Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TINDAK PIDANA EKONOMI SYARIAH

PENGERTIAN KORUPSI, FAKTOR TERJADINYA


KORUPSI DAN CARA PENCEGAHAN TERJADINYA
KORUPSI

Dosen Pengampu:
Dr. Zarul Arifin, M.S.I

OLEH:
IZHA PRIMA
NIM: 301.2020.006
Semester: IV
Kelompok: 5

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN SYAFIUDDIN
SAMBAS
2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pengertian Korupsi, Faktor Terjadinya Korupsi dan Cara Pencegahan
Terjadinya Korupsi” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tindak
Pidana Ekonomi Syariah. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang seperti apa penjelasan mengenai korupsi,
faktor-faktornya seperti apa dan bagaimana cara pencegahan korupsi
tersebut.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zarul Arifin,
M.S.I., selaku Dosen Mata Kuliah Tindak Pidana Ekonomi Syariah. Saya
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik dari pembaca yang bisa membangun kesempurnaan
makalah ini.

Sambas, 22 February 2022

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
A Latar Belakang Masalah ........................................................................1
B Rumusan Masalah ..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................4
A Pengertian Korupsi ................................................................................4
B Faktor Terjadinya Korupsi ....................................................................8
C Cara Pencegahan Terjadinya Korupsi .................................................12
BAB III PENUTUP ..............................................................................................16
A Kesimpulan .............................................................................................16
B Saran .........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, korupsi merupakan suatu tindakan menyimpang
yang dapat terjadi kapanpun dan dimanapun, sepanjang insentif yang
dihasilkan cukup besar. Penyakit korupsi ini bisa terjadi di sektor
publik maupun swasta, bahkan di tingkat masyarakat. Fenomena
korupsi juga merupakan masalah besar yang dihadapi negara-negara
dengan perkembangan ekonomi pesat. Masalah korupsi tidak hanya
dihadapi oleh negara yang sedang berkembang, namun juga di beberapa
negara-negara maju sekalipun.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab korupsi yang
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori besar, yaitu faktor ekonomi,
politik dan sosial budaya. Faktor ekonomi sering dianggap sebagai
penyebab utama korupsi. Pembangunan ekonomi melalui pendidikan,
adanya kelas penciptaan kelas menengah ditemukan sebagai penentu
terkuat untuk mengurangi korupsi di banyak studi (Treisman, (2000),
Paldam (2002)). Faktor politik yang menjelaskan korupsi misalnya
demokrasi, keefektifan pemerintah dan desentralisasi.
Demokrasi elektoral misalnya, di satu sisi pemilihan kompetitif
cenderung mengurangi korupsi actor lama yang korup dan memilih
keluar dari pemilihan. Di sisi lain, kebutuhan untuk membiayai
kampanye politik dapat menyebabkan politisi memperdagangkan
keputusan politik untuk pendanaan. Pada tingkat deskriptif, terdapat
negara-negara yang tidak cocok dengan pola “negara yang lebih
demokratis adalah negara yang tingkat korupsinya rendah”. Sedangkan
faktor sosial budaya dan sejarah korupsi telah disoroti sebagai efek
dari nilai-nilai budaya, warisan kolonial, ethnic diversity, kualitas
regulasi dan urban population.
Dalam perspektif hubungan korupsi dan pertumbuhan ekonomi,
para ekonom, sejarawan dan ahli politik telah terlibat dalam perdebatan
panjang tentang apakah korupsi membahayakan pertumbuhan ekonomi.
1
2

