Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH BERLAKUNYA BURGERLIJK WETBOEK

DAN KUH PERDATA INDONESIA

Oleh :
KELOMPOK II (DUA)

NAMA : PANDU ELISARO ZEBUA


TRISMAN ZEGA
KELAS : A
FUKULTAS/PRODI : FPIPS/PPKn
SEMESTER : IV (EMPAT)
MATA KULIAH : HUKUM PERDATA

DOSEN PENGAMPU,

HENDRIKUS OTNIEL NASOZARO HAREFA, S.H., M.H

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (FPIPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
T. A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu yang berjudul “SEJARAH
BERLAKUNYA BW DAN KUH PERDATA INDONESIA ”Dalam kesempatan ini juga
kami berterima kasih kepada Bapak Dosen pengampu mata kuliah “HUKUM PERDATA”
yang telah memberikan kami kesempatan dalam mengerjakan tugas ini, karena dalam tugas
ini kami dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan kami melalui saran dan bimbingan
dari bapak.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan makalah
ini, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik, saran, yang bersifat membangun dari bapak
terlebih-lebih dari teman-teman guna memperbaiki tugas berikutnya.

Gunungsitoli 24 Februari 2021


Penulis,

Kelompok II

i
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 1

BAB 2 ISI 2

A. Sejarah Terbentuknya BW 2

B. Sejarah Berlakunya Bw di Indoensia 6

C. Sejarah Berlakunya KUH Perdata di Indonesia 6

BAB III PENUTUP 8

A. Kesimpulan 8

B. Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya
hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh
sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah
hukum perdata.Apa itu hukum perdata ? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk
dijawab, mengingat hukum perdata  mempunyai banyak segi, mempunyai arti
sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum perdata itu
sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit.  Dalam hukum perdata dapat
melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat dan apa saja yang dilakukan
seseorang tersebut di masyarakat.Pada kesempatan pertama kali ini, kelompok kami
akan  mencoba menerangkan tentang hukum perdata. Makalah ini akan memaparkan
tentang pengertian dan sekelumit tentang hukum perdata, sumber hukum perdata dan hal-
hal  yang menyangkut tentang hukum perdata.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah BW berlaku?

2. Bagaimana sejarah KUHPerdata berlaku?

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah pemberlakuan BW

2 Mengetahui sejarah pemberlakuan KUHPerdata

1
BAB II

ISI
A. Sejarah Terbentuknya BW
1. Sejarah BW berawal di Belanda
Proses terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Indonesia
bersumber dari sejarah KUHPerdata di Belanda. Pada abad pertengahan sistem
pemerintahan Belanda masih bercorak desentralisasi, belum menganut sistem
pemerintahan yang terpusat atau sentralisasi seperti dianut oleh kebanyakan negara-negara
maju. Masing-masing provinsi masih berdaulat penuh sendiri-sendiri atas wilayahnya, dan
masing-masing mempunyai peraturan sendiri-sendiri pula.

Oleh sebab itu mudah dimengerti jika pada waktu itu belum ada peraturan yang berlaku
umum untuk seluruh wilayah, sehingga akibatnya kepastian hukum atau recht-
zekerheid sukar diperoleh. Di daerah atau di provinsi-provinsi itu, variasi hukum sangat
beraneka, seperti; hukum Romawi, hukum German, hukum gereja dan peraturan dari
provinsi-provinsi itu sendiri (hukum adat).
Pada waktu Nederland masih berbentuk Republik Serikat, keadaan hukum di negeri ini
menjadi semakin rumit. Penyebabnya tidak lain karena keragaman hukum yang ada
sebagai akibat dari tidak adanya sentralisasi kekuasaan. Di kalangan para ahli hukum di
Belanda sendiri mulai timbul keinginan untuk menghidupkan kembali hukum mereka
sendiri yang selama ini terdesak oleh hukum dari negeri lain. Karena tidak adanya
kepastian hukum maka tidak mengherankan jika nantinya timbul keinginan untuk
menghimpun berbagai hukum itu ke dalam suatu kodifikasi atau kitab hukum, agar
kemudian dapat diperoleh keseragaman dan kepastian hukum.

Pada 1796 lembaga yang bernama National Vergadering atau Sidang Perwakilan


Nasional di negeri Belanda, memutuskan untuk mengadakan kodifikasi di bidang hukum
perdata. Untuk keperluan itu maka dibentuklah komisi atau panitia ad hoc / khusus yang
akan merancang serta memikirkan usaha-usaha kea rah kodifikasi itu. Tetapi usaha panitia
itu ternyata belum berhasil.
Pada 1814, Kemper seorang guru besar di bidang hukum di negeri Belanda
mengusulkan kepada pemerintahnya agar membuat kodifikasi sendiri yang memuat
kumpulan hukum Belanda kuno, meliputi : hukum Romawi, hukum German dan hukum

2
kanonik (gereja). Atas prakarsanya sendiri Kemper kemudian menyusun draft Undang-
undang untuk diajukan kepada Raja. Draft ini disetujui oleh Raja untuk dijadikan landasan
kerja bagi komisi yang telah dibentuk oleh pemerintah sebelumnya. Rancangan Kemper
ini terkenal dengan nama Rancangan 1816. Hukum Belanda kuno yang dijadikan inti
rancangan Kemper ini cukup lengkap dan rinci. Meliputi tidak kurang dari 4000 pasal
yang berarti dua kali lipat lebih banyak daripada pasal yang dipunyai oleh BW sekarang.
Beberapa waktu kemudian sebagai akibat dari keputusan Kongres Wina, negeri Belgia
disatukan dengan negeri Belanda. Rancangan Kemper ini kemudian diserahkan oleh
pemerintah Belanda kepada panitia yang terdiri dari para sarjana hukum Belgia untuk
dimintakan pendapatnya. Ternyata kemudian panitia ini menolak rancangan tadi dengan
alasan bahwa rancangan tersebut terlalu luas dan terlalu rinci. Panitia mengusulkan agar
hukum yang sebelumnya sudah ada dan berlaku, yaitu Code Napoleon, tetap diberlakukan
sebagai dasar.
Kemper adalah orang yang terkenal ulet dan gigih, oleh karena itu dia pantang
menyerah dalam menghadapi keadaan tersebut. sebab dia mengajukan lagi draftnya
kepada Raja Willem I yang memerintah Belanda pada saat itu, agar Rancangan 1816 itu
tetap dipakai dalam rangka menyusun Rancangan Undang-Undang baru itu. Raja Willem I
menyetujui usul Kemper ini, dan menetapkan bahwa Rancangan Undang-Undang 1816
yang telah diperbarui dan disesuaikan dengan saran-saran dan keberatan yang diajukan
oleh para sarjana Belgia itu ditetapkan sebagai Rancangan Undang-Undang 1820. Tetapi
dalam siding Parlemen Belanda pada 1822 rancangan tersebut ditolak oleh Parlemen.
Tidak lama sesudah itu dibentuk lagi komisi lain dengan tujuan yang sama, yaitu untuk
menyiapkan Rancangan Undang-Undang bagi seluruh rakyat negeri Belanda dan yang
bisa berlaku untuk semua pihak. Dari 1822 hingga 1829 komisi yang baru ini
melaksanakan tugasnya. Bertolak dari pengalaman komisi sebelumnya mereka menempuh
cara lain yang berbeda dengan cara yang telah ditempuh selama ini, yaitu dengan
menyelesaikan bagian demi bagian. Setiap kali bagian-bagian ini selesai, ditempatkanlah
dalam Staatsblaad atau lembaran negara sendiri-sendiri, kemudian apabila semua bagian
itu telah rampung seluruhnya, disatukanlah dalam satu Wetboek atau kitab hukum yang
direncanakan akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Raja 1 Februari 1831. Semua
wetboek ini ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Belanda dan bahasa Perancis.

Pada waktu bersamaan, WvK (Wetboek van Koophandel atau dalam bahasa Indonesia
dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Dagang), BRv (Burgerlijk-Rechtsvorderings

3
atau biasa disebut Hukum Acara Perdata), serta disahkan pula WvS (Wetboek van
Straafrecht atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang baru ditetapkan beberapa
waktu kemudian.

Sebelum saat perencanaan pelaksanaan Wetboek di Belanda muncul lah


pemberontakan di bagian selatan. Akibatnya pengesahan wetboek itu ditangguhkan hingga
waktu yang tidak ditentukan. Sesaat pra pemberontakan usai komisi ditugaskan lagi untuk
menelaah dan memeriksa kembali rancangan yang telah ada.

