Anda di halaman 1dari 13

DAMPAK KORUPSI TERHADAP BIROKRASI PEMERINTAHAN

Disusun oleh
Kelompok 4

1. INDIRYANI (PO713203221019)
2. ISLIAWATI (PO713203221020)
3. KHAERANA MUTIAH (PO713203221021)
4. KURNIA (PO713203221022)
5. MUH FAUZY PATTOLAWALI (PO713203221023)
6. MUH. YUSNAN RAMDHANI (PO713203221024)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat limpahan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dampak Korupsi
Terhadap Birokrasi Pemerintahan”. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas
dari dosen mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Makalah ini
berisi tentang pengertian korupsi, ciri-ciri korupsi, bentuk dan motif korupsi serta
dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan politik dan demokrasi.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari makalah ini masih ada
kekurangan sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis dan untuk
masyarakat pada umumnya.

Makassar, 01 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN

Korupsi, tampaknya sudah membudaya dan bukan semata milik strata atas
dalam jajaran pemerintahan. Berkaitan dengan persoalan ini, secara hierarki,
korupsi dianggap sudah menjadi fenomena yang lekat mulai dari instansi
pemerintahan di level pusat hingga tingkat lokal. Motif melakukan korupsi
berhubungan dengan banyak hal. Secara politik, motif orang melakukan korupsi
yaitu untuk mendapatkan kekuasaan dan secara ekonomi untuk mendapatkan
akses lebih ke sumber-sumber ekonomi dengan tujuan akhir untuk mendapatkan
pendapatan lebih.

Secara substansif istilah korupsi dapat disetarakan dengan beberapa tindakan


lain yang dilarang di dalam Islam, yang menunjukkan berbagai bentuk
penyalahgunaan amanah publik untuk kepentingan pribadi. Pertama, korupsi
dapat disetarakan dengan tindakan pejabat atau birokrat menyalahgunakan atau
menggelapkan hak milik publik yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan
pribadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu korupsi?
2. Bagaimana saja ciri-ciri korupsi?
3. Apa saja bentuk dan motif korupsi?
4. Bagaimana dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi korupsi
2. Mengetahui ciri-ciri korupsi
3. Mengenali berbagai bentuk dan motif korupsi
4. Mengetahui dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Korupsi

Korupsi adalah istilah kontemporer yang diserap dari bahasa Latin


Korupsi (dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere sama artinya
dengan busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Korupsi juga
dapat didefinisikan sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat
negara yang mendpatkan amanah dari rakyat untuk mengelola kekuasaan demi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi korupsi yang sering dipakai (khususnya oleh lembaga


Transparency International) yaitu perilaku pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi TI lebih menekankan tentang
bahaya korupsi yang terjadi pada level birokrasi, atau lebih khususnya terhadap
penyalahgunaan jabatan. Definisi ini mencakup hampir semua penyuapan aktif

atau pasif antara pegawai publik dan orang pribadi, seperti dalam definisi
Swiss Agency for Development and Corruption, dimana korupsi diartikan sebagai
tingkah laku orang yang mempunyai tugas-tugas publik atau swasta adalah
korupsi, jika mereka melanggar kewajiban mereka demi keuntungan apa saja yang
tidak dapat dibenarkan.

Definisi di atas sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Prof. Robert
Klitgaard yaitu: "Menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi" (Klitgaard,
2000). Sebelumnya Klitgaard memberikan definisi korupsi yang lebih khusus,
yaitu: "Korupsi ada apabila seseorang secara tidak halal meletakkan kepentingan
pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita yang menurut sumpah akan
dilayaninya" (Klitgaard, 1988).
Menurut Worldbank, korupsi didefinisikan "The Abuse of Public Power
for Private Benefit", penyalahgunaan kekuatan publik untuk kepentingan pribadi
(Tanzi, 1998, USAID, 1999). Keuntungan pribadi diartikan bukan hanya kepada
seseorang, tetapi juga kepada suatu partai politik, suatu kelompok tertentu dalam
masyarakat, suku, teman atau keluarga. Berdasarkan definisi di atas korupsi hanya
terjadi pada tingkat birokrasi, dan tidak terjadi pada sektor swasta (private).

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai tindakan
setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan
menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan
merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi
dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan,
pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan
kepadanya, serta pelanggaran hukum.

2.2. Ciri-ciri Korupsi

Menurut Stueckelberger tahun 2002, Korupsi mempunyai ciri-ciri khas


seperti berikut :

1. Merupakan sarana untuk mendapatkan sesuatu

2. Jenis kegiatan yang tersembunyi dan tidak transparan

3. Pencarian keuntungan pribadi secara tidak sah

4. Pendapatan sesuatu yang bukan haknya secara tidak sah

5. Penggunaan dana secara tidak efisien


6.Sering berhubungan dengan pemerasan, penyalahgunaan posisi
publik,nepotisme

7. Penyalahgunaan kepercayaan

8. Perusakkan integritas moril dan etos umum, dan

9. Pelanggaran hukum dengan disintegrasi kesadaran hukum.

Secara hierarki, korupsi dianggap sudah menjadi fenomena yang lekat


mulai dari instansi pemerintahan di level pusat hingga tingkat lokal. Motif
melakukan korupsi berhubungan dengan banyak hal. Secara politik, motif orang
melakukan korupsi yaitu untuk mendapatkan kekuasaan dan secara ekonomi
untuk mendapatkan akses lebih ke sumber-sumber ekonomi dengan tujuan akhir
mvd untuk mendapatkan pendapatan lebih.

2.3. Bentuk dan Motif Korupsi

Bentuk dan motif korupsi dapat berbeda-beda, yaitu dijelaskan sebagai


berikut (Stueckelberger, 2002):

1) Korupsi kemiskinan (corruption of poverty), umumnya disebut “korupsi


kecil” (petty corruption), yaitu berakar dalam kemiskinan (Sebagai contoh
jika pegawai-pegawai pemerintah tidak menerima gaji atau gajinya tidak
mencukupi kehidupan).

2) Korupsi kekuasaan (corruption of power), umumnya disebut “korupsi


besar” (grand corruption), yaitu berakar dari adanya nafsu untuk memiliki
lebih banyak kekuasaan, pengaruh, dan kesejahteraan atau dalam
mempertahankan kekuasaan dan posisi ekonomi yang telah dimiliki.

3) Korupsi untuk mendapatkan sesuatu (corruption of procurement) dan


korupsi untuk mempercepat urusan (corruption of acceleration) dimaksudkan
untuk mendapat barang atau pelayanan yang jika tanpa korupsi tidak bisa
diperoleh atau tidak tepat waktu atau hanya dengan biaya administratif yang
lebih besar.

4) Tipe keempat adalah supportive corruption, korupsi yang secara tidak


langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain untuk
melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.

5) Kelima, nepostistic corruption, yakni korupsi yang menunjukkan tidak


sahnya teman atau sanak famili untuk memegang jabatan dalam pemerintahan
atau perilaku yang memberi tindakan yang mengutamakan dalam bentuk uang
atau lainnya kepada teman atau sanak famili secara bertentangan dengan
norma dan aturan yang berlaku.

6) Keenam, defensive corruption, yakni perilaku korban korupsi dengan


pemerasan untuk mempertahankan diri. George L. Yaney dalam The
Systematization of Russian Government (1973) menjelaskan bahwa pada
abad ke-18 dan 19, para petani Rusia menyuap para pejabat untuk melindungi
kepentingan mereka. Tipe ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan orang
yang diperas bukanlah korupsi. Hanya perbuatan pelaku yang memeras
sajalah yang disebut korupsi.

7) Ketujuh, autogenic corruption adalah korupsi yang tidak melibatkan orang


lain dan pelakunya hanya seorang diri. Secara substantif, korupsi adalah
pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan.
Jika berpegang pada pengertian ini, maka tradisi korupsi telah merambah ke
seluruh dimensi kehidupan manusia secara sistematis, sehingga masalah
korupsi merupakan masalah yang bersifat lintas-sistemik dan melekat pada
semua sistem sosial, baik sistem feodalisme, kapitalisme, komunisme,
maupun sosialisme (Aditjondro, 1998).
2.4. Dampak Korupsi terhadap Birokrasi Pemerintahan

Birokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang secara sistematis


dipegang oleh pegawai pemerintahan karena telah berpegang pada hierarki
dan jenjang jabatan. Dalam birokrasi baik sipil maupun militer, memang
merupakan kelompok yang paling rawan terhadap korupsi. Sebab, di
tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transperency
International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti
korupsi, secara sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan
kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi.

Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini


dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara
administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai dengan hukum’, yaitu
meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta
korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang
untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.

Kebocoran keuangan negara yang paling besar di lingkungan


lembaga negara adalah melalui Pengadaan Barang dan Jasa, lemahnya
pengawasan dan kurangnya penerapan disiplin serta sanksi terhadap
penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas-tugas negara berdampak
birokrasi pemerintahan yang buruk.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah
korupsi akan mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Kehancuran
birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang berhubungan dengan
pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi menumbuhkan
ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi. Tidak efisiennya
birokrasi ini, menghambat masuknya investor asing ke negara tersebut.
Negara yang tingkat korupsinya tinggi akan memiliki citra negatif dari
negara lain, sehingga kehormatan negara tersebut akan berkurang.
Sebaliknya, negara yang tingkat korupsinya rendah akan mendapat
pandangan positif dari negara lain dan memiliki citra yang baik di dunia
internasional sehingga kedaulatan dan kehormatan negara itu akan dilihat
baik oleh negara lain. Bahkan, apabila negara memiliki tingkat korupsi
yang sangat rendah biasanya akan menjadi tempat studi banding dari
negara lain untuk memperoleh pembelajaran.

Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang


maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam
pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata serta nyaris tidak
berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer yang
seringkali berlindung di balik institusi militer.

Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin


oleh Dr. Indria Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh
ABRI akibat korupsi:

a) Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang


kebutuhan angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih
mementingkan pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk
mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang
sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada
kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN.

b) Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan
para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi
biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi
kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.

c) Menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki
kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan
kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan
di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya
pada mereka yang ada di lapangan.

d) Akan melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagian


perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama
angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan
nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai
pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan
ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan
ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi
kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas,
dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi,
akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan
militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais
dengan para perwira yang berorientasi komersial.
BAB III

SIMPULAN

Korupsi adalah suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan baik oleh


pejabat politik maupun pegawai negeri untuk memperkaya diri secara tidak wajar
dan tidak legal dengan sesuatu yang bukan menjadi haknya sehingga
menyebabkan kerugian pada pihak yang lainnya. Korupsi juga memiliki banyak
ciri-ciri dan bentuk yang beragam. Contoh bentuk korupsi diantaranya korupsi
kecil yang berakar dari kemiskinan, Korupsi besar dari adanya nafsu inginkan
kekuasaan , Korupsi menyangkut uang/imbalan untuk melindungi korupsi yang
sudah ada, dan masih banyak lagi.

Korupsi menimbulkan dampak yang tidak sedikit. Diantaranya dampak


korupsi terhadap birokrasi pemerintahan yaitu rusaknya hubungan kepercayaan
dengan masyarakat dalam bidang pengadaan barang dan jasa, lalu korupsi juga
bisa menghambat birokrasi pemerintahan sehingga investor asing pun ikut
terhambat. Sedangkan dalam urusan birokrasi militer, perilaku bisnis yang berbau
korupsi perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha
keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih
banyak mudaratnya daripada manfaatnya dan menimbulkan rasa iri hati perwira
militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama.

Dampak korupsi yang selanjutnya adalah terhadap politik dan demokrasi


salahsatunya adalah rencana anggaran yang diajukan pihak eksekutif kepada
pejabat legislatif yang tidak transparan dan mengganggu kinerja sistem politik
yang berlaku. Publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga
yang diduga terkait dengan tindakan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji. 1996. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Syarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila: Implementasi Nilai-Nilai


Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

MM, Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted


Bibliography. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Pendidikan Budaya Anti


Korupsi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih dan


Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana


Korupsi

Anda mungkin juga menyukai