Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Kebudayaan Dan Pemikiran Sampai Akhir Periode


Abbasiyah I

Dosen Pengampu:
Ali Sander, S. Hum., M.A.

OLEH:
IZHA PRIMA
NIM: 301.2020.006
Semester: IV
Kelompok: 5

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN SYAFIUDDIN
SAMBAS
2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kebudayaan dan Pemikiran Sampai Akhir Periode Abbasiyah 1” dengan
tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pajak.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang apa
saja sih kebudayaan dan pemikiran yang ada pada periode awal sampai
akhir tersebut.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Sander, S. Hum.,
M.A, selaku Dosen Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam. Saya menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik dari pembaca yang bisa membangun kesempurnaan makalah ini.

Sambas, 21 Maret 2022

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
A Latar Belakang Masalah ..............................................................................1
B Rumusan Masalah .........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
A Masa Kemunduran Pra Islam .......................................................................3
B Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Rasulullah SAW ............................7
C Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Khulafa al-Rasyidin ......................12
D Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Bani Umayyah ...............................23
E Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Kekhalifahan Abbasiyah ..............31
F Kebudayaan dan Pemikiran di MASA Akhir Periode Abbasiyah I.........37
BAB III PENUTUP ..............................................................................................46
A Kesimpulan ...................................................................................................46
B Saran ...............................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................48

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya pemikiran Islam sebagai cikal bakal kelahiran
peradaban Islam pada dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan
Islam, yakni sejak pertengahan abad ke-7 M, ketika masyarakat Islam
dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidin. Kemudian mulai berkembang pada
masa Dinasti Umayyah, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa
Dinasti Abbasiyah. Ketinggian peradaban Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah merupakan dampak positif dari aktifitas “kebebasan
berpikir” umat Islam kala itu yang tumbuh subur ibarat cendawan di
musim hujan. Setelah jatuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 M,
peradaban Islam mulai mundur. Hal ini terjadi akibat dari merosotnya
aktifitas pemikiran umat Islam yang cenderung kepada ke-jumud-an
(stagnan). Setelah berabadabad umat Islam terlena dalam “tidur
panjangnya”, maka pada abad ke-18 M mereka mulai tersadar dan
bangkit dari stagnasi pemikiran untuk mengejar ketertinggalannya dari
dunia luar (Barat/Eropa).
Perkembangan pemikiran dan peradaban Islam ini karena
didukung oleh para khalifah yang cinta ilmu pengetahuan dengan
fasilitas dan dana secara maksimal, stabilitas politik dan ekonomi yang
mapan. Hal ini seiring dengan tingginya semangat para ulama dan
intelektual muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu
pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan penelitian,
penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan.
Kemudian gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak.
Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-
ilmu agama atau ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu
qira’at, ilmu Hadits, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh, ilmu tarikh, ilmu
bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial
dan eksakta, seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah,

1
2

matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika,


astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta melahirkan
teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat
Islam.
Hasil dari perkembangan pemikiran yang sudah dirintis dari
periode klasik awal adalah kemajuan peradaban Islam yang mencapai
puncak kejayaannya terutama pada masa dua khalifah Dinasti
Abbasiyah, yaitu Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya
al-Makmun (813-833 M). Ketika keduanya memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin, walaupun
ada juga pemberontakan tapi tidak terlalu mempengaruhi stabilitas
politik negara, dan luas wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini mulai
dari Afrika Utara sampai ke India 1 .
B. Rumusan Masalah
Seperti apa sih kebudayaan dan pemikiran pra islam dari masa
Rasulullah SAW sampai ke akhir periode Abbasiyah 1 itu?

1
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan konseling Islam, (Jakarta : Bumi aksara,
2010), hlm. 144.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Kemunduran Pra Islam
Pada zaman ini Jenghiz Khan dan keturunannya datang
menghancurkan dunia Islam. Jenghiz Khan berasal dari Mongolia.
Setelah menduduki Peking di tahun 1212 M, ia mengalihkan
serangannya ke arah Barat. Satu demi satu kerajaan-kerajaan Islam
jatuh ke tangannya. Transoxania dan Khawarizm dikalahkan di tahun
1219/1220 M. Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M, Azebaijan pada
tahun 1223 M dan Saljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M, dari sini ia
meneruskan serangan-serangannya ke Eropa dan Rusia.
Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya, Hulagu Khan.
Terlebih dahulu ia mengalahkan Khurasan di Persia dan kemudian
menghancurkan Hasysyasyin di Alamut. Khalifah dan keluarga serta
sebagian besar penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga
Bani Abbasiyah dapat melarikan diri dan di antaranya ada yang
menetap di Mesir.
Dari sini Hulagu meneruskan serangannya ke Syiria dan dari
Syiria ia ingin memasuki Mesir. Akan tetapi, di Ain Jalut (Goliath) ia
dapat dikalahkan oleh Baybars, Jenderal Mamluk dari Mesir di tahun
1260 M.
Baghdad dan daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya
diperintah oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan
kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini ialah daerah yang
terletak antara Asia Kecil di Barat dan India di Timur. Dinasti Ilkhan
berumur hingga 100 tahun. Hulagu bukanlah beragama Islam dan
anaknya Abaga (1265-1281 M) masuk Kristen. Di antara keturunannya
yang pertama masuk Islam yaitu cucunya Tagudar dengan nama
Ahmad, tetapi mendapat tantangan dari para jenderalnya.
Ghasan Mahmud (1295-1305 M) juga masuk Islam dan demikian
juga Uljaytu Khuda Banda (1305-1316 M). Uljaytu pada mulanya

3
4

beragama Kristen, ia adalah Raja Mongol Besar yang terakhir.


Kerajaan yang dibentuk oleh Hulagu akhirnya pecah menjadi beberapa
kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan Jaylar (1336-1411 M) dengan
Baghdad sebagai ibu kota. Kerajaan Salghari (1148-1282 M) di Faris,
dan Muzaffari (1313-1393 M) juga di Faris.
Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jenghiz Khan
dapat menguasai Samarkand pada tahun 1369 M. dari Samarkand ia
mengadakan serangan-serangan ke sebelah barat dan dapat menguasai
daerah-daerah yang terletak antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti
Timur Lenk berkuasa sampai pertengahan kedua dari abad ke-15.
keganasan Timur Lenk digambarkan oleh pembunuhan missal yang
dilakukannya di kota-kota yang tidak mau menyerah tetapi justru
melawan kedatangannya. Di kota-kota yang telah ditundukkan, Timur
Lenk mendirikan piramida dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Di
Delhi misalnya, ia membunuh 80.000 dari penduduknya. Di Aleppo
lebih dari 20.000 orang. Masjid-masjid dan madrasah-madrasah
dihancurkan. Dari masjid Umayyah di Damaskus misalnya, hanya
dinding masjid yang masih ada. Setiap kota yang ia datangi, ia
hancurkan.
Di Mesir, khilafah Fathimiyah digantikan oleh Dinasti
Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 1174 M. dengan datangnya
Shalahuddin, Mesir kembali masuk ke aliran Sunni. Aliran Syi'ah
hilang dengan hilangnya khilafah Fathimiyah. Shalahuddin dikenal
dalam sejarah sebagai pahlawan Islam dalam Perang Salib.
Dinasti al-Ayyubi jatuh pada tahun 1250 M dan kekuasaan di
Mesir berpindah ke tangan kaum Mamluk. Kaum Mamluk ini berasal
dari budak-budak yang kemudian mendapatkan kedudukan tinggi dalam
pemerintahan Mesir. Sultan Mamluk yang pertama adalah Aybak
(1250-1257 M), dan salah satu yang termasyhur di antara mereka
adalah Sultan Baybars (1260-1277 M) yang dapat mengalahkan Hulagu
di Ain Jalut. Kaum Mamluk berkuasa di Mesir sehingga pemerintahan
5

berpindah tangan ke tangan kaum Mamluk. Kaum Mamluk berkuasa di


Mesir sampai tahun 1517 M. Merekalah yang membebaskan Mesir dan
Syiria dari peperangan Salib dan juga yang membendung serangan-
serangan kaum Mongol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk,
sehingga Mesir terlepas dari serangan seperti yang terjadi di dunia
Islam lain.
Di India, persaingan dan peperangan untuk merebut kekuasaan
juga selalu terjadi sehingga India senantiasa menghadapi perubahan
penguasa. Ketika dinasti baru berkuasa, kemudian dijatuhkan dan
diganti oleh yang lain. Kekuasaan Dinasti Ghaznawi dikalahkan oleh
pengikut-pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku
bangsa Turki. Mereka masuk ke India tahun 1175 M, dan bertahan
samapai tahun 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan Qutbuddin
Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri Dinasti Khalji (1296-1316
M), selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M) dan dinasti-dinasti
lain, sampai Zhahiruddin Babur datang pada permulaan abad XVI dan
membentuk Kerajaan Mughal di India.
Di Spanyol terjadi peperangan di antara dinasti-dinasti Islam
yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Di dalam peperangan itu,
raja-raja Kristen menggunakan politik adu-domba antara dinastidinasti
Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen bergabung menjadi satu,
dan akhirnya satu demi satu dinasti-dinasti Islam dapat dikalahkan.
Cordova jatuh pada tahun 1238 M, Sevilla di tahun 1248 M, dan
akhirnya Granada jatuh pada tahun 1491 M. Pada saat itu umat Islam
dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol.
Di tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di
Spanyol. Umumnya mereka pindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.
Pada masa ini desentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam
meningkat. Di zaman ini pula hancurnya khilafah secara formal. Islam
tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai
lambang persatuan dan ini berlaku sampai Kerajaan Usmani
6

mengangkat khalifah yang baru di Istambul pada abad ke-16 M. Bagian


yang merupakan pusat dunia Islam jatuh ke tangan bukan Islam untuk
beberapa waktu. Dan terlebih dari itu, Islam lenyap dari Spanyol.
Perbedaan antara kaum Sunni dan kaum Syi'ah menjadi memuncak.
Demikian pula antara Arab dan Persia. Dunia Islam terbagi dalam dua
bagian; bagian Arab yang terdiri atas Semenanjung Arab, Irak, Suria,
Palestina, Mesir, Afrika Utara dan Sudan dengan Mesir sebagai
pusatnya; dan bagian Persia yang terdiri atas daerah Balkhan, Turki,
Persia, Turkistan, dan India dengan Persia sebagai pusatnya.
Kebudayaan Persia meningkat di dunia Islam bagian Persia serta
mengambil bentuk internasional dan dengan demikian mulai mendesak
bidang kebudayaan Arab. Di samping itu, pengaruh tarekat-tarekat
bertambah mendalam dan bertambah meluas di dunia Islam. Pendapat
yang ditimbulkan di zaman disintegrasi bahwa pintu ijtihad telah
tertutup diterima secara umum di zaman ini. Antara madzhab yang ke
empat terdapat suasana damai dan di madrasah-madrasah di ajarkan
madzhab yang keempat. Perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan sedikit
sekali. Akan tetapi sebaliknya, Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru
di daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki Islam. Ke
daerah Balkan Islam dibawa oleh Usman, seorang kepala suku bangsa
Turki yang menetap di Asia Kecil. Usman dan anak buahnya pada
mulanya mengadakan serangan-serangan terhadap kerajaan Bizantium
di Asia Kecil. Sebelum meninggal di tahun 1326 M, Bursa telah dapat
dikuasainya. Serangan-serangan diteruskan oleh anaknya Orkhan I
(1326-1357 M) sampai ke bagian timur dari benua Eropa. Benteng
Tzimpe dan Gallipoli jatuh ke tangannya. Sultan Murad I (1359-1389
M) menaklukkan Adrianopel di tahun 1365 M. kota ini kemudian
dijadikan ibu kota. Tidak lama sesudah itu Macedonia jatuh di bawah
kekuasaannya di tahun 1385 M, Sofia, ibu kota Rumania diduduki.
Dengan demikian, kesultanan kecil yang dibentuk oleh Usman berubah
menjadi kerajaan besar yang kemudian dikenal dalam sejarah dengan
7

nama kerajaan Usmani (Ottoman empire). Sultan Bayazid (1389-1402


M) memperluas daerah kekuasaan kerajaan Usmani di Eropa dengan
menaklukkan sebagian dari Yunani dan daerah-daerah Eropa Timur
sampai ke perbatasan Hongaria-Salonika dikuasai kemudian oleh
Sultan Murad II (1421-1451 M) dan dari sana ia masuk ke Albania.
Kemajuan-kemajuan lain dibuat oleh sultan-sultan yang datang
sesudahnya.
B. Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Rasulullah SAW
Hijrah Rasulullah dan ummat Islam ke Madinah tidaklah
terwujud begitu saja. Ada kondisi yang mendukung terjadinya hijrah
tersebut, yaitu Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Maksud penduduk
Yastrib mengundang Rasulullah datang ke negerinya adalah guna
mendamaikan pertikaian antar suku yang tidak kunjung berhenti.
Dengan adanya Rasulullah diharapkan pertikaian itu dapat berhenti.
Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut:
1. Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar,
2. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada
tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia
memusuhi Rasulullah,
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut
paganisme,
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama:
Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan
conflict dan tension. Pertentangan Aus dan Khazraj sudah
terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga
diterimanya Rasulullah di Yastrib dengan baik dikedua klan
tersebut karena kedua klan tersebut membutuhkan "orang
ketiga" dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami
dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya
Rasulullah oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri.
8

Tentu saja Yahudi menerima Rasulullah dengan penuh


kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Rasulullah
mampu "menjinakkan" mereka, paling tidak, sampai
Rasulullah eksis di Madinah. 2
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh
Rasulullah.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat
berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang
berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara
tersebut. Alhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah
Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga
sebagai kepala negara. Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada
periode Madinah ajaran Islam merupakan kelanjutan dari periode
Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak
diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum
mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa
dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah
terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut
mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa
kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah
yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah "perlawanan" dalam
bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan
pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara
ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.
Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur
"sempurna", juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran
Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan mencapai
puncaknya pada Q.S. 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur
rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan

2
Kartika Sari, M. Hum, Sejarah Peradaban Islam, Cet ke-1, (Shiddiq Press,
2015), hlm. 26.
9

disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai
tercipta. 3
Munculnya awal dari kenegaraan Islam di Madinah saat itu
adalah dengan mendirikannya Rasulullah beberapa asas yang penting
untuk daulah islamiyah pada saat itu diantaranya ada 3 asas yang
dilaksanakan Rasulullah di periode Madinah:
1. Asas pertama adalah pembangunan masjid;
2. Asas kedua adalah persaudaraan antara muslimin secara
umum dan dari Muhajirin dan Anshar secara khusus;
3. Asas ketiga adalah penulisan dustur atau undang-undang
yang disebut dengan Piagam Madinah yaitu sebagai
peraturan kehidupan umat muslim di antara mereka dan
memperjelas keterikatan mereka terhadap yang lainnya
secara umum dan kaitannya orang muslim terhadap orang
Yahudi secara khusus. 4
Dalam asas pertama, Langkah pertama yang dilakukan
Rasulullah SAW adalah membangun mesjid. Beliau terjun langsung
dalam pembangunan mesjid itu, memindahkan bata dan bebatuan.
Mesjid itu bukan hanya merupakan tempat sholat semata, tapi juga
merupakan sekolah bagi orang-orang Muslim untuk menerima
pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya, sebagai balai
pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur
kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah. Di
samping semua itu, mesjid tersebut juga berfungsi sebagai tempat
tinggal orang-orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah
tanpa memiliki harta, tidak punya kerabat dan masih bujangan atau
belum berkeluarga. 5

3
Ibid, hlm. 27.
4
Al buthi, Fiqh al Siirah Muhammad SAW, (Dar Al Fikr, 1993), hlm. 151.
5
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Perdana Publishing, 2016), hlm. 22.
10

Pada asas kedua, Rasulullah SAW menjadikan asas persaudaraan


yang terhimpun di dalamnya persatuan umat dan aqidah islamiyah yang
datang kepada mereka dari Allah subhanahu wa ta'ala yang telah
ditetapkan atas seluruh manusia menjadikan amal peribadatannya
ikhlas karena Allah ta'ala tidak peruntukan kepada sesuatu yang
bertentangan kecuali pada ketakwaan dan amal saleh. Menjadikan pada
asas persaudaraan ini saling menolong dan tasamuh di antara satu dan
yang lainnya tanpa ada keegoisan dalam aqidah mereka atau pemikiran-
pemikiran yang berbeda, menjadikan asas berdirinya persaudaraan
antara Muhajirin dan Anshar dalam keadilan persatuan yang
dilaksanakannya menjadikan hakikat aqidah islamiyah dan dampak
positif bagi lingkungan Islam. 6
Dan pada asas ketiga, Piagam Madinah ini menjadikan poin-poin
secara menyeluruh yang jelas bagi peraturan kenegaraan dari dalam
dan luar di Madinah, yaitu berkaitan perorangan ataupun suku dengan
yang lainnya. Dan bahwa hukum keadilan yang ada pada piagam
Madinah ini, sesuai dengan syariat Nya Allah dan hukumnya karena
berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan sunah Rasulullah. Dengan
adanya piagam Madinah ini maka muncullah peradaban kenegaraan
Madinah yang benar dan kuat asasnya. 7
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh
Rasulullah.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat
berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang
berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara
tersebut. Alhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah
Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga
sebagai kepala negara. Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada
periode Madinah ajaran Islam merupakan kelanjutan dari periode
Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak

6
Al buthi, Fiqh al Siirah Muhammad SAW, (Dar Al Fikr, 1993), hlm. 157.
7
Ibid, hlm. 162.
11

diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum


mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa
dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah
terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut
mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa
kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah
yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah "perlawanan" dalam
bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan
pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara
ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.
Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur
"sempurna", juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran
Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan mencapai
puncaknya pada QS 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur
rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan
disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai
tercipta. 8
Pengajaran Rasulullah pada sekolah kehidupan yang luas tanpa
di batasi dinding kelas. Dimanapun ada berbagai kesempatan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan dimanfaatkan sebagai sarana
menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di
jalan, dan di tempat-tempat lainnya. Pokok pembinaan pendidikan
Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan
politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah,
yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai
oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut. 9

8
Kartika Sari, M Hum, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka: Shiddiq Press,
2015), hlm. 27.
9
Hamim Hafiddin, Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah, (Bandung: UIN
Sunan Gunung Djati), hlm. 24.
12

Zulqarnaian mengutip bahwa Samsul Nizar menyebutkan Hasil


pendidikan Islam periode Rasulullah terlihat dari kemampuan murid-
muridnya (para sahabat) yang luar biasa. Misalnya Umar Bin Khattab
ahli Hukum dan Pemerintahan, Abu Hurairah ahli Hadis, Salman al-
Farisi ahli perbandingan agama (Majusi, Yahudi, Nasrani, dan Islam),
dan Ali Ibn Abi Thalib ahi Hukum dan Tafsir al-Qur`an. Kemudian
murid dari sahabat Rasulullah di kemudian hari, banyak yang menjadi
ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan-sains, teknologi,
astronomi, filsafat yang mengantarkan Islam ke pintu gerbang zaman
keemasan terutama pada fase awal kekuasaan dinasti Abbasiyyah. 10
C. Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Khulafa al-Rasyidin
1. Pencapaian pada masa Khalifah Abu Bakar
Dalam masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq cukup
terbilang banyak menghadapi persoalan-persoalan di dalam negeri
yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang
zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabat yang
lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui
apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan
kemurtadan). 11
Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu
Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk
menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam
kedudukan umat Islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum misi
ini selesai dilakukan. 12

10
Muh.Alif Kurniawan, dkk., Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam: Dari
Masa Klasik, Tengah, Hingga Modern, (Qoulun Pustaka, 2014), hlm. 241.
11
Suyuti Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018),
hlm. 123.
12
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hlm. 160.
13

Selain itu, berikut ini mengenai peradaban yang berkembang


pada masa pemerintahan Abu Bakar yang berlangsung selama dua
tahun tiga bulan: 13
a. Membudayakan musyawarah yang lebih demokratis
dalam pemerintahan dan masyarakat;
b. Menumbuhkan loyalitas umat islam dan tentara kepada
pemerintah yang memberi dukungan atas semua
kebijakan khalifah;
c. Membudayakan musyawarah dalam menyikapi setiap
masalah yang timbul;
d. Membangun pemerintah yang tertib di pusat dan di
daerah;
e. Membangun milter yang disiplin dan tangguh di medan
tempur;
f. Menyusun mushaf al-Qur’an seperti yang dimiliki umat
Islam sekarang;
g. Menyejahterakan rakyat secara adil dengan membangun
baitul mall serta memperbadayakan zakat, infaq, serta
ghanimah dan jizyah.
Dengan demikian, selama pemerintahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq, harta Bait Al-Māl tidak pernah menumpuk dalam jangka
waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh
kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat,
hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh
kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan
negara. Dalam pemerintahan Abu Bakar, ciri-ciri ekonominya
(Karim, 2017), adalah: 14

13
Suyuti Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018),
hlm. 126-127.
14
Abd. Wahab, Alokasi Belanja Negara (Studi Komperasi Era Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidin dengan Era Pemerintahan Jokowi Per. 2014-2019 ), Vol. 5,
(Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, 2019), hlm. 77.
14

a. Menerapkan praktek akad– akad perdagangan yang sesuai


dengan prinsip syariah;
b. Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak
mau membayar zakat;
c. Tidak menjadikan ahli badar sebagai pejabat Negara,
tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian
kekayaan Negara;
d. Mengelolah barang tambang (rikaz) yang terdiri dari
emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi
sumber pendapatan Negara;
e. Tidak merubah kebijakan Rasullah SAW dalam masalah
jizyah. Sebagaimana Rasullah Saw Abu Bakar tidak
membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar
jizyah, maka pada masanya, jizyah dapat berupa emas,
perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda benda
lainya;
f. Penerapan prinsif persamaan dalam distribusi kekayaan
Negara;
g. Memperhatikan akurasi penghitunga Zakat. Hasil
penghitungan zakat dijadikan sebagai pendapatan negara
yang disimpan dalam Baitul Maal dan langsung di
distribusikan seluruhnya pada kaum Muslimin.
2. Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan
sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri
masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina,
Syiria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi
(Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan
Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman
Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi
15

awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di


dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan
Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi
di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan
mengontrol daridekat kebijakan publik, termasuk membangun
sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga
memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah
kekuasaan Islam.Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas
dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di
Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar
dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi
gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap
hidup sangat sederhana. 15
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa
khalifah Umar bin Khatthab, yang meliputi Sistem pemerintahan
(politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama. Sebagaimana
dijelaskan berikut:
a. Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi
politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan
wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena
perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu
‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama
di Persia. Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah
dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu
Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam

15
Ronaldo, R. Zulfikar, A. Saihu, Ismail, & Wekke, I. S. International relations
of the asia pacific in the age of trump, (Journal of Environmental Treatment
Techniques, 8(1) 2020), hlm. 244–246.
16

usahanya itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya


bahkan sampai menjadi peperangan.Kekuasaan Islam
sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan
dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir,
Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah
Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin
khatab mulai dirintis tata cara menata struktur
pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak
masa Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan
pusat dan pemerintahan provinsi.
Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam
maka sangat membutuhkan penataan administrasi
pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga
pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim (yudikatif)
terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif).
Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang
yang mempunyai reputasi yang baik dan mempunyai
integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit
ditetapkan sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-
Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai
Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi
kufah. 16
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai
berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga

16
A. Aziz & Saihu, S. Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya
Kontekstualisasi Kaidah Bahasa Arab, (Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, 3(2), 2020),
hlm. 299-214.
17

penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga


terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi
Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia.
Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar
berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan
peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.Lalu Umar mencanangkan administrasi tata
negara (susunan kekuasaan), yaitu :
1) Kholifah (Amiril Mukminin)
Berkedudukan di ibu kota Madinah yang
mempunyai wewenang kekuasaan;
2) Wali (Gubernur)
Berkedudukan di ibu kota Provinsi yang
mempunyai kekuasaan atas seluruh wilayah
Provinsi;
3) Tugas pokok pejabat
Tugas pokok pejabat, mulai dari khalifah, wali
beserta bawahannya bertanggung jawab atas
maju mundurnya Agama Islam dan Negara.
Disamping itu mereka juga sebagai imam shalat
lima waktu di masjid.
4) Membentuk dewan-dewan Negara
Guna menertipkan jalannya administrasi
pemerintahan, Kholifah Umar membentuk
dewan-dewan Negara yang bertugas mengatur
dan menyimpan uang serta mengatur
pemasukan dan pengeluaran uang negara,
termasuk juga mencetak mata uang Negara.
b. Perkembangan Ekonomi
18

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan


setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga
yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga
mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan
membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi
para Mu’allaf. 17
c. Perkembangan Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-
sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan
untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan
dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantara umat
Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah,
ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para
sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di
Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar
jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan
pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan
itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para
panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai
satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai
tempat ibadah dan pendidikan.

17
Muhammad Husein Haikal, Umar bin Khatthab sebuah teladan mendalam
tentang pertumbuhan Islam dan kedaulatannya dimasa itu , (Bogor: Pustaka Lintera
AntarNusa, 2002), hlm. 45.
19

Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah


Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang
melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah,
beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan
pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru
untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka
bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam
lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk
Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan
pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang
baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu
keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung
dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut
ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai
pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam
ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah
pembidangan disiplin keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa
khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan
aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya
mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya
pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan
materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa,
menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
3. Khalifah Utsman bin Affan (23-36 H/644-656 M)
Pada masa khalifah Utsman bin Affan terdapat
ketidakseragaman qira’at dan menimbulkan perpecahan, sehinga
pada saat itu dipandang perlu untuk ditertibkan. Orang pertama
yang mensinyalir adanya perpecahan adalah sahabat Huzaifah ibnu
20

Yaman. Kemudian Huzaifah melaporkan kepada Utsman agar


segera mengambil langkah-langkah untuk menertibkannya. Usul ini
diterima oleh Utsman dan beliau mengambil langkah antara lain:
Meminjam naskah yang telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit pada masa
Abu Bakar yang disimpan oleh Hafshah binti Umar. Kemudian
membentuk panitia yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Sa’id ibnu Ash, Abdurrahman ibnu Harits. Utsman memberikan
tugas kepada mereka untuk menyalin kembali ayat-ayat Al-Qur`an
dari lembaran-lembaran naskah Abu Bakar sehingga menjadi
mushaf yang sempurna. 18
Selain itu khalifah Utsman juga begitu menjunjung tinggi
nilai keadilan dalam memutuskan suatu perkara hukum, seperti
ketika beliau menganjurkan kepada petugas-petugas qadhi nya yang
berada di daerah untuk menjalankan tugasnya agar mereka selalu
berlaku adil demi terciptanya kebenaran. Sehingga beliau
mengirimkan surat kepada petugas yang isinya adalah: “Maka
sesungguhnya Allah menciptakan makhluk yang benar. Maka Allah
tidak akan menerima juga kecuali dengan kebenaran. Ambillah
kebenaran dan perhatikanlah amanah, tegakkanlah amanah itu dan
janganlah kalian merupakan orang yang pertama kali
meniadakannya, Maka kalian akan merupakan kongsi oarang-orang
sesudahmu, Penuhilah! Jangan kalian berbuat aniaya kepada anak
yatim piatu dan begitu juga yang berbuat aniaya kepada orang yang
engkau mengikat janji kepadannya”. 19

18
Muhammad Adnan, Wajah Islam Periode Makkah-Madinah, Vol. 5,
(Cendikia: Jurnal Study Keislaman, 2019), hlm. 97-98.
19
Athiyah Musthafa Musyfifah, Al-Qadha fi Al-Islam, (cet 1: Asy-Syarqul
Austh), hlm. 104.
21

Sementara pencapaian beliau tidak sampai disitu, bahkan


beliau meninggalkan jejak peradaban yang bermakna dalam
kehidupan manusia saat itu hingga sekarang, antara lain: 20
a. Membudayakan sistem musyawarah dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara;
b. Menyeragamkan cara membaca al-Qur’an yang ditandai
dengan penyusunan ayat-ayatnya dalam satu mushaf;
c. Membangun fasilitas umum;
d. Menertibkan administrasi pemerintahan dengan deskripsi
pekerjaan yang jelas.
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
a. Tipe Demokratis
Mulai berkembangnya paham demokrasi, Paham
demokrasi ini merupakan paham yang dikembangkan dan dianut
oleh kaum Khawarij. Menurut mereka khalifah atau imam harus
dipilih secara bebas oleh umat Islam.
Demokratis Ali Bin Abu Thalib menerima kekhalifahan
dan mau dibaiat Tetapi bai`at harus dilakukan di Mesjid Dan di
depan masyarakat banyak dan tidak tersembunyi, dan atas
kerelaan kaum muslimin. Bai`at berlangsung di Mesjid Nabawi,
termasuk kaum Muhajirin dan Anshar dan tidak ada penolakan,
termasuk para sahabat besar, kecuali ada tujuh belas sampai dua
puluh orang.
b. Tipe Karismatik
Sifat Ali di hari pertama kekuasaannya, Khalifah Ali Bin
Abi Thalib selalu memperhatikan dan mencermati keadaaan
rakyatnya.Berusaha meneliti apa-apa yang mengusik, menyakiti,
dan menyulitkan hidup mereka. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Khalifah Ali Bin Abi Thalib membuat saluran air

20
Suyuti Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018),
hlm. 138-139.
22

untuk mengairi lembah-lembah dan membuat sejumlah tempat


pemandian umum di jalan-jalan yang dilintasi kaum muslim. Ia
juga sering berjalan-jalan di pasar seraya memperingatkan para
pedagang agar tidak melakukan pekerjaan mereka tanpa
mengetahui fikih muamalah ia berkata,”orang yang berdagang
dan tidak mengetahui fikih maka ia jatuh dalam riba, kemudian
melakukan riba, dan melakukannya lagi. 21
c. Tipe Milliteristik
Dalam bidang pemerintahan ini, Ali berusaha
mengembalikan kebijaksanaan khalifah Umar bin Khattab pada
tiap kesempatan yang memungkinkan. Ia melakukan beberapa
hal, yaitu:
1) Membenahi dan menyusun arsip negara dengan tujuan
untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-
dokumen khalifah;
2) Membentuk kantor hajib (perbendaharaan);
3) Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan
pengawal);
4) Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim suatu unsur
pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi dari qadhi
(memutuskan hukum) atau muhtasib (mengawasi
hukum). Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan
perkaraperkara yang tidak dapat diputuskan oleh
qadhi atau penyelesaian perkara banding.
Mengorganisir polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas
mereka. Mengenai bidang kemiliteran, kaum muslimin pada
masa khalifah Ali telah berhasil meluaskan wilayah kekuasaan
Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan
ditumpas, orang Arab mengandalkan penyerangan laut atas
Konkan (pantai Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini

21
Ali Audah., hlm. 193-198.
23

mendirikan pemukiman-pemukiman militer di pebatasan Syiria.


Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia juga
membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan
Parsi. 22
D. Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Kekhalifahan Bani Umayyah
Selama pemerintahan Dinasti Umayyah, dapatlah dicatat
kemajuan yang dicapainya, terutama yang terkait dengan kehidupan
budaya Arab yang secara dominan memberikan warna kepada budaya
Arab-Islam di kemudian hari.
1. Politik dan Pemerintahan
Di bidang pemerintahan, budaya Arab pada masa
Dinasti Umayyah mengalami perubahan dan kemajuan.
Perubahan yang signifikan dan memiliki pengaruh besar di
kemudian hari adalah diubahnya sistem demokrasi atau syura
(musyawarah untuk memilih khalifah) dengan sistem
monarki, pembentukan dewan-dewan, penetapan pajak dan
kharaj, sistem pemerintahan provinsial, dan kemajuan di
bidang militer. Pada masa dinasti ini juga dibentuk lima
dewan di pusat pemerintahan, yaitu dewan militer (diwânul-
jund), dewan keuangan (diwânul-kharaj), dewan surat-
menyurat (diwânul-rasâil), dewan pencapan
(diwânulkhatam), dan dewan pos (diwânul-barîd). 23
Kalau pada masa Khulafâur-Râsyidîn, kekayaan
negara menjadi milik bersama umat, pada masa dinasti ini
pajak negara dialihkan menjadi harta pribadi para khalifah.
Pendapatan pajak menurut Ali 24 berasal dari pajak tanah,
jizyah (pajak kepala) atas warga non-Muslim, zakat, cukai

22
Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, cet. II, (Yogyakarta: Lesfi,
2009), hlm. 78.
23
Lukman Ali, (1995), hlm. 230.
24
Lukman Ali, (1995), hlm. 231.
24

dan pajak pembelian, upeti yang dibayar menurut perjanjian,


seperlima harta rampasan perang, al-fa’i, impor tambahan
hasil bumi, hadiah pada peristiwa festival, dan upeti anak
dari bangsa Barbar.
2. Pengembangan Militer
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah,
perkembangan militer bangsa Arab telah mencapai kemajuan
yang signifikan. Dalam peperangan dengan tentara
Byzantium, bangsa Arab sekaligus mempelajari kelebihan
metode militer Romawi dan meng-gunakannya sebagai model
mereka 25 . Para jenderal Muslim, setelah menempuh
perjalanan jauh, biasa mendirikan kemah seperti yang
digunakan tentara Romawi. Kemah yang diperkuat ini pada
akhirnya digunakan oleh seluruh Dinasti Umayyah.
Perekrutan anggota tentara baru pun dilakukan di
mana-mana, mulai dari Kufah, Bashrah hingga ke daerah
Barat. Di bawah pemerintahan Muawiyah, bangsa Arab telah
memiliki tentara sejumlah 60.000 orang, dengan anggaran
sebesar 60 juta dirham, yang masing-masing tentara
memperoleh 1.000 dirham termasuk untuk jaminan keluarga.
Di bawah dinasti ini pula, pasukan infanteri
dikembangkan sedemikian rupa, sehingga mereka mahir
dalam menggunakan pelbagai persenjataan seperti tombak,
busur, panah, lembing, pedang bermata dua, dan perisai
panjang. Mereka juga memakai helm untuk melindungi
kepala dan baju mereka terbuat dari kulit dengan beberapa
lipatan untuk melindungi badan.
Ketika tentara Romawi menyerang pantai Syria pada
tahun 669 Masehi pemerintahan Dinasti Umayyah mulai
menyadari pentingnya pengembangan angkatan laut. Untuk

25
Lukman Ali, (1995), hlm. 233.
25

itulah, selain pabrik galangan kapal yang telah ada di Mesir,


bangsa Arab juga mendirikan pabrik baru di Syria. Para ahli,
pakar perencana, dan para tukang dipekerjakan untuk
membangun kapal di Syria.
Pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, bangsa Arab
telah memiliki suatu armada angkatan laut yang besar yang
terdiri atas 1.700 kapal perang. Ini dicapai berkat
kepemilikan pabrik kapal di Mesir, Syria, dan Tunisia.
Dengan kekuatannya itu, wajar apabila pasukan Arab
berhasil melakukan penaklukan pulau-pulau dan kota-kota
yang dipisahkan oleh laut.
3. Kondisi Sosial
Pada masa Dinasti Umayyah ini mulai dikenal
stratifikasi sosial. Menurut Philip K. Hitti 26 rakyat dari
seluruh imperium Arab terbagi ke dalam empat macam
golongan. Golongan pertama adalah golongan tertinggi
terdiri atas kaum Muslimin yang memegang kekuasaan,
dikepalai oleh anggota-anggota istana dan kaum ningrat dari
para penakluk Arab. Golongan kedua adalah golongan
neomuslim (kaum Muslim baru), yang dengan keyakinan
sendiri atau terpaksa memeluk Islam dan secara teori
memiliki hak-hak penuh dari kewargaan Islam. Golongan
ketiga adalah anggota mazhab-mazhab, pemeluk agama-
agama yang umum atau yang disebut dengan zimmi, yaitu
kaum Kristen, Yahudi, dan Saba yang mengikat perjanjian
dengan kaum Muslim. Mereka memiliki kemerdekaan
beragama dengan jalan membayar pajak tanah atau uang-
kepala. Golongan keempat adalah golongan budak-budak.
Meskipun perlakuan terhadap para budak telah diperbaiki,

26
Philip K. Hitti, (2001), hlm. 97.
26

tetapi dalam praktiknya mereka tetap menjadi penduduk


kelas rendah.
Selama masa kekhalifahan Dinasti Umayyah, kondisi
sosial dalam keadaan damai dan adil, meskipun sistem
pemerintahan berjalan tidak demokratis. Kendatipun bangsa
Arab-Islam berkuasa di seluruh imperium, kehidupan muslim
non-Arab tidak mengalami kesulitan. Mereka hidup damai
dan bersahabat dengan baik. Mereka menikmati kewajiban
dan hak yang sama dalam kehidupan negara. Para khalifah
melindungi gereja, katedral, candi, sinagog dan tempat-
tempat suci lainnya, bahkan semua tempat peribadatan yang
rusak dibangun kembali dengan dana yang dikeluarkan dari
kas negara.
Di samping kebebasan beragama, orang bukan Islam
juga menikmati kebebasan peradilan, hakim, dan hukum.
Mereka dibebaskan menggunakan yurisdiksi mereka
sebagaimana diatur oleh pimpinan agama mereka sendiri. Di
bawah kekhalifahan Dinasti Umayyah, Damaskus menjadi
salah satu kota yang cantik di dunia dan menjadi pusat
budaya serta pusat kerajaan Islam. Khalifah menghiasinya
dengan bangunan-bangunan megah, air mancur dan rumah-
rumah yang menyenangkan. Para penguasa, kecuali Umar II,
menempuh kehidupan mewah dan penuh kebesaran dan
mempertahankan standar istana menurut cara para kaisar.
Muawiyah sendiri gemar mendengarkan cerita sejarah dan
anekdot. Di samping melaksanakan fungsi keagamaan, para
khalifah juga malaksanakan kekuasaan mahkamah tinggi.
Para penguasa mendengarkan keluhan rakyatnya, baik secara
pribadi maupun secara umum. Biasanya khalifah duduk di
atas singgasana di pengadilan terbuka, dikelilingi sebelah
27

kanannya oleh para pangeran dan di sebelah kirinya oleh


orang-orang terkemuka dan masyarakat umum.
Kehidupan pribadi para khalifah Dinasti Umayyah
juga tidak lepas dari ke-kurangan dan kelemahan. Menurut
Ali K 27 , hampir semua khalifah mempunyai gundik dalam
harem. Yazid II sangat mencintai dua gadis penyanyinya,
Salamah dan Habibah, sehingga ketika Habibah meninggal
karena tersumbat sebuah anggur yang dilempar Khalifah ke
dalam mulutnya ketika sedang bercanda, khalifah yang
tengah dimabuk asmara itu sangat menyesal hingga
meninggal dunia.
Di bawah penguasa Yazid I, penggunaan anggur
menjadi sebuah tradisi. Penggunaan anggur yang terlalu
banyak membuat Yazid I memperoleh gelar Yazid Al-
Khumur. Dia biasa minum tiap hari; sementara Khalifah
Walid I memuaskan dirinya dengan minum anggur setiap dua
hari sekali; Hisyam minum anggur sekali dalam satu minggu,
dan Abdul Malik minum anggur satu kali dalam satu bulan.
Yazid II dan Walid II dikenal sebagai peminum berat. Pesta
anggur biasanya dilakukan bersamaan dengan pesta musik.
Permainan dadu dan kartu juga dipraktikkan di dalam
kerajaan. Balapan kuda sangat populer di bawah kekuasaan
Dinasti Umayyah. Musik dikembangkan dan sejumlah uang
diberikan kepada para pemusik dan penyanyi.
Kebiasaan memingit wanita juga mulai masuk ke
dalam budaya Arab, terutama sejak pemerintahan Walid II.
Kaum wanita juga memperoleh tempat yang terhormat pada
masa ini. Mereka dapat menikmati kebebasan di tengah
masyarakat. Mereka juga amat berminat terhadap pendidikan
dan bidang sastra. Sejak pemerintahan Dinasti Umayyah juga

27
Lukman Ali, (1995), hlm. 238.
28

mulai berkembang penggunaan serbet, sendok, dan garpu.


Makanan disajikan dengan model dan pola makan di Barat.
Itulah mungkin dampak dari persentuhan antara budaya
Arab-Islam dengan budaya Barat, terutama Spanyol.
4. Kemajuan Pendidikan
Di bidang pendidikan, Dinasti Umayyah memberikan
andil yang cukup signifikan bagi pengembangan budaya
Arab pada masa-masa sesudahnya, terutama dalam
pendidikan dan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam,
sastra dan filsafat.
Pada masa dinasti ini, mulai dikembangkan cabang-
cabang ilmu baru yang sebelumnya tidak diajarkan dalam
sistem pendidikan Arab. Diajarkanlah cabang-cabang ilmu
baru, seperti tata-bahasa, sejarah, geografi, ilmu pengetahuan
alam, dan lain-lain. Meskipun demikian, perkembangan
sistem pendidikan baru berlangsung pada paroh terakhir
Dinasti Umayyah dan tidak pada awal dinasti ini. Badira,
sebuah kota dekat Madinah, pada awalnya hanyalah
merupakan tempat belajar dan berkumpulnya para murid
untuk belajar bahasa Arab dan pembacaan sastra. Pada waktu
itu, bila ada orang yang menguasai dan memiliki
pengetahuan tentang bahasa ibu dan mengetahui bagaimana
berenang dan menggunakan busur serta anak panah, maka
orang itu dipandang sebagai orang terpelajar. Akan tetapi,
sejak sistem pendidikan dikembangkan, kualifikasi
“terpelajar” lambat laun berubah.
Karena tuntutan untuk mempelajari dan menafsirkan
Al-Quran, kedua jenis pengetahuan, yaitu filologi dan
leksikografi mendapat perhatian dari banyak orang. 28 Sejak
saat itulah di kalangan masyarakat muslim Arab mulai

28
Philip K. Hitti, (2001), hlm. 102.
29

berkembang dengan pesat ilmu tafsir dan tafsir Al-Quran itu


sendiri.
Lebih dari itu, ilmu pengetahuan dan budaya Arab
pada masa Dinasti Umayyah juga mengalami perkembangan
yang pesat dalam lapangan ilmu-ilmu “umum”. Bahkan ilmu
pengobatan mencapai puncak kesempurnaannya di Arabia
pada masa dinasti ini. Khalid Ibn Yazid memperoleh
kesarjanaan dalam ilmu kimia dan kedokteran dan menulis
beberapa buku tentang bidang itu. Dia adalah orang pertama
di dalam Islam yang menerjemahkan ilmu pengetahuan
Yunani ke dalam bahasa Arab. Umar II menyokong
pengajaran dan orang-orang terpelajar, dan menurut suatu
kabar, ia telah memindahkan sekolah kedokteran dari
Alexandria ke Antiokia. 29 Di bawah pemerintahannya,
banyak karya Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Cucu Ali, yang bernama Imam Ja’far yang ahli dalam
berbagai cabang ilmu di masanya, adalah pendiri dari aliran
filsafat dalam Islam. Hasan Al-Basri dan Wasil Ibn Atha,
pendiri aliran Mu’tazilah, adalah murid Imam Ja’far yang
terkenal.
Kendati perkembangan puisi dan musik mendapat
tantangan dari kaum konservatif, yang menganggap musik
dan nyanyian sebagai kesenangan-kesenangan yang dilarang
agama, kemajuan puisi dan musik amat luar biasa, terutama
di lingkungan istana. 30
5. Keindahan Arsitektur
Peranan khalifah pada masa Dinasti Umayyah
terhadap pengembangan arsitektur Islam tampak menonjol.

29
Lukman Ali, (1995), hlm. 241.
30
Philip K. Hitti, (2001), hlm. 103.
Perkembangan pesat terjadi terutama pada arsitektur religi. 31
Para arsitek muslim Arab atau orang-orang yang mereka
pakai, mengembangkan suatu bagan bangunan, sederhana
dan luhur, berdasarkan contoh-contoh yang sudah ada
terlebih dahulu, tetapi mendapat inspirasi kuat dari
pengalaman keberagamaan mereka.
Perkembangan arsitektur tidak bisa dilepaskan dari
peranan khalifah. Para khalifah Dinasti Umayyah amat
menyokong perkembangan seni ini. Menara, misalnya,
diperkenal-kan oleh Muawiyah. Kubah Karang (Kubah As-
Sakra) di Yerussalem yang didirikan oleh oleh Abdul Malik
pada tahun 691 M, merupakan salah satu contoh paling
cantik dari hasil karya arsitektur Muslim zaman permulaan.
Bangunan ini merupakan masjid pertama yang ditutup
dengan sebuah kubah. 32
Abdul Malik mendirikan masjid lain yang bernama
Masjid Al-Aqsha yang dibangun kembali oleh Dinasti
Abbasiyah, Al-Manshur. Pada sekitar awal abad VII, Walid
Ibn Abdul Malik mendirikan masjid agung di Syria dan
diberi nama menurut nama Dinasti Umayyah. Perkembangan
arsitektur religi, dengan demikian, mencapai puncaknya pada
bentuk dan arsitektur masjid-masjid.
E. Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Kekhalifahan Abbasiyah
Masa dinasti abasiyyah merupakan masa kejayaan Islam dalam
berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada
masa ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu
pengetahuan, sehingga mengalami kemajuan pesat. Pengalihan ilmu
pengetahuan dilakukan dengan cara menerjemahkan berbagai buku karangan
bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa Yunani, Romawi

31
Philip K. Hitti, (2001), hlm. 102.
32
Lukman Ali, (1995), hlm. 242.
30
dan Persia. Berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika
seperti Mesopotamia dan Mesir juga menjadi perhatian.
Banyak para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan adalah kelompok mawali atau orang-orang non arab, seperti
Persia. Pada masa permulaan Dinasti Abasiyah, belum terdapat pusatpusat
pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah. Akan tetapi sejak masa
pemerintahan Harun Ar Rasyid mulailah dibangun pusat-pusat pendidikan
formal seperti Darul Hikmah dan pada masa Al Ma’mun dibangun Baitul
Himah yang kelak dari lembaga ini melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu
pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat Islam.33
Pada masa Al Ma’mun ilmu pengetahuan dan kegiatan intelektual
mengalami masa kejayaanya. Ia mendirikan Baitul Hikmah yang menjadi
pusat kegiatan ilmu, terutama ilmu pengetahuan nenek moyang Eropa
(Yunani). Pada masa itu banyak karya-karya Yunani yang diterjemahkan
kedalam bahasa Arab. Selanjutnya model ini dikembangkan di Darul Hikmah
Cairo kemudian diterima kembali oleh barat melalui Cordova dan kota-kota
lain di Andalusia.34
Pada masa ini berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu
pengetahuan umum ataupun agama, seperti Al Qur’an, qiraat, Hadits, Fiqih,
kalam, bahasa dan sastra. Disamping itu juga berkembang empat mazhab fi
qih yang terkenal, diantaranya Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi , Imam
Maliki ibn Anas pendiri madzhab Maliki, Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’i
pendiri madzhab syafi’i dan Muhammad ibn Hanbal, pendiri madzhab
Hanbali. Disamping itu berkembang pula ilmuilmu umum seperti ilmu fi
lsafat, logika, metafisika, matematika, alam, geometri, aritmatika, mekanika,
astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk kedalam
Islam melalui terjemahandi Baitul Hikmah dari bahasa Yunani dan persia ke
dalam bahasa Arab, disamping dari bahasa India. Pada masa pemerintahan al

33
N. Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, ( Solo: Tiga
serangkai pustaka mandiri, 2009), hlm. 131.
34
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Pustaka book publisher, 2007), hlm. 392.
31
Ma’mun pengaruh Yunani sangat kuat. Diantara para penerjemah yang
masyhur saat itu ialah Hunain ibn Ishak, seorang Kristen Nestorian yang
banyak menerjemahkan bukubuku Yunani ke dalam bahasa Arab. Ia
terjemahkan kitab Republik dari Plato dan kitab Kategori, Metafi sika, Magna
Moralia dari dari Aristoteles.35
1. Bidang Kebudayaan
Pada masa Bani Abbassiyah berkembang corak
kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi
dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam
masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang
mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia,
Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindia dan Kebudayaan Arab
dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan Umum
Banyak lahir ilmuwan-ilmuwan besar dan sangat
berpengaruh terhadap peradaban islam.
a. Ilmu kedokteran
1) Hunain ibn Ishaq (804-874 M), terkenal sebagai dokter
penyakit mata.
2) Ar Razi (809-873 M), terkenal sebagai dokter ahli penyakit
cacar dan campak. Buku karanganya dibidang kedokteran
berjudul Al Hawi.
3) Ibn sina (980-1036 M), karyanya yang terkenal adalah al
Qonun fi at-Tibb dan dijadikan buku pedoman kedokteran
bagi universitas di negara Eropa dan negara Islam.
4) Abu Marwan Abdul Malik ibn Abil’ala ibn Zuhr (1091-
1162 M), terkenal sebagai dokter ahli penyakit dalam.
Karyanya yang terkenal adalah At Taisir dan Al Iqtida.

35
Ali Mufrodi, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, cet ke-1, (Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997), hlm. 165-167.
32
5) Ibn Rusyd (520-595 M), terkenal sebagai perintis penelitian
pembuluh darah dan penyakit cacar.
b. Ilmu Perbintangan
1) Abu Masy’ur al Falaki, karyanya adalah Isbatul’Ulum dan
Haiatul Falaq.
2) Jabir Al Batani, pencipta teropong bintang yang pertama,
karya yang terkenal adalah Kitabu Ma’rifati Matlil-Buruj
Baina Arba’il Falaq.
3) Raihan Al Biruni, karya yang terkenal adalah at-Tafhim li
Awa’ili Sina’atit-Tanjim.36
c. Ilmu Pasti/ Matematika (Riyadiyat)
1) Sabit bin Qurrah al Hirany, karyanya yang terkenal adalah
Hisabul Ahliyyah.
2) Abdul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin
Abbas, karyanya yang terkenal ialah Ma Yahtaju Ilaihi
Ummat Wal Kuttab min Sinatil-hisab.
3) Al Khawarijmi, tokoh matematika yang mengarang buku al
Jabar.
4) Umar Khayam, karyanya tentang al Jabar yang bejudul
Treatise on al-Gebra telah diterjemahkan oleh F Woepcke
ke dalam bahasa Perancis (1857 M). Karya Umar Khayam
lebih maju daripada al-Jabar karya Euklides dan Al
Khawarizmi.
d. Ilmu farmasi dan Kimia
Salah satu ahli farmasi adalah ibn Baitar, karyanya yang
terkenal adalah Al Mugni, Jami’ Mufratil Adwiyyah, wa
Agziyah dan Mizani tabib. Adapun dibidang Kimia adalah Abu
Bakar Ar Razi dan Abu Musa Ya’far al Kufi .
e. Ilmu Filsafat

36
N Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: Tiga
serangkai pustaka mandiri, 2009), hlm. 50.
33
Tokoh-tokoh filsafat Islam antara lain, Al Kindi (805-
873), Al Farabi (872-950 M) dengan karyanya Ar-Ra’yu Ahlul
Madinah al Fadilah, Ibnu sina (980-1036 M), Al Ghazali (450-
505 M) dengan karya Tah Afut al-Falasifat, Ibnu Rusyid dan
lain-lain.
f. Ilmu Sejarah
Ahli Sejarah yang lahir pada masa itu adalah Abu
Ismail al Azdi, dengan karyanya yang berjudul Futuhusyi
Syam, al Waqidy dengan karyanya al Magazi, Ibn Sa’ad
dengan karyanya at-Tabaqul Kubra dan Ibnu Hisyam dengan
karyanya Sirah ibn Hisyam.
g. Ilmu Geografi
Tokohnya ialah Ibnu Khazdarbah dengan karyanya
Kitabul masalik wal Mamalik, Ibnu Haik dengan karyanya
Kitabus Sifati Jaziratil- ‘arab dan Kitabul Iklim, Ibn Fadlan
dengan karyanya Rihlah Ibnu fadlan.37
h. Ilmu Sastra
Pada masa itu juga berkembang ilmu sastra yang
melahirkan beberapa penyair terkenal seperti, Abu Nawas, Abu
Atiyah, Abu Tamam, Al Mutannabbi dan Ibnu Hany. Di
samping itu mereka juga menghasilkan karya sastra yang
fenomenal seperti Seribu Satu Malam “Alf Lailah Walailah”,
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The
Arabian Night.38
3. Bidang Ekonomi
Ekonomi berpusat pada perdagangan dunia (Basrah, Iraq)
dan (Siraf, Pesisir Laut Persia). Kemudian bergeser ke Kairo. Dan

37
N Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo : Tiga
serangkai pustaka mandiri, 2009), hlm. 50.
38
Ali Mufrodi, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, cet ke-1, (Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997), hlm. 165-167.
34
Baghdad sebagai jantung pemerintahan juga menjadi penopang
kegiatan perdagangan.
a. Pertanian, sistem irigasi modern dgn memanfaatkan
Sungai Eufrat dan Tigris, Khalifah membela dan
menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak
hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan
sama sekali.
b. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-
ramai membangun berbagai industri, sehingga
terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya yang
salah satunya industri kertas.
c. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan
perdagangan seperti:
1) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat
di jalan-jalan yang dilewati kafi lah dagang.
2) Membangun armada-armada dagang.
3) Membangun armada untuk melindungi partai-
partai negara dari serangan bajak laut.
4) Menggiatkan ekspor impor.
5) Ilmu Agama
Di samping ilmu pengetahuan umum, pada masa itu
berkembang pula ilmu agama dengan tokoh-tokohnya
sebagai berikut:
1. Ilmu Tafsir
Pada masa itu berkembang 2 macam tafsir
dengan tokoh-tokohnya:
1) Tafsir Bil Ma’tsur (penafsiran ayat Al
Qur’an oleh Al Qur’an atau Hadits Nabi),
diantara tokohnya adalah Ibnu Jarir At
Tabari, Ibnu Atiyah al Andalusy,
Muhammad Ibn Ishak dan lain-lain.

35
2) Tafsir Bir-Ra’yi (Tafsir dengan akal
pikiran), diantara tokohnya adalah Abu
Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin
Bahr Isfahany, Ibnu Juru As Asadi dan lain-
lain (A. Hasjmy).
2. Ilmu Hadits
Pada masa itu sudah ada pengkodifi kasian
Hadits sesuai kesahihannya. Maka lahirlah ulama-ulama
Hadits terkenal seperti Imam Bukhori, Muslim, At
Tirmadzi, Abu Dawud, Ibn Majah dan An Nasa’i. Dan
dari merekalah diperoleh Kutubus Sittah.
3. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam lahir karena dua faktor, yaitu musuh
Islam ingin melumpuhkan Islam dengan fi lsafat dan
semua masalah termasuk agama berkisar pada akal dan
ilmu. Diantar tokohnya ialah Wasil ibn Atho’, Abu
Hasan Al Asy’ari, Imam Ghozali dan lain-lain.
4. Ilmu Tasawuf
Diantara tokohnya adalah al Qusairy dengan
karyanya Risalatul Qusairiyah dan Al Ghozali dengan
karyanya Ihya’ Ulumuddin.
5. Ilmu bahasa
Pada masa itu kota Basrah dan kuffah menjadi
pusat kegiatan bahasa. Diantara tokohnya ialah
Sibawaih, AL Kisai dan Abu Zakariya al Farra.
6. Ilmu Fikih
Berawal dari itu, zaman pemerintahan
Abbasiyah awal melahirkan 4 Imam Madzhab yang
ulung, mereka adalah Syafi’i, Hanafi, Hambali dan
Maliki. Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah
awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir al-Quran dan
pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum
36
terdapat penafsiran seluruh al-Quran, yang ada hanyalah
Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu.39
Pada masa ini ilmu fi kih juga berkembang
pesat, terbukti pada masa ini muncul 4 madzhab fi qih,
yaitu Hanafi , Maliki, Syafi ’i dan Hanbali.40
F. Kebudayaan dan Pemikiran di Masa Akhir Periode Abbasiyah I
Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah tentu tidak terlepas dari
sejarah kemunduran Dinasti Umayyah. Sejarah kemunduran Dinasti
Umayyah berawal dari bobroknya akhlak para pemimpin Dinasti Bani
Umayyah. Empat pengganti khalifah setelah Muawiyah dan Abd. Malik
kecuali Marwan yang menjadi khalifah terakhir terbukti tidak cakap
atau bisa dikatakan tidak bermoral. Bahkan para khalifah sebelum
Hisyam pun, yang dimulai oleh Yazid I lebih suka berburu, pesta
minum, tenggelam dalam alunan musik dan puisi ketimbang membaca
Alquran atau mengurus persoalan Negara. Berpoya-poya dalam
kemewahan,oleh karena meningkatnya kekayaan dan melimpahnya
budak menjadi fenomena umum. Bahkan keluarga khalifah tidak lagi
berdarah Arab murni, Yazid III (744 M.) adalah khalifah pertama yang
lahir dari seorang budak. Perilaku buruk kelas penguasa hanyalah
gambaran kecil dari keburukan moral yang bersifat umum. 41
Selain itu, pada saat Hisyam Bin Abdul Malik memerintah pada
tahun 105-125 H./723-742 M. 42 Daulah Islam telah mengalami
kemerosotan dan melemah. Hal ini terjadi karena fanatisme antara
39
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, cet ke-9, (Jakarta : Al-Husna Zikra,
1997), hlm. 342.
40
N Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, Solo: Tiga
serangkai pustaka mandiri, 2009), hlm. 50
41
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs (Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm. 348.
42
Ahmad al-Usairy, Al-Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Sejarah Islam,
(Jakarta: Akbar Media, 2012), hlm. 207.
37
orang-orang Arab Selatan dan Arab Utara, secara khusus Khurasan. 43
Apalagi setelah Hisyam wafat pada tahun 125 H./742 M., penguasa
setelah itu yakni Walid Bin Yazid Bin Abdul Malik dikenal sebagai
sosok yang menuruti hawa nafsunya dan tindakan-tindakan yang tidak
pantas, sehingga banyak manusia yang jengkel terhadapnya. Dalam
buku Imam al-Suyuthi bahkan dijelaskan bahwa ia merupakan khalifah
yang fasik, peminum khamar, dan banyak merusak aturan-aturan
Allah. 44 Oleh karena itu secara diam-diam masyarakat membaiat
sepupunya Yazid Bin Walid yang dikenal sebagai sosok yang shaleh. 45
Dan Walid pun terbunuh pada bulan Jumadil akhir tahun 126 H. 46 Pada
saat Yazid berkuasa, ternyata masalah tidak juga terselesaikan. Gejolak
dan pemberontakan terjadi di mana-mana. Tidak ada kata tunggal di
kalangan Bani Marwan. Orang-orang Hismh memberontak, disusul
kemudian oleh penduduk Palestina. Meskipun pemberontakan ini
berhasil diredam ternyata muncul lagi konflik baru antara Qaisiyyah
dan Yamaniyah terutama di Khurasan.
Gerakan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah pun
semakin kuat. Pada tahun 129 H./ 446 M., mereka memproklamirkan
berdirinya pemerintahan Abbasiyah. Namun Marwan menangkap
pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh,
pucuk gerakan diambil alih oleh saudaranya yang bernama Abul Abbas
al-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju
Kufah. Kemudian dia dibaiat sebagai khalifah di Kufah pada tahun 132
H./ 749 M. Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Khurasan dan Irak.

43
Ahmad al-Usairy, Al-Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Sejarah Islam,
(Jakarta: Akbar Media, 2012), hlm. 209.
44
Al-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, terj. Samson Rahman, Tarikh Khulafa : Sejarah
Para Penguasa Islam, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2011), hlm. 297.
45
Ahmad al-Usairy, Al-Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Sejarah Islam,
hlm. 207.
46
Al-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, terj. Samson Rahman, Tarikh Khulafa : Sejarah
Para Penguasa Islam, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2011), hlm. 297.
38
Maka terjadilah pertempuran antara pasukan Abbasiyah dan pasukan
Marwan Bin Muhammad di Sungai Zab (antara Mosul dan Arbil).
Marwan dan pasukannya kalah dalam peperangan yang terjadi pada 131
H./ 748 M. Pasukannya lari ke berbagai penjuru hingga akhirnya dia
dibunuh oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H./ 749 M.
Dengan kematiannya, maka pemerintahan Umayyah hancur dan awal
pembentukan Dinasti Abbasiyah. 47
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah adalah tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Sebenarnya
zaman keemasan Bani Abbas telah dimulai sejak pemerintahan khalifah
Abu Ja`far Al-Mansur serta pada masa Khalifah al-Mahdi (775-785
M.), akan tetapi popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya
pada masa khalifah Harun al-Rashid (786-809 M.) dan putranya al-
Ma`mun (813-833 M.). Kekayaan banyak dimanfaatkan Harun al-
Rashid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandianpemandian umum
juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Khalifah-khalifah Bani
Abbas secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan
dengan mendatangkan naskahnaskah kuno dari berbagai pusat

47
Ahmad al-Usairy, Al-Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Sejarah Islam,
hlm. 211-212.
39
peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan
diterapkan di dunia Islam. Para ulama` muslim yang ahli dalam
berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga
muncul pada masa ini. Perkembangan pesat peradaban juga didukung
oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung Dunia
Timur dan Barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada
masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban
Islam.
Sejarah menyebutkan bahwa puncak zaman keemasan Baghdad
terjadi selama masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (786-809 M.)
Meskipun usianya kurang dari setengah abad, Baghdad pada saat itu
muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran
internasional yang luar biasa. Baghdad menjadi saingan tunggal bagi
Bizantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan,
terutama ibu kotanya. Saat itulah Baghdad menjadi kota yang tidak ada
bandingannya di sekitar Jazirah Arab. 48 Istana kerajaan dengan
bangunan-bangunan tambahan untuk para harem, pembantu laki-laki
dan pejabatpejabat khusus menempati sepertiga Kota Lingkaran itu.
Bagian yang paling mengesankan adalah ruang pertemuan yang
dilengkapi dengan karpet, gorden dan bantal terbaik dari Timur. 49
Selain itu, zaman Harun al-Rasyid merupakan zaman
kebangkitan intelektual. Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek
penerjemahan karya-karya berbahasa Persia, Sansekerta, Suriah, dan
Yunani ke bahasa Arab. Dimulai dengan karya mereka sendiri tentang
ilmu pengetahuan, filsafat, atau sastra yang tidak terlalu banyak. Orang
Arab Islam yang memiliki keingintahuan yang tinggi dan minat belajar
yang besar segera menjadi penerima dan pewaris peradaban bangsa-

48
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, hlm. 375.
49
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, hlm. 375.
40
bangsa yang lebih tua dan berbudaya yang mereka taklukkan atau yang
mereka temui. 50 Selain mempelajari dan menyerap ilmu pengetahuan
dari bangsa lain, Khalifah Abu Ja`far al-Manshur membangun
perpustakaan Baitul Hikmah, salah satu perpustakaan yang amat
terkenal dan berkelas dunia. Perpustakaan tersebut mencerminkan
peranan ilmu di dunia tanpa dapat diketahui batasannya, dan salah satu
perbendaharaan ilmiah yang paling bernilai dalam pemikiran Islam. 51
Al-Ma'mun, pengganti Harun al-Rasyid, dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-
penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli,
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang
terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan
yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar. Pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Permulaan lahirnya ilmu
pengetahuan sebenarnya telah lahir pada masa-masa sebelum Dinasti
Abbasiyah yang lebih tepat pada masa Yunani kuno, akan tetapi
keilmuan-keilmuan ini berkembang pesat pada masa Daulah
Abbasiyah. Jika diteliti sebenarnya ilmu telah ada pada permulaan
manusia atau lebih tepat pada zaman manusia purba. Pada masa ini
manusia telah menemukan besi, tembaga, dan perak untuk berbagai
peralatan. Baru setelah itu muncul keilmuan di Yunani. 52 Dengan
pendirian perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih

50
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, hlm. 381.

Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil `Alam Ishaamatu al-Muslimin fi al-


51

Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, hlm.
239.
52
Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia , (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2010), hlm. 80.
41
merupakan sebuah universitas, karena selain terdapat kitab-kitab, di
sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun
sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada pemerintahan al-Makmun, untuk memfokuskan
penerjemahan naskah-naskah asing, maka dibentuk badan penerjemah
dan pensyarah serta para penjual kertas untuk menjaga agar naskah
kuno itu tidak sampai punah dan dipindahkan ke bahasa Arab. 53 Ketua
para penerjemah adalah Hunayn Bin Ishaq, seorang sarjana terbesar
dan figur terhormat pada masanya. 54 Salah satu penerjemah pertama
dari bahasa Yunani adalah Abu Yahya Bin al-Bathriq (wafat antara
tahun 796 M-806 M.) yang dikenal karena menerjemahkan karya-karya
Galen dan Hippocrates (w.436 S.M.) untuk al-Manshur dan karya
Ptolemius, Quadripartitum untuk khalifah lainnya. 55 Dalam
menerjemahkan naskah-naskah, Khalifah al-Makmun menentukan
penanggung jawab pada setiap bahasa sebagai pengawasan terhadap
siapa yang menerjemahkan buku-buku kunonya, memberikan gaji
kepada mereka di setiap bulannya sebesar 500 Dinar (setara dua kilo
gram emas). 56 Dengan mempelajari kitab-kitab Yunani Daulah
Abbasiyah dapat membangun peradaban Islam yang agung dan

. Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil `Alam Ishaamatu al-Muslimin fi al-


53

Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, hlm.
242.
54
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, hlm. 388.
55
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, hlm. 387.

Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil `Alam Ishaamatu al-Muslimin fi al-


56

Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, hlm.
242.
42
membawa Islam mencapai masa keemasan khususnya bidang keilmuan,
akan tetapi imperium ini runtuh pada awal abad ke-13 setelah terjadi
perang antar saudara yang berlarut-larut, dan banyak pemberontakan
yang terjadi. Pada permulaan Daulah Abbasiyah, pendidikan dan
pengajaran berkembang pesat di seluruh negara islam sehingga lahir
sekolah-sekolah yang tersebar di kota-kota sampai desa. Peradaban
Islam megalami puncak kejayaan pada masa Daulah Abbasiyah.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Selama pemerintahan al-
Mutawakkil, di kota mereka berdiri sekolah filsafat dan kedokteran
yang pada awalnya berada di Iskandariyah, kemudian dipindahkan ke
Antiokia. 57 Bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Pada masa ini Ilmu dan
metode tafsir mulai berkembang terutama dua metode penafsiran, yaitu
tafsir bi al-ma`tsur dan tafsir bi al-ra`yi. Dalam bidang hadits mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis, sehingga kita kenal
dengan klasifikasi hadits Shahih, Dhaif, dan Maudhu. Selain itu
berkembang juga ilmu pengetahuan agama lain seperti ilmu Al-quran,
qira`at, fiqh, kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh
dan berkembang pada masa Abbasiyah ini Imam Abu Hanifah yang
meninggal di Baghdad tahun 767 M. adalah pendiri Madzab Hanafi.
Imam Malik Bin Anas yang banyak menulis hadits dan pendiri Maliki
itu wafat di Madinah pada tahun 796 M. Muhammad Bin Idris al-
Shafi`i yang meninggal di Mesir tahun 819 M adalah pendiri Madzhab
Syafi`i dan Ahmad Bin Hanbal pendiri Madzhab Hanbali meninggal
dunia tahun 855 M. 58 Baghdad sebagai ibu kota kekhalifahan
Abbasiyah yang didirikan oleh khalifah al-Mansur mencapai puncak
kejayaan di masa al-Rasyid walau kota itu belum lima puluh tahun

57
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present ,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs hlm. 391.
58
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), hlm. 102.
43
dibangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dari istana khalifah,
kemewahan istana muncul terutama dalam upacara-upacara penobatan
khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para
duta negara asing. 59

59
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), hlm. 104.
44
45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muawiyah sebagai peletak pertama sistem pemerintahan
monarki Islam, dengan Dinasti Umayyah sebagai rezimnya, dipandang
telah mengenalkan sistem baru dalam pengelolaan negara dan
kehidupan beragama. Sistem baru yang dikenalkan oleh Muawiyah
mempunyai pengaruh penting dalam penciptaan tradisi baru dalam
masyarakat dan budaya Arab. Budaya Arab pada masa Dinasti
Umayyah berkembang terutama dipengaruhi oleh dua faktor penting.
Pertama, persentuhan antara budaya Arab muslim dengan budaya
Eropa, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota besar di Spanyol.
Dengan masuknya Islam ke Eropa, budaya Arab muslim dapat
bersentuhan langsung dengan budaya Eropa, terutama dalam gaya
hidup, tradisi, filsafat, kedokteran, astronomi, dan arsitektur. Kedua,
meskipun terdapat persentuhan langsung antara budaya Arab muslim
dengan budaya Eropa, bangsa Arab tetap mampu mempertahankan
tradisi dan budaya khas mereka, dan hal ini berlangsung hingga masa-
masa akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Arsitektur religi, puisi,
sastra, dan seni musik khas Arab tetap dipertahankan dan mengalami
perkembangan yang pesat.
Dengan demikian, betapa pun sistem pemerintahan monarki
yang dijalankan oleh para khalifah Dinasti Umayyah bersifat absolut-
otoriter yang ternyata berbeda jauh dengan sistem pemerintahan
sebelumnya (Khulafâur-Râsyidîn) yang demokratisegaliter,
pertumbuhan dan perkembangan budaya Arab pada masa dinasti ini
cukup menonjol dan dapat mengantarkan kemasyhuran dinasti
sesudahnya, Dinasti Abbasiyyah.
Masa kejayaan Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada
pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809 M.). Ilmu pengetahuan begitu
berkembang, apalagi dengan gerakan penerjemahan naskah-naskah

46
47

Yunani. Hal inipun pada akhirnya melahirkan para ulama-ulama


handal, seperti al-Kindi, alFarabi, Ibnu Sina. Selain itu dibangun pula
perpustakaan Baitul Hikmah pada masa Abu Ja`far al-Manshur
sehingga ilmu pengetahuan berkembang pesat seperti filsafat,
matematika dan sastra. Selain itu masih banyak lagi ilmu yang
berkembang pada masa tersebut sehingga zaman ini disebut sebagai
“The Golden Age”.
B. Saran
Meskipun saya menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
perlu saya perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
saya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat saya harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam, cet. II, (Yogyakarta:
Lesfi, 2009).
Adnan, Muhammad, Wajah Islam Periode Makkah-Madinah, Vol. 5,
(Cendikia: Jurnal Study Keislaman, 2019).
Ali, Lukman, (1995).
al-Sirjani, Raghib, Madza Qaddamal lil `Alam Ishaamatu al-Muslimin fi
al-Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI, Sumbangan Peradaban Islam
pada Dunia.
Al-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, terj. Samson Rahman, Tarikh Khulafa :
Sejarah Para Penguasa Islam, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2011).
Al-Usairy, Ahmad, Al-Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Sejarah
Islam (Jakarta: Akbar Media, 2012).
Amin, Samsul Munir, Bimbingan dan konseling Islam, (Jakarta : Bumi
aksara, 2010).
Buthi, Al, Fiqh al Siirah Muhammad SAW, (Dar Al Fikr, 1993).
Dkk, Muh.Alif Kurniawan, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam: Dari
Masa Klasik, Tengah, Hingga Modern, (Qoulun Pustaka, 2014).
Hafiddin, Hamim, Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah, (Bandung:
UIN Sunan Gunung Djati).
Haikal, Muhammad Husein, Umar bin Khatthab sebuah teladan mendalam
tentang pertumbuhan Islam dan kedaulatannya dimasa itu , (Bogor:
Pustaka Lintera AntarNusa, 2002).
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2016).
Hitti, Philip K., History of the Arabs; From the Earliest Times to the
Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi,
History of the Arabs (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010).
Ibid.
M. Hum, Kartika Sari, Sejarah Peradaban Islam, Cet ke-1, (Shiddiq Press,
2015).

48
49

Mufrodi, Ali, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, cet ke-1, (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1997).
Musyfifah, Athiyah Musthafa, Al-Qadha fi Al-Islam, (cet 1: Asy-Syarqul
Austh).
Pulungan Suyuti, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018).
Ronaldo, R. Zulfikar, A. Saihu, Ismail, & Wekke, I. S. International
relations of the asia pacific in the age of trump, (Journal of
Environmental Treatment Techniques, 8(1) 2020).
Saihu, A. Aziz &, S. Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya
Kontekstualisasi Kaidah Bahasa Arab, (Arabiyatuna: Jurnal Bahasa
Arab, 3(2), 2020).
Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2010).
Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2010).
Suratno, N. Abbas Wahid dan, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: Tiga
serangkai pustaka mandiri, 2009).
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam, cet ke-9, (Jakarta : Al-Husna
Zikra, 1997).
Wahab, Abd., Alokasi Belanja Negara (Studi Komperasi Era Rasulullah
dan Khulafaur Rasyidin dengan Era Pemerintahan Jokowi Per. 2014-
2019), Vol. 5, (Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, 2019).
Zubaidah, Siti, Sejarah Peradaban Islam, (Perdana Publishing, 2016).

Anda mungkin juga menyukai