah al-ihwal hadits dalam
criteria qauliyah, fi’liyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah Nabi itu sendiri. Pada
2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi Muhammad
SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang memberitahukan
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan, perbuatan
atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau tabi’in, yang
4. Rijalul Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke absahannya
dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di sebut sebagai
Ruang lingkup pembahasan mengenai Hadits harus juga sampai pada penelaahan
mengenai aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang lingkup
pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya meliputi ilmu
Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadits Riwayah ini
ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun obyek ilmu Hadits Dirayah terutama ilmu
musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan para perawi, keadaan sanad dan keadaan
marwi (matan)-nya.
Banyak sekali faedah dan manfaat yang diperoleh dalam mempelajari ilmu hadits,
Demikian juga dapat mengenal nilai-nilai dan kriteria hadits; mana hadits dan mana
yang bukan hadits. 2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam
dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits sehingga dapat
menyimpulkan mana hadits yang diterima dan mana hadits yang ditolak.
2. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima
3. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadits, baik dirâyah maupun riwâyah yang mempunyai
Islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangantangan kotor yang tidak
bertanggung jawab. Seaindainya terjadi hal tersebut, mereka pun dapat mengungkap
4. Mengetahui hadits yang shahîh, hasan, dha’îf, muttashil, mursal, munqati’, mu’dal,
maqlûb, masyhûr, gharîb, ‘azîz mutawâtir, dan lain-lain. Demikian pentingnya ilmu
hadits untuk dipelajari bagi semua umat Islam, terutama bagi yang ingin mempelajari
ilmu agama secara dalam sehingga tidak goyah dalam menghadapi goyangan iman
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun
ketetapannya. Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya
dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala
sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama
pula dengan khabar, hadits, dan sunnah. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan
pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan
khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan
menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu
Hadits mencakup segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh karena itu,
pada bahasan ini akan diuraikan tentang bentuk Hadits Qouli, Fi'li, Taqriri, Hammi, dan
Ahwali.
ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam
bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadist di
kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
adalah sebagai berikut: Ilmu Rijalul Hadits, Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits, lmu al-Jarh wa al-
Ta`dil, Ilmu Mukhtalif al-Hadits, Ilmu `Ilalil Hadits, Ilmu Gharibul-Hadits, Ilmu Nasikh dan
Mansukh Hadits, Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits), Ilmu
Mushthalah Hadits
B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, pembaca diharapkan lebih banyak
membaca buku-buku tentang Pengertian Hadits, Khobar, dan Atsar, sehingga lebih banyak
menambah ilmu dan wawasan tentang pengertian tersebut, Kritik dan saran juga kami
harapkan dari pembaca, untuk membuat makalah-makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Kitab Pakaian. Bab Perhiasan yang ditampakkan oleh wanita.
CD. Ensiklopedia Hadis Kitab Sembilan Imam. t.t: Lidw Pustaka i-Software, t.th
Al-Azdi, Sulaiman bbin al-Asy’asy Abu al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz IV t.t: Dar al-Fikr,
t.th
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail. al-Jami’ al-Sahih, Juz I Cet. III; Beirut: Dar
Ibn Kasir, 1987 M
Al-Dimasyqi, Abu al-Fida’ Isma’il ibn Kasir ibn al-Qursyi. Tafsir Al-Qur’an alAzim, Juz VI Cet.
II ;Dar Tayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999 M
Al-Hamawi, Musyrifah. Menjadi Wanita Seindah Bidadari Surga: Tips dan Trik Menjadi
Muslimh Cerdas, Yogyakarta: Araska, 2020
Al-Suyuti, Abd al-Rahman al-Kamal Jamal al-Din. al-Dur al-Mansur. Beirut : Dar al-Fikr. 1993.
Al-Safadi, Abu al-Safa Salah al-Din Khalil ibn ‘Izz al-Din Ubaik ibn ‘Abdullah alAlbaki, Al-
Syu’ur bi al-Ur, Juz1 1. Cet. I; al-Urdun: Dar ‘Imar, 1997 M
Al-Tabari, Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Kasir ibn Galib al-Amili Abu Ja’far, Jami’ al-
Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Juz 20, Cet. I; Beirut: Muassasah alRisalah, 1420 H/2000 M
An-Nawawi, Imam. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, Jakarta: Dar alSunnah. 2014
A.R, Anton. The Miracle of Jilbab (Hikmah Cantik & Sehat), Jakarta; Shahara Digital
Publishing, 2020
Asy-Syayi’, Khalid bin Abdurrahman. Bidadari Dunia Potret Ideal Wanita Muslim. Jakarta :
Qultum Media. 2005
Abdllah ibn Baz, Taharatuhu, Abd al-Aziz ibn, Ahka Salah al-Marid wa Juz 1 cet. I; al-
Su’udiyyah: wazarah al-Syu’un al-Islamiyyah wa al-Aufaq wa alDa’wah wa al-Irsyad,
1422 H