Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ILMU HADIS
DOSEN PENGAMPU: Dr. Alkadri, M.Ag

DISUSUN OLEH:
JESNITA(203.2019.003)

SEMESTER III (TIGA)


FAKULTAS DAKWAH DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDIN
SAMBAS
TAHUN 2020 M/1442 H 
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanyalah milik Allah Swt. Karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga makalah mata kuliah Ilmu Hadis dengan tema Ilmu Hadis dapat
selesai sesuai waktu yang ditentukan, dengan harapan makalah yang kami buat
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Terutama kepada dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Hadis, Bapak Dr. Alkadri, M.Ag, dan teman-teman yang
mendukung atas terselesainya penulisan makalah ini.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
tentunya kami sebagai penulis menyadari makalah yang kami buat masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu mohon teguran, saran yang membangun dan kritik demi
kesempurnaan.Demikian, semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat
untuk kita semua.

Sambas,  4 Desember 2020

     Penulis
 
 
 
 
 
 

 
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………… i
Daftar Isi………………………………………………………………. ii
Pendahuluan…........................................................................................ 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………....... 2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………. 2

Pembahasan…………………………………………………………… 3

A. Sejarah Kesultanan Delhi ………………..…………………… 3


B. Sejarah Kesultanan Mughal di Lipia...…….............................. 3

Penutup……………………………………………………….............. 9
A. Kesimpulan………………………………………………….......... 9

Daftar Pustaka………………………………………………………… 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman kalsik (650-1250). Dalam
sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa
ini telah hidup ulama besar, yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir,
hadits, fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan
lainnya. Berdasarkan bukti histories ini menggambarka bahwa periwayatan dan
perkembangan pengetahuan hadits berjalan seiirng dengan perkembangan
pengetahuan lainnya.
Menatap prespektif keilmuan hadis, sungguh pun ajaran hadis telah ikut
mendorong kemajuan umat Islam. Sebab hadits Nabi, sebagaimana halnya Al-
Qur’an telah memerintahkan orang-orang beriman  menuntut pengetahuan.
Dengan demikian prespektif keilmuan hadits, justru menyebabkan kemajuan umat
Islam. Bahkan suatu kenyataan yang tidak boleh luput dari perhatian, adalah
sebab-sebab dimana al-Qur’an diturunkan.
Bertolak dari kenyataan ini, Prof. A. Mukti Ali menyebutkan sebagai
metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, ajaran atau kejadian dengan
melihatnya  sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan mutlak dengan
waktu, temapat, kebudayaan, golongan dan lingkungan dimana kepercayaan,
ajaran dan kejadian itu muncul. Dalam dunia pengetahuan tentang agama Islam,
sebenarnya benih metode sosio-historis telah ada pengikutsertaan
pengetahuan asbab al nuul (sebab-sebab wahyu diturunakan) untuk memahami al-
Qur’an, dan asbab al-wurud (sebab-sebab hadits diucapkan) untuk memahami al-
Sunnah. Meskipun asbab al-Nuzul dan asbab al –Wurud terbatas pada peristiwa
dan pertanyaan yang mendahului nuzul (turun) Al-Qur’an
dan wurud (disampaikannya) hadits, tetapi kenyataannya justru tercipta suasana
keilmuan pada hadits Nabi SAW. Tak heran jika pada saat ini muncul berbagai
ilmu hadits serta cabang-cabangnya untuk memahami hadits Nabi, sehingga As-
Sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua dapat dipahami serta diamalkan
oleh umat Islam sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasu dalam struktur hadis?
2. Berikan salah satu contoh teks hadis secara lengkap!
3. Bagaimana cara untuk menilai kualitas sebuah hadis (Shahih, hasan, dhaif,
dan maudhu’), dan apa manfaatnya bagi umat islam masa kini?
4. Bagaimana cara untuk menentukan kuantis sebuah hadis, dan apa
manfaatnya bagi umat islam masa kini?

C. Tujuan
1. Mengetahui struktur hadis.
2. Mengetahui salah satu contoh teks hadis secara lengkap
3. Mengetahui cara untuk menilai kualitas sebuah hadis (Shahih, hasan,
dhaif, dan maudhu’), dan apa manfaatnya bagi umat islam masa kini.
4. Mengetahui cara untuk menentukan kuantis sebuah hadis , dan apa
manfaatnya bagi umat islam masa kini.

BAB II
1 Assa’idi,Sa’adullah.1996.Hadis-hadis Sekte.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.hal.11
PEMBAHASAN

A. Struktur Hadis
Untuk mengenali “Struktur Hadits” terlebih dahulu kita harus mengenal
apa itu SANAD, MATAN, dan RAWI.
1. Sanad
a. Pengertian
Sanad menurut bahasa artinya sandaran atau sesuatu yang
dijadikan sebagai sandaran, dikatakan demikian karena suatu hadis
bersandar kepadanya . Sedangkan pengertian sanad menurut istilah ilmu
hadis, banyak ulama yang mengemukakannya, diantaranya ialah:
1) As Suyuti dalam bukunya Tadrib ar Rawi, hal 41 , menulis:
‫االخبار عن طريق المتن‬
“Berita tentang jalan matan”
2) Mahmud at Tahhan, mengemukakan sanad adalah :
‫سلسلة الرجال الموسلة الى المتن‬
“Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan sampai
kepada matan hadis.”
Dalam bidang ilmu hadis sanad itu merupakan salah satu
neraca yang menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadis. Jika para
pembawa hadis tersebut orang-orang yang cakap dan cukup
persyaratan, yakni adil, taqwa, tidak fasik, menjaga kehormatan diri,
dan mempunyai daya ingat yang kuat, sanadnya bersambung dari
satu periwayat kepada periwayat lain sampai kepada sumber berita
pertama, maka hadisnya dinilai shahih. Begitupun sebaliknya,
andaikan salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang
tertuduh dusta atau setiap para pembawa berita dalam mata rantai
sanad tidak bertemu langsung (muttashil), maka hadis tersebut dhaif
sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

2. Contoh Sanad
‫حدثنا عبدهللا بن يوسف قال اخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبيربن‬
‫ هللا صلى هللا عليه و سلم قرآ فى المغرب‬o‫ سمعت رسول‬: ‫مطعم عن ابيه قال‬
)‫(رواه البخارى‬o‫الطور‬
Artinya:
“Memberitakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata;
memberitakan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad
bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya berkata: “aku mendengar
Rasulallah SAW membaca surah Ath-Thur pada salat maghrib.” (HR.
Al-Bukhori).
Dari contoh hadis di atas jika diteliti, maka yang dimaksud
dengan sanad adalah dimulai dari haddatsana Abdullah bin Yusuf
hingga pada lafadz ‘An biihi qaala, yang menyambungkan kepada
Rasulullah SAW. Agar lebih jelas berikut ini diterangkan dalam
bentuk denah periwayatan hadits di atas .

2. Matan
a. Pengertian
Kata matan menurut bahasa berarti ‫ما ارتفع وصلب من االرض‬
yang berarti tanah yang tinggi dan keras,namun ada pula yang
mengartikan kata matan dengan arti kekerasan, kekuatan, kesangatan.
sedangkan arti matan menurut istilah ada banyak pendapat yang
dikemukakan para ahli dibidangnya, diantaranya:
1) Menurut Muhammad At Tahhan
‫ اليه السند من الكالم‬o‫ماينتهى‬
“suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”

2) Menurut Ath Thibbi


‫الفاظ الحديث التى تتقومبها معانى‬
“lafadz hadis yang dengan lafadz itu terbentuk makna”
Jadi pada dasarnya sanad itu ialah berupa isi pokok dari sebuah
hadis, baik itu berupa perkataan Nabi atau perkataan seorang sahabat
tentang Nabi. Posisi matan dalam sebuah hadis amatlah penting karna
dari matan hadis tersebutlah adanya berita dari Nabi atau berita dari
sahabat tentang Nabi baik itu tentang syariat atau pun yang lainnya,

b. Contoh matan
,‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫عن ام المؤمنين عائشه رضياهلل عنها قالت‬
)‫من احدث فى امرنا هذا ماليس منه فهو رد (رواه متفق عليه‬
“warta dari Ummu Al Mukminin, ‘Aisyah ra., ujarnya: ‘Rasulullah SAW
telah bersabda: barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang
bukan termasuk dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’. ” (Hr.
Bukhori dan Muslim)
Dari contoh hadist diatas yang dimaksud dengan matan hadis
ialah lafadz yang dimulai dengan ‫ من احدث‬hingga lafadz ‫ فهو رد‬atau
dengan kata lain yang dimaksud dengan bagian matan dari contoh hadis
di atas ialah lafadz ‫“ من احدث فى امرنا هذا ماليس منه فهو رد‬barang siapa
yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam urusan
(agamaku), maka ia tertolak.”2

3. Rawi
Rawi menurut bahasa yaitu meriwayatkan, sedangkan menurut istilah
rawi adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits secara lisan maupun
tulisan, asalkan hadits tersebut didengar langsung dari gurunya. Seorang
perawi pun harus memiliki kecerdasan yang tinggi serta kejujuran, karena
akan mempengaruhi hadits yang disampaikan.
Tidak semua orang bisa menjadi perawi hadits, tentunya ada banyak
syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits. Karena
nantinya hadits akan menjadi sebuah pedoman hidup umat muslim setelah Al-

2 https://tafsiralquran2.wordpress.com/2013/01/03/struktur-hadits/
Qur’an. Proses periwayatannya pun tidak mudah, melalui proses yang
panjang serta memakan waktu lama.
a. Syarat Wajib Rawi
Ada beberapa sifat wajib yang harus dimiliki seorang rawi agar
bisa meriwayatkan hadits shohih. Seperti yang sahabat muslim ketahui
bahwa hadits memiliki tingkat validnya tersendiri, yaitu hadits shohih,
hasa, dan dhoif. Berikut ini beberapa sifat wajib seorang rawi:
1) Adil
Adil di sini berbeda dengan perilaku adil dengan sifat
istiqamatuddin dan al-muru’ah. Istiqamatudiin adalah menjalankan
semua kewajiban sebagai seorang muslim yang baik, serta menjauhi
segala maksiat yang berujung kefasikan. Sedangkan al-muru’ah
menjalankan akhlak terpuji dan tidak membuat orang lain
mencelanya, inilah yang disebut adil.

2) Muslim
Pada zaman dahulu banyak orang kafir yang ingin
mengacaukan periwayatan hadits, maka dari itu sebelum
meriwayatkan hadits, seorang rawi harus dipastikan kemuslimannya.
Bahkan seorang muslim yang fasik pun diragukan periwayatannya dan
bisa disebut kafir, hal tersebut telah Allah firmankan dalam Qs. Al-
Hujurat: 6
‫بِحُوا‬oo‫ص‬ ِ ُ‫ َأ ْن ت‬o‫ق بِنَبٍَإ فَتَبَيَّنُوا‬
ْ ُ‫ قَوْ ًما بِ َجهَالَ ٍة فَت‬o‫صيبُوا‬ oٌ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْم فَا ِس‬
َ‫َعلَ ٰى َما فَ َع ْلتُ ْم نَا ِد ِمين‬
 “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang
kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar
kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

3) Baligh
Syarat ketiga seorang rawi yaitu baligh, jadi periwayatan atau
kesaksian seorang anak yang belum baligh tetap saja tidak mendapat
validasi, sekalipun bisa jadi kesaksiannya itu benar. Pada zaman
sahabat, ada banyak anak muda yang memperdalam ilmu agama
bersama para syekh. Untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits, mereka
harus menunggu sampai usianya baligh.

4) Berakal
Seorang rawi yang hendak meriwayatkan hadits tentunya harus
berakal, tidak dalam keadaan sakit mental. Kondisi tidak sepenuhnya
sadar setelah bangun tidur juga bisa dibilang tidak berakal, karena
periwayatan hadits memang sangat ketat.

5) Tidak Berdosa Besar


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang rawi harus
memiliki sifat adil (dalam pandangan islam). Rawi juga tidak boleh
memiliki catatan dosa besar seperti membunuh, mencuri, berzina, dan
lain-lain. Karena hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas ucapannya.

6) Tidak Sering Berdosa Kecil


Selain tidak pernah melakukan dosa besar, seorang rawi juga
tidak boleh melakukan dosa kecil. Seseorang yang taat agama pasti
akan mejauhi dosa besar maupun kecil sebisa mungkin, rawi seperti
inilah yang dapat meriwayatkan hadits shohih.

7) Dhabit
Dhabit memiliki dua kriteria, yaitu dhabit kuat hafalan di mana
seorang rawi memiliki daya ingat yang tinggi dan tidak mudah lupa.
Sedangkan dhabit yang kedua, yaitu kemampuan memelihara alkitab
yang diberikan oleh gurunya, tidak ada ada perubahan sedikit pun
yang dilakukan oleh rawi.
b. Tingkatan Rawi
Tidak semua rawi dapat memenuhi syarat wajib yang disebutkan
di atas, maka dari itu terciptalah tingkatan rawi. Bahkan untuk mengenali
dan mengidentifikasi sifat para rawi pun ada ilmu, yaitu ilmu thabaqah.
Dengan mempelajari ilmu tersebut, para ahli hadits akan memudahkan
penelitian suatu sanad dalam hadits.
Tingkatan tersebut biasanya diklasifikasikan berdasarkan kriteria
para rawi serta zaman kehidupannya. Sehingga rawi yang dihasilkan
berbeda-beda, juga dapat mempengaruhi kualitas hadits yang
diriwayatkannya. Berikut ini tiga tingkatan hadits dan para perawi yang
mendudukinya:
1) Tingkat Sahabat: Abu Hurairah (meriwayatkan 5.374), Aisyah
(meriwayatkan 2.210), Annas bin Malik (meriwayatkan 2.286) dll.
2) Tingkat Tabiin : Umayyah bin Abdullah bin Khalid, Sa’id bin Al-
Musayyab, dll.
3) Tingkat Mudawwin : Bukhari, Muslim, Imam An-Nasa’iy, dll.
Penjelasan mengenai di atas sudah cukup untuk memberikan
wawasan umum mengenai hadits. Tidak semua hadits memiliki
periwayat yang memenuhi syarat, sehingga terbentuklah keshohihan
hadits. Maka dari itu, sahabat muslim harus lebih teliti lagi ketika
menemukan sebuah hadits, lakukan pemeriksaan apakah hadits tersebut
shohih, hasan, atau bahkan dhaif.3

B. Contoh Hadis Lengkap


 Rukun Islam
‫ اخبرنا حنظلة بن ابى سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر‬: ‫حدثنا عبيدهللا بن موسى قال‬
‫ بني االسالم على خمس شهادة ان الاله االهللا‬.‫م‬.‫ قال رسول هللا ص‬: ‫ هللا عنهما قال‬o‫رضي‬
o‫ “رواه البخارى‬.‫ رمضان‬o‫ الصالة وايتاء الزكاة والحج وصوم‬o‫”وان محمد رسول هللا واقام‬
3 https://sahabatmuslim.id/pengertian-rawi/
Artinya : “telah menceritakan kepada kami ubaidullah bin musa, ia berkata :
telah mengabarkan kepada kami handhalah bin abi sufyan dari ikrimah bin
khalid dari ikrimah bin khalid dati ibnu umar radhiyallahu ‘anhuma berkata :
telah bersabda rasulullah saw : didirikan islam itu atas lima perkara : syahadat
bahwa tidak ada tuhan selain allah dan muhammad rasulullah, mendirikan solat,
membayar zakat, berhaji dan puasa dalam bulan ramadhan”.(Riwayat Bukhari)
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ حدثنا عبيدهللا بن موسى‬sampai kepada ‫ال‬oo‫ق‬

