Anda di halaman 1dari 17

KONSTITUSI DAN UNDANG-UNDANG NEGARA

INDONESIA

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


PKN

DISUSUN OLEH:

Kelompok 8

1. Anni Kholilah
2. Nur Azizah

SEMESTER : II

DOSEN PENGAMPU:
Rahmi Seri Hanida, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
T.A.2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta
alam.Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa penulis bersyukur atas tersusunnya
makalah ini.

Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu


yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas Makalah yang
berjudul Konstitusi dan Undang-undang negara indonesia.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya
ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah.

Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Panyabungan, 18 Mei 2022

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi dan Undang-undang 3


B. Konstitusi Indonesia dan Sejarahnya dan undang-undang 3
C. Perubahan konstitusi dan undang-undang 5
D. Tujuan, Fungsi dan Isi Konstitusi dan undang-undang 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 13
B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan sejarah ketatanegaraan modern menyamakan pengertian Konsti-


tusi dengan Undang-Undang Dasar tidak hanya semata-mata akibat aliran
kodifikasi tetapi jauh sebelumnya sejak Oliver Crom Well menjadi Lord
Protectorat tahun 1660 Grundgezetz (Undang-Undang Dasar) telah disamakan
dengan Instrumens of Govern- ment yaitu pegangan/acuan untuk memer- intah,
sejak itulah timbul identifikasi tentang pengertian Undang-Undang Dasar dan
Konstitusi ternyata memiliki prinsip- prinsip dasar yang sama, sehingga pada
tahun 1687 pengertian Konstitusi yang dikemukakan Crom Well diambil alih oleh
Amerika Serikat. Kemudian dimasukkan ke Perancis oleh Lafayette pada tahun
1789.1

Untuk perkembangan berikutnya di In- donesia juga mengadopsi


pengertian Kon- stitusi disamakan dengan Undang-Undang Dasar, hal ini dapat
dijumpai dalam pe- nyebutan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat
(Konstitusi RIS), sedan- gkan yang lain di samping adanya UUD 1945 ada juga
sebutan UUDS Tahun 1950. Dengan demikian dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia terdapat beberapa istilah dalam penjelasan UUD Negara Republik
Indonesia yang perlu mendapat penegasan dalam pengertiannya adalah Undang-
Un- dang Dasar, Konstitusi dan Hukum Dasar.

Lain halnya dalam ilmu politik para ahli menafsirkan bahwa Konstitusi
(Constitu- tion) dalam arti yang lebih luas yakni seb- agai keseluruhan aturan baik
tertulis mau- pun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat tentang tata cara
lembaga negara dalam menyelenggarakan pemerintahan se- dangkan Undang-
Undang Dasar merupak- an suatu naskah yang menjabarkan ke- rangka dasar
tugas pokok dan fungsi dari badan/lembaga negara yang diberikan mandat dalam
menyelenggarakan pemerin- tahan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Kemudian dalam paham Konsti- tusialisme ini pula memberikan batasan- batasan
terhadap kewenangan yang diberi- kan terhadap lembaga/badan negara dalam
menyelengarakan fungsi pemerintahan yang menyangkut hak-hak warga negara

1
2

karena hak-hak yang dimiliki warga negara merupakan bagian integral


yang harus di- hargai/hormati oleh penguasa. Kemudian prinsip-prinsip tentang
hubungan antar warga negara dengan pemerintah harus diketahui hak dan
kewajiban masing-masing baik oleh warga negara maupun pemer- intah.

Dari uaraian di atas, penulis tertarik untuk mengupas dan mengetahui


Apakah konstitusi identik dengan Undang-undang Dasar;; Bagaimana sifat dan
fungsi konsti- tusi. Untuk dapat mengetahui hal di atas, metode penelitian yang
digunakan adalah normatif-filosofis. Konstitusi bukan dian- daikan hanya sebagai
hukum yang direduksi sebagai peraturan semata (law as it is written in the books),
melainkan didudukan di ranah sollen sebagai nilai yang ideal (law as what ought
to be). Implikasinya, penelitian ini tidak selesai pa- da pembacaan undang-undang
dasar, melainkan masuk pada nilai yang terkandung di dalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Konstitusi dan Undang-undang?
2. Bagaimana Konstitusi Indonesia dan Sejarahnya dan undang-undang?
3. Bagaimana Perubahan konstitusi dan undang-undang?
4. Apa Tujuan, Fungsi dan Isi Konstitusi dan undang-undang?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Pengertian Konstitusi dan Undang-undang
2. Untuk mengetahui Konstitusi Indonesia dan Sejarahnya dan undang-
undang
3. Untuk mengetahui Perubahan konstitusi dan undang-undang
4. Untuk mengetahui Tujuan, Fungsi dan Isi Konstitusi dan undang-undang
BAB II
PEMBAHSAN
A. Pengertian Konstitusi dan Undang-undang

Secara bahasa kata konstitusi berasal dari bahasa prancis yaitu constituir
yang artinya membentuk. Sedangkan secara terminologi , konstitusi adalah
sejumlah aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang di bentuk untuk
mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan
antar negara dengan rakyat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara .
Selain itu konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (peraturan awal) mengenai
pembentukan negara.1

Konstitusi dapat diartikan sebagai sekelompok ketentuan yang mengatur


organisasi Negara dan susunan pemerintahan suatu Negara. A.V Dicey
membedakan antara ketentuan konstitusi yang mempunyai sifat hukum dan tidak
mempunyai sifat hukum. Pembedaan ini didasarkan pada kriteria apakah
pengadilan berwenang memaksakan penataanya dan/atau mengambil tindakan
hukum bagi yang tidak taat2.

B. Konstitusi Indonesia dan Sejarahnya dan undang-undang

UUD “45 dirancang sejak 29 mei 1945 oleh Badan Penyelidikan Usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI ) yang diketuai oleh Radjiman
Wedyodiningrat. Tugas utamanya adalah menyusun rancangan Undang-Undang
sebagai salah satu persiapan Untuk membentuk negara yang merdeka, namun
anggota lembaga ini sibuk mengusung ideologinya masing-masing ketika
membicarakan masalah Ideologi negara Akibatnya, pembahasan tentang
rancangan UUD menjadi terbengkalai. Maka BPUPKI dalam sidang pertamanya
membentuki panitia kecil untuk merumuskan UUD yang diberinama Panitia
Sembilan7. Dan pada tanggal 22 juni 1945 Panitia Sembilan ini berhasil mencapai

1
Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat,
Jakarta, 1989, hlm. 10.
2
Winarno. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT
Bumi Aksara, hlm. 50.

3
4

kompromi untuk menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang


kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. 3

Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945
yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan
membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan
21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara Indonesia ditetapkan oleh
PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. . Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi
suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu
dalam UUD 19458.

1. Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan


sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal
16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena
MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 – 17 Agustus


1950

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk


pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri
dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki
kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Namun karena tidak
sesuai dengan jati diri bangsa serta mencuat issu disintegrasi, maka kemudian
Indonesia berganti bentuk lagi menjadi Negara kesatuan Republik.

3
Ubaidillah, A. dan Adul Rojak. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education). Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm.79.
5

3. Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

Perubahan bentuk Negara secara otomatis juga membuat perubahan dalam


konstitusinya. Mulai Pada tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia berubah
menjadi Undang-Undang Sementara Republik Indonesia. Pada periode UUDS
50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut
Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya
pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan
kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan
sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun,
maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi
Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi
pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur;
sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS
1950.

4. Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak


saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD
baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai
undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950
yang berlaku pada waktu itu.

C. Perubahan konstitusi dan undang-undang

Konstitusi suatu negara pada hakikatnya merupakan hukum dasar tertinggi


yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara sehingga harus memiliki
sifat yang lebih stabil daripada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan
semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi
sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar
6

terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi sebuah negara yang demokratis
berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya. 4

Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi


merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku sudah tidak
sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga
mengandung ketentuan tentang perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian
prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah
benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan
bersifat sementara ataupun keinginan dari sekelompok orang belaka.

Menurut Miriam Budiardjo, ada empat prosedur dalam mengubah


konstitusi5 antara lain sebagai berikut.

1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat


ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan
undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk
menerimanya.
2. Referensi atau plebisit.
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misal Amerika Serikat) 3/4
dari 50 negara bagian harus menyetujui.
4. Musyawarah khusus (special convention).

Menurut C.F Strong, ada empat macam prosedur perubahan konstitusi:

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif,


akan tetap dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu.
Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
a. Pertama, untuk mengubah konstitusi maka sidang pemegang kekuasaan
legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota
tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti.

4
Kaelani, MS. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, hlm. 47.
5
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1986,
hlm. 97.
7

b. Kedua, lembaga perwakilan rakyat dibubarkan terlebih dahulu lalu


diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus
diperbaharui, inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk
mengubah konstitusi.
c. Ketiga, cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar.
Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat
harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan
syarat-syarat seperti cara pertama, yang berwenang mengubah konstitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum.
Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi maka lembaga negara
yang diberi wewenang mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui
suatu referendum atau plebisit. Dalam referendum atau plebisit ini, rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul
perubahan tersebut. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul
perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat, yang dilakukan
oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat
harus dilakukan atas persetujuan sebagian besar negara-negara tersebut.
Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai
perjanjian antara beberapa negara bagian. Usul perubahan konstitusi
mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini lembaga
perwakilannya, namun kata akhir berada pada negara-negara bagian. Di
samping itu, usul perubahan konstitusi dapat pula berasal dari negara-
negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan
oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan. Cara ini dapat dijalankan, baik pada negara kesatuan maupun
negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus
yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul
perubahan berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan
dapat pula dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara
8

khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai


selesai, dengan sendirinya lembaga itu bubar.

Menurut Kelsen terdapat dua macam cara perubahan konstitusi sebagai


berikut.

1. Perubahan yang dilakukan di luar kompetensi organ legislatif biasa yang


dilembagakan oleh konstitusi tersebut, yaitu suatu organ khusus yang
kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi.
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus
disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota
tertentu.

Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya dua cara perubahan UUD
sebagai konstitusi tertulis. Pertama, perubahan yang dilakukan menurut prosedur
yang diatur sendiri oleh UUD. Perubahan cara yang pertama ini disebut
Verfassung Anderung, yang sering disebut perubahan cara konstitusional. Kedua,
perubahan yang dilakukan tidak berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam
UUD. Perubahan dengan cara kedua ini disebut Verfassung Wandlung, perubahan
ini sering disebut dengan cara yang bersifat revolusioner (Jimly Asshiddiqie,
2001).

Berlaku tidaknya UUD hasil perubahan yang revolusioner tergantung pada


kekuatan politik yang mendukung atau yang memberlakukannya sebagai
konstitusi negara yang bersangkutan (Subardi, 2001). Menurut Robert Carr (I Gde
Pantja Astawa, 1993) ada tiga cara untuk mengubah UUD, yaitu :

1. Melalui tata cara di luar UUD.Hal ini dimungkinkan, karena UUD itu,
misalnya menyerahkan kepada pembentuk Undang-Undang Organik.
2. Melalui penafsiran yang dilakukan oleh; a) pengadilan (kekuasaan
yudikatif); 2) kongres (kekuasaan legislatif); dan 3) presiden (kekuasaan
eksekutif).
3. Melalui perubahan secara formal.
4. Sebelum naskah UUD tersebut diakui dan diterima keberlakuannya oleh
masyarakat luas, UUD itu biasanya masih dianggap tidak sah dan prosedur
9

perubahannya dinilai inkonstitusional, atau setidak-tidaknya bersifat


ekstrakonstitusional (Jimly Asshiddiqie, 2001).

Kedudukan UUD sebagai hukum dasar tertulis merupakan sumber hukum setiap
produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan
lainnya. UUD juga merupakan acuan tindakan kebijakan pemerintah dalam
menjalankan roda pemerintahan negara. Terhadap kebijakan pemerintah, UUD
berfungsi sebagai alat kontrol terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah, baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Undang-Undang Dasar 1945, yang memiliki sifat singkat dan supel, satu
sisi memiliki keuntungan mudah mengikuti perkembangan dinamika masyarakat,
tetapi pada sisi lain, dengan sifat yang supel yang mengandung multitafsir,
memberikan peluang kepada penguasa untuk menafsirkannya guna mendukung
dan menjadi alat pembenaran dalam kebijakan penguasa. Semua ini telah terjadi
pada era Orde Lama dan Orde Baru, sehingga mendorong MPR hasil pemilihan
umum 1999 melakukan amandemen UUD 1945 Proklamasi (Mahfud MD, 2000).

Dalam era Reformasi, MPR telah empat kali melakukan amandemen


terhadap UUD 1945. Amandemen tersebut dilakukan MPR pada sidang-sidang
MPR dari tahun 1999 sampai tahun 2002. Dalam empat kali amandemen telah
terjadi perubahan jumlah Bab dalam batang tubuh, meskipun jumlah pasal tetap
dipertahankan 37, dengan penambahan sejumlah ayat yang disesuaikan dan
pemikiran demokrasi, serta perubahan pasal Aturan Peralihan menjadi 3 pasal,
dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bila UUD 1945 mengenal Penjelasan sebagai
bagian tidak terpisahkan dengan UUD, maka dalam UUD 1945 Amandemen
Penjelasan yang pernah ada, tidak lagi merupakan bagian dari UUD 1945
Amandemen. 6

Namun demikian untuk kajian akademik terutama di perguruan tinggi


Pejelasan UUD 1945 Proklamasi masih relevan untuk dipelajari, mengingat isi
penjelasan tidak lain merupakan penegasan nilai-nilai yang terkandung dalam
pembukaan dan batang tubuh UUD, dan dapat dikaji secara ilmiah, karena tidak

6
Subardi, Konstitusi, Depdikbud, Jakarta: 2001, hlm. 67.
10

menutup kemungkinan nilai ilmiah dan rasional dapat diaplikasikan dalam pasal-
pasal UUD, bila rakyat Indonesia melalui MPR berkehendak melakukan
amandemen kembali terhadap UUD yang sekarang berlaku.

Dasar pemikiran ini tidaklah berlebihan, karena dari pengalaman


amandemen, terdapat bagian pasal diambil dari penjelasan UUD 1945 Proklamasi,
yaitu Pasal 1 ayat (3), yaitu: Negara Indonesia adalah negara hukum. Namun
demikian diakui terdapat ketentuan yang dianggap tidak relevan lagi dengan
perkembangan pemikiran bangsa Indonesia tentang kedudukan MPR yang disebut
sebagai Lembaga Negara Tertinggi tidak dikenal lagi dalam UUD 1945
Amandemen, karena kedudukan MPR sama- sama sebagai Lembaga Tinggi
Negara yang keberadaannya sejajar dengan Lembaga Tinggi negara lainnya.

D. Tujuan, Fungsi dan Isi Konstitusi dan undang-undang

Tujuan konstitusi yaitu membatasi tindakan sewenang- wenang


pemerintah, sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik juga menjamin hak-
hak rakyat yang di perintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Fungsi Konstitusi adalah sebagai lembaga atau kumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga, yaitu
legislatif, eksekutif, dan yudikatif,konstitusi juga berfungsi sebagai dokumen
sosial, Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa (pemerintah)
dalam menjalankan kekuasaanya, Sumber hukum tertinggi, Alat pembatas
kekuasaan, dan pembagi kekuasaan.7

Dalam sebuah negara, konstitusi merupakan sebuah hal yang penting.


Karena konstitusi merupakan sebuah tonggak atau awal terbentuknya suatu
negara. Konstitusi adalah sebuah dasar utama dalam pembentukan sebuah negara.
Prof. Hamid S. Attamini mengatakan bahwa konstitusi atau Undang-Undang
Dasar merupakan petunjuk bagaimana suatu negara harus dijalankan.

7
Karim, Rusli. Peluang dan Hambatan Demokratisi, Jurnal CSIS, Jakarta, Januari-Maret : 1998,
hlm 30.
11

Secara garis besar, konstitusi negara mengatur hal- hal yang berisi tentang
pembagian kekuasaan negara, hubungan antarlembaga negara, dan hubungan
negara dengan warga negara. Kemudian aturan-aturan itu dijabarkan lebih jelas
pada aturan perundangan di bawahnya.

Menurut Mirriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul "Dasar-Dasar


Ilmu Politik" mengatakan bahwa konstitusi atau Undang Undang Dasar memuat
ketentuan- ketentuan sebagai berikut :

1. Mengatur ketentuan tentang organisasi negara seperti pembagian


kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam negara
federal, pembagian keuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah
negara bagian menggunakan prosedur penyelesaian masasalah pelanggaran
yuridiksi lembaga negara.
2. Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar (UUD)
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat- sifat tertentu dari
Undang-Undang Dasar (UUD). Hal ini menghindari terulangnya hal-hal
yang telah diatasi dan tidak dikehendaki lagi. Misalnya, Undang-Undang
Dasar negara Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme sebab
bila menjadi unitarisme dikhawatirkan dapat mengembalikan munculnya
seseorang seperti Hitler.

Isi dari pada konstitusi Republik Indonesi terdapat pada pasal-pasal yang
dimuat Undang-Undang Dasar 1945. Ada beberapa hal yang diatur dalam
Undang- Undang Dasar 1945, yaitu: 8

1. Hal-hal yang sifatnya umum, misalnya tentang kekuasaan dalam negara


dan identitas-identitas negara.
2. Hal yang menyangkut lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga
negara, fungsi, tugas, hak dan kewenangannya.

8
Marzuki, HM. Laica. 2006. Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah
Konstitusi Terhadap Undang-Undang.” Jurnal Legislasi Vol. 3 Nomor 1, Maret, 2
12

3. Hal yang berkaitan dengan hubungan antara negara dan warga negara,
yaitu hak dan kewajiban negara terhadap warganya ataupun hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara, termasuk juga hak asasi
manusia.
4. Konsepsi ata cita negara dalam berbagai bidang, misalnya bidang
pendidikan, kesejahteraan, ekonomi, sosial, dan pertahanan.
5. Hal mengenai perubahan undang-undang dasar.
6. Ketentuan-ketentuan peralihan atau ketentuan transisi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konstitusi dapat diartikan sebagai sekelompok ketentuan yang mengatur


organisasi Negara dan susunan pemerintahan suatu Negara1. A.V Dicey
membedakan antara ketentuan konstitusi yang mempunyai sifat hukum dan tidak
mempunyai sifat hukum. Pembedaan ini didasarkan pada kriteria apakah
pengadilan berwenang memaksakan penataanya dan/atau mengambil tindakan
hukum bagi yang tidak taat2. UUD “45 dirancang sejak 29 mei 1945 oleh Badan
Penyelidikan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI ) yang diketuai oleh
Radjiman Wedyodiningrat. Konstitusi suatu negara pada hakikatnya merupakan
hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara
sehingga harus memiliki sifat yang lebih stabil daripada produk hukum lainnya.
Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga
diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa
perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi sebuah
negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya. Tujuan konstitusi yaitu membatasi tindakan sewenang- wenang
pemerintah, sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik juga menjamin hak-
hak rakyat yang di perintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam
bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan
makalah ini.

13
DAFTAR PUSTKA

Kaelani, MS. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, hlm. 47.


Karim, Rusli. Peluang dan Hambatan Demokratisi, Jurnal CSIS, Jakarta, Januari-
Maret : 1998.

Marzuki, HM. Laica. 2006. Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah


Konstitusi Terhadap Undang-Undang.” Jurnal Legislasi Vol. 3
Nomor 1, Maret, 2

Miriam Budiardjo, 1986, Dasar-Dasar Ilmu Politik, gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Subardi, 2001, Konstitusi, Depdikbud, Jakarta.

Ubaidillah, A. dan Adul Rojak. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan


(Civic Education). Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wiryono Prodjodikoro,1989, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia,


Dian Rakyat, Jakarta.

Winarno. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:


PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai