SECARA KONTEKSTUAL
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah
“Studi Hadis”
Oleh :
(NIM. H03218013)
Dosen Pengampu :
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
BAB I
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
D. Manfaat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
A. Pengertian Hadis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
B. Latar Belakang Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Hadis . . . . . . . . . . . . . . 3
BAB III
PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
A. Takhrij Hadis HR. Bukhari No. 5240 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
B. Pemahaman Hadis HR. Bukhari No. 5240 secara kontekstual . . . . . . . . . . . . . . 11
BAB IV
PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
DAFTAR PUSAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun dalam segi pemahaman, hadis dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pemahaman secara tekstual dan pemahaman secara kontekstual. Pada makalah
1
ini akan menjelaskan atau memaparkan bagaimana memahami hadis secara
konstekstual.
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana cara memahami hadis secara kontekstual?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui cara memahami hadis secara kontekstual.
D. Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara memahami hadis secara kontekstual.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Hadis
Hadits adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi Muhammad SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun ihwal nabi. Sebagai
dasar hukum kedua setelah Al-Qur’an bagi umat Islam, maka hadits penting untuk
dijaga dan dimurnikan dari segala pemalsuan [4]. Beberapa sebab terjadinya
pemalsuan antara lain karena munculnya perpecahan umat yag sudah terasa pada
masa-masa akhir kepemimpinan Khulafa Ar-rasyidi ke-4 (Ali bin Abi Thalib r.a),
sehingga para ulama dikalangan sahabat berusaha menjaga hadits dengan serius
melalui berbagai cara. Salah satu caranya yaitu dengan perlawatan ke berbagai
daerah Islam (rihlah Islamiah) untuk mengecek kebenaran hadits yang sampai
kepada mereka baik dari segi matan maupun sanad. Karena ketersebaran itu,
muncullah berbagai hadits yang datang dari berbagai sumber periwayatan.
Hadis atau sunnah dengan sifatnya yang zhannî al-wurûd, seringkali mendapat
sorotan tajam bahkan sebagai bahan eksperimen “operasi bedah” terhadap kesucian
agama yang pada akhirnya pengingkaran atas otentisitas hadis atau sunnah. Sebagai
contoh, Ignas Goldziher dan Joseph Schacht10 menyatakan bahwa sunnah
merupakan kesinambungan dari adat istiadat pra-Islam ditambah dengan aktivitas
pemikiran bebas para pakar hukum Islam awal. Selanjutnya mereka menyatakan
hadis hanyalah produk kreasi kaum muslimin belakangan, mengingat kodifikasi
hadis baru dilakukan beberapa abad sepeninggal Rasulullah saw.1
Secara faktual terdapat perbedaan mendasar antara hadis dan al-Quran. Al-
Qur‟an secara redaksional, disusun oleh Allah swt., malaikat Jibril sebagai
penyambung lidah sampai pada Muhammad, kemudian Muhammad
menyampaikan kepada umatnya dan umatnya langsung menghafal dan menulisnya.
Kemukjizatan al-Qur‟an adalah tidak akan mengalami perubahan sepanjang zaman,
1
Jalaluddin Rahmat, Bunga Rampai Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 2000), 224-35.
3
bahkan Allah sendiri telah menjamin akan keotentikannya. Atas dasar itulah, wahyu
Allah digolongkan sebagai qath‛î al-tsubût.1
Hal lain yang menjadi permasalahan yang mengemuka dari sisi internal diri
Muhammad sebagai figur Rasul akhir zamn adalah secara otomatis ajaran-
ajarannya berlaku sepanjang zaman, sementara hadis sendiri turun dalam kisaran
tempat dan kondisi tertentu, sebatas yang sempat dijelajahi Rasulullah saw. Di
samping itu, tidak semua hadis secara eksplisit mempunyai asbâb al-wurûd untuk
diketahui status hadis bersifat âmm atau khâsh. Dengan demikian hadis perlu
dipahami secara tekstual maupun kontekstual.2
Memahami hadis secara tepat dan proporsional perlu diketahui posisi dan
fungsi Rasulullah saat hadis diutarakan. Apakah posisi Muhammad sebagai seorang
Nabi, Rasul, kepala pemerintah, hakim, panglima perang, suami, atau manusia
biasa?, karena posisi atau peran yang dimainkan, menjadi acuan untuk memahami
hadis agar tetap shâlih li kulli zamân wa makân.3
1
M. Quraish Shihab, “Hubungan Hadis dan Al-Qur‟an”, http:// www.media.isnet.org.Hadis.html;
diakses tanggal 20 April 2007
2
Suryadi, “Rekonstruksi…,139.
3
Ibid., 140.
4
Lihat, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 458.
4
mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada hubungan dengan
suatu kejadian. Kedua arti itu dapat digunakan untuk memahami hadis.
Pemahaman kontekstual atas hadis menurut Edi Safri adalah memahami hadis-
hadis Rasulullah dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan
peristiwa atau situasi yang melatarbelakangi munculnya, atau dengan kata lain,
memperhatikan dan mengkaji konteksnya.1 Dengan demikian, asbâb al-wurûd
dalam kajian kontekstual merupakan bagian yang paling penting. Hal kajian yang
lebih luas tentang pemahaman kontekstual tidak hanya terbatas pada asbâb al-
wurûd dalam arti khusus seperti yang biasa dipahami, tetapi lebih luas dari itu
meliputi konteks historis-sosiologis di mana asbâb al-wurûd merupakan bagian
darinya.
1
Edi Safri, Al-Imam al-Syafi‟i: Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif, Tesis (Fakultas
Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1990), 160.
2
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta:
Paramadina, 1996), 214
5
waktunya di dalam perjalanan. Sedang sebagian lainnya memahami secara tesktual
shalat Ashar di perkampungan Banî Quraydhah meski pun hari telah gelap.1
Umar bin Khathab, ketika tidak mengikuti praktek Rasul membagikan tanah
hasil rampasan perang. Ia tidak membagikan tanah taklukan Irak kepada para
tentaranya, melainkan justru membiarkannya di tangan para pemiliknya dengan
catatan mereka harus membayar upeti. Hal itu tampaknya Umar sangat jeli melihat
dua konteks yang berbeda. Pembagian tanah Khaibar oleh Rasulullah di masa
permulaan Islam merupakan kemaslahatan pada saat itu. Tetapi pada masanya,
kemaslahatan ada dengan tidak dibagikannya tanah tersebut.2
1
Lihat, Shahîh al-Bukhârî, hadis no. 2117, 4122, 2813. Lihat Shahîh Muslim, hadis no. 1771.
Lihat Sunan Abû Dâwud, hadis no. 3101. Lihat Sunan Nasa‟i, hadis no. 710. Lihat pula, Musnad
Imâm Ahmad, hadis no. 2472.
2
Nurcholish Madjid, “Pertimbangan Kemaslahatan dalam Menangkap Makna dan Semangat
Ketentuan Keagamaan”, dalam Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1988), 12-27.
3
Muhammad ibn Idrîs al-Syâfi‛î, Ikhtilâf al-Hadîts (Beirut: Dâr al-Kutub al-‛Ilmiyyah, 1986),
164.
6
al-Umm dan al-Risâlah dengan hadis-hadis yang bertolak belakang. Usaha-usaha
yang demikian itu telah menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya untuk
meneruskan dan mengembangkan metode ini, sebagaimana Yusuf al-Qardhawi,
Muhammad al-Ghazâlî, banyak menulis tentang metode pemahaman ini.
1
Afif Muhammad, “Kritik Matan: Menuju Pendekatan Kontekstual Atas Hadis Nabi saw.”, Jurnal
al-Hikmah, no. 5 (Maret-Juni 1992), 25.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
b. Sanad Hadis
i. Jalur 1
9
c. Hasil Takhrij
1
“Rumah-rumah adalah suatu nikmat yang harus disyukuri dan upaya membangunnya adalah
termasuk kebiasaan dan ibadah sekaligus”.
2
“Dan ingatlah olehmu waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa)
sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-
tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan”.
10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara garis besar, ada dua tipologi pemahaman ulama atas hadis:
pertama, pemahaman atas hadis Nabi tanpa mempedulikan proses sejarah
yang melahirkannya “ahistoris”, tipologi ini disebut tekstualis; kedua,
pemahaman kritis dengan mempertimbangkan asal-usul (asbâb al-wurûd)
hadis, dan konteks yang mengitarinya, pemahaman hadis dengan cara yang
demikian, disebut kontekstual.
Menurut Muhammad al-Ghazali, jika peradaban hanya ingin
memahami hadis secara tekstual maka peradaban tidak akan bisa maju.
Memahami hadis juga perlu dengan cara konstektual agar tidak ada
kesalahan dalam penafsiran, dan
11
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad ibn Idrîs al-Syâfi‛î, Ikhtilâf al-Hadîts (Beirut: Dâr al-Kutub al-
‛Ilmiyyah, 1986).
12
`
13