Pandangan umum menyatakan bahwa korupsi dapat mendistorsi alokasi


sumberdaya yang efisien dalam perekonomian. Sebagian besar ekonom
memandang bahwa korupsi menjadi penghambat utama pembangunan
ekonomi.
Menurut Blackburn et al. (2006), korupsi merupakan salah satu
penyebab pendapatan rendah dan memainkan peran penting dalam
menimbulkan jebakan kemiskinan. Namun, beberapa orang
menganggap bahwa korupsi digunakan sebagai oiling the wheel untuk
birokasi, terkadang korupsi juga dapat bermanfaat bagi perekonomian
(Huntington, 1968; Lui, 1985). Sebaliknya, Tanzi (1998) mengklaim
bahwa korupsi dapat menimbulkanbiaya birokrasi yang besar.
Ancaman korupsi yang sudah menjadi endemik ini menjadi
permasalahan besar di seluruh negara tidak terkecuali sejumlah negara
di Asia Pasifik. Menurut Uni Sosial Demokrat (2015) sekitar sepertiga
dana investasi publik dikorupsi dan terjadi penggelembungan harga
dalam berbagai proyek atau menerima suap dalam kisaran 20-100%.
Angka-angka korupsi di kawasan Asia Pasifik termasuk
dramatis, hal ini didukung dari laporan Transparency International
(2015) bahwa 64% negara di kawasan ini berada pada indeks di bawah
50 yang berarti sebanyak 64% negara-negara di kawasan Asia Pasifik
memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi. Meskipun mendukung
rencanaanti korupsi untuk kawasan Asia Pasifik, pemerintah daerah
dibebani oleh endemik korupsi yang menghambat pemerintahan di
daerah.
Korupsi dapat terjadi karena kualitas pemerintahan yang,
dimana kualitas lembaga pemerintahan mempengaruhi investasi dan
pertumbuhan sebanyak variabel ekonomi politik lain. Tingginya tingkat
korupsi di suatu negara juga dapat menimbulkan high cost economy
yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi melalui hambatan yang
terjadi pada investasi (Damanhuri, 2010).
3

Berdasakan deskripsi di atas, maka inti permasalahan yang


diangkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang
memengaruhi tingkat korupsi di kawasan Asia Pasifik. Hasil yang
diperoleh diharapkan dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam
penanggulangan korupsi di Asia Pasifik.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apa pengertian korupsi?
2. Apa saja faktor terjadinya korupsi?
3. Bagaimana cara pencegahan terjadinya korupsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
1. Menurut Kamus Bahasa Indonesia
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai
dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara
dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berkelebihan jika
pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan
perubahan zaman.
Korupsi berasal dari kata latin “corruptio” atau “corruptus”
yang berarti kerusakan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, dan tidak bermoral kesucian. 1 Dan kemudian muncul dalam
bahasa Inggris dan Perancis “Corruption” yang berarti
menyalahgunakan wewenangnya, untuk menguntungkan dirinya
sendiri. 2 Sedangkan menurut kamus lengkap “Web Ster’s Third New
International Dictionary” definisi korupsi adalah ajakan (dari
seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang
tidak semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran
tugas. 3
Dalam kamus umum bahasa Indonesia oleh Pius A. Partanto
dan M. Dahlan Al Bahrry, korupsi dirumuskan sebagai perbuatan
yang buruk sepertikecurangan, penyelewengan, penyalahgunaan
jabatan untuk kepentingan diri dan mudah disuap. 4
2. Menurut Pandangan Beberapa Sarjana Tentang Korupsi
Pengertian korupsi pada dasarnya dapat memberi warna pada
korupsi dalam hukum positif. Karena itu, maka rumusan pengertian
korupsi tidak ada yang sama pada setiap negara, dalam hal ini
1
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 8.
2
I.P.M Ranuhandoko, 1996, Terminolohi Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta), hlm.
177.
3
Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Ed, 2, Cet, 2, (Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001), hlm. 29.
4
Sayed Husein Alatas, dikutip dari Moh. Ma’ruf Syah, Upaya Pemberantasan
Korupsi dan Kecurangan di Pemerintah, (Surabaya), hlm. 2.
4
5

penulis akan mengemukakan pendapat beberapa sarjana tentang


pengertian korupsi.
Menurut Sayed Hussein Alatas dalam bukunya “ Corruption
and the Disting of Asia” menyatakan “bahwa tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi adalah penyuapan, pemerasan,
nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk
kepentingan pribadi.” 5 Manifestasi dari sebuah perilaku bisa
dikategorikan sebagai praktek korupsi, menurut Hussein Alatas,
apabila memiliki karakteristik sebagai berikut;
a) Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang,
b) Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan,
c) Korupsi melibatkan elemen saling menguntungkan dan saling
berkewajiban,
d) Pihak-pihak yang melakukan korupsi biasanya bersembunyi
dibalik justifikasi hukum,
e) Pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi adalah pihak yang
berkepentingan terhadap sebuah keputusan dan dapat
mempengaruhi,
f) Tindakan korupsi adalah penipuan baik pada badan publik
atau masyarakat umum,
g) Setiap tindak korupsi adalah suatu pengkhianatan
kepercayaan,
h) Setiap tindak korupsi melibatkan fungsi ganda yang
kontradiktif dari mereka yang melakukan korupsi,
i) Suatu perubahan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat. 6
Menurut Robert Klitgaard, “Korupsi adalah tingkah laku
yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara
5
Sayed Husein Alatas, dikutip dari Moh. Ma’ruf Syah, Upaya Pemberantasan
Korupsi dan Kecurangan di Pemerintah, (Surabaya), hlm. 2.
6
Sayed Husein Alatas, dikutip dari, Farid R. Faqih, mendulang Rente di
Lingkar Istana, Jurnal Ilmu Soisal Transformatif, Wacana Korupsi Sengketa antara
Negara dan Modal, Edisi 14, tahun III, (2002), hlm. 117.
6

karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi


(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar
aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi”.
Robert Klitgaard, dalam hal ini melihat korupsi yang lebih
khas bagi pejabat publik atau pejabat negara sebagai tindakan
“menggunakan jabatan untuk (memperoleh) keuntungan pribadi”.
Menurut Robert Klitgard secara historis konsep tersebut merujuk
pada tingkah laku politik. Kata korupsi menurutnya menimbulkan
serangkaian gambaran jahat. Kata itu berarti apa saja yang merusak
keutuhan.
Sementara, menurut Jeremy Pope, “Korupsi melibatkan
perilaku dipihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun
pegawai negeri sipil. Merekasecara tidak wajar dan tidak sah
memperkaya diri sendiri atau orang yang dekat dengan mereka
dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan kepada
mereka”. 7
Menurut M. Mc. Mullan,
Seorang pejabat pemerintahan dikatakan koruptor apabila ia
menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk
melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas
jabatannya pada hal ia selama menjalankan tugasnya
seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti
menjalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alasan yang
tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang
menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan. (Martiman
Prodjohamidjojo : 9) 8
Sedangkan menurut Sam Santoso,
Korupsi adalah bentuk lain dari pencurian. Korupsi
merupakan wujud penyimpangan tingkah laku tugas resmi
suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan
berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan,
keluarga dekat atau kelompok sendiri. Konon untuk
memperoleh jabatan itu ada biayanya, yang dianggap sebagai
7
Farid R. Faqih, Op, Cit.
8
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit, hlm. 9.
7

kewajiban oleh pelakunya. Karena itu, setelah pejabat ia


merasa punya hak untuk korupsi. (Sam Santoso, 2003 : 14) 9

Menurut Sam Santoso, para koruptor mengenal ribuan jurus,


namun tujuannya satu muara, yakni ingin hidup mewah dalam
tempo singkat dan melalui jalan pintas. Karyawan akan terlibat
dalam usaha korupsi, ketika keuntungan korupsi yang diperoleh
lebih besar dari sanksi jika ditangkap dan kemungkinan tertangkap.
Sanksi termasuk upah dan insentif lainnya yang mesti dikorbankan
jika kehilangan pekerjaan.
Dari rumusan pengertian korupsi sebagaimana tercermin di
atas bahwa korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan,
penyelewengan kekuasaan karena pemberian, faktor ekonomi dan
politik serta penempatan keluarga serta golongannya ke dalam dinas
dibawah kekuasan jabatannya.
3. Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Rumusan pengertian korupsi menurut peraturan perundang-
undangan yang terdapat pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 undang-
undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi adalah sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (1) UUPTPK No. 31 Tahun 1999;
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.

Pasal 3 UUPTPK No. 31 Tahun 1999;


Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

9
Sam Santoso, Op. Cit, hlm. 14.
8

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan


keuangan negara atau perekonomian negara.
B. Faktor Terjadinya Korupsi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik
berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. tindak korupsi
pada dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku
korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-
faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi
bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi
seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara garis
besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari
dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:
a. Aspek Perilaku Individu
a) Sifat tamak/rakus manusia
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka
membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang
profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah.
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari
dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka
tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
b) Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal
dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang
lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c) Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya
hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak
9

diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka


peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
b. Aspek Sosial
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga.
Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah
yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk
korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah
menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada
orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
2. Faktor eksternal, pemicu perilaku korupsi yang disebabkan
oleh faktor di luar diri pelaku.
a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak
korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi.
Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap
masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi
karena :
1) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya
korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya
masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang
karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali
membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya
dari mana kekayaan itu didapatkan;
2) Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama
korupsi adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat
umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling
dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi,
10

esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga,


karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang
sebagai akibat dari perbuatan korupsi;
3) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat
korupsi. Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan
anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa
terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-
cara terbuka namun tidak disadari;
4) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam
agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalah
tanggungjawab pemerintah semata. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila
masyarakat ikut melakukannya.
b. Aspek ekonomi Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang
mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.
c. Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah
suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang
agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol
sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai
aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai
suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui
lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
11

mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan


perilaku korupsi.
d. Aspek Organisasi
1) Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun
informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya.
Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan
yang sama dengan atasannya.
2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat
terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak
dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi
tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi
demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki
peluang untuk terjadi.
3) Kurang memadainya sistem akuntabilitas
Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum
dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan
belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut.
Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan
penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai
sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya
perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang
kondusif untuk praktik korupsi.
4) Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat
bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi.
12

Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah


organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi
anggota atau pegawai di dalamnya.
5) Lemahnya pengawasan
Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu
pengawasan internal (pengawasan fungsional dan
pengawasan langsung oleh pimpinan) dan pengawasan
bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan
masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa efektif karena
beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih
pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesional
pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum
maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri.
C. Cara Pencegahan Terjadinya Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan
dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan
komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasipublic sector
dengan mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku
korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
13

a. Upaya pencegahan (preventif).


b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Upaya Pencegahan (Preventif).
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan
mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan
formal, informal dan agama.
1. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis.
2. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana
dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
3. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua.
4. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin
kerja yang tinggi.
5. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
6. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
7. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang
dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk
Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
14

b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia


diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan
fasilitaspreshipment danplacement deposito dari BI kepada PT
Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit
BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang
diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik
dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek
hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan
berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.
15

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):


a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-
pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik
mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan
orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan
praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998
di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca Soeharto yang bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional
yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di
Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi
non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul
Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI
pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup
di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya
lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia,
Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar.Sedangkan Islandia
adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
faktor–faktor yang menyebabkan meningkatnya tindak pidana
korupsi antara lain:
1. Kurangnya pendidikan agama (iman) dan etika sehingga mudah
pejabat Negara melakukan korupsi.
2. Sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi kurang keras /
hukumannya kurang berat.
3. Kurangnya gaji dan pendapatan Pegawai Negeri dibandingkan
dengan kebutuhan yang semakin meningkat.
4. Perubahan radikal pada tatanan system nilai dalam masyarakat
sehingga korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
5. Lemahnya pengawasan terhadap para penyelenggara Negara.
6. Faktor kebiasaan, dimana pejabat Negara melakukan korupsi sudah
menjadi hal yang biasa dilakukan.
B. Saran
Meskipun saya menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
perlu saya perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
saya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat saya harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Sayed Husein, dikutip dari Moh. Ma’ruf Syah, Upaya


Pemberantasan Korupsi dan Kecurangan di Pemerintah, (Surabaya).
Alatas, Sayed Husein, dikutip dari, Farid R. Faqih, mendulang Rente di
Lingkar Istana, Jurnal Ilmu Soisal Transformatif, Wacana Korupsi
Sengketa antara Negara dan Modal, Edisi 14, tahun III, (2002).
Farid R. Faqih, Op, Cit.
Klitgaard, Robert, Membasmi Korupsi, Ed, 2, Cet, 2, (Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2001).
Prodjohamidjojo, Martiman, Op. Cit.
Ranuhandoko, I.P.M, 1996, Terminolohi Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta).
Sam Santoso, Op. Cit.

Anda mungkin juga menyukai