Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KUNJUNGAN

MUSEUM

DISUSUN OLEH :

ANGGITA RIZKY HARTONO

XII IPS 1

SMA NEGERI 92 JAKARTA

Jalan komplek pemadam kebakaran, kelurahan semper barat, kecamatan cilincing Jakarta utara,
DKI Jakarta, Indonesia.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, tugas laporan ini dapat selesai dengan baik.

Laporan kunjungan museum ini dibuat agar kami dapat mengetahui kejadian –
kejadian dimasa lalu dengan cara mengunjungi tempat sejarah secara langsung
yang kini telah menjadi museum. Makalah ini dimaksudkan untuk mendalami &
memahami kejadian – kejadian penting dimasa lalu.

Ucapan terima kasih untuk teman dan google yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga dengan hasil makalah yang kami buat akan
bermanfaat bagi semuanya.

Penyusun

Anggita Rizky Hartono


DAFTAR ISI

BAB I

Pendahuluan 1

BAB II

Pembahasan 2

Museum joang 45 2

Museum Perumusan Teks Proklamasi 4

Museum Kebangkitan 8

Tugu Proklamasi 11

DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pergerakan nasional dan peristiwa detik-detik proklamasi sampai dengan dibacakannya
proklamasi pada 17 Agustus 1945 mencatat sejarah penting bagi bangsa Indonesia.
Keinginan para tokoh-tokoh proklamasi untuk bebas dari belenggu penjajahan dan
menyatakan merdeka pada dunia yang membawa pengaruh besar sampai saat ini. Tidak
terlepas dari para pejuang bangsa, dan dwitunggal Indonesia, Soekarno-Hatta.

B. Identifikasi Masalah
• Awal kebangkitan nasionalisme
• Latar belakang lahirnya bangsa Indonesia & detik-detik proklamasi Indonesia
• Proklamasi kemerdekaan Indonesia

C. Rumusan Masalah
• Bagaimana latar belakang lahirnya bangsa Indonesia ?
• Apa yang melatarbelakangi proklamasi Indonesia?
• Bagaimana jalannya proklamasi Indonesia?
• Apa hubungan kebangkitan nasional dengan proklamasi?

D. Tujuan
• Memahami latar belakang lahirnya bangsa indonesia
• Mengetahui dengan jelas rentetan peristiwa sebelum proklamasi
• Memahami hubungan kebangkitan nasional dengan proklamasi
BAB II
PEMBAHASAN

I. MUSEUM JOANG’45
Gedung Joang
'45 atau Museum Joang
45 adalah salah
satu museum yang berada
di Jakarta. Saat ini
pengelolaannya dilaksanakan
oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta. Museum ini terletak di
Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Museum ini diresmikan pada tahun 1974 oleh Presiden Soeharto, setelah dilakukan
renovasi.

Ketika pendudukan Jepang, hotel ini diambil alih oleh Ganseikanbu


Sendenbu (Departemen Propaganda) dan kemudian dikenal sebagai Gedung Menteng
31. Gedung ini menjadi markas program pendidikan politik yang diadakan bagi
sejumlah tokoh pemuda yang berperan di era kemerdekaan, antara lain Sukarni,
Chaerul Saleh, A.M Hanafi dan Adam Malik. Mereka lebih dikenal sebagai 'Pemoeda
Menteng 31', yang menjadi aktor dibalik penculikan Soekarno, Hatta dan Fatmawati ke
Rengasdengklok sehari sebelum kemerdekaan. Tokoh-tokoh pemuda tersebut dibina
oleh Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, Sunaryo dan Achmad Subarjo.
Di museum ini dipamerkan sejumlah lukisan tentang peristiwa seputar proklamasi
kemerdekaan RI. Terdapat pula beberapa diorama, antara lain yang menggambarkan
suasana Gedung Menteng 31 pada masa kemerdekaan dan orasi Soekarno dalam Rapat
Besar di Lapangan IKADA pada 19 September 1945. Ada pula arsip dokumentasi
berupa foto-foto dan patung dada dari para tokoh pergerakan kemerdekaan. Koleksi
lainnya yang terdapat di museum ini adalah tiga kendaraan kepresidenan yang
digunakan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI.

Selain dokumentasi sejarah, Museum Joang 45 dilengkapi berbagai fasilitas, antara lain
ruang pameran tetap dan temporer disertai pojok multi media, bioskop joang 45 yang
menayangkan berbagai film bertema perjuangan dan dokumenter, perpustakaan
referensi sejarah, children room yang berisi aneka games, foto studio, souvenir
shop dan plaza outdoor untuk aktivitas teater anak.
II. MUSEUM PERUMUSAN NASKAH
PROKLAMASI
Gedung ini didirikan sekitar tahun 1920 dengan arsitektur Eropa (Art Deco), dengan
luas tanah 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi. Pada tahun
1931, pemiliknya atas nama PT Asuransi Jiwasraya. Ketika pecah Perang Pasifik,
gedung ini dipakai British Consul General sampai Jepang menduduki Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang,


gedung ini menjadi tempat kediaman
Laksamana Muda Tadashi Maeda,
Kepala Kantor Penghubung antara
Angkatan Laut dengan Angkatan
Darat. Setelah kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945, gedung
ini tetap menjadi tempat kediaman
Laksamana Muda Tadashi Maeda
sampai Sekutu mendarat di Indonesia, September 1945. Setelah kekalahan Jepang
gedung ini menjadi Markas Tentara Inggris.

Pemindahan status pemilikan gedung ini, terjadi dalam aksi nasionalisasi terhadap
milik bangsa asing di Indonesia. Gedung ini diserahkan kepada Departemen Keuangan,
dan pengelolaannya oleh Perusahaan Asuransi Jiwasraya.

Pada 1961, gedung ini dikontrak oleh Kedutaan Inggris sampai dengan 1981.
Selanjutnya gedung ini diterima oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 28
Desember 1981. Tahun 1982, gedung ini sempat digunakan oleh Perpustakaan
Nasional sebagai perkantoran.

Gedung ini menjadi sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia karena pada 16-17
Agustus 1945 terjadi peristiwa sejarah, yaitu perumusan naskah proklamasi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof.
Nugroho Notosusanto, menginstruksikan kepada Direktorat Permuseuman agar
merealisasikan gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0476/1992
tanggal 24 November 1992, gedung yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 1
ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yaitu sebagai Unit
Pelaksana Teknis di bidang kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

MENJELANG PROKLAMASI
Perjuangan kemerdekaan Indonesia telah muncul pada awal abad ke-20 dalam bentuk
pergerakan nasional dibawah penjajahan Hindia Belanda. Pejuangan ini kian
menggelora pada masa Pendudukan Jepang (1942-1945). Pejuangan kemerdekaan
memetik manfaat dan peluang di celah-celah politik mobilisasi pemerintah penduduk
Jepang yang kian terdesak dalam pertempuran menghadapi sekutu. Cita-cita
kemerdekaan diwujudkan pada saat kekosongan kekuasaan (status quo/vacum of
power) ketika \Jepang telah menyerah tanpa syarat namun pasukan sekutu belum tiba.

Menjelang proklamasi kemerdekaan, ada perbedaan pendapat antara pemimpin PPKI


dan kelompok muda mengenai pelaksanaan proklamasi yang mendorong para pemuda
mengamankan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Tampak
rumah Djiaw Kie Siong yang digunakan oleh para pemuda sebagai tempat
mengamnkan Soekarno-Hatta.

PERTEMUAN DENGAN MAEDA


Pada tanggal 16 Agustus 1945, Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Soebardjo
diterima oleh Laksamana Muda
Tadashi Maeda di kediamannya
sekita pukul 22.00 sepulang dari
Rengasdengklok. Mereka
menjelaskan kepada Maeda
tentang akan diakannya
pertemuan untuk pertemuan untuk
persiapan menjelang Indonesia
Merdeka.
Maeda memberitahukan pesan “Gunseikan” (pemerintah militer Jepang) kepada
rombongan yang pulang dari Rengasdengklok agar menemuinya.

Kemudian mereka dengan ditemani Maeda dan Miyoshi Sunkichiro (Juru biacara
Angkatan Darat Jepang) berangkat ke “Gunseikan” dan bertemu dengan Mayor
Jenderal Nishimura Otoshi. Mayor jenderal Nishimura menjelaskan bahwa tidak dapat
membantu, karena telah ada kesepakatan dengan pihak sekutu untuk mempertahankan
Status Quo di Indonesia. Ia juga melarang adanya rapat yang akan dilangsungkan di
rumah Maeda.

Bung Karno, dan Bung Hatta serta Ahmad Subarjo tiba kembali di rumah Maeda
sekitar pukul 02.30 WIB, mereka menjelaskan kepada Maeda akan memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia sekarang juga. Maeda tidak campur tangan dan mengundurkan
diri ke kamarnya dialntai atas.

PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI


Menjelang dini hari sekita pukul 03.00
WIB tanggal 17 Agustus 1945, Bung
Karno, Bung Hatta, dan Ahmad
Subarjo memasuki ruang makan,
mereka duduk mengitari meja amakan
panjang. Bung Karno mulai
mempersiapkan draft Naskah
Proklamasi, sedangkan Bung Hatta
dan Ahmad Subarjo menyumbangkan
pikirannya secara lisan.

Setelah teks diberi judul Proklamasi


dialog pertama yang dihasilkan dari
kesepakatan tiga tokoh Nasional itu
adalah “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”
Kemudian kalimat kedua ditambah oleh Bung Hatta, berupa pernyataan mengenai
pengalihan kekuasaan. Akhirnya, selesailah konsep naskah proklamasi dengan
beberapa coretan sebagai tanda pertukaran pendapat dalam merumuskannya.

Setelah selesai naskah tersebut dibawa ke Serambi muka untuk dibacakan di hadapan
para tokoh yang telah menunggu.
PENGESAHAN , PENGETIKAN DAN PENANDA
TANGANAN NASKAH PROKLAMASI
Konsep naskah proklamasi itu dibawa kehadapan hadirin yang telah menunggu. Numg
Karno membacakan rumusan tersebut berulang-ulang, dan meminta pendapat setuju
atau tidaknya rumusan tersebut pada para hadirin. Jawabannya setuju. Kemudian
sempat berkeinginan bawha naskah tersebut ditanda tangani oleh seluruh hadirin,
namun tidak cukup, kemudian Sukarni dengan lantang mengatakan baha naskah
tersebut hanya ditanda tangani oleh Soekarno dan Hatta sebagai wakil dari Indonesia.
Usul tersebut diterima para hadirin, dan disambut dengan tepuk tangan yang berseri.
Kemudian Bung Karno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah autentik
tersebut.

Sayuti Melik mengetik naskah autentik tersebut dengan ditemani B.M Diah. Setelah
itu, dibawa kembali ketempat hadirin untuk kemudin ditanda tangani oleh Soekarno-
Hatta. Soekarno menandatanagin naskah proklamasi diatas piano dirumah Laksamana
Maeda.
III. MUSEUM KEBANGKITAN
NASIONAL
Museum Kebangkitan Nasional (bahasa
Inggris: Museum of National Awakening)
adalah sebuah gedung yang dibangun
sebagai monumen tempat lahir dan
berkembangnya kesadaran nasional dan
juga ditemukannya organisasi pergerakan
modern pertama kali dengan nama Boedi
Oetomo. Sebelum menjadi museum,
bangunan ini dahulunya adalah sekolah
kedokteran yang didirikan oleh Belanda
dengan nama School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen disingkat STOVIA atau
Sekolah Dokter Bumiputra. Dalam
perjalanannya, gedung tersebut selalu
beralih fungsi. Lokasi museum ini tidak
jauh dari Pasar Senen, tepatnya di Jalan Abdurrahman Saleh No.26, sebelum RSPAD
Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Sebelumnya STOVIA adalah sebuah sekolah dokter yang masih berkembang dengan
nama Sekolah Dokter Jawa yang yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer
Weltevreeden atau yang sekarang disebut Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto. Seluruh staf dosen kampus tersebut berasal dari dokter rumah sakit yang sama.
Kemudian aktifitas belajar mengajar dan sekolah tersebut dipindahkan di samping rumah
sakit militer atas prakarsa H.F. Rool sang direktur hingga berhasil rampung pada tanggal
1 Maret 1902.
Gedung STOVIA merupakan tempat penyebaran gagasan dr. Wahidin Sudirohusodo
yang merupakan lulusan Sekolah Dokter Jawa.
Gagasan beliau tentang Studiefond atau dana pendidikan untuk membantu pelajar
pribumi yang tidak mampu, mendapat respon yang sangat baik dari para pelajar STOVIA
kuhususnya R. Soetomo dan Soeradji. Pertemuan yang terjadi pada bulan Desember 1907
ditindaklanjuti oleh R. Soetomo dan beberapa pelajar lainnya dengan menyurati pelajar-
pelajar sekolah lain yang intinya memberitahukan dan meminta dukungan terhadap
rencana pendirian perkumpulan. Setelah semua rencana dirasa matang, maka pada
tanggal 20 Mei 1908 bertempat di ruang anatomi, dideklarasikanlah beridirnya organisasi
Boedi Oetomo dengan ketua R. Soetomo

Lahirnya organisasi Boedi Oetomo merupakan cikal bakal perkembangan organisasi


modern di tanah air, dan juga dimulainya perubahan pola perjuangan yang pada awalnya
bersifat kedaerahan dan mengandalkan kekuatan fisik, menjadi perjuangan bersama tanpa
membeda-bedakan asal suku, daerah, agama serta status sosial. Dan perjuangan yang
mereka lakukan dengan jalan diplomasi.

Dengan semakinj bertambahnya jumlah siswa STOVIA menjadikan gedung STOVIA


tidak layak lagi untuk dijadikan tempat pendidikan, karena itu pemerintah Hindia Belanda
membangun gedung baru di Salemba yang bernama Centrale Burgerlijke
Ziekeninrichting (sekarang RSCM). Selanjutnya, gedung STOVIA hanya digunakan
sebagai asrama para pelajar. Setelah kemerdekaan Indonesia, gedung ini direnovasi oleh
pemerintah DKI Jakarta dan pada tanggal 20 Mei 1974 oleh presiden Soeharto secara
resmi dilakukann pergantian nama dari STOVIA menjadi Gedung Kebangkitan Nasional
yang didalamnya terdapat beberapa museum khusus, diantaranya Museum Boedi
Oetomo, Museum Kesehatan Nasional, Museum Pers Perjuangan dan Museum
Pergerakan Wanita Nasional.Karena perkembangan yang pesat, STOVIA pindah dari
daerah Kwini Senen ke Salemba yang kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Kampus yang terletak di Kwini sejak tahun 1926 dialihfungsikan menjadi
tempat pendidikan MULO, setingkat SMP dan AMS, setingkat SMA. Lalu, ketika Jepang
tiba pada tahun 1942-1954, gedung pertama difungsikan sebagai tahanan pasukan
Belanda yang melawan Jepang.
Berlanjut ke masa kemerdekaan Indonesia tahun 1945 – 1973 gedung tersebut dihuni
oleh keluarga tentara Belanda dan orang Ambon.
Karena nilai sejarahnya yang tinggi, berkaitan dengan kelahiran Boedi Oetomo pada 20
Mei 1908, pada tahun 1948 ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional. Selain itu,
gedung ini juga merupakan saksi lahirnya organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan,
yaitu Boedi Oetomo, Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Minahasa, dan Jong Ambon.
Serta di gedung ini juga lah beberapa tokoh pergerakan seperti Ki Hadjar Dewantara,
Tjipto Mangoenkoesoemo, dan R. Soetomo pernah menimba ilmu. Oleh karena itu,
selanjutnya pada tahun 1973 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memugar gedung itu,
pada20 Mei 1974 bersama dengan presiden Suharto, diresmikanlah menjadi Gedung
Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1974 bersama dengan presiden Suharto, diresmikanlah menjadi Gedung
Kebangkitan Nasional.
IV. MUSEUM TUGU PROKLAMASI

T
ugu Proklamasi adalah tugu
peringatan proklamasi
kemerdekaan Republik
Indonesia yang berdiri di
kompleks Taman Proklamasi di Jalan
Proklamasi, Jakarta Pusat. Taman
tersebut berlokasi di bekas kediaman
Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Rumah tersebut, telah dihancurkan, adalah lokasi
pembacaan proklamasi kemerdekaan. Pada kompleks juga terdapat monumen dua patung
Sukarno-Hatta berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi
foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung
proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer
hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya.

satu tugu dengan patung dua tokoh proklamator Sukarno dan Bung Hatta berukuran besar
yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi
pertama kali dibacakan. Tugu itu bernama Tugu Proklamasi.Di tengah-tengah dua patung
proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer
hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya.Tujuan
dibangