Anda di halaman 1dari 24

Pengertian, Fungsi Dan Kedudukan UUD 1945

Pengertian, Fungsi Dan Kedudukan UUD 1945 - UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang
mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap
warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang
berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

A. Pengertian UUD 1945


Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan bahwa: Undang-
undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-
undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu
berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak
tertulis.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-Undang Dasar menurut
UUD 1945, mempunyai pengertian yang lebih sempit daripada pengertian hukum dasar, Karena
yang dimaksud Undang-undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann
hukum dasar mencakup juga hukum dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu Konstitusi. Istilah
konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata
konstitusi mempunyai pengertian yang lebih luas dari Undang-undang dasar karena pengertian
Undang-undang Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat
konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-undang Dasar.

Selain hukum dasar yang tertulis yaitu UUD masih terdapat lagi hukum dasar yang tidak tertulis,
tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya, yaitu yang lazim disebut konvensi, yang
berasal dari bahasa Inggris convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut
kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan. Misalnya , kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden RI,
setiap tanggal 16 agustus melakukan pidato kenegaraan di muka Sidang Paripurna DPR. Pada
tahun 1945 hingga tahun 1949, karena adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November
1945, yang telah mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet
parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara bahaya atau genting, cabinet beruah menjadi
presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi aman kebinet berubeh kembali
menjadi parlementer lagi. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas
secara tertulis, pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan, dianggap
tidak benar.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-
Pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea
keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 sampai dengan pasal 37),
ditambah dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA
dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945.
Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain
merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

Dengan demikian pengertian UUD 1945 dapat digambarkan sebagai berikut :

UUD 1945

PEMBUKAAN

Terdiri dari: 4 ALINEA

ALINEA 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan PASAL-PASAL

Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal
Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

Sumber Hukum :

Undang Undang Dasar 1945

Refeensi :

1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta :


Liberty, 1986,
2. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/perundang-undangan-statue.html
B. Motivasi Adanya UUD 1945
Motivasi yang menjasi latar belakang pembuatan UUD bagi negara yang satu berbeda dengan
negara yang lain; hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain, sejarah yang dialami
oleh bangsa yang bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaan bangsanya, situasi dan kondisi
pada saat menjelang kemerdekaan bangsanya, dan lain sebagainya.

Menurut pendapat Bryce, hal-hal yang menjadi alas an sehingga suatu negara memilliki UUD,
terdpat beberapa macam, sebagai berikut :

1. adanya kehendak para warganegara yang bersangkutan agar tejamin hak-haknya, dan
bertujuan untuk mengatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tersebut,

2. adanya kehendak dari penguasa negara dan atau rakyatnya untuk menjamin agar terdapat
pola atau system tertentu atas pemerintah negaranya,

3. adanya kehendak para pembentuk negara baru tersebut agar terdapat kepastian tentang
cara penyelenggaraan ketatanegaraannya,

4. adanya kehendak dari beberapa negara semula masing-masing berdiri sendiri, untuk
menjalin kerjasama.

Berdasarkan pendapat Bryce tersebut di atas, motivasi adanya UUD Negara Republik Indonesia,
yang sekarang lebih dikenal UUD 1945 adalah adanya kehendak para Pembentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI , tepatnya pada tanggal
18 agustus 1945. Hal ini ditujukan agar terjamin penyelenggaraan Ketatanegaraan NKRI secara
pasti (adanya kepastiaan hukum), seperti menurut pendapat Bryce pada nomer 3 tersebut di atas,
sehingga stabilitas nasional dapat terwujud. Terwujudnya ketatanegaraan yang pasti dan
stabilitas nasional memberi makna bahwa system politik tertentu dapat dipertahankan, yaitu
system politik menurut UUD 1945.

Suatu system politik, pada umumnya harus mempunyai kemempuan memenuhi lima fungsi
utama, yaitu:

mempetahankan pola,

pengaturan dan penyelesaian ketegangan atau konflik,

penyesuaian,

pencapaian tujuan, dan

integrasi.
Dalam hal ini, system politik yang dianut oleh UUD 1945 dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Negara RI adalah merupakan suatu pola pemerintahan tertentu, dan apabila penyelenggaraan
Pemerintahan Negara RI, tetap dilaksanakan berdasarkan UUD 1945, maka berarti system politik
negara RI mempunyai kemampuan berfungsi mempertahankan pola tertentu, yaitu pola
penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI seperti ditentukan oleh UUD 1945.

C. Kedudukan UUD 1945


Kedudukan Undang Undang Dasar 1945 ~ Pembukaan Konstitusi, baik yang secara resmi
disebut dengan nama Pembukaan maupun tidak, memuat norma-norma dasar kehidupan
bernegara (kaidah fundamental hidup bernegara). Isi pembukaan konstitusi bukan rumusan
Pasal-Pasal hukum tata negara. Namun demikian, karena berupa norma-norma dasar, isi
pembukaan itu mempertinggi kekuatan mengikat Pasal-Pasal dalam Konstitusi.

Demikian juga yang terjadi dengan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-
pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum yang melandasi lahirnya hukum negara, baik
hukum tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945
merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Di dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-
pokok kaidah negara yang fundamental. Secara konkret pokok-pokok kaidah negara yang
fundamental itu adalah dasar negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi
dari Batang Tubuh UUD 1945.

Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk
hukum di Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau
peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus
dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan
terakhir diatur dengan Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dimana dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yaitu adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,


3. Peraturan Pemerintah,

4. Peraturan Presiden,

5. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah meliputi :

Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
bersama dengan Gubernur;

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;

Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hokum dasar, melainkan hanya
merupakan sebagian dari hukum dasar, masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar
yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis yaitu
yang biasa dikenal dengan nama Konvensi. Konvensi merupakan aturan pelengkap atau pengisi
kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan,
dimana Konvensi tidak terdapat dalam UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD
1945.

Sumber Hukum :

1. Undang-Undang Dasar 1945


2. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
3. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
4. Undang-undang No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan

Referensi :

1. Achmad Sanusi ( 1994 ), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia,
Bandung, Tarsito.
2. Kansil ( 2001), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PN. Balai
Pustaka.
3. http://artonang.blogspot.co.id/2016/04/konstitusi.html
4. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/pengertian-undang-undang-dasar-1945.html
5. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/fungsi-peraturan-perundang-undangan.html
6. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/tata-urutanhierarki-peraturan-perundang.html
D. Sifat UUD 1945
Sifat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 ~ Sifat Undang Undang Dasar 1945 termasuk
konstitusi yang Rigid (kaku) karena UUD 1945 hanya dapat diubah dengan cara tertentu secara
khusus dan istimewa tidak seperti mengubah peraturan perundangan biasa. Hal ini dijelaskan
dalam BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 ayat 1 Untuk
mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota MPR harus hadir dan
Pasal 2 Putusan Diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah
anggota yang hadir.

Sifatnya masih sementara : karena belum dibuat oleh badan yang sesuai dengan fungsinya
sebagai wakil rakyat, disamping karena dalam pembuatannya dari perencanaan sampai dengan
penetapannya dilakukan dengan tergesa-gesa.

Undang-undang dasar hanya memuat 37 Pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan
tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika dibandingkan dengan undang-undang dasar
Pilipina. Jadi belum dapat dilakasanakan sebagai mana mestinya, karena dianggap sebagai masa
peralihan.

Maka telah cukup jika Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan penyelenggara negara lainnya
untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara. Hukum dasar yang tertulis hanya memuat aturan-
aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepeda undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut.

Perlu senantiasa diingat dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan
negara Indonesia tumbuh, jaman berubah, oleh karena itu dinamika kehidupan masyarakat dan
negara tidak bisa dihentikan. Berhubungan dengan hal ini, tidak bijak jika tergesa-gesa memberi
kristalisasi, meberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang mudah berubah.

Sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu maakin supel (elastis) sifat aturan tersebut
akan semakin baik. Jadi kita harus menjaga supaya system Undang-Undang Dasar tidak
ketinggalan jaman. Jangan sampai kita membuat Undang-undang yang mudah tidak sesuai
dengan keadaan (verouderd).
Sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :

Oleh karena sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum yang
mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.

Sebagaimana tersebut dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa UUD 1945
bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap
kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman,serta memuat hak-hak asasi
manusia.

Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus


dilaksanakan secara konstitusional.

Undang-Undang Dasar 1945,dalam tertib hukum Indonesia,merupakan peraturan hukum


positif yang tertinggi. Disamping itu, juga sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum
positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.

E. Fungsi UUD 1945


Setiap sesuatu dibuat dengan memiliki sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan UUD
1945. Telah dijelaskan bahwa UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang mengikat
pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga
negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di
wilayah Negara Republik Indonesia.

Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah hukum
biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD
1945 merupakan sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum sepertiundang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau
kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi,
yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).

Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau
hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam
hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD
1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma
hukum yang lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan
negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu UUD 1945 juga berfungsi sebagai penentu
hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara.

Undang Undang Dasar 1945 sebagai sumber pokok sistem pemerintahan RI, terdiri atas :

Hukum Dasar Tertulis : UUD 1945 (Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan)

Hukum Dasar Tidak Tertulis:

Undang-Undang Dasar adalah merupakan program yang sengaja dibuat yang memuat segala hal
yang diaggap menjadi asas fundamental dari negara waktu itu, sehingga Undang- Undang Dasar
tertulis menjamin kepastian hukum. Undang-Undang Dasar biasanya mengandung :

1. Ketentuan-ketentuan tentang Organisasi negara dan pemerintahannya,

2. Batas tugas dan kekuasaan Negara dan aparatur Pemerintah,

3. Hubungan antara Aparaturnya dengan warga negara dan sebaliknya,

4. Kewajiban-kewajiban dan hak-hak pokok dari warga negaranya.

Sebagai hukum dasar UUD 1945 mengatur dan membatasi kekuasaan yang bersifat mengikat &
harus menjadi acuan bagi setiap kebijakan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman materi UUD
1945 mutlak diperlukan bagi segenap komponen bangsa baik para pejabat, pemimpin/tokoh
masyarakat dan juga masyarakat umum.

Sosialisasi materi UUD 1945 setelah amandemen masih relatif sangat kurang. Diharapkan dapat
dirumuskan suatu metoda penyampaian dan penjelasan materi UUD 1945 hasil amandemen
yang bekerja efektif, teratur serta dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pada masa pemerintahan ORBA banyak terjadi penyimpangan baik di bidang Hukum, Politik
dan Ekonomi, karena tidak adanya kontrol terhadap jalannya kekuasaan, kurangnya semangat
para pemimpin bangsa & adanya beberapa kelemahan dalam UUD 1945 sehingga cita-cita
bangsa yg terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tidak dapat diwujudkan melalui mekanisme
bernegara yang terkandung didalam Pasal-Pasalnya.

Selama ini peranan UUD 1945 sangat penting :Sebagai simbol kemerdekaan dan
perlawanan terhadap penjajah.

Sebagai lambang kesetiaan kepada NKRI dan lambang persatuan dan kesatuan bangsa.

Sebagai lambang perlawanan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.


Sistem Pemerintahan Republik Indonesia dijelaskan Undang-Undang Dasar 1945, terdiri atas 7
kunci pokok, yaitu :

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum Negara hukum Indonesia adalah
negara hukum material, yaitu disamping memenuhi syarat sebagai negara hukum formal
ditambah dengan pemerintah bertanggung jawan atas kesejahteraan rakyatnya.

2. Sistem Konstitusional: Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusional (hukum


dasar), tidak bersifat absolutisme (kekusaan yang tidak terbatas). Sistem ini menegaskan bahwa
cara pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi.

3. Kekuasaan negara yang tertinggi ditangan MPR Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
Dasar 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Dengan demikian MPR adalah mendatarisnya rakyat yang mempunyai kekuasaan tertinggi
di Indonesia.

4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah MPR. Menurut


penjelasan UUD 45 dinyatakan bahwa dibawah majelis permusyawaratan rakyat Presiden ialah
penyelenggara pemerintah tertinggi. Hal ini wajar karena Presiden adalah mandataris MPR.

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR Dalam penjelasan UUD 45 dinyatakan
bahwa disamping Presiden ialah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus bekerja sama dengan
DPR dalam membuat Undang-Undang.

6. Menteri negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR Dalam penjelasan UUD 45 dinyatakan bahwa Presiden mengangkat dan
memberhentikan Menteri Negara, sehingga kedudukan Menteri Negara tergantung kepada
Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Penjelasan UUD 45 menyatakan bahwa
meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR ia bukan diktator artinya
kekuasaannya tidak terbatas.

Dasar Hukum :

Undang Undang Dasar 1945

Referensi :

1. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah


Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
2. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta :
Liberty, 1986,

3. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/pengertian-undang-undang-dasar-1945.html

4. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/perundang-undangan-statue.html

5. http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-hukum.html

F. Makna UUD 1945


Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia. Menurut pengertian ini, difahami negara kesatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
dan seluruhnya,. Jadi negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Negara
menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.

2. Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat.

3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atars kerakyatan dan permusyawaratan


perwakilan. Oleh karena itu system negara yang terbentuk dalam undang-undang dasar harus
berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Hal ini sesuai
dengan sifat masyarakat Indonesia.

4. Negara berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.

Oleh karena itu, UUD harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan Penyelenggara
negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari UUD negara Indonesia. Pokok-
pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtidee) yang menguasai hukum dasar Negara
baik hukum yang tertulis (UUD) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-undang Dasar
menciptakan pokok pikiran ini dalam Pasal-Pasalnya.
Sumber Hukum :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966

3. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000

4. Undang-undang No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan

Referensi :

1. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah


Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
2. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta :
Liberty, 1986,
3. http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-hukum.html
4. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/perundang-undangan-statue.html
5. http://artonang.blogspot.co.id/2016/06/pengertian-undang-undang-dasar-1945.html
6. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/tata-urutanhierarki-peraturan-perundang.html

G. Dasar Yuridis Perubahan UUD 1945 ~


Mengenai dasar yuridisperubahan UUD 1945 dilihat dari MPR melakukan perubahan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 37 UUD 1945
yang mengatur prosedur perubahan UUD 1945.

Sebelum melakukan perubahan UUD tahun 1945, MPR dalam sidang istimewa MPR tahun 1998
mencabut ketetapan MPR Nomor 04/MPR/1983 tentang Referendum yang mengharuskan
terlebih dahulu penyelenggaraan Referendum secara nasional dengan persyaratan yang demikian
sulit sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 oleh MPR.

Adapun mengenai proses pembahasan perubahan UUD 1945 kesepakatan dasar itu terdiri atas
lima butir, yaitu:

1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945;

2. Tetap mempertahankan negara kesatuan Republik Indoesia;

3. Mempertegas sistem pemerintahan Presidensial;


4. Penjelasan UUD 1945, yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan dalam pasal-
pasal (batang tubuh);

5. Melakukan perubahan dengan cara adendum.

Dasar Hukum :

1. Undang-Undang Dasar 1945,

2. Ketetapan MPR Nomor 04/MPR/1983 Tentang Referendum

Referensi :

1. http://artonang.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-undang-undang.html

2. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/dasar-peraturan-perundang-undangan.html

H. Perbandingan Sebelum Dan Setelah Perubahan UUD 1945 ~


Pembahasan mengenai perbandingan sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945, sebelum
adanya perubahan UUD 1945 persoalan yang dibahas adalah mengenai Ketetapan MPR
mempunyai kedudukan setingkat lebih rendah daripada UUD 1945, padahal keduanya dibentuk
oleh sebuah lembaga yang sama yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Apabila dari fungsi dari Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR) :

Fungsi I : Menetapkan Undang-undang Dasar;

Fungsi IIa : Menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara;

Fungsi II b : Memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Dilihat dari fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat diatas, telah jelas bahwa kedudukan yang
paling utama adalah bagian awal, yaitu Menetapkan Undang-undang Dasar. karena pada bagian
kedua, dapat dilaksanakan secara teratur dalam jangka waktu lima tahun sekali, yaitu pada waktu
Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang.

Sedangkan Setelah perubahan UUD 1945, terdapat perubahan mendasar pada fungsi Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yaitu :
Fungsi I : Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar;

Fungsi II : Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;

Fungsi IIIa : Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD;

Fungsi IIIb : Memilih wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan);

Fungsi IIIc : Memilih Presiden dan Wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan).

Dasar Hukum :

Undang Undang Dasar 1945

Referensi :

http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/fungsi-peraturan-perundang-undangan.html

I . Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan

Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan. Amandemen pada UUD 1945 kira nya perlu di
koreksi, sejauh mana amandemen itu sudahmencerminkan pokok-pokok pikiran yang ada pada
Pembukaan UUD 1945. Dalam kenyataannya amandemen yang dilakukan para reformis itu tidak
nyambung dengan pokok-pokok pikiran dan ini tentunya akan membawah konsekwensi bahwa
UUD hasil amandemen telah menyeleweng dari pokok-pokok Pikiran UUD 1945 .menjadi
sebuah keanehan apabila pembukaan dan batang tubuh tidak nyambung dan apalagi dengan
diamputasinya penjelasan semakinmengkaburkan tujuan bernegara kita. Dalam pembukaan tidak
hanya sekedarmengandung pokok-pokok pikiran lebih jauh roh bangsa ini ada disana.
Amandemen UUD 1945 telah telah mengesampingkan Roh bangsa, sehingga antara batang
tubuh dan preambul tidak padu menjadi satu kesatuan yang utuh.

Pembukaan UUD1945 yang memuat dasar negara kita itu, keberadaannya sebaiknya tidak perlu
dipersoalkan karena Pembukaan sudah mempunyai kedudukan yang kuat dan finalsetelah
melalui perenungan filosofis yang mendalam dan melewati proses perumusan yang sangat
demokratis. Mengubah Pembukaan UUD1945 hanya akan menjebak bangsa Indonesia ke dalam
pertikaian politik yang mungkin penyelesaiannya jauh lebih rumit dibandingkan dengan situasi
pada saat bangsa dan negara ini dibangun dulu.
Dalam uraian dibawah akan dibentangkan juga betapa penting kedudukan fungsi UUD 1945 itu
dalam sistem hukum Indonesia. Sekalipun demikian, di antara semua bagian UUD 1945itu,
Pembukaan adalah bagian mendasar karena menjadi sumber norma hukum dalamsistem hukum
Indonesia. Posisi yang demikian strategis diperkuat antara lain oleh Ketetapan MPRS Nomor.
XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan MPR Nomor. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
Nomor. IX/MPR/1978. Ketetapan MPRS tersebut saat ini telah diganti dengan Ketetapan MPR
Nomor. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan TataUrutan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah cita-cita
bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila. Pokok-pokok Pikran yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat 4 hal penting, yaitu :

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dengan
berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Pembukaan diterima paham Negara persatuan. Dalam Batang Tubuh terlihat dalam Pasal
1 (1), Pasal 35 dan Pasal 36.

2. Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat. Paham keadilan
sosial ini dalam batang tubuh UUD terlihat dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 34.

3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan


perwakilan. Paham kedaulatan rakyat tersebut dalam Batang Tubuh UUD terlihat dalam Pasal 1
(2), Pasal 2 (1), Pasal 3, Pasal 6, Pasal 19, Pasal 23 (1), dan Pasal 37.

4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusian yang adil
dan beradab. Paham tersebut dalam Batang Tubuh dapat terlihat dalam Pasal 9, Pasal 27, Pasal
28 dan Pasal 29.

Sumber Hukum :

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945,

2. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004,


J. Pembagian Sejarah Perundang - Undangan ~
Sejarah Perundang-undangan ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Pada tanggal 17 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949;

2. Pada tanggal 27 Desember 1949 s/d 15 Agustus 1950;

3. Pada tanggal 15 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959;

4. Pada tanggal 5 Juli 1959 s/d 5 Juli 1966;

5. Pada tanggal 5 Juli 1966 s/d sekarang.

Nomor Tahap Perkembangan Jangka Waktu Bentuk Peraturan Perundang-undangan :

1. Di bawah UUD 1945 (18 Agustus 1945) sampai dengan terbentuknya Negara Republik
Indonesia Serikat (27 Desember 1949) 5 tahun Undang-Undang (Pasal 5 ayat (1) UUD)
Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (2) UUD) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Pasal 22 UUD);

2. Di bawah Konstitusi RIS (27 Desember 1949) sampai dengan ditetapkannya UUD
Sementara RI (15 Agustus 1950) 8 bulan Undang-Undang (Pasal 127 Konstitusi RIS) Peraturan
Pemerintah (Pasal 141 Konstitusi RIS)Undang-Undang Darurat (Pasal 139 Konstitusi RIS);

3. Di bawah UUD Sementara RI (15 Agustus 1950) sampai dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 9 tahun Undang-Undang (Pasal 89 UUDS)Peraturan Pemerintah (Pasal 98 UUDS)
Undang-Undang Darurat (Pasal 196 UUDS).

Ketiga perkembangan di atas, merupakan perkembangan yang wajar dan jelas, karena
adanya perbedaan tiga UUD yang menjadi pokok pangkalnya. Sedangkan perkembangan
selanjutnya yaitu sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai tanggal 5 Juli 1966 merupakan perkembangan
yang ditandai oleh kondisi darurat dan karenanya menjadi tidak wajar, sebagai akibat adanya
Dekrit Presiden dan munculnya suatu bentuk penyelewengan. Penyelewengan dalam hal legislasi
ini adalah dengan munculnya dua jenis peraturan perundang-undangan yang baru yang menandai
wewenang presiden yang terlalu berlebihan dalam konteks Demokrasi Terpimpin pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno.

Kedua peraturan ini dikenal dengan nama Penetapan Presiden (Surat Presiden RI tanggal 20
Agustus 1959 No. 2262/HK/59) dan Peraturan Presiden (tanggal 22 september 1959 No.
2775/HK/59). Kedua peraturan baru ini sama sekali tidak disebut dalam UUD 1945, namun
kedudukan dan perannya bahkan melebihi ketiga bentuk perundang-undangan yang telah diatur
sebelumnya dalam UUD 1945.

Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai awal 1966, terdapat sekitar 76 buah Penetapan
Presiden dan 174 buah Peraturan Presiden yang terdapat dalam lembaran negara. Secara yuridis
formal, perkembangan ini berakhir pada tanggal 5 Juli 1966 yaitu dengan ditetapkannya
Ketetapan MPRS No XIX/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di
Luar Produk MPRS yang Tidak Sesuai Dengan UUD 1945.

Dalam hubungan dengan pengaturan peraturan perundang-undangan, ketiga UUD yang pernah
berlaku di negara kita mengaturnya dalam jumlah pasal yang tidak sama, antara lain:

1. UUD 1945 hanya memuat empat pasal (Pasal 5, 20, 21 dan 22);

2. Konstitusi RIS memuat 17 Pasal (Bagian II; dari Pasal 127 sampai dengan Pasal 143);

3. UUDS RI memuat 12 pasal (Bagian II; dari Pasal 89 sampai dengan Pasal 100).

Berkaitan dengan proses penyusunan suatu rancangan undang-undang, sejarah peraturan


perundang-undangan mencatat paling tidak sejak tanggal 29 Agustus 1970, semua menteri dan
kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen (LPND) harus berpedoman kepada Instruksi
Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 15 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

Setelah melewati kurun waktu 20 tahun dan dipandang perlu adanya penyempurnaan kembali
tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Rancangan Peraturan
Pemerintah sebagaimana diarahkan dalam Inpres No. 15 Tahun 1970, maka diterbitkanlah
Keputusan Presiden (Keppres) No 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang.

Perbandingan Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945

Pembahasan mengenai perbandingan sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945, sebelum
adanya perubahan UUD 1945 persoalan yang dibahas adalah mengenai Ketetapan MPR
mempunyai kedudukan setingkat lebih rendah daripada UUD 1945, padahal keduanya dibentuk
oleh sebuah lembaga yang sama yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Apabila dari fungsi dari
Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR);

Fungsi I : Menetapkan Undang-undang Dasar.

Fungsi IIa : Menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara.

Fungsi II b : Memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Dilihat dari fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat diatas, telah jelas bahwa kedudukan yang
paling utama adalah bagian awal, yaitu Menetapkan Undang-undang Dasar. karena pada bagian
kedua, dapat dilaksanakan secara teratur dalam jangka waktu lima tahun sekali, yaitu pada waktu
Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang.

Sedangkan Setelah perubahan UUD 1945, terdapat perubahan mendasar pada fungsi Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yaitu;

Fungsi I : Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.

Fungsi II : Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Fungsi IIIa : Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
UUD.

IIIb : Memilih wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan).

IIIc : Memilih Presiden dan Wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan).

Dasar Hukum :

1. Undang Undang Dasar 1945,

2. Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang,

3. Surat Presiden RI tanggal 20 Agustus 1959 No. 2262/HK/59.

Referensi :

1. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/ilmu-perundang-undangan.html
2. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/fungsi-peraturan-perundang-undangan.html

3. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/dasar-peraturan-perundang-undangan.html

K. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undang


Materi undang-undang Indonesia yang termuat dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun
2004, berisi hal-hal yang pada dasarnya adalah :

1. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak
dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta
keuangan negara.

2. Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Materi muatan peraturan perundang-undangan, tolok ukurnya hanya dapat dikonsepkan secara
umum. Semakin tinggi kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin abstrak dan
mendasar materi muatannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kedudukan suatu peraturan
perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi muatannya. Kesemuanya itu
mencerminkan adanya tingkatan-tingkatan tentang materi muatan peraturan perundang-undangan
dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang paling
luas jangkauannya.

Sedangkan materi muatan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang sama dengan materi
muatan undang-undang (Pasal 9 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004). Pasal 10 menyatakan
bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya. Kemudian sesuai dengan tingkat hierarkinya, bahwa Peraturan Presiden
berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi yang melaksanakan Peraturan
Pemerintah (Pasal 11). Mengenai Peraturan Derah dinyatakan dalam Pasal 12 bahwa materi
muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung asas-asas yang harus ada dalam
sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.

Ayat (1) sebagai berikut:Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas" :

1. Pengayoman,

2. Kemanusian,

3. Kebangsaan,

4. Kekeluargaan,

5. Kenusantaraan,

6. Bhinneka tunggal ika,

7. Keadilan,

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,

9. Ketertiban dan kepastian hukum dan atau

10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Sedangkan ayat (2), menyatakan Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.

Apa yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam materi muatan peraturan
perundang-undangan tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) sebagai berikut:

1. Asas pengayoman; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus


berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

2. Asas kemanusian; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus


mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Asas kebangsaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap
menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

4. Asas kekeluargaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus


mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

5. Asas kenusantaraan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan


senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila.

6. Asas bhinneka tunggal ika; Bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan
budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

7. Asas keadilan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus


mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; Bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain:

Agama,

Suku,

Ras,

Golongan,

Gender,

Atau status sosial,

Asas ketertiban dan kepastian hukum; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya
kepastian hukum.

Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan


keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
Sedangkan penjelasan Pasal 6 ayat (2) menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan asas lain
sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain:

1. Dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas
pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

2. Dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Selain kedua ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tersebut, pembentukan peraturan perundang-
undangan juga harus berpedoman, serta bersumber dan berdasar pada Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945.

Hal tersebut terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
yang dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 2Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara.

Pasal 3 ayat (1)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.

Kedua pasal tersebut dapat dipahami atau dimaknai agar setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus sesuai dengan Pancasila sebagai Cita Hukum (rechtsidee) dan Norma
Dasar Negara, sehingga kedua pasal tersebut berkaitan erat dengan Penjelasan Umum UUD
1945. Dari rumusan Penjelasan UUD 1945 menjadi jelaslah bahwa pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila merupakan Norma
Dasar Negara atau Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan sekaligus
merupakan Cita Hukum.

Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang menurut istilah
Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia atau menurut Hans
Nawiasky adalah Staatsfundamentalnorm, ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan
konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma
pengubahnya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu
konstitusi atau undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau
undang-undang dasar.

Sedangkan konstitusi, menurut Carl Schmitt merupakan keputusan politik (eine


Gessamtenschiedung uber Art und Form einer polistichen Einheit), yang disepakati oleh suatu
bangsa. Apabila Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang
terkandung Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Cita Hukum (Recthsidee), maka Pancasila
adalah juga berfungsi sebagai suatu pedoman dan sekaligus tolok ukur dalam mencapai tujuan-
tujuan masyarakat, yang dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Sumber Hukum :

1. Undang Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan

Referensi :

1. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007,


hal. 1-6.

2. A. Hanid S. Attamimi, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dan pengemangan


pengajarannya di fakultas hukum,

3. http://artonang.blogspot.co.id/2015/02/kekuatan-berlakunya-undang-undang.html

4. http://artonang.blogspot.co.id/2015/01/undang-undang-legislasi.html
Tahapan pembentukan undang-undang

1. Persiapan

Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR atau Presiden. RUU yang diajukan
oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan
tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan
ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di
DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak
surat Presiden diterima.

RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR
dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.

DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Pembahasan

Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi,
melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.

DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat
komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga
memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.

3. Pengesahan

Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam
persidangan masa itu.

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR
kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak
tanggal persetujuan bersama.

RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak
RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut
disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan
wajib diundangkan.

Daftar Pustaka

1. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hal.
1-6.

2. A. Hanid S. Attamimi, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dan pengemangan


pengajarannya di fakultas hukum,

3. Bagir Manan, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan, (Makalah tidak


dipublikasikan), Jakarta, 1994

Sumber : http://artonang.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai