Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KASUS KORUPSI GUBERNUR SULTRA NUR ALAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Anti Korupsi
Dosen: Saryomo, S.Kep., Ns., S.Sos., M.Si.

Oleh:
Program Studi S1 Keperawatan Tingkat 2 A
SRI RAHAYU
NIM. C1714201029

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatu…
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rosulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya saya
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Anti Korupsi yang berjudul “Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur
Alam”.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi,
baik itu yang datang dari saya maupun yang datang dari luar. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah berkat bantuan
kecerdasan serta nikmat sehat dari Allah sehingga kendala-kendala yang saya
hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang korupsi
yang kami dapatkan dari berbagai sumber informasi internet serta buku.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi baiknya penulisan dimasa
yang akan datang.

Tasikmalaya, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah..................................................................................................
1
1.2   Rumusan Masalah...........................................................................................................
1
1.3   Tujuan..............................................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Korupsi..........................................................................................................
3
2.2  Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis Korupsi.................................
4
2.3  Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam.....................................................................
5
2.4. Terobosan yang bersifat Sistemik Untuk Meminimalisasi Kerugian Yang
Besar dalam Pemberantasan Korupsi...............................................................................
10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
14
3.2 Saran................................................................................................................................
14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi menjadi kosakata yang paling popular karena sering digunakan
dalam hampir sebagian pemberitaan. Tiada hari tanpa frasa kata “korupsi”. Lebih
dari itu, ada cukup banyak seminar, diskusi, studi, demonstrasi dan diskursus
publik yang berkaitan dengan isu dan tema “korupsi”. Korupsi diyakini bukan
sekedar isu belaka tetapi juga fakta kongkrit, dan disebagian kalangan bahkan
menyebutkan korupsi telah bersifat massif, sistemik dan terstruktur. Hal
menimbang di dalam Undang Undang Tipikor menyatakan “tindak pidana korupsi
yang selama ini terjadi secara meluas”. Mantan Jaksa Agung Abdurahman Saleh
menyatakan “hamipr setiap orang di Indonesia telah menjadi korban korupsi,
khususnya bila ia berurusan dengan birokrasi.
Untuk mengonfirmasi sinyalemen di atas, data dan informasi yang tersebut
di dalam Laporan BPK dapat dijadikan dasar rujukan. Ada total obyek
pemeriksaan BPK dalam Semester II Tahun 2009 sebanyak 769 obyek
pemeriksaan. Rincian obyek pemeriksaan tersebut dengan cakupan pemeriksaan
meliputi antara lain: neraca dengan rincian aset senilai Rp.346,43 triliun,
kewajiban senilai Rp. 3,93 triliun, laporan realisasi anggaran (LRA) dengan
rincian pendapatan senilai Rp. 130,59 triliun dan belanja/biaya senilai Rp. 128,11
triliun.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai
berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi?
c. Uraikan bagaimana kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam?
d. Bagaimana terobosan yang bersifat sistemik untuk meminimalisasi
kerugian yang besar dalam pemberantasan korupsi?

1
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis
– jenis korupsi
3. Untuk mengetahui kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam
4. Untuk mengetahui terobosan yang bersifat sistemik untuk meminimalisasi
kerugian yang besar dalam pemberantasan korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan kepentingan
umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara
dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya,
Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau
diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/

3
kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya,
juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa
ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang
melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2. Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis Korupsi


Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi
yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya
supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-
lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak

4
korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan
menjadi:
1.    Kerugian keuntungan Negara
2.   Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3.   Penggelapan dalam jabatan
4.   Pemerasan
5.   Perbuatan curang
6.   Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.   Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

2.3. Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam


H. Nur Alam, S.E., M.Si. (lahir di Konda,
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, 9 Juli 1967; umur
51 tahun) adalah mantan Gubernur Sulawesi Tenggara 2
periode yakni pada tahun 2008 dan 2013.
Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam
divonis 12 tahun penjara untuk kasus korupsi terkait
pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam
persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (28/03).
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) selama 18 tahun. Namun, dala m tuntutan terhadap Nur Alam, pertama
kalinya KPK menggunakan kerusakan lingkungan untuk menilai kerugian
keuangan negara.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terobosan ini menunjukkan
jaksa KPK cukup progresif dalam memperhitungkan kerugian negara akibat
korupsi di sektor sumber daya alam.
"Dia menggunakan penghitungan kerugian negara bukan hanya dari
kerugian materiil saja tapi dilihat juga kerugian lingkungannya, bahkan sampai
biaya pemulihannya," ujar Koordinator Divisi Kampanye ICW Siti Juliantari
kepada BBC Indonesia.

5
"Ini adalah satu hal yang sudah baik dan kami mendorong harusnya bisa
diterapkan ke kasus-kasus korupsi sumber daya alam lainnya. Jangan hanya di
kasus Nur Alam," imbuhnya.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah
Johansyah menyatakan terobosan KPK ini bisa menjadi yurisprudensi dan bisa
digunakan untuk menyasar kasus korupsi serupa yang menyebabkan dampak
kerusakan pada lingkungan hidup.
"Ini akan mampu tidak hanya memutus korupsi, tapi juga memutus
kerusakan lingkungan hidup," ujar Merah.
Hak atas foto AFP Image caption JATAM mencatat pertambangan selalu
menjadi sumber korupsi selama ini guna memenuhui kebutuhan biaya kampanye
dalam Pilkada Serentak. Pada tahun politik 2017-2018, tren penerbitan izin
tambang naik drastis.
Nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus Nur Alam sangat
fantastis, mencapai Rp4,3 triliun. Nilai itu hampir dua kali lipat nilai kerugian
negara dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang diklaim
mencapai Rp2,3 triliun.
Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya atas hasil penghitungan auditor
negara. Sebab, salah satu yang dihitung adalah kerugian akibat kerusakan
lingkungan.
Tidak cuma itu, politikus Partai Amanat Nasional itu juga dituntut
membayar uang pengganti Rp2,7 miliar dari keuntungan yang diperoleh dari izin
pertambangan yang diberikan Nur Alam kepada pengusaha.
Lebih ringan dari tuntutan
Imbas dari kasus korupsi yang menjeratnya, Ketua Majelis Hakim Diah
Siti Basariah mengganjar Nur Alam vonis pidana selama 12 tahun.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Nur Alam dengan
pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan
ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama enam bulan," ujar Diah seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia
Abraham Utama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Rabu
(23/03) malam.

6
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada
terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan
mencabut hak politiknya selama lima tahun.
Nur Alam langsung mengajukan banding atas vonis yang diterimanya.
"Saya tanpa berkonsultasi dengan para pengacara atau penasihat hukum
saya karena pada akhirnya saya yang merasakan langsung. Maka saya menyatakan
saat ini tanpa menunda waktu untuk banding," tegas Nur Alam.
Hak atas foto Ari Saputra/detikcom Image caption Sidang vonis Nur Alam
yang sedianya digelar Rabu (28/03) siang sempat tertunda dua kali sampai
akhirnya digelar pada malam harinya.
Sebelumnya, jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan
musnahnya atau berkurangnya ekologis pada lokasi tambang di Pulau Kabena
yang dikelola PT Anugrah Harisma Barakah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ahli kerusakan tanah dan lingkungan
hidup, Basuki Wasis, terdapat tiga jenis penghitungan kerugian akibat kerusakan
lingkungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian,
kerugian ekonomi lingkungan. Ketiga, menghitung biaya pemulihan lingkungan.
Sesuai penghitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan
akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp2,7
triliun.
Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup,
Basuki Wasis.
Atas hal itu, Nur Alam dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa. Dia
juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Hak atas foto Kompas.com/Robertus Belarminus Image caption
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaganya
menghendaki hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik juga dikenakan
kepada Nur Alam.
Atas kerugian yang ditimbulkannya, Koordinator Divisi Kampanye ICW
Siti Juliantari menegaskan sudah sepantasnya Nur Alam dihukum berat.
"Kami melihat kasus Nur Alam ini bukan hanya kasus korupsi, tapi
kejahatan lingkungan. Kita melihat kasus korupsi dan kejahatan lingkungan itu

7
kan sebenarnya suatu kasus yang secara garis besar kejahatan kepada
kemanusiaan," kata perempuan yang akrab dipanggil Tari ini.
Apalagi, Nur Alam menjabat gubernur selama dua periode. Sebagai
seorang penyelenggara negara, imbuh Tari, semestinya memberi contoh kepada
rakyat untuk tidak korupsi dan memegang teguh integritas.
Skema penghitungan
Di sisi lain, ICW berharap, majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta menjadikan metode penghitungan kerugian negara yang
didalilkan jaksa dengan menambahkan kerugian ekologis, biaya pemulihan
lingkungan, dan kerugian ekonomi lingkungan sebagai rujukan dalam
pengambilan putusan.
"Dorongan ke KPK adalah bagaimana kemudian KPK bisa menggunakan
penghitungan kerugian lingkungan ini dan membuat formulasi tahapan atau hal-
hal apa sih yang bisa dihitung dalam menghitung kerugian lingkungan. Jadi KPK
memiliki standar ketika kita ngomongin kerugian lingkungan, ujar Tari.
Lalu, bagaimana skema ideal penghitungan kerugian lingkungan untuk
kasus korupsi?
Ahli ekonomi lingkungan yang juga konsultan World Bank, Virza Safaat
Sasmitawidjaja, menjelaskan parameter utama adalah identifikasi kerugian
ekologis dan kerugian sosial akibat korupsi.
"Kalau ini dijumlahkan secara total, maka akan kelihatan berapa
sebetulnya environmental cost dan social cost yang diakibatkan karena korupsi di
sektor pertambangan ini. Ini yang bisa dijadikan dasar kalau kita akan menggugat
secara perdata dari korupsi ini," ujarnya.
Biaya pemulihan untuk merehabilitasi kerusakan lingkungan, lanjut Virza,
sudah pasti juga diikutsertakan dalam dasar penghitungan.
"Dan memulihkan lingkungan itu tidak hanya dua hingga tiga tahun, tapi
bisa sampai lima hingga 10 tahun dan itu harus diperhitungkan nett present value-
nya dan bagaimana financial risknya," kata dia.
"Itu yang harus diperhitungkan untuk kajian untuk menghitung valuasi
ekonomi ini," tandasnya.

8
'Obral' perizinan
Langkah KPK ini juga disambut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi
Tambang (JATAM), Merah Johansyah, dengan harapan digunakan untuk kasus-
kasus korupsi sumber daya lainnya, seperti kasus yang menyeret Bupati Kutai
Kartanegara (nonaktif) Rita Widyasari, terkait izin lokasi untuk keperluan inti dan
plasma perkebunan kelapa sawit kepada PT Sawit Golden Prima.
"Bupati Kutai Kartanegara sekarang sedang proses sidang di Tipikor.
Mestinya KPK bisa menggunakan, tidak hanya menggunakan UU Tindak Pidana
Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, tapi juga bisa menggunakan
kerugian lingkungan hidup sebagai dimensi dalam dakwaan KPK," jelas Merah.
Langkah KPK, lanjut Merah, mesti dilihat sebagai upaya untuk memotong
rantai korupsi yang lebih besar, yakni menyelamatkan kekayaan alam dan ruang
hidup rakyat.
"Jadi kita apresiasi ini terobosan, dan ini akan mampu tidak hanya
memutus korupsi, tapi juga memutus kerusakan lingkungan hidup," cetusnya.
Terobosan ini, menurut dia, juga bisa diterapkan untuk menindaklanjuti
temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pelanggaran dalam sektor
sumber daya alam.
Hak atas foto dok pribadi Image caption Bupati Kutai Kartanegara
(nonaktif) Rita Widyasari terseret kasus korupsi sumber daya alam terkait izin
lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit kepada PT Sawit
Golden Prima.
"Sebenarnya BPK sejak 2010 sudah melakukan green audit, atau evaluasi
kerugian lingkungan hidup sebagai kerugian negara. Sudah saatnya penegak
hukum yang lain bersinergi dengan KPK juga. BPK misalnya, dan KLHK sendiri
yang selama ini menurut kami peran KLHK yang sangat minim." kata dia.
Baru-baru ini, BPK mendapatkan dua temuan terkait lingkungan yang
dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI). Setidaknya dalam pelanggaran tersebut
potensi kerugian negara mencapai total sekitar Rp455 triliun.
Dalam hal kerusakan lingkungan, BPK menemukan Freeport telah
menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional
penambangan (tailing) di sungai, hutan, muara dan telah mencapai kawasan laut.

9
Kerugian dari perubahan ekosistem yang rusak akibat pembuangan limbah
yang berlebihan oleh Freeport ini setidaknya tercatat mencapai Rp185 triliun.
Temuan ini merupakan hasil pemeriksaan BPK atas Kontrak Karya
Freeport tahun 2013-2015 pada Kementerian ESDM, Kementerian LHK dan
instansi terkait lainnya di Jakarta, Jayapura, Timika dan Gresik.
Merah pula menyoroti bahwa korupsi di sektor sumber daya alam,
terutama terkait pertambangan selalu menjadi sumber korupsi selama ini guna
memenuhi kebutuhan biaya kampanye dalam pilkada serentak.
Dugaan ini beralasan mengingat pada tahun politik 2017-2018, tren
penerbitan izin tambang naik drastis.
Terdapat 170 izin tambang yang dikeluarkan sepanjang 2017 dan 2018,
dengan rincian 34 izin tambang di Jawa Barat yang terbit pada 13 Februari 2018,
dua pekan sebelum masa penetapan calon kepala daerah Jabar diumumkan.
Di Jawa Tengah, pada 30 Januari 2018 lalu, pemerintah setempat tercatat
'mengobral' 120 izin tambang. Demikian juga di Kalimantan Timur dimana
terdapat enam titik pertambangan batu bara ilegal yang tidak dilakukan penegakan
hukum.
"Kita minta KPK menggalakkan pemberantasan korupsi di tahun politik
ini. Karena masa-masa rentan di dalam pemberantasan korupsi itu satu tahun
sebelum pilkada dan satu tahun pilkada, terjadi apa yang disebut dengan obral
perizinan," cetusnya.

2.4. Terobosan yang bersifat Sistemik Untuk Meminimalisasi Kerugian Yang


Besar dalam Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi dimaknai sebagai serangkain tindakan untuk
mencegah dan dan memberantas korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi,
monitor, penyelidikan hingga penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dengan
peran serta masyarakat. Uraian pasal di atas menegaskan 3 (tiga) hal dalam
pemberantasan korupsi, yaitu adanya: kesatu, adanya upaya atau kebijakan yang
bersifat pencegahan; kedua, adanya kebijakan yang bersifat reprsif; dan ketiga,
adanya keterlibaan publik di dalam prosres pemberantaan dimaksud.

10
Berpijak dari legalitas di atas maka represive treatment harus menjadi
bagian tak terpisahkan dari tindak pencegahan di dalam suatu upaya
pemberantasan korupsi. Oleh karena kebijakan yang harus dilakukan tidak hanya
membawa para koruptor ke persidangan untuk mempertanggungjawabkan
tindakannya tetapi juga meminimalisasi potensi penyalahgunaan kewenangan.
Dengan diintegrasikannya penindakan dan pencegahan maka pemberantasan
korupsi dapat lebih dioptimalkan.
Ada beberapa alasan yang dapat diajukan untuk mendukung pernyataan tersebut,
yaitu antara lain sebagai berikut: kesatu, sistem pencegahan yang efektif akan
dapat meminimalisir akibat atau dampak korupsi yang acapkali tidak mudah untuk
direstorasi; kedua, biaya dan resources yang dikeluarkan untuk mengoptimalkan
tindak pencegahan dapat lebih efisien daripada menangani kasus korupsi yang
sudah terjadi; ketiga, sistem dan upaya pencegahan korupsi dapat lebih membuka
ruang yang lebih luas untuk melibatkan elemen masyarakat secara masif untuk
membangun gerakan sosial anti korupsi; keempat, sistem pencegahan seperti
dikemukakan pada butir ketiga di atas dapat meminimalisir kemungkinan
penyalahgunaan kekuasaan yang potensial dilakukan oleh penegak hukum dalam
penindakan tindak pidana korupsi.
Pada seluruh konteks di atas KPK diletakkan sebagai triger mechanism
yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi. Untuk itu
salah satu peran yang harus dilakukan KPK, tidak hanya adanya peningkatan
dalam pemberantasan sehingga penangannya menjadi profesional, intensif, dan
berkesinambungan tetapi juga mendorong dan membangun sistem yang
memungkinkan lembaga penegakan hukum lainnya mempunyai profesionalitas
dan integritas serta kinerja seperti KPK
Ada beberapa prasyarat dasar untuk membangun program dan strategi
pemberantasan korupsi yang bersifat sistemik, yaitu antara lain sebagai berikut:
kesatu, ada upaya yang sistemtais untuk melakukan revitalsasi atas segenap
sumber data dan informasi yang berkaitan dengan potensi dan fakta Kasus
Korupsi. Data dimaksud didapatkan dari dokumen dan/atau informasi yang
dimiliki oleh BPK, Bawasda & Inspektorat, Dumas KPK, LSM (ICW, TI dan
lainnya); kedua, revitalisasi data dimaksud dijadikan bahan dasar untuk membuat

11
prioritas dan fokusing pemberantasan korupsi yang kelak akan menjadi ROAD
MAP PEMBERANTASAN KORUPSI; ketiga, ada upaya yang lebih sistematis
untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan dan konsolidasi segenap sumber
daya KPK agar menjadi lembaga yang akuntabel dan mampu mengembangkan
koordinasi dengan lembaga penegakan hukum lainnya.
Berdasarkan prasyarat di atas maka perlu dilakukan berbagai program
lainnya untuk mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi yang bersifat
sistemik. Adapun beberapa terobosan pemberantasan krouspi yang bersifat
sitemik yang diusulkan, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.                  KPK sebagai lembaga yang ditujukan untuk membuat triger mechanism
dalam pemberantasan korupsi harus ditingkatkan kinerjanya. Untuk itu
perlu dilakukan beberapa hal, yaitu: melakukan audit kinerja, membuat
program Trust Building, melaksanakan Refreshing and Advanced
programm dan memperkuat Internal Control Mechanism.
2.                  Mengintegrasikan kebijakan Penindakan dan Pencegahan berdasarkan
Road Map yamng sudah disusun. Oleh karena oitu, kelak, di setiap
kebijakan penindakan harus diserta dengan kebijakan pencegahan
sehingga akan ada sinergitas dan konsolidasi program.
3.                  Melakukan upaya untuk meningkatkan konsolidasi dan sinergitas diantara
Lembaga Penegakan Hukum. Ada beberapa gagasan terobosan yan dapat
diajukan, yaitu antara lain: penanganan tipikor bersama, training bersama,
membuat SOP yang jelas, membentuk Laison Officer diantara lembaga
penegakan hukum, dan membuat Piloting Project secara bersama serta
pemetaan potensi karupsi di lembaga penegakan hukum
4.                  Membangun konsolidasi dan sinergi seluruh lembaga pengawasan di
bidang penegakan hukum. Pada konteks itu KPK harus dapat
memfasilitasi dan mengordinasikan sinergitas diantara Lembaga Watchdog
Penegakan Hukum, yaitu diantara KY, Kompolnas, Komisi Kejaksaan.
5.                  Mendorong dan membangun konsolidasi Lembaga Pengawas Eksekutif,
yaitu diantara lembaga: Inspektorat, Bawasda, KPK, BPK . Lembaga
dimaksud ditujukan tidak hanya untuk memetakan masalah korupsi tetapi
juga membangun sistem untuk memnimalisasi potensi korupsi.

12
6.                  Melakulkan program sinergikan antara fungsi pencegahan dan hasil
Pengawasan KPK dengan fungsi Pengawasan DPR. Hal ini mejadi sangat
penting sehingga ada upaya yang bersifat simbiotik untuk memaknai
kerjsasama yang berpijak pada core competency masing-masing lembaga.
Dengan demikian akan diharapkan, DPT akan kian meningkat kapasitas
pengawasannya.
7.                  Ada upaya yang lebih sistematis untuk mendorong dan melibatkan
partisipasi publik untuk mendorong Gerakan Sosial Anti Korupsi.
Korupsoi bukanlah masalah hukum atau otoritas dari lembaga penegakan
hukum semata. Masyarakat mempunyai peran untuk menciptakan sikap
dan sifat permisif sehingga muncul tindakan yang bersifat koruptif, kolusif
dan nepotistik. Masyarakat harus didorong untuk mengajukan solusi
alternatif , selain menjalankan fungsi kritik dan kontrol sosial.
8.                  Aada upaya untuk membangun program strategis untuk menciptakan
program pemberantasam korupsi yang lebih sistematis, yaitu antara lain
dapat dilkemukakan beberapa pilihan program, yaitu:
a.    Dilakukannya penanganan kasus yang bersifat selektif yang sudah
dalam Pipe Line KPK;
b.   Diwujudkannya suatu LHKPN yang dikhususkan untuk Lembaga
Penegakan Hukum dikaitkan dengan Program Quick Wins,
c.    Dipilihnya 5 (lima ) Departemen yang mempunyai APBN terbesar
untuk dijadikan fokus perhatian pemberantasan korupsi,
d.   Dipilihnya 5 (lima) daerah yang LKPD nya terjelek dan terbaik yang
dikaji agar bisa didapatkan best learning pemberantasan korupsi.
Kotamadya Solo dan Jogyakarta ternyata dapat membangun governance
yang akuntabel dalam pemerintahan daerahnya,
e.    Diberikannya perhatian dan konsentrasi pad sektor penerimaan negara,
misalnya: Pajak, SDA, dan TKI, f. Dilakukannya Integrity Test di
lembaga BPN dan Pengadilan.

13
BAB III
PENUTUP
 
3.1.Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.  

  3.2. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil

14
DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2012. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,


Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
http://harissoekamti.blogspot.com/
Bambang Widjojanto, Mewujudkan Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dari
KKN, Makalah Pemberantasan Korupsi, September 2010.
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Berkas:Gubernur_Sultra_Nur_Alam.png&filetimestamp=201510
16100251&
http://makalahkita.com/contoh-makalah-kasus-korupsi-indonesia-lengkap/

15

Anda mungkin juga menyukai