Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM TATANAN


NEGARA HUKUM

Disusun oleh :
Faras Ramadhan_D1A021137
Dosen Pengampu :
M. Saleh, SH. MH

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S1

UNIVERSITAS MATARAM
ANGKATAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, yang senantiasa

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan


makalah Konsep Negara Kesejahteraan dalam Tatanan Negara Hukum.

Penulis berharap semoga dapat bermanfaat khususnya pada penulis dan bagi pembaca pada
umumnya yaitu sebagai bahan bacaan yang memberikan pencerahan dan wawasan kepada
kita semua.

Penulis menyadari makalah yang disusun ini masih terdapat banyak kekurangan atau
kesalahan baik dari segi susunan maupun isi, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun baik dari Dosen maupun dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah yang selanjutnya.

Mataram Oktober 2021


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................


B. Rumusan Masalah............................................................................................................
C. Tujuan dan manfaat makalah...........................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI......................................................................................................

A. Pengertian Negara Kesejahteraan....................................................................................


B. Undang-undang negara Kesejahteraan di Indonesia ............................................................
C. Praktik Negara Kesejahteraan di Indonesia...............................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernyataan awal ketika berbicara tentang negara kesejahteraan adalah bagaimana


mendefinisikan konsep negara kesejahteraan itu sendiri, karena negara kesejahteraan
bukanlah sebuah konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan sering di pandang
dari atribut-atribut kebijakan pelayanan sosial dan transfer sosial yang di sediakan negara
kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, lapangan pekerjaan, pengurangan
kemiskinan sehingga negara kesejahteraan dan kebijakan sosial sering diidentikkan.

Seperti yang kita ketahui saat ini, Indonesia merupakan suatu negara dengan ideologinya
sendiri, yang merupakan kepribadian dari bangsa itu sendiri, yaitu Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945. Konsep negara kesejahteraan atau welfare sate juga bisa diartikan
sebagai upaya negara lewat pemerintahan itu sendiri atau kelompok sosial yang mapan untuk
memberikan jaminan ekonomi dasar bagi warga negaranya.

Penerapan konsep negara kesejahteraan dalam tatanan negara hukum tentu sangat saling
berkaitan dan memiliki hubungan yang erat dalam mengatur dan menata ketertiban
masyarakat yang mana hal ini sebagai tujuan dari hukum itu sendiri. Ada tiga prinsip utama
dalam konsep negara kesejahteraan, yakni:

1. Kesetaraan kesempatan

Warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mengenyam pendidikan dan
memperoleh pekerjaan yang layak. Hal ini juga termasuk pemerolehan pendapatan yang
sesuai dengan pekerjaannya.

2. Distribusi kekayaan yang merata

Konsep negara kesejahteraan bertujuan untuk menyejahterakan warga negaranya. Maka dari
itu pendistribusian kekayaan secara merata, khususnya kepada masyarakat yang
membutuhkan menjadi salah satu prinsip welfare state. Contohnya ialah pembagian jaminan
sosial untuk pengangguran.

3. Tanggung jawab publik


Artinya masyarakat bertanggung jawab atas hak atau kesejahteraan yang telah didapatkan dan
memanfaatkannya dengan baik.

Contoh penerapan konsep negara kesejahteraan ialah adanya jaminan sosial sebagai asuransi
untuk para pengangguran. Contoh lainnya pembayaran kesejahteraan bagi mereka yang tidak
bisa bekerja.

Menurut Oman Sukmana dalam jurnal yang berjudul Konsep dan Desain Negara
Kesejahteraan (Welfare State) (2016), ide dasar konsep welfare state berawal dari upaya
negara atau pemerintah untuk mengelola seluruh sumber dayanya demi meningkatkan
kesejahteraan warga negaranya.

Ide dasar dari konsep welfare state ini kemudian diaplikasikan lewat kebijakan pemerintah.
Artinya pemerintah membuat kebijakan yang mana tujuan akhirnya ialah untuk
menyejahterakan seluruh masyarakatnya. Caranya adalah dengan pengelolaan sumber daya.

