Anda di halaman 1dari 26

Implementasi Teori Hukum Sebagai Alat Pembaharuan Masyarakat Melalui

Konsep Sociological Jurisprudence Terhadap Pembangunan Di Indonesia

Diajukan Sebagai Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Teori Hukum

Oleh:
RAHMA YUNITA
(02012681923020)

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. H. Joni Emirzon, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3

C. Metode Penelitian.................................................................................. 4

D. Kerangka Teori...................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..……… 6

BAB III PEMBAHASAN

A. Konsep Hukum Roscoe Pound Tentang Sociological Jurisprudence…11

B. Pengaruh Konsep Hukum Roscoe Pound Sociological Jurisprudence

Terhadap Sistem Pembangunan Di Indonesia ……………………..… 13

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………. 20

B. Saran…………………………………………………………………... 21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya sangat

membutuhkan pembinaan dan pengembangan sistem hukum nasional dalam rangka

mendorong dan mendukung pembangunan di segala bidang. Meminjam istilah

Roscoe Pound bahwa “as tool as social engineering”, maka sesungguhnya

pembinaan dan pengembangan hukum nasional sudah semestinya dapat

memberikan arah dan jalan bagi hukum, masyarakat dan negara untuk saling terkait

satu dengan yang lainnya. Tentunya hal itu dapat terwujud jika semangat dalam

pembinaan dan pengembangan hukum nasional itu dilandasi dengan semangat dan

nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat dengan tidak mengenyampingkan juga

nilai-nilai yang berkembang lainnya yang sesuai dengan kultur masyarakat

Indonesia.

Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran hukum yang

menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran

ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di

antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan

(the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Singkatnya yaitu,

aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan

hukum yang hidup dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis seperti

Undang- Undang sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum

1
tidak tertulis disini adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah semulanya

hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu hukum yang berlaku

dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak

tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim sebagai perumus

dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga harus

terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu

menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.1

Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum

dapat dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan

pembinaan hukumnya menganut teori gabungan dari apa yang dikenal sebagai

aliran sociological jurisprudence dan pragmatic jurisprudence. Aliran sociological

jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan

pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan

nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang

mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.

Indonesia adalah negara yang becorak multi etnik, agama, ras dan golongan.

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan kemajemukan budaya

bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang

membentang luas dari Sabang sampai Merauke selain memiliki sumber daya alam

(natural resources) juga mempunyai sumber daya budaya (cultural resources) yang

beraneka ragam coraknya.2

1
Lili Rasjidi. 2004. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
2
Mega Meirina. 2014. Penerapan Mazhab Sociological Jurisprudence Terkait Pemecahan
Problem Pluralitas Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan Hukum Nasional. Diakses pada

2
Keragaman etnik yang ada di Indonesia sudah tentu mengandung dimensi

multibudaya (multikultural). Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang

memiliki kelompok-kelompok etnik yang berbeda dalam kebudayaan, bahasa, nilai,

adat istiadat dan tata kelakuan yang diakui sebagai jalan positif untuk menciptakan

toleransi dalam sebuah komunitas. Masyarakat yang terdiri dari berbagai suku

bangsa atau masyarakat yang berbhineka juga didefinisikan sebagai masyarakat

majemuk, masyarakat plural atau pluralistik.

Dalam masyarakat pluralistik, sangat sukar menerapkan ajaran

Sociological Jurisprudence karena adanya nilai-nilai dan tata tertibnya masing-

masing serta pola perilaku yang spesifik yang menjadi alas an ajaran sociological

jurisprudence sukar untuk diterapkan. Oleh sebab itu penulis sangat tertarik untuk

membahas lebih lanjut terkait penerapan Sociological Jurisprudence di Indonesia

dalam makalah berjudul “Implementasi Teori Hukum Sebagai Alat Pembaharuan

Masyarakat Melalui Konsep Sociological Jurisprudence Terhadap Sistem

Pembangunan Di Indonesia”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

http://mydreamaccess.blogspot.com/2015/05/penerapan-mazhab-sociological.html tanggal 23
Oktber 2019.

3
C. Bagaimana konsep hukum Roscoe Pound tentang Sociological Jurisprudence

D. Bagaimana pengaruh konsep hukum Roscoe Pound Sociological

Jurisprudence terhadap sistem pembangunan di Indonesia ?

C. METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah penelitian

hukum normatif yakni penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau

implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-undang, atau

kontrak) in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat.3

D. KERANGKA TEORI

Teori Hukum Sebagai alat Pembaharuan dalam Masyarakat (Law as a Tool

of Social Engineering)

Teori Roscoe Pound mengenai hukum yang menitik beratkan hukum pada

kedisiplinan yaitu law as a tool of social engineering yang berarti hukum adalah

alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat. Dalam istilah hukum

sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat diharapkan dapat berperan merubah

nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

3
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 134.

4
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang

ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya.4 Dalam hal ini dengan adanya fungsi hukum

sebagai sarana pembaharuan masyarakat, dapat pula diartikan, bahwa hukum

digunakan sebagai alat oleh agent of change yang merupakan pelopor perubahan

yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat

sebagai pemimpin dari satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Pandangan mengenai hukum yang dikatakan oleh Roscoe Pound sama seperti

apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan asas-

asas dan kaedah-kaedah yang mengatur masyarakat, termasuk di dalamnya lembaga

dan proses untuk mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan.5 Penggunaan hukum

sebagai sarana mengubah masyarakat atau sarana pembaharuan masyarakat itu

dapat pula disebut sebagai social engineering by the law.

4
Soerjono Soekanto, 2009, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 135
5
Satjipto Rahardjo, tt, Pemanfaatan Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni,
Bandung, hlm. 66.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik beratkan

hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of social

engineering” yang berarti hukum adalah alat untuk memperbaharui atau

merekayasa masyarakat. Untuk dapat memenuhi peranannya, Roscoe Pound lalu

membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh

hukum itu sendiri, yaitu kepentingan umum (public interest), kepentingan

masyarakat (social interest), dan kepentingan pribadi (private interest).

Kepentingan umum (public interest) meliputi kepentingan negara sebagai badan

hukum dan penjaga kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat (social

interest) meliputi kepentingan akan kedamaian dan ketertiban; perlindungan

lembaga-lembaga sosial; pencegahan kemerosotan akhlak; pencegahan

pelanggaran hak; dan kesejahteraan sosial. Kepentingan pribadi (private interest)

meliputi pepentingan individu, keluarga, dan hak milik.6

Dalam istilah hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat diharapkan

dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dengan disesuaikan

dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi “law as a tool of social

engineering” oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia.

Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana

pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya

6
Satjipto Raharjo, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 206.

6
daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya, alasannya oleh karena lebih

menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia

(walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme

daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama

daripada penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.7

Dalam hal ini dengan adanya fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan

masyarakat, dapat pula diartikan, bahwa hukum digunakan sebagai alat oleh agent

of change yang merupakan pelopor perubahan yaitu seseorang atau sekelompok

orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin dari satu atau

lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor ini melakukan penekanan untuk

mengubah sistem sosial.8 Mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang

direncanakan terlebih dahulu disebut social engineering ataupun planning atau

sebagai alat rekayasa sosial.

Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang

ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya.9 Hukum di dalam masyarakat modern saat ini

mempunyai ciri menonjol yaitu penggunaannya telah dilakukan secara sadar oleh

masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola

kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk

mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikendaki, menghapuskan kebiasaan

7
Mochtar Kusumaatmadja, 1990, Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan, Bina Cipta,
Bandung, hlm. 10
8
AA N Gede Dirksen, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Diktat Untuk Kalangan Sendiri Tidak
Diperdagangkan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, hlm. 89
9
Soerjono Soekanto, Op.Cit.

7
yang dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan

sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang

menjurus kepada penggunaan hukum sebagai instrument yaitu law as a tool social

engineering.

Penggunaan secara sadar tadi yaitu penggunaan hukum sebagai sarana

mengubah masyarakat atau sarana pembaharuan masyarakat itu dapat pula disebut

sebagai social engineering by the law. Langkah yang diambil dalam social

engineering itu bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai kepada

jalan pemecahannya, yaitu:

1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya

mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari

penggarapannya tersebut.

2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, hal ini penting dalam hal

social engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-

sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional, modern dan perencanaan.

Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.

3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa

dilaksanakan.

4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

“Law is a tool of social engineering” adalah apa yang dikatakan oleh Roscoe

Pound terhadap hukum itu. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Mochtar

Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaedah-kaedah yang

mengatur masyarakat, termasuk di dalamnya lembaga dan proses untuk

8
mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan. Kedua ahli hukum ini memiliki

pandangan yang sama terhadap hukum.10

Kepentingan negara adalah harus yang paling tinggi/atas dikarenakan negara

mempunyai kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut harus melindungi

kepentingan negara kemauan negara adalah kemauan publik. Karena hukum itu

bukan seperti yang dikatakan oleh teori-teori positivis menghukum bahwa hukum

memiliki sifat tertutup. Hukum sangat dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi,

sosial, budaya. Tidak hanya sekedar kemauan pemerintan. Suatu logika yang

terbuka, perkembangan kebutuhan masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan

hukum di dalam masyarakat. Politik sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di

dalam masyarakat.11

Di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan,

yurisprudensi juga berperan namun tidak seberapa. Agar supaya dalam pelaksanaan

perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan

sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai

dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran Sociological Jurisprudence yaitu

hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat.

Sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat

dilaksanakan dan akan mendapat tantangan-tantangan. Faktor-faktor tertentu yang

10
Satjipto Rahardjo. Op.Cit.
11
Ibid.

9
menjadi tantangan dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para

pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. 12

12
Martha Eri Safira, 2017, Law Is A Tool Of Social Engineering Dalam Penanganan
Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Perundang-Undangan Di
Indonesia. Dalam Jurnal “Kodifikasia”, Volume 11 No. 1, hlm 189.

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Hukum Roscoe Pound Tentang Sociological Jurisprudence

Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological

Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum”

daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada

dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law

in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara

hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian

hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap

pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.

Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga terpenting dalam melaksanakan

kontrol sosial. Hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan

moralitas sebagai instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya,

kontrol sosial diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya

adalah mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya

sangat diperlukan untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal. 13

1. Fungsi Utama Hukum

Fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam

masyarakat. Menurut Roscoe Pound ada tiga kepentingan yang harus dilindungi

13
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi. 2007. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 74.

11
oleh hukum, yaitu public interest; individual interest; dan interest of personality.

Rincian dari setiap kepentingan tersebut bukan merupakan daftar yang mutlak

tetapi berubah-ubah sesuai perkembangan masyarakat. Jadi, sangat dipengaruhi

oleh waktu dan kondisi masyarakat. Apabila kepentingan-kepentingan tersebut

disusun sebagai susunan yang tidak berubah-ubah, maka susunan tersebut bukan

lagi sebagai social engineering tetapi merupakan pernyataan politik (manifesto

politik)

2. Tugas Utama Hukum

Tugas utama hukum adalah rekayasa sosial (law as a tool of social

engineering, Roscoe Pound). Hukum tidak saja dibentuk berdasarkan kepentingan

masyarakat tetapi juga harus ditegakkan sedemikian rupa oleh para yuris sebagai

upaya sosial kontrol dalam arti luas yang pelaksanaannya diorientasikan kepada

perubahan-perubahan yang dikehendaki.14

Oleh karena itu, sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen di luar

hukum, maka para penegak hukum dalam mewujudkan tugas utama hukum harus

memahami secara benar logika, sejarah, adat, istiadat, pedoman prilaku yang benar

agar keadilan dapat ditegakkan. Keputusan hukum yang adil dapat digunakan

sebagai sarana untuk mengembangkan masyarakat. Tugas utama adalah sarana

pembaharuan masyarakat dalam pembangunan.

3. Peran Strategis Hakim dalam Perspektif Sociological Jurisprudence

Kehidupan hukum sebagai kontrol sosial terletak pada praktek pelaksanaan

atau penerapan hukum tersebut. Tugas hakim dalam menerapkan hukum tidak

14
Ibid.

12
melulu dipahami sebagai upaya social control yang bersifat formal dalam

menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendisain penerapan hukum itu sebagai

upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar sebagai

penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan

konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi juga

sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara hukum harus

memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk mencapai perubahan,

dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan menggunakan segala macam

teknik penafsiran (teori hukum fungsional).15

B. Pengaruh Konsep Hukum Roscoe Pound Sociological Jurisprudence

Terhadap Sistem Pembangunan Di Indonesia

Dampak pemikiran sociological jurisprudence di Indonesia nampak melalui

perkembangan sistem hukum Indonesia, yang dalam setiap fasenya menggunakan

beberapa teori hukum. Teori hukum yang menjadi “saksi” atas perkembangan

hukum di Indonesia, dintaranya teori hukum pembangunan (1970), teori hukum

progresif (1990-an) dan teori hukum integratif (masa sekarang).

Masing-masing teori hukum tersebut merupakan reduksi dari pemikiran

sociological jurisprudence-nya Roscoe Pound. Teori hukum pembangunan

tokohnya adalah Mochtar Kusumaatmadja. Teori hukum progresif adalah Begawan

sosiologi hukum alm. Sadjipto Rahardjo. Sedangkan teori hukum integratif yang

15
Andriansyah. 2015. Roscoe Pound : Law A Tool Of Social Engineering &
Sociological Jurisprudence. Diakses pada https://blowrian.wordpress.com/2015/03/26/roscoe-
pound-law-a-tool-of-social-engineering-sociological-jurisprudence/ tanggal 24 Oktober 2019.

13
melengkapi kekurangan ke dua teori hukum sebelumnya, dicetuskan oleh Romli

Atmasasmita. Berikut ini uraian singkat, ketiga generasi sociological jurisprudence

tersebut dalam perkembangannya di Indonesia.16

Teori hukum pembangunan mulai diperkenalkan oleh Mochtar

Kusumaatmadja; pakar hukum internasional yang terkenal teorinya dengan mazhab

hukum Unpad. Pandangan Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum

dalam pembangunan nasional diletakkan dalam inti ajarannya sebagai berikut:17

1. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirkan oleh perubahan

dan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi

dengan cara yang teratur, perubahan yang teratur menurut Kusumaatmadja,

dapat dibantu oleh perundang-Undangan atau keputusan pengadilan dan

kombinasi keduanya,. Beliau menolak perubahan yang tidak teratur dengan

menggunakan kekerasan semata-mata;

2. Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan awal

dari masyarakt yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana

(bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan;

3. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui

kepastian hukum dan juga hukum (sebagai kaidah sosial) harus dapat

mengatur (membantu) proses perubahan dalam masyarakat;

16
Damang Averroes. 2015. Dinamisasi dan Pengaruh Sosiological Jurisprudence di
Indonesia. Diakses pada http://www.negarahukum.com/hukum/sosiological-jurisprudence.html
tanggal 24 Oktober 2019.
17
Mochtar Kusumaatmadja. 2006. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan. Alumni.
Bandung. hlm 3.

14
4. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the

living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalm masyarakat itu;

5. Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat diwujudkan jika

hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri

harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditemukan di dalam hukum

itu.

Kendatipun yang menginisiasi gagasan Kusumaatmadja adalah social

engineering-nya Roscoe Pound, namun pandangan Kusumaatmadja tetap memiliki

perbedaan dengan Pound. Uraian Pound tentang konsep hukum dan fungsi hukum

dikemukakan dalam konteks lingkup proses peradilan di Amerika Serikat yang

ketika itu (awal abad ke-20) dengan mempertimbangkan faktor-faktor nonhukum

ke dalam perkembangan hakim dan situasi masyarakat yang telah maju. Sedangkan

Kusumaatmadja sendiri mengemukakan konsep hukum dan fungsi serta peranan

hukum dalam konteks pembangunan hukum di Indonesia yang tengah mengalami

masa transisi dari sistem pemrintahan yang bersifat tertutup kepada sistem

pemerintahan yang terbuka dengan masuknya modal asing. Sekalipun berbeda,

Kusumaatmadja tetap mengakui perubahan masyarakat dapat dicapi melalui

Undang-undang atau putusan pengadilan atau kedua-duanya, sedangkan Pound

sama sekali tidak menaruh perhatian pada Undang-Undang sebagai unsur penting

dalam perubahan masyarakat.

Fase kemudian, lahir teori hukum progresif sang begawan sosiologi hukum

Satjipto Rahardjo. Sedikit agak berbeda pendapatnya dengan Kusumaatmadja yang

15
tidak menaruh hormat pada hukum tertulis, hukum tertulis dianggap lebih banyak

digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaan saja. Oleh karena itu

asumsi dasar yang terbangun dari teori Rahardjo “hukum adalah untuk manusia,

maka hukum bukan untuk dirinya, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan

lebih besar; setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang

ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan untuk dimasukkan ke

dalam sistem hukum.”

Pandangan teori hukum progresif merupakan suatu penjelajahan atas gagasan

yang berintikan 9 (Sembilan) pokok pikiran sebagai berikut:18

1. Hukum menolak taradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek dan

berabagai paham dengan aliran legal realism, freirechtslehre, sociological

jurisprudence, interrresenjurisprudence di Jerman, teori hukum alam dan

ciritical legal studies;

2. Hukum menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui

institusi-institusi kenegaraan;

3. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal

hukum;

4. Hukum menolak status quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai

tekhnologi yang tidak bernurani, melainkan suau institusi yang bermoral;

5. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia pada

kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat manusia bahagia;

18
Satjipto Rahardjo. 2009. Hukum Progresif. Sebuah sintesa Hukum Indonesia. Genta
Publishing. Yogyakarta. hlm 1 sd. 3.

16
6. Hukum proregresif adalah hukum yang prorakyat dan hukum yang

prokeadilan;

7. Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa hukum adalah untuk manusia,

bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum tidak ada

untuk dirinya sendiri, melainkan sesuatu yang lebih luas dan lebih besar.

Maka setiap kali ada masalah dengan hukum, hukumlah yang ditinjau dan

diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan untuk dimasukkan ke dalam

sistem hukum;

8. Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final melainkan

sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya.

Manusialah yang merupakan penentu;

9. Hukum selalu dalam proses untuk terus menjadi

Terakhir, yang melengkapi konsep hukum di atas adalah Romli Atmasasmita

yang mengkaji lebih awal pula ke dua pakar hukum tersebut. Romli Atasasmita

sengaja memperkenal teori hukum integratif untuk menyempurnakan sistem hukum

yang pernah dipopulerkan oleh Lawrence M. Friedman dengan menambahkan satu

elemen hukum yakni birokrasi. Berangkat dari konsep hukum itu pulalah sehingga

Romli Atmasasmita tiba pada kesimpulan “jika hukum menurut Kusumaatmadja

merupakan sistem norma (system of norms) dan menurut Rahardjo hukum

merupakan sistem perilaku (system of behavior), maka Romli Atmasasmita

menambahkan satu lagi; sebagaimana apa yang disebut sistem nilai (system of

value),

17
Ketiga sistem hukum tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan yang

cocok dalam menghadapi dan mengantisipasi kemungkinan terburuk abad

globalisasi saat ini, dengan tidak melepaskan diri dari sifat tradisional masyarakat

Indonesia yang masih mengutamakan nilai (value) moral dan sosial.

Jika diperhatikan secara cermat pada hakikatnya konsentrasi Romli

Atmasasmita yakni ketidakpercayaan terhadap birokrasi yang banyak

menggunakan jalan pintas dalam menggunakan hukum hanya untuk kepentingan

dirinya semata. Oleh sebab itu Ia menganjurkan perubahan atau rekayasa tidak

hanya terjadi pada ruang-ruang sosial tetapi juga harus terjadi perubahan terhadap

lemabaga birokrasi kita. Itulah yang disebutnya sebagai Bureaucratic Social

Engineering (BSE). Rekyasa birokrasi dan rekyasa masyarakat yang dilandaskan

pada sistem norma, sistem perilaku dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila

sebagai ideologi bangsa.19

Maka dengan mengacu pada penganut hukum positivistik, Romli

Atmasasmita mendeskripsikan teori hukum integratif “hukum sebagai sistem

norma yang mengutamakan “norm and logic” (Austin dan Kelsen) kehilangan arti

dan makna dalam kenyataan kehidupan masyarakat jika tidak berhasil diwujudkan

dalam sistem perilaku masyarakat dan birokrasi yang sama-sama taat hukum.

Sebaliknya, hukum yang hanya dipandang sebagai sistem norma dan sistem

perilaku saja dan digunakan ebagai “mesin birokrasi” akan kehilang rohnya jika

19
Romli Atmasasmita. 2012. Teori Hukum Integratif. Genta Publishing. Yogyakarta,
hlm. 97.

18
mengabaikan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai puncak nilai

kesusilaan dan kehidupn berbangsa dan bernegara.”20

20
Ibid. hlm 103.

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sociological Jurisprudence menurut Roscoe Pound lebih mengarahkan pada

kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat.

Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, tidak sekedar

hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence

menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai

kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism

law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan

masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.

2. Pengaruh konsep hukum Roscoe Pound terhadap sistem pembangunan di

Indonesia berawal dari reduksi dari pemikiran Sociological Jurisprudence

yang kemudian teori tersebut berkembang dalam sistem hukum Indonesia.

Teori hukum yang dihasilkan dari konsep hukum RoscoePound mengenai

Sociological juriprudence, dintaranya teori hukum pembangunan yang di

perkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja (1970), teori hukum progresif

diperkenalkan oleh Satjipto Raharjo(1990-an) dan teori hukum integratif

(masa sekarang) diperkenalkan oleh Romli Atmasasmita.

20
B. Saran

1. Sistem hukum di Indoneia masih lebih menitik beratkan kepada Undang-

Undang yang berlaku, sehingga terkadang aturan tersebut tidak langsung

berkaitan dengan hukum yang hidup di masyarakat, oleh sebab itu akan lebih

baik jika dalam perumusan suatu aturan hukum juga mempertimbangkan

kebutuhan masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam pembentukan

hukum itu sendiri

2. Hakim dalam menerapkan hukum tidak hanya sebagai social control tetapi

akan lebih baik juga sekaligus mendesain penerapan hukum sebagai social

engineering;

3. Dalam peneyelenggaraan hukum akan lebih baik apabila memperhatikan

aspek fungsional dari hukum itu sendiri yaitu mencapai perubahan hukum

yaitu dengan tidak condong ke penerapan undang-undang namun juga

shukum sebagai pembaharuan dalam masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum,Bandung: Citra

Aditya Bakti.

AA N Gede Dirksen, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Diktat Untuk Kalangan

Sendiri Tidak Diperdagangkan, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Lili Rasjidi. 2004. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi. 2007. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum,

Bandung: Citra Aditya Bakti,

Mochtar Kusumaatmadja, 1990, Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan,

Bandung: Bina Cipta,

Mochtar Kusumaatmadja. 2006. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan.

Bandung: Alumni.

Romli Atmasasmita. 2012. Teori Hukum Integratif. Yogyakarta: Genta

Publishing.

Satjipto Raharjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Satjipto Rahardjo, tt, Pemanfaatan Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum,

Bandung: Alumni, Bandung.

22
Satjipto Rahardjo. 2009. Hukum Progresif. Sebuah sintesa Hukum Indonesia.

Yogyakarta: Genta Publishing.

Soerjono Soekanto, 2009, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers.

B. Jurnal

Martha Eri Safira, 2017, Law Is A Tool Of Social Engineering Dalam

Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum

Islam Dan Perundang-Undangan Di Indonesia. Dalam Jurnal “Kodifikasia”,

Volume 11 No. 1,

C. Internet

Andriansyah. 2015. Roscoe Pound : Law A Tool Of Social Engineering &

Sociological Jurisprudence. Diakses pada

https://blowrian.wordpress.com/2015/03/26/roscoe-pound-law-a-tool-of-

social-engineering-sociological-jurisprudence/ tanggal 24 Oktober 2019.

Damang Averroes. 2015. Dinamisasi dan Pengaruh Sosiological Jurisprudence di

Indonesia. Diakses pada http://www.negarahukum.com/hukum/sosiological-

jurisprudence.html tanggal 24 Oktober 2019.

Mega Meirina. 2014. Penerapan Mazhab Sociological Jurisprudence Terkait

Pemecahan Problem Pluralitas Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan

Hukum Nasional. Diakses pada

http://mydreamaccess.blogspot.com/2015/05/penerapan-mazhab-

sociological.html tanggal 23 Oktober 2019.

23
24

Anda mungkin juga menyukai