Pada 1834 pekerjaan komisi ini selesai dengan Surat Keputusan Raja 10 April 1838,
yang dimuat dalam staatsblaad no.12/1838, ditudingkanlah semua wetboek ini dan
dinyatakan berlaku mulai 1 Oktober 1838, termasuk di dalamnya BW yang hingga
sekarang masih kita kenal.

2. BW Belanda dan Asas Konkordansi di Indonesia


Di Belanda BW berlaku sejak 1 Oktober 1838, berdasarkan dekrit Raja Belanda 10
April 1838 yang dimuat dalam Stb. No. 12/1838. Satu tahun kemudian Raja Belanda
membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. Scholten, seorang sarjana hukum
Belanda, untuk memikirkan bagaimana caranya agar kodifikasi di Belanda itu dapat pula
dipakai untuk daerah jajahan mereka yaitu Hindia Belanda. Panitia ini merancang berbagai
macam hukum untuk Hindia Belanda termasuk di dalamnya BW dab WvK.

Setelah panitia Scholten ini bubar, Presiden Hooggerechtshof (HGH) atau Mahkamah
Agung di Hindia Belanda waktu itu yaitu Mr. H. L. Wichers, ditugaskan membantu
Gubernur Jenderal Hindia untuk memberlakukan Kitab Hukum yang baru itu sambil
memikirkan pasal-pasal yang mungkin masih perlu diadakan. Semua peraturan yang telah
dirumuskan tersebut kemudian dengan pengumuman Guberbur Jenderal Hindia Belanda 3
Desember 1847 dinyatakan mulai berlaku pada 1 Mei 1848 termasuk BW yang ada di
dalamnya.

Burgerlijk Wetboek yang disiapkan Wichers dan selesai 1846 itu, adalah meneladan
BW yang ada di Belanda sendiri. Asas konkordansi atau “Concordantie Beginsel” ini
tercantum dalam pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) yang berisi aturan-aturan

4
pemerintah Hindia Belanda yang terdiri dari 187 pasal dan mulai berlaku sejak 1 Januari
1926 berdasarkan Stb. 1925-577.

Asas tersebut mengemukakan bahwa bagi setiap orang Eropa yang ada di Hindia
Belanda diberlakukan hukum perdata yang berlaku di Belanda. Berdasarkan Stb. 1847 no.
23 BW hanya berlaku terhadap 3 Golongan, yaitu :

1. Orang – orang Eropa meliputi orang Belanda, Orang yang berasal dari Eropa, Orang
Jepang, Orang Amerika Serikat, Kanada dan Australia berikut anak-anak mereka.
2. Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa (yaitu mereka yang pada saat
BW berlaku memeluk agama Kristen)
3. Orang-orang Bumiputera (pribumi) turunan Eropa.
Pada umumnya selain terhadap tiga golongan itu, BW tidak berlaku. Tetapi
berdasarkan pasal 131 IS dan keputusan Raja Belanda 15 September 1916, Stb. 1917
no. 12 jo. 528 yang mulai diberlakukan sejak 1 Oktober 1917 kepada golongan
Bumiputera dan golongan Timur Asing dengan sukarela dapat menundukkan dirinya
kepada BW dan WvK baik untuk sebagian maupun untuk keseluruhan.

Menurut Mr. Scholten Ketua HGH yang juga menjadi Ketua Lembaga Penundukan
sukarela ini akan memberikan keuntungan dan keamanan yang besar bagi orang-orang
Eropa. Manakala mereka mengadakan perjanjian dengan orang-orang yang tidak termasuk
golongan Eropa yaitu dengan menerapkan hukum Eropa dalam perjanjian tersebut.

Dengan demikian kepentingan orang-orang Eropa menjadi lebih terjamin karena


hukum Eropa merupakan hukum tertulis yang lebih menjamin adanya kepastian hukum
daripada hukum adat yang merupakan hukum yang dipakai oleh golongan Bumiputera
(Pribumi).

Setelah melalui perjalanan panjang, sistem ketahanan hukum di Indonesia sampai


memasuki pemberlakuan dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 yang menyatakan UUD 1945
merupakan aturan tatanan hukum yang berlaku. Meskipun peraturan peralihan hukum
sebelumnya khususnya di bidang hukum perdata (BW) tidak pernah berubah. Demikian
pula halnya dengan Peraturan Pemerintah n0. 2/1945, 10 Oktober 1945 yang dinyatakan

5
berlaku surut sejak 17 Agustus 1945. Ini berarti bahwa BW pun tetap berlaku terus
sebelum diganti atau dicabut.

B. Sejarah Berlakunya BW di Indonesia

Berlakunya BW di Indonesia adalah sejak 1 Mei 1848 berdasarkan S.1847 No.23


sampai sekarang BW masih berlaku, berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
yang menyatakan : “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.

Menurut S.1847 No.23 BW hanya berlaku bagi orang-orang Eropa, orang-orang


Indonesia keturunan Eropa dam orang-orang yang disamakan dengan orang Eropa, yaitu
mereka yang saat itu beragama Kristen.

BW yang berlaku di Indonesia adalah BW yang berasal dari BW Belanda yang


didasarkan pada azas Konkordasi (penyesuaian). Azas konkordansi ini termuat dalam
pasal 131 IS (Indische Staatsregeling = Aturan Pemerintah Hindia Belanda) yang
menyatakan : “Hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Indonesia harus sama
dengan hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Negeri Belanda.”

C. Sejarah Berlakunya KUH Perdata di Indonesia

Induk peraturan hukum pidana positif Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP). KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht voor
Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan
Koninklijk Besluit (Titah Raja) Nomor 33 15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan sejak
tanggal 1 Januari 1918. WvSNI merupakan turunan dari WvS negeri Belanda yang dibuat
pada tahun 1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. Walaupun WvSNI
notabene turunan (copy) dari WvS Belanda, namun pemerintah kolonial pada saat itu
menerapkan asas konkordansi (penyesuaian) bagi pemberlakuan WvS di negara
jajahannya. Beberapa pasal dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi
kolonialisme Belanda atas wilayah Indonesia.

6
Jika diruntut lebih ke belakang, pertama kali negara Belanda membuat perundang-
undangan hukum pidana sejak tahun 1795 dan disahkan pada tahun 1809. Kodifikasi
hukum pidana nasional pertama ini disebut dengan Crimineel Wetboek voor Het
Koninkrijk Holland. Namun baru dua tahun berlaku, pada tahun 1811 Perancis menjajah
Belanda dan memberlakukan Code Penal (kodifikasi hukum pidana) yang dibuat tahun
1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa Perancis. Pada tahun 1813, Perancis
meninggalkan negara Belanda. Namun demikian negara Belanda masih mempertahankan
Code Penal itu sampai tahun 1886. Pada tahun 1886 mulai diberlakukan Wetboek van
Strafrecht sebagai pengganti Code Penal Napoleon.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945, untuk mengisi


kekosongan hukum pidana yang diberlakukan di Indonesia maka dengan dasar Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945, WvSNI tetap diberlakukan. Pemberlakukan WvSNI menjadi
hukum pidana Indonesia ini menggunakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana Indonesia. Dalam Pasal VI Undang-undang Nomor 1 Tahun
1946 disebutkan bahwa nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie diubah
menjadi Wetboek van Strafrecht dan “dapat disebut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana”. Di samping itu, undang-undang ini juga tidak memberlakukan kembali peraturan-
peraturan pidana yang dikeluarkan sejak tanggal 8 Maret 1942, baik yang dikeluarkan oleh
pemerintah Jepang maupun oleh panglima tertinggi Balatentara Hindia Belanda.

Oleh karena perjuangan bangsa Indonesia belum selesai pada tahun 1946 dan
munculnya dualisme KUHP setelah tahun tersebut maka pada tahun 1958 dikeluarkan
Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 yang memberlakukan Undangundang Nomor 1
Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Republik Indonesia.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Perdata adalah ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang
yang satu dan orang yang lain di dalam masyarakat setelah menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan (pribadi). Dalam penerapannya di Indonesia, yang menjadi
acuan adalah BW (Burgelijik Wetboek) yaitu terjemahan Undang-Undang yang berasal
dari negara Belanda yang juga merupakan hasil penyesuaian dari Code Civil Perancis.
Seiring berjalannya waktu, tidak sedikit isi dari BW yang sudah tidak berlaku lagi dan
diganti dengan Undang-Undang yang baru, dikarenakan keadaan zaman dan kondisi
masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan aturan-aturan yang tercantum dalam Bw
tersebut.

B. Saran

Perlunya meningkatkan kesadaran tentang sejarah hukum perdata di Indonesia agar kita
mengetahui asal dari hukum perdata.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perdata/

https://muhammadnasikhul.blogspot.com/2014/01/sejarah-terbentuknya-kuh-perdata-bw-
di.html

Anda mungkin juga menyukai