Anda di halaman 1dari 17

PERTEMUAN 16 :

PENDIDIKAN PANCASILA DALAM KONTEKS


KETATANEGARAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada Bab ini, diharapkan Saudara dapat :
1.1.Memahami sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila sumber
segala sumber hukum dan konstitusi.
1.2.Memahami sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum maupun sesudah
amandemen UUD 1945
1.3.Memahami lembaga-lembaga negara beserta tugasnya.
1.4.Memahami perubahan Undang-undang Dasar 1945.

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:


Siste
Sistem Ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
m Konstitusi
(hukum dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu
UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa
kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada berbagai peaturan ketatanegaraan
lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah
ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan
“discretionary powers”.
Directionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang
semata-mat didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu
sendiri.
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di
Inggris, pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi
ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut:
1. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti
dan ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
2. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui)
pengadilan.
3. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
4. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya discretionary
powers dilaksanakan.

Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di sini


muncul pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita
pinjam “Teori Kekelompokkan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg adalah
sebagai berikut :
“Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan
bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarki dan
Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka
bentuk negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala
negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan
kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat
diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “...... maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya.
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan
(convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan
tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material adalah
sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum dalam arti formal adalah hukum
yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum,
contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum
kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam
praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik
Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan,
Batang Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan
peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO III/MPR/2000


Tata urutannya sebagai berikut: Tata urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945 1. UUD 1945
2. TAP MPR 2. TAP MPR RI
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
3. Undang-Undang
Pengganti Undang-Undang 4. Peraturan Pemerintah Pengganti
4. Peraturan Pemerintah Undang-Undang (Perppu)
5. Keputusan Presiden 5. Peraturan Pemerintah
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti: 6. Keputusan Presiden
· Peraturan Menteri 7. Peraturan Daerah
· Instruksi Menteri

Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singkat, namun harus berkaitan dengan dinamika
kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada
penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
- Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
- Mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-
Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek
pelaksanaan
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam
UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk
menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya
operasional.
e. Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan setelah
ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai- nilai
Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam UUD 1945 yang ada kaitannya
dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai
instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR,
UU, PP, dsb).

Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.

Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi
perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita
moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan
pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan
hikmat dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat mendalam,
mempunyai nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa beradab, kemudian di dalam
pembukaan tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan
melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang
paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang
melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.

Alinea kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia,
dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia. Bahwa perjuangan
pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum
tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
2. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan
mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang
tidak lain adalah merupakan cita –cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).

Alinea ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan
di dunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi,
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
b. Memajukan kesejahteraan umum,
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan,
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung
di dalamnya.

Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia


berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur
ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari
istilah Inggris “The Structure of Government”. Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu
negara meliputi dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik. Yang
dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara termasuk segala hal
yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah
: mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta
hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik
meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan
kepentingan, komponen alat komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen
tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945
dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat,
UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara
lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai
berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum
dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR
untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum
sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal
mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan
untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi
konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka
makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau
ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar
pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945.”
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan
tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa
UUD 1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang sifat aturan itu mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu
makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai ketinggalan jaman.
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang
pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan UUD
jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti
perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atas
kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan
yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan
keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis dari
upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI,
didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
3. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan
rakyat.

Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945


sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945
dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada
tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal
10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur
ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya lembaga
baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke dalam UUD 1945 yang
diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil
Presiden. Apabila Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus
diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan
seadil-adilnya. Dalam hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam
sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari
sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-
orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang
sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit.
Ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang
menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan
dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk berbuat agar
eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki
kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan
hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai
hubungan antar warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian
kekuasaan (separation of power) kepada 8 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama
dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial.

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Sebel
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum maupun sesudah amandemen
um
diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara,
serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. Undang-Undang Dasar merupakan hukum
tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga
Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga
Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).

Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga


tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat diuraikan sebagai berikut :
· Pembukaan UUD 1945
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan
dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan UUD 1945
terdapat tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Jika Pembukaan
UUD 1945 ini dirubah, maka secara otomatis tujuan dan dasar negara pun ikut berubah.

· Sesudah Amandemen UUD 1945


Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
“luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat dijelaskan


sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan
pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan
yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Tujuan Pembelajaran 1.3:
Pengertian
Lembaga-lembaga Negara beserta tugasnya
dan Fungsi
Masing-masing Lembaga
1. Lembaga Legislatif
Badan Legislatif atau Legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu legislate,
atau membuat undang-undang. Nama lain yang dipakai ialah Assembly. Nama lain lagi
adalah Parliament.
Menurut teori, rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu
“kehendak”. Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun
undang-undang mengikat seluruh masyarakat.
Lembaga legislatif di Indonesia direpresentasikan pada tiga lembaga, yakni :
a) MPR
Dari pengklasifikasian isi UUD 1945 dapat diketahui bahwa perubahan wewenang MPR
adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
 Menghilangkan supremasi kewenangannya.
 Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
 Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu).
 Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
 Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
b) DPR
Dari pengklasifikasian isi UUD 1945 dapat diketahui bahwa tugas dan wewenang DPR,
antara lain:
 Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan
persetujuan bersama.
 Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahan pengganti undang-
undang.
 Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan
bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
 Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan DPD.
 Melaksanakan pengawasan terhadap UU, APBN, serta kebijakan pemerintah, dan
sebagainya.
c) DPD
Dari pengklasifikasian isi UUD 1945 dapat diketahui bahwa DPD merupakan wakil-wakil
daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum yang memiliki fungsi:
 Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang
berkaitan dengan legislasi tertentu.
 Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.

2. Lembaga Eksekutif
Dalam sistem presidensial, menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan
langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin oleh
seorang perdana menteri. Karena penyelenggaraan kesejahteraan rakyat merupakan tugas
pokok dari setiap negara, apalagi jika ia tergolong Negara Kesejahteraan (Welfare State),
maka kegiatan badan eksekutif mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat
(pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan dsb).
Berdasarkan UUD 1945 lembaga eksekutif di Indonesia terdiri dari atas seorang
presiden, wakil presiden, beserta menteri-menteri. Dari pengklasifikasian isi UUD 1945 dapat
diketahui bahwa kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang:
Diplomatik, yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara lain.
o Administartif, yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan lain dan
menyelenggarakan administrasi negara.
o Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara
kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan
nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau
dilanggar kehormatannya.
o Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh
negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi
adalah pembatalan tuntutan pidana.
o Memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga
negara Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama
baik Indonesia, dan sebagainya.

3. Lembaga Yudikatif
Dalam tiap negara hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur tangan badan
eksekutif demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin hak-hak asasi manusia.
Lembaga yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial, dan BPK.
a. Mahkamah Agung
Berikut adalah Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:
 Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh undang-undang.
 Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
 Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
b. Mahkamah Konstitusi
Kewajiban dan wewenang MK:
 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final.
 Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
c. Komisi Yudisial
Dalam menjalankan tugasnya, KY melakukan pengawasan terhadap:
 Hakim agung di Mahkamah Agung.
 Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
MA.
 Hakim MK.

Tujuan Pembelajaran 1.4:


Naskah
Perubahan / amandemen UUD 1945
Undang-
Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16
bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta
Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 21 bab, 37 pasal, 170 ayat, 3
pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah
Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD
1945
Addendum : MPR sebagai perwakilan rakyat ideal dalam mewakili kedaulatan rakyat,
demokrasi Pancasila adalah perwakilan, bukan mob-ruling democray seperti perlu penulis
ketengahkan bahwa Aristoteles telah kemukakan lebih dari 2 milenia lampau bahwa ;
kelanjutan suatu Negara terikat kepada “ruh” Undang-Undang Dasarnya dan bentuk
pemerintahan Polity atau Repubik (Negara yang dipimpin oleh perwakilan banyak orang
yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan) dalam laju dinamikanya jika tidak dapat
mempertahankan cita-cita berbangsa dan kepentingan unum maka derajad suatu
pemerintahan Polity atau Republik akan menurun menjadi pemerintahan Demokrasi yang
hanya didasarkan kepada angka terbanyak. mari kita kembali ke jati diri bangsa UUD 1945
yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945, janganlah kita silau akan intervensi pembodohan
Neo-Kolonialisme (Neo-Kolim) - Abdul Azis Arjoso
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD
1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD
1945.

C. SOAL LATIHAN / TUGAS


1. Apakah konstitusi (UUD 1945) Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip
konstitusi demokratis ? jelaskan !
2. Apa yang dimaksud dengan konstitusi dan apa manfaatnya bagi sebuah
Negara !
3. Sebutkan hierarki/tata urutan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia !

D. DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia
Indonesia. Jakarta, 1985
Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta:
Dian Rakyat, Jakarta, 1977
Prajudi Atmosudirjo, Konstitusi Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987

Anda mungkin juga menyukai