Oleh :
KELOMPOK II (DUA)
DOSEN PENGAMPU,
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu yang berjudul “SEJARAH
BERLAKUNYA BW DAN KUH PERDATA INDONESIA ”Dalam kesempatan ini juga
kami berterima kasih kepada Bapak Dosen pengampu mata kuliah “HUKUM PERDATA”
yang telah memberikan kami kesempatan dalam mengerjakan tugas ini, karena dalam tugas
ini kami dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan kami melalui saran dan bimbingan
dari bapak.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan makalah
ini, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik, saran, yang bersifat membangun dari bapak
terlebih-lebih dari teman-teman guna memperbaiki tugas berikutnya.
Kelompok II
i
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB 2 ISI 2
A. Sejarah Terbentuknya BW 2
A. Kesimpulan 8
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya
hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh
sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah
hukum perdata.Apa itu hukum perdata ? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk
dijawab, mengingat hukum perdata mempunyai banyak segi, mempunyai arti
sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum perdata itu
sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam hukum perdata dapat
melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat dan apa saja yang dilakukan
seseorang tersebut di masyarakat.Pada kesempatan pertama kali ini, kelompok kami
akan mencoba menerangkan tentang hukum perdata. Makalah ini akan memaparkan
tentang pengertian dan sekelumit tentang hukum perdata, sumber hukum perdata dan hal-
hal yang menyangkut tentang hukum perdata.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
ISI
A. Sejarah Terbentuknya BW
1. Sejarah BW berawal di Belanda
Proses terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Indonesia
bersumber dari sejarah KUHPerdata di Belanda. Pada abad pertengahan sistem
pemerintahan Belanda masih bercorak desentralisasi, belum menganut sistem
pemerintahan yang terpusat atau sentralisasi seperti dianut oleh kebanyakan negara-negara
maju. Masing-masing provinsi masih berdaulat penuh sendiri-sendiri atas wilayahnya, dan
masing-masing mempunyai peraturan sendiri-sendiri pula.
Oleh sebab itu mudah dimengerti jika pada waktu itu belum ada peraturan yang berlaku
umum untuk seluruh wilayah, sehingga akibatnya kepastian hukum atau recht-
zekerheid sukar diperoleh. Di daerah atau di provinsi-provinsi itu, variasi hukum sangat
beraneka, seperti; hukum Romawi, hukum German, hukum gereja dan peraturan dari
provinsi-provinsi itu sendiri (hukum adat).
Pada waktu Nederland masih berbentuk Republik Serikat, keadaan hukum di negeri ini
menjadi semakin rumit. Penyebabnya tidak lain karena keragaman hukum yang ada
sebagai akibat dari tidak adanya sentralisasi kekuasaan. Di kalangan para ahli hukum di
Belanda sendiri mulai timbul keinginan untuk menghidupkan kembali hukum mereka
sendiri yang selama ini terdesak oleh hukum dari negeri lain. Karena tidak adanya
kepastian hukum maka tidak mengherankan jika nantinya timbul keinginan untuk
menghimpun berbagai hukum itu ke dalam suatu kodifikasi atau kitab hukum, agar
kemudian dapat diperoleh keseragaman dan kepastian hukum.
2
kanonik (gereja). Atas prakarsanya sendiri Kemper kemudian menyusun draft Undang-
undang untuk diajukan kepada Raja. Draft ini disetujui oleh Raja untuk dijadikan landasan
kerja bagi komisi yang telah dibentuk oleh pemerintah sebelumnya. Rancangan Kemper
ini terkenal dengan nama Rancangan 1816. Hukum Belanda kuno yang dijadikan inti
rancangan Kemper ini cukup lengkap dan rinci. Meliputi tidak kurang dari 4000 pasal
yang berarti dua kali lipat lebih banyak daripada pasal yang dipunyai oleh BW sekarang.
Beberapa waktu kemudian sebagai akibat dari keputusan Kongres Wina, negeri Belgia
disatukan dengan negeri Belanda. Rancangan Kemper ini kemudian diserahkan oleh
pemerintah Belanda kepada panitia yang terdiri dari para sarjana hukum Belgia untuk
dimintakan pendapatnya. Ternyata kemudian panitia ini menolak rancangan tadi dengan
alasan bahwa rancangan tersebut terlalu luas dan terlalu rinci. Panitia mengusulkan agar
hukum yang sebelumnya sudah ada dan berlaku, yaitu Code Napoleon, tetap diberlakukan
sebagai dasar.
Kemper adalah orang yang terkenal ulet dan gigih, oleh karena itu dia pantang
menyerah dalam menghadapi keadaan tersebut. sebab dia mengajukan lagi draftnya
kepada Raja Willem I yang memerintah Belanda pada saat itu, agar Rancangan 1816 itu
tetap dipakai dalam rangka menyusun Rancangan Undang-Undang baru itu. Raja Willem I
menyetujui usul Kemper ini, dan menetapkan bahwa Rancangan Undang-Undang 1816
yang telah diperbarui dan disesuaikan dengan saran-saran dan keberatan yang diajukan
oleh para sarjana Belgia itu ditetapkan sebagai Rancangan Undang-Undang 1820. Tetapi
dalam siding Parlemen Belanda pada 1822 rancangan tersebut ditolak oleh Parlemen.
Tidak lama sesudah itu dibentuk lagi komisi lain dengan tujuan yang sama, yaitu untuk
menyiapkan Rancangan Undang-Undang bagi seluruh rakyat negeri Belanda dan yang
bisa berlaku untuk semua pihak. Dari 1822 hingga 1829 komisi yang baru ini
melaksanakan tugasnya. Bertolak dari pengalaman komisi sebelumnya mereka menempuh
cara lain yang berbeda dengan cara yang telah ditempuh selama ini, yaitu dengan
menyelesaikan bagian demi bagian. Setiap kali bagian-bagian ini selesai, ditempatkanlah
dalam Staatsblaad atau lembaran negara sendiri-sendiri, kemudian apabila semua bagian
itu telah rampung seluruhnya, disatukanlah dalam satu Wetboek atau kitab hukum yang
direncanakan akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Raja 1 Februari 1831. Semua
wetboek ini ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Belanda dan bahasa Perancis.
Pada waktu bersamaan, WvK (Wetboek van Koophandel atau dalam bahasa Indonesia
dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Dagang), BRv (Burgerlijk-Rechtsvorderings
3
atau biasa disebut Hukum Acara Perdata), serta disahkan pula WvS (Wetboek van
Straafrecht atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang baru ditetapkan beberapa
waktu kemudian.
Pada 1834 pekerjaan komisi ini selesai dengan Surat Keputusan Raja 10 April 1838,
yang dimuat dalam staatsblaad no.12/1838, ditudingkanlah semua wetboek ini dan
dinyatakan berlaku mulai 1 Oktober 1838, termasuk di dalamnya BW yang hingga
sekarang masih kita kenal.
Setelah panitia Scholten ini bubar, Presiden Hooggerechtshof (HGH) atau Mahkamah
Agung di Hindia Belanda waktu itu yaitu Mr. H. L. Wichers, ditugaskan membantu
Gubernur Jenderal Hindia untuk memberlakukan Kitab Hukum yang baru itu sambil
memikirkan pasal-pasal yang mungkin masih perlu diadakan. Semua peraturan yang telah
dirumuskan tersebut kemudian dengan pengumuman Guberbur Jenderal Hindia Belanda 3
Desember 1847 dinyatakan mulai berlaku pada 1 Mei 1848 termasuk BW yang ada di
dalamnya.
Burgerlijk Wetboek yang disiapkan Wichers dan selesai 1846 itu, adalah meneladan
BW yang ada di Belanda sendiri. Asas konkordansi atau “Concordantie Beginsel” ini
tercantum dalam pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) yang berisi aturan-aturan
4
pemerintah Hindia Belanda yang terdiri dari 187 pasal dan mulai berlaku sejak 1 Januari
1926 berdasarkan Stb. 1925-577.
Asas tersebut mengemukakan bahwa bagi setiap orang Eropa yang ada di Hindia
Belanda diberlakukan hukum perdata yang berlaku di Belanda. Berdasarkan Stb. 1847 no.
23 BW hanya berlaku terhadap 3 Golongan, yaitu :
1. Orang – orang Eropa meliputi orang Belanda, Orang yang berasal dari Eropa, Orang
Jepang, Orang Amerika Serikat, Kanada dan Australia berikut anak-anak mereka.
2. Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa (yaitu mereka yang pada saat
BW berlaku memeluk agama Kristen)
3. Orang-orang Bumiputera (pribumi) turunan Eropa.
Pada umumnya selain terhadap tiga golongan itu, BW tidak berlaku. Tetapi
berdasarkan pasal 131 IS dan keputusan Raja Belanda 15 September 1916, Stb. 1917
no. 12 jo. 528 yang mulai diberlakukan sejak 1 Oktober 1917 kepada golongan
Bumiputera dan golongan Timur Asing dengan sukarela dapat menundukkan dirinya
kepada BW dan WvK baik untuk sebagian maupun untuk keseluruhan.
Menurut Mr. Scholten Ketua HGH yang juga menjadi Ketua Lembaga Penundukan
sukarela ini akan memberikan keuntungan dan keamanan yang besar bagi orang-orang
Eropa. Manakala mereka mengadakan perjanjian dengan orang-orang yang tidak termasuk
golongan Eropa yaitu dengan menerapkan hukum Eropa dalam perjanjian tersebut.
5
berlaku surut sejak 17 Agustus 1945. Ini berarti bahwa BW pun tetap berlaku terus
sebelum diganti atau dicabut.
Induk peraturan hukum pidana positif Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP). KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht voor
Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan
Koninklijk Besluit (Titah Raja) Nomor 33 15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan sejak
tanggal 1 Januari 1918. WvSNI merupakan turunan dari WvS negeri Belanda yang dibuat
pada tahun 1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. Walaupun WvSNI
notabene turunan (copy) dari WvS Belanda, namun pemerintah kolonial pada saat itu
menerapkan asas konkordansi (penyesuaian) bagi pemberlakuan WvS di negara
jajahannya. Beberapa pasal dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi
kolonialisme Belanda atas wilayah Indonesia.
6
Jika diruntut lebih ke belakang, pertama kali negara Belanda membuat perundang-
undangan hukum pidana sejak tahun 1795 dan disahkan pada tahun 1809. Kodifikasi
hukum pidana nasional pertama ini disebut dengan Crimineel Wetboek voor Het
Koninkrijk Holland. Namun baru dua tahun berlaku, pada tahun 1811 Perancis menjajah
Belanda dan memberlakukan Code Penal (kodifikasi hukum pidana) yang dibuat tahun
1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa Perancis. Pada tahun 1813, Perancis
meninggalkan negara Belanda. Namun demikian negara Belanda masih mempertahankan
Code Penal itu sampai tahun 1886. Pada tahun 1886 mulai diberlakukan Wetboek van
Strafrecht sebagai pengganti Code Penal Napoleon.
Oleh karena perjuangan bangsa Indonesia belum selesai pada tahun 1946 dan
munculnya dualisme KUHP setelah tahun tersebut maka pada tahun 1958 dikeluarkan
Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 yang memberlakukan Undangundang Nomor 1
Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Republik Indonesia.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Perdata adalah ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang
yang satu dan orang yang lain di dalam masyarakat setelah menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan (pribadi). Dalam penerapannya di Indonesia, yang menjadi
acuan adalah BW (Burgelijik Wetboek) yaitu terjemahan Undang-Undang yang berasal
dari negara Belanda yang juga merupakan hasil penyesuaian dari Code Civil Perancis.
Seiring berjalannya waktu, tidak sedikit isi dari BW yang sudah tidak berlaku lagi dan
diganti dengan Undang-Undang yang baru, dikarenakan keadaan zaman dan kondisi
masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan aturan-aturan yang tercantum dalam Bw
tersebut.
B. Saran
Perlunya meningkatkan kesadaran tentang sejarah hukum perdata di Indonesia agar kita
mengetahui asal dari hukum perdata.
8
DAFTAR PUSTAKA
https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perdata/
https://muhammadnasikhul.blogspot.com/2014/01/sejarah-terbentuknya-kuh-perdata-bw-
di.html