‫م‬.‫رسول هللا ص‬. itulah yang dinamakan sanad. Dengan demikian, maka urutan-
urutan sanad dari hadis diatas adalah sebagai berikut :
1. Ubaidullah bin musa sebagai sanad pertama atau awal sanad.
2. Handhalah bin abi sufyan sebagai sanad kedua.
3. Ikrimah bin khalid sebagai sanad ketiga.
4. Ibnu umar ra. Sebagai sanad keempat atau akhir sanad.
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ بني االسالم‬sampai kepada ‫ رمضان‬o‫وصوم‬
itulah yang dinamakan matan.
Hadits tersebut diatas , kita temukan pada kitab hadits yang disusun oleh
imam bukhari yang bernama : ‫( الجامع الصحيح‬aljami’u as-shahih) atau lebih dikenal
dengan  ‫ارى‬oo‫( صحيح البخ‬shahih bukhari). Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh
beberapa orang rawi, yakni :
1. Ibnu umar ra : Sebagai rawi pertama
2. Ikrimah bin khalid : Sebagai rawi kedua
3. Handhalah bin abi sufyan : Sebagai rawi ketiga
4. Ubaidullah bin musa : Sebagai rawi keempat
5. Imam bukhari : Sebagai rawi kelima atau rawi terakhir.

C. Kualitas Sebuah Hadis (Shahih, Hasan, Dhaif, dan Maudhu’)


1. Hadis Shahih
a. Pengertian dan syarat-syarat hadits shahih

1) Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu:


“Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui
periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit
pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal (terkena illat).4
2) Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah
dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah
saw) tanpa syuzuz tanpa illat”.5
Dengan demikian Ajjaj al-Khatib mengemukakan syarat-syarat
terhadap sebuah hadis untuk dapat disebut sebagai hadis shahih, yaitu:
a) muttashil sanadnya 
b) Perawi-perawinya adil 
c) Perawi-perawinya dhabit 
d) Yang diriwayatkan tidak syaz
e) Yang diriwayatkan terhindar dari illat qadihah (illat yang
mencacatkannya)
3) Shubhi Shalih juga memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan
dalam melihat keshahihan sebuah hadis, yaitu:
a) Hadis tersebut shahih musnad, yakni sanadnya bersambung sampai
yang teratas.
b) Hadis shahih bukanlah hadis yang syaz yaitu rawi yang meriwayatkan
memang terpercaya , akan tetapi ia menyalahi rawi-rawi yang lain
yang lebih tinggi.
c) Hadis shahih bukan hadis yang terkena ‘illat. Illat ialah: sifat
tersembunyi yang mengakibatkan hadis tersebut cacat dalam
penerimaannya, kendati secara zahirnya terhindar dari illat.
            Definisi-definisi dan rambu-rambu yang diutarakan oleh
muhaddisin tentang hadis shahih diatas, dengan kalimat yang berbeda,
namun tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam pemahaman ciri

4 Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul Hadis Ulumuhu wamusthalahatuhu (Beirut: Dar al-


Fikr, 1975), hal. 304

5 Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul Hadis Ulumuhu wamusthalahatuhu (Beirut: Dar al-


Fikr, 1975), hal. 305
hadis shahih. Dengan kata lain, bahwa sebuah hadis dikatakan shahih,
jika hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung (muttashil) sampai
ke rasulullah saw. dinukil dari dan oleh orang yang adil
lagi dhabit tanpa adanya unsur syaz maupun mu’allal (terkena illat).
            Dengan demikian apabila ada hadis yang sanadnya munqathi’,
mu’dal dan muallaq dan sebagainya, maka hadis tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai hadis shahih. Demikian halnya dengan illat sebuat
hadis, jika sebuah hadis memiliki illat maupun syaz, maka tidak dapat
disebut hadis shahih.
            Meskipun definisi dan rambu-rambu yang dikemukakan
oleh muhaddisin tentang hadis shahih diatas tidak terdapat perbedaan
dalam pemahaman ciri-ciri hadis shahih, namun dalam penerapan
masing-masing persyaratan kadang-kadang tidak sama, misalnya dalam
hal persambungan sanad, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan bersambung sanadnya adalah apabila periwayat satu dengan
periwayat thabaqah berikutnya harus betul-betul “serah terima” hadis,
peristiwa serah terima ini dapat dilihat dari redaksi jadi tidak cukup
hanya dengan   sebab             tidaklah menjamin bahwa proses cukup
hanya dengan pemindahan itu secara langsung.

b. Pembagian Hadis Shahih


            Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:
1) Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang mencakup semua syarat-syarat atau
sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li
Dzatihi” karena telah memenuhi  semua syarat shahih,dan tidak butuh
dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak keshahihan,
keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya.[6] Untuk lebih
jelasnya, berikut penulis kemukakan contoh hadis yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari:
‫ ع َْن َأبِي‬، َ‫اع ب ِْن ُش ْب ُر َمة‬
ِ َ‫ارةَ ب ِْن ْالقَ ْعق‬
َ ‫ ع َْن ُع َم‬، ‫ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر‬، ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد‬
‫لَّى‬o ‫ص‬
َ ِ ‫و ِل هَّللا‬o ‫ َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى َر ُس‬: ‫ال‬ ِ ‫ ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬، َ‫ُزرْ َعة‬
َ َ‫ ق‬، ُ‫ضي هَّللا ُ َع ْنه‬
: ‫ال‬oَ َ‫ ؟ ق‬o‫ َحابَتِي‬o‫ص‬َ ‫ ِن‬o‫ُس‬ ِ َّ‫ق الن‬
ْ ‫اس بِح‬ ُّ o‫و َل هَّللا ِ َم ْن َأ َح‬o‫ا َر ُس‬oَ‫ ي‬: ‫ فَقَا َل‬،  ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ َ‫ ق‬. َ‫ ثُ َّم ُأ ُّمك‬: ‫ال‬
‫ ثُ َّم َم ْن‬: ‫ال‬ َ َ‫ ثُ َّم َم ْن ؟ ق‬: ‫ال‬
َ َ‫ ق‬. ‫ك‬ َ ‫ ثُ َّم ُأ ُّم‬: ‫؟ قَا َل‬    ‫ ثُ َّم َم ْن‬: ‫ قَا َل‬. ‫ك‬ َ ‫ُأ ُّم‬
  ‫ ثُ َّم َأبُوك‬: ‫؟ قَا َل‬

Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu
hadis shahih yang tidak terdapat ke-syaz-an maupun illat.
2) Shahih li ghairihi, yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara
sempurna syarat-syarat tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan
melalui sanad yang lain yang sama atau lebih kuat darinya, dinamakan
hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannya diraih melalui
sanad pendukung yang lain.[7] Berikut contoh hadis shahih li
ghairihi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :
َ‫لَ َمة‬o‫ ع َْن َأبِي َس‬، ‫ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم ٍرو‬، َ‫ َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ بْنُ ُسلَ ْي َمان‬، ‫ب‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا َأبُو ُك َر ْي‬
َّ o‫وْ ال َأ ْن َأ ُش‬ooَ‫ ل‬: ‫لَّ َم‬o‫ ِه َو َس‬o‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬o‫ص‬
‫ق‬ َ َ‫ ق‬، َ‫ ع َْن َأبِي ه َُري َْرة‬،
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬o‫ا َل َر ُس‬ooَ‫ ق‬: ‫ال‬
oِ ‫َعلَى ُأ َّمتِي َأل َمرْ تُهُ ْم بِالس َِّو‬
َ ‫اك ِع ْن َد ُك ِّل‬
 ٍ .‫صالة‬
     Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li
ghairihi sebagaimana dijelaskan diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat
Muhammad bin ‘Amr yang dikenal orang jujur, akan tetapi kedhabitannya kurang
sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya sampai ke tingkat hasan. Namun
keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain, yang lebih tinggi
derajatnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj dari
Abu Hurairah (pada contoh hadis shahih li dzatihi).
     Dari sini dapat kita ketahui bahwa martabat hadis shahih ini tergantung
kepada ke-dhabit-an dan ke-adil-an para perawinya. Semakin dhabit dan semakin
adil si perawi, makin tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang
diriwayatkannya.yang diistilah oleh para muhaddisin sebagai ashahhul asanid.
Ashahhul Asanid, yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya, al-
Khatib mengemukakan, bahwa dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat
mengenai ashahhul asanid, ada yang mengatakan:
1)      Riwayat Ibn Syihab az-Zuhry dari Salim Ibn Abdillah ibn Umar dari Ibn Umar.
2)      Sebagian lagi mengatakan: ashahhul asanid adalah riwayat Sulaiman al-A’masy
dari Ibrahim an-Nakha’iy dari Alqamah Ibn Qais dari Abdullah ibn Mas’ud.
3)      Imam Bukhari dan yang lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat
imam Malik ibn Anas dari Nafi’ maula Ibn Umar dari ibn Umar. Dan karena
imam Syafi’i merupakan orang yang paling utama yang meriwayatkan hadis dari
Imam Malik dan Imam Ahmad merupakan orang yang paling utama yang
meriwayatkan dari Imam Syafi’i, maka sebagian ulama muta’akhirin cenderung
menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat Imam Ahmad dari Imam Syafi’i
dari Imam Malik dari Nafi’ dari Ibn Umar r.a. inilah yang disebut silsilah ad-
dzahab (mata rantai emas).[8]

2. Hadis Hasan

1.  Pengertian Hadis Hasan

      Hadis  hasan  ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang ‘adil namun

kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya)  serta terhindar dari Syaz dan illat.[12]

      Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada dhabit yang sempurna

untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis hasan[13]

      Ibn Hajar sebagaimana dinukil Mahmud Thahhan dalam Musthalah Hadis

mengemukakan bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi sempurna

ke-dhabithan-nya, mutthashil tanpa syaz dan illat. Itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila

kedhabithannya kurang maka itulah hadis hasan li dzatihi[14]

      Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan adalah hadis yang memenuhi

syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawi atau sebagiannya,  kurang 

ke-dhabitan-nya dibanding dengan perawi hadis shahih. [15]

      Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama

hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja

pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari

perawi hadis shahih.


      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai

berikut:

a.       Sanad hadis harus bersambung.

b.      Perawinya adil

c.       Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang

dimiliki oleh perawi hadis shahih

d.      Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaz

e.       Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)[16]

2. Pembagian Hadis Hasan

Hadis hasan dibagi menjadi dua, yaitu:

a.       Hadis hasan li dzatihi

      Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi kriteria hadis

hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat lain untuk mengangkatnya

ke derajat hasan.

b.      Hadis hasan li ghairihi

      Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang (lebih dari

satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta.[17]

            Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if, yang

naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan berkualitas hasan karena

riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih berstatus dha’if.

            Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat Bahz ibn

Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Ibn Ishaq

dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para ulama dikatakan sebagai sanad shahih,

yakni merupakan derajat shahih terendah.[18]

              Contoh hadis hasan:


ُ‫ َك ا َن ُم َعا ِويَة‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ْج َهنِ ِّي‬ ٍ ِ ‫ِإ‬ ِ َ َ‫ ق‬، ُ‫ ح َّد َثنَا ُش ْعبة‬، ‫ح َّد َثنَا َع َّفا ُن‬
ُ ‫ َع ْن َم ْعبَ د ال‬، ‫يم‬ َ ‫ال َأْنبَ َأني َس ْع ُد بْ ُن ْب َراه‬ َ َ َ
‫ َْأو‬، ‫ات َقلَّ َم ا يَ َدعُ ُه َّن‬ ِ ِ
ِ ‫ول َه ُؤ الء الْ َكلم‬ ُ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َش ْيًئا َو َي ُق‬ ِ ِ ‫ِّث َعن رس‬
َ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ْ ُ ‫َقلَّ َما يُ َحد‬
‫ َم ْن يُ ِر ِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا ُي َف ِّقهُّ فِي ال دِّي ِن‬: ‫ال‬
َ َ‫ ق‬، ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ْج َم ِع َع ِن النَّبِ ِّي‬
ِ
ُ ‫ِّث بِ ِه َّن في ال‬
ُ ‫يُ َحد‬
َّ ُ‫ح فَِإ نَّه‬ ِِ ِ ِ ُ ‫ض ر فَمن ي‬ ِ
‫(رواه‬.‫الذبْ ُح‬ َ ‫اد‬ َ ‫ َوِإيَّا ُك ْم َوالت‬، ‫ْأخ ْذهُ ب َح ِّقه ُيبَ َار ْك لَهُ فيه‬
ُ ‫َّم‬ ٌ ‫ َوِإ َّن َه َذا ال َْم ال ُحل‬،
َ ْ َ ٌ ‫ْو َخ‬
)‫أحمد‬
                                                                               
          Hadis tersebut diatas bersambung sanadnya dan semua perawinya
termasuk orang-orang terpercaya kecuali Ma’bad al-Juhany menurut     adz-

Zahaby,Ma’bad termasuk orang yang kurang ke-‘adilan-nya.[19]

            Contoh hadis shahih li ghairihi:


َّ : ‫ َع ْن َأبِي ِه‬، َ‫ت َع ْب َد اللَّ ِه بْ َن َع ِام ِر بْ ِن َربِ َيع ة‬
‫َأن‬ ُ ‫ قَ ال َس ِم ْع‬، ‫اص ِم بْ ِن عَُب ْي ِد اللَّ ِه‬
ِ ‫ َعن َع‬، ُ‫ح َّد َثنَا ُش ْعبة‬
ْ َ َ
‫يت ِم ْن‬
ِ ‫ض‬ ِ ‫" َأر‬: ‫ول اللَّ ِه ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وس لَّم‬
َ َ ََ َ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫ َف َق‬. ‫ت َعلَى َن ْعلَْي ِن‬ْ ‫ْام َرَأةً ِم ْن بَنِي َف َز َارةَ َت َز َّو َج‬
                                 )‫(رواه الترمذي‬. ُ‫َأج َازه‬ ْ ‫ك بَِن ْعلَْي ِن ؟" قَال‬ ِ ِ‫ك ومال‬ ِ ِ
َ َ‫ ف‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬. ‫ َن َع ْم‬: ‫َت‬ َ َ ‫َن ْفس‬

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari

Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang wanita dari bani

Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.

              Kemudian at-Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan (hadis yang

sama) dari ‘Umar, Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad.”Jalur ‘Ashim didha’ifkan

karena buruk hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh at-Tirmidzy melalui

jalur riwayat yang lain.[20]

              Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua

ketentuan,yaitu:

a)      hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan syarat

bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih baik dari

padanya.

b)      bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya

sanad.serta adanya periwayat yang tak dikenal.[21]

            Jadi hadis dha’if yang bisa naik kedudukannya menjadi hadis hasan hanyalah

hadis-hadis yang tidak terlalu lemah, sementara hadis yang terlalu lemah seperti

hadis munkar, hadis matruk betapapun syahid  dan muttabi’ kedudukannya tetap

saja dha’if, tidak bisa berubah menjadi hasan.


III. KESIMPULAN
Dalam suatu hadis ada tiga macam yang istilah yaitu sanad (Mata rantai para
perawi hadis yang menghubungkan sampai kepada matan hadis), matan (suatu
kalimat tempat berakhirnya sanad, dan isi pokok dari hadis tersebut) serta
mukharrij (orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya)).

Anda mungkin juga menyukai