Contohnya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan di sektor industri, dengan demikian


warga negara akan mendapat pekerjaan dan penghasilan yang sesuai. Harapannya lewat
ketersediaan lapangan pekerjaan ini masyarakat bisa hidup lebih sejahtera.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian negara kesejahteraan?
2. Apa saja undangan-undangan negara kesejahteraan di Indonesia?
3. Bagaimana praktik konsep negara kesejahteraan di Indonesia?

C. Tujuan dan manfaat makalah


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pemahaman kita dalam penerapan konsep negara kesejahteraan dalam tatanan negara
hukum terutama di Indonesia, adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai
berikut;
1. Untuk mengetahui pengertian dari negara kesejahteraan
2. Untuk mengetahui undangan-undangan negara kesejahteraan di Indonesia
3. Untuk mengetahui konsep penerapan negara kesejahteraan di Indonesia
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian negara kesejahteraan

Negara kesejahteraan (welfare state) adalah gagasan bahwa negara bertanggung jawab atas
warga negaranya, yaitu dengan jalan sejahterakan rakyatnya melalui pelayanan, bantuan,
perlindungan dan pencegahan masalah-masalah sosial. Konsep negara kesejahteraan pada
awalnya adalah ide yang berkembang di kawasan Eropa. Salah satu dari konsep ini
adalah Jeremi Betham. Menurut Betham, pemerintah selaku wakil negara harus menciptakan
kebijakan yang membuat banyak orang bahagia. Rumus sederhana yang dicetuskan oleh
Bentham yakni “sesuatu yang bisa membuat orang bahagia itu baik sebaliknya sesuatu yang
membuat orang sakit itu buruk” (dalam Sukmana, 2016).

Sebagian kalangan menyebut Jeremi Betham sebagai bapak negara kesejahteraan karena
konsep dasar tentang kebahagiaan, dimana pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
membuat warga negara bahagia dengan cara menghindarkan mereka dari rasa sakit. Selain
Jeremi Betham, terdapat beberapa tokoh lainnya diantaranya Otto Van Bismorch, William
Beveridge, dan TH Marshall.

Konteks dari konsep negara kesejahteraan sendiri muncul setelah kegagalan pasar dalam
masyarakat kapitalis dan kegagalan negara dalam masyarakat sosialis. Penempatan negara
menjadi pemain utama untuk menyeimbangkan aturan agar kebijakan negara tidak limbung
ke kanan ataupun ke kiri.

Esping-Andersen (1999) melihat kapitalisme sebagai satu sumber masalah dari munculnya
ketimpangan sosial. Penggunaan sistem pasar yang bebas hanya menguntungkan mereka
yang memiliki modal sedangkan masyarakat yang tidak memiliki modal akan tersingkir dari
kompetisi yang berjalan.

Padahal persoalan mendasar masyarakat yang terjadi adanya ketimpangan kepemilikan modal
sehingga bisa ditebak persebaran ekonomi tidak merata. Akibat panjang dari tidak meratanya
distribusi sumber daya memunculkan stratifikasi ekonomi yang diikuti munculnya stratifikasi
sosial di dalam masyarakat.

Dengan kata lain, dampak negatif dari bekerjanya sistem pasar secara penuh yakni
munculnya masalah mendasar dari kesejahteraan bernama kesenjangan yang berdampak pada
munurunnya kualitas solidaritas sosial antar warganegara. Untuk itu negara harus membuat
kebijakan sosial yang mendorong masyarakat harus berani keluar dari kungkungan
mekanisme pasar kapitalis.

Melalui negara kesejahteraan sebagai upaya mendistribusikan sumberdaya yang dimiliki


negara kepada warga negara secara merata. Terutama sumberdaya yang menyangkut hajat
hidup orang banyak seperti, listrik, minyak bumi, gas, pelayanan publik dan beberapa cabang
produksi lainnya. Penguasaan ini dipusatkan pada negara yang diharapkan bisa disalurkan
kepada rakyat dengan harga yang terjangkau.

Menurut Esping-Anderson (dalam Triwibowo & Bahagijo, 2006; 9), negara kesejahteraan
pada dasarnya mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi
perekonomian yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin
ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat  tertentu bagi warga negaranya.

Secara umum suatu negara bisa digolongkan sebagai negara kesejahteraan jika mempunyai
empat pilar utamanya, yaitu social citizenship; democracy; modern industrial relation
systems; dan rights to education and the expansion of modern mass educations
systems (Ibid).

Perlu  diingat terdapat juga negara yang menganut sistem pasar dengan memosisikan peran
negara sebatas pengawas jalannya aktivitas pasar saja. Sebaliknya satu alternatif memiliki
kecenderungan untuk mencakok dua model penerapan negara kesejahteraan dengan
mengolaborasikan demokrasi liberal dan kapasitas Negara (Pippa Norris, 2012:7). Hal ini
dilakukan untuk menyelaraskan pembangunan kualitas demokrasi di dalam institusi-institusi
pemerintahan, disisi lain negara meningkatkan pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.

Konsep negara kesejahteraan memiliki pemaknaan yang berbeda-beda setiap negaranya.


Kalau boleh dikatakan tafsir kesejahteraan disesuaikan dengan kehendak pemerintah yang
sedang berkuasa (Mas’udi & Lay, 2018). Kata sejahtera merupakan imajinasi yang sengaja
dibuat oleh rezim pemerintahan dan dipercayai untuk mencapai tujuan pembangunan. Hal ini
kemudian diproduksi terus menerus di masyarakat sehingga membentuk pemaknaan
kesejahteraan yang sama dengan rezim. Maka tak heran apabila negara kesejahteraan tidak
memiliki konsep tunggal yang disepakati.

Selaras dengan itu, Goodin (1999:4) menyatakan negara kesejahteraan (welfare state) bukan
hanya satu bentuk saja, tetapi memiliki banyak ragam program dan kebijakan (programmes
and policies) dan kombinasi yang berbeda. Secara detail, ada beragam model negara
kesejahteraan yang sudah berkembang, khususnya di negara-negara maju di Eropa dan
Amerika. Perbedaan model negara kesejahteraan biasanya dikarenakan perbedaan penekanan
tujuan dalam kebijakan setiap negara, yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, dan realitas
yang mereka hadapi.

Esping Andersen (1999) membagi negara kesejahteraan dalam tiga bentuk. Dalam tipologi
ini, ia menekankan bahwa ajaran agama memainkan peranan penting sebagai pemberi
landasan etis terhadap perkembangan konsep negara kesejahteraan. Tiga bentuk tersebut
yakni: Pertama, residual welfare state” dengan
ciri jaminan sosial terbatas bagi kelompok target yang selektif, dimana pasar mendapat doron
gan kuat untuk mengurus pelayanan publik. Contoh negara pelakunya ialah Australia,
Kanada, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Sementara bentuk kedua yakni negara-negara di Skandinavia menganut


“universalist welfare  state” dengan ciri cakupan jaminan sosial yang universal dan kelompok
target luas serta tingkat dekomodifikasi yang ekstensif. Contoh negara yang menganut pola
ini adalah Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia dan Belanda dengan basis rezim
kesejahteraan sosial demokrat.

Terakhir adalah sosial insurance welfare state dengan ciri sistem jaminan sosial yang


tersegmentasi serta peran keluarga yang kuat sebagai pemasok kesejahteraan.
Negara penganut sistem ini
antara lain Jerman, Perancis, Belanda, Italia dan Spanyol dengan basis rezim kesejahteraan
konservatif.

Negara kesejahteraan juga sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang


di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection).
Perlindungan sosial di sini mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan
asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).

Dalam konteks ini, negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai


“penganugerahan hak-hak sosial” (the granting of social rights) kepada warganya
(Trwibowo dan Bahagijo, 2006). Semua kebijakan tersebut sebenarnya dibiayai sendiri oleh
rakyatnya lewat produktifitas ekonomi yang adil dengan sebuah mekanisme perpajakan dan
asuransi. Dengan kata lain adanya mekanisme konversi pembiayaan dalam kebijakan yang
dijalankan.

Dalam perlindungan sosialnya khususnya sebagai langkah memberikan perlindungan kepada


masyarakat yang tersisihkan secara ekonomi. Disini bentuk perlindungan sosial bisa
dilakukan oleh negara, swasta dan masyarakat (keluarga) itu sendiri. Meskipun negara
menjadi institusi penting dalam skema implementasi kesejahteraan dengan melekatnya
sumber daya publik dan otoritas formal didalamnya, Satu poin lagi yang tidak bisa
ditinggalkan dalam negara kesejahteraan mengenai aspek politik. Beberapa kasus di Eropa
khususnya di Negara Skandinavia. Faktor politik menjadi salah satu penentu suksesnya
konsep negara kesejahteraan yang ada.

Di sana terdapat kedekatan ideologi antara partai politik dengan petani dan buruh ataupun
kandidat perlemen yang maju dalam pemilihan umum, sehingga adanya perjuangan hak-hak
kelas sosial dilakukan sepenuhnya tanpa pembedaan. Kesadaran akan kesejahteraan menjadi
kunci awal untuk melangkah pada kebijakan sosial lebih lanjut.

B. Undang-undang negara Kesejahteraan di Indonesia

1.Kebijakan Ketenagakerjaan

Pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”
Kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang paling utama dalam negara
kesejahteraan. Di sini, negara harus mampu menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi
warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain adalah untuk menciptakan daya
beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan warga negara atas tunjangan- tunjangan
sosial yang disediakan oleh negara.
Kebijakan ketenagakerjaan (employment policy) dibagi ke dalam dua kebijakan pokok, yaitu;
outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja aktif). Mengenai
Outset kebijakan, negara memiliki beberapa kewajiban: Pertama, negara harus membuat
sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bentuk-bentuk asuransi pengangguran,
sebagai peranan negara dalam menyiasati kompetisi yang tidak sempurna dalam dunia
lapangan kerja. Kedua, negara harus membuat kebijakan dan upaya agar tidak tercipta
tingginya angka pengangguran, karena hal itu akan menimbulkan konflik masyarakat dan
meningkatnya angka kemiskinan. Ketiga, negara membuat kebijakan dan upaya untuk
mengaitkan antara kebijakan pendidikan dengan kebijakan ketenagakerjaan dengan tujuan
untuk merespons tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi negara.

Sedangkan kebijakan active employment yaitu kebijakan yang akan menjawab segala
permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja
merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga negara yang berkaitan dengan
kerja, seperti; lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis pekerjaan, dan output kerja.

2. Kebijakan Pendidikan

Pasal 31 terdiri dari 4 ayat berikut:

(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;(3) pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang; (4) negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.

Keempat ayat tersebut berfungsi sebagai bentuk pengimplementasian dari wujud negara
kesejahteraan yaitu jaminan pembiayaan pendidikan gratis oleh negara. Layanan pendidikan
memiliki posisi penting dalam mewujudkan sebuah negara yang adil, makmur dan sejahtera.
Dalam hal ini pendidikan adalah bagian penting dari pemberdayaan masyarakat untuk turut
serta dalam menciptakan kemakmuran negara. Jadi tugas negara agar bisa menjadi negara
yang kehidupan rakyatnya sejahtera adalah menyediakan sistem pendidikan dan
pengembangan pendidikan.

3. Kebijakan Ekonomi

Pasal 33 terdiri dari tiga ayat berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.

ketiga ayat tersebut berfungsi sebagai pengimplementasian wujud dari ekonomi Pancasila.
Untuk memahami bagaimana ketiganya dapat dimaknai dalam kerangka ekonomi Pancasila,

4. Kebijakan Sosial

Jaminan Sosial (Pasal 28 H ayat 3 dan Pasal 34 ayat 2)

Setelah krisis melanda Indonesia pada 1997 yang diikuti dengan pergantian rezim dan proses
demokratisasi setahun sesudahnya, semakin disadari bahwa skema kebijakan sosial yang ada
di Indonesia tidak mencukupi, baik bila dilihat dari jumlah peserta, cakupan dan kualitas
manfaat, maupun tata kelola. Untuk itu, mulai dilakukan reformasi kebijakan dalam rangka
untuk membangun sistem jaminan sosial yang lebih bersifat sistemis dan inklusif. Legitimasi
untuk melakukan reformasi tersebut mendapatkan penguatan melalui amandemen UUD 1945
Pasal 28H ayat 3 “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat 2
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Dari kedua
pasal tersebut merupakan bentuk nyata dari penerapan konsep negara kesejahteraan yang ada
di Indonesia.

C. Penerapan Konsep negara kesejahteraan di Indonesia

Menurut ketentuan alinea IV pembukaan UUD’45 diamanatkan, bahwa; salah satu fungsi
pemerintah untuk mencapai tujuan negara, yakni; “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial” maka pada alinea IV pembukaan UUD’45 ini jelas memberi pesan
terhadap penyelenggara negara untuk selalu berupaya memajukan kesejahteraan umum, yang
artinya bahwa penyelenggara negara (pemerintah) wajib dengan terus menerus berupaya untuk
mencapai kesejahteraan warga negaranya. Ini merupakan amanat konstitusi yang tidak bisa
diabaikan begitu saja, sehingga penyelenggara negara tidak mungkin bisa lepas dari padanya.

Kemudian Pasal 23 ayat (1) mengamanatkan, bahwa; “Pengelolaan anggaran dan keuangan
pemerintah harus diprioritaskan untuk sejahterakan rakyat” ini artinya pembangunan-pembangunan
di sektor pendidikan, kesehatan dan industri harus memprioritaskan atau mengutamakan
peningkatan kesejahteraan warga masyarakat nya. Selanjutnya Pasal 27 ayat (2) mengamanatkan,
bahwa; “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” Pasal ini jelas menjadi jaminan konstitusional bagi warga masyarakat untuk
memperoleh pekerjaan, sehingga berpijak pada Pasal 23 ayat (1) di atas, yaitu pengelolaan anggaran
dan keuangan pemerintah bisa diarahkan juga untuk pembangunan yang bisa menyerap banyak
tenaga kerja. Dengan demikian kebijakan yang seperti bisa jumbuh dengan dengan amanat
konstitusional yang tidak hanya indah untuk dibaca. Sedangkan pada ketentuan Pasal 28C memberi
landasan konstitusional juga, bahwa rakyat memiliki hak untuk dipenuhi hak-hak dasarnya, maka
dengan demikian sangat jelaslah bahwa negara bertanggungjawab terhadap hak-hak dasar warga
negaranya, yaitu sandang, papan, pangan, pendidikan dan kesehatan, lalu Pasal 28H lebih dipertegas
lagi dengan menyatakan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, juga mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, dan juga mendapat
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.

Dan pada ketentuan Pasal 31 memberikan peluang pada masyarakat untuk mendapat pendidikan,
bahkan dinyatakan dengan tegas pula bahwa, negara mengatur hak rakyat atas pendidikan dan
kewajiban negara untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Ini berarti negara mempunyai
tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan dibidang pendidikan yang mencapai
pendidikan tinggi dan menjamin rakyat untuk bisa mengenyamnya.

Oleh sebab itu, di dalam Pasal 33 dan 34 UUD’45 lebih mempertegas lagi, bahwa Pasal 33
mengamanatkan sebagai berikut; pada ayat (1) memberi perintah yakni “Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan” yang mempunyai makna bahwa, sistem
perekonomian negara Indonesia merupakan hasil pemikiran bersama dan disusun bersama dan
usaha bersama berdasar asas kekeluargaan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama warga
masyarakat, ini semua tidak lepas dari konsep-konsep demokrasi konstitusional negara hukum
material, jadi kemakmuran rakyatlah yang didahulukan, bukan orang perseorangan. Kemudian ayat
(1) ini dilanjutkan pada ayat (2) yang juga memberi penekanan pada konsep negara kesejahteraan
(welfare state) yakni memberi amanat sebagai berikut; “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” ini mengandung arti
bahwa tidak ada satu-pun dari cabang-cabang produksi yang menguasai hajad hidup orang banyak
itu lepas begitu saja dari penyelenggara negara, di sinilah negara harus menjamin
keberlangsungannya. Artinya negara melarang adanya penguasaan sumber daya alam berada di
dalam tangan perseorangan, yaitu seperti adanya monopoli, oligopoli ataupun adanya praktek kertel
yang menyangkut pengelolaan sumber-sumber alam.

Kemudian ayat (3) menegaskan pula, bahwa; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalam-Nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
kembali disini negara dituntut untuk mengurus dan kemudian mengelola yang tujuannya jelas untuk
kemakmuran warga masyarakatnya. Tidak ada kata tidak ketika sumber-sumber alam tersebut
diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan, itu kewajiban penyelenggara negara. Dengan
demikian dapat dikatakan, bahwa monopoli pengaturan, penggunaan, penyelenggaraan, persediaan
serta pemeliharaan sumber daya alam berada ditangan negara. Sedangkan kata “dikuasai oleh
negara “bukan berarti kepemilikannya namun cenderung pada kemampuan negara untuk melakukan
kontrol dan pengaturan supaya setiap usaha atau perusahaan tetap berpegang pada prinsip
kepentingan mayoritas dan kemakmuran rakyat. Pasal 33 ini memiliki jiwa semangat sosial yang
menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik.

Kemudian kembali Pasal 34 menegaskan, bahwa negara Indonesia itu mengurus, artinya berupaya
untuk memperhatikan dan memelihara Fakir miskin dan anak-anak terlantar (ayat 1), jelas hal ini
menunjukkan bahwa kiprah penyelenggara negara untuk mengurus warga negaranya yang miskin
dan anak terlantar. Maka untuk melakukan pekerjaan itu Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan (ayat 2). Dengan demikian Negara mengambil tanggung jawab atas
ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3), maka dapat dikatakan, bahwa negara
tidak hanya mengurus saja, tetapi di sini negara bahkan bertanggungjawab atas tersedianya fasilitas
umum yang mestinya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh warga masyarakatnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh
bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 bukan hanya konstitusi politik, tetapi juga
konstitusi ekonomi dan sosial budaya, dan karena itulah konsep negara yang dianut dalam
Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara kesejahteraan. Kesejahteraan sosial merupakan
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya, dan
negara bertanggung jawab atas penyelenggaraannya. Permasalahan kesejahteraan sosial ini
menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya
secara layak, karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara, akibatnya masih ada
warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial, sehingga tidak dapat
menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiyano.V (2020) Indonesia dalam Menjawab Konsep Negara Welfare State dan
Tantangannya. Vol.1.no1.

Rizki mamur “konsepsi negara kesejahteraan dalam Pancasila dan undang-undang dasar
1945”vol.1.no.1 (2017): 15, (pengertian negara kesejahteraan), 51-59 (undang-undang negara
kesejahteraan), 66 ( praktik konsep negara kesejahteraan).

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2021/04/13/153013269/apa-itu-
konsep-negara-kesejahteraan
https://www.google.com/amp/www.pojokwacana.com/pengertian-negara-kesejahteraan/
%3famp=1

https://jdih.kemnaker.go.id/berita-kebijakan-ketenagakerjaan.html

https://business-law.binus.ac.id/2019/07/08/kebijakan-pemerintah-dalam-penyelenggaraan-
sistem-jaminan-sosial-dalam-perspektif-negara-kesejahteraan/

https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/58037858-Bab-i-pendahuluan-indonesia-
adalah-negara-kesejahteraan-welfare-state-itulah-konsep.html

Anda mungkin juga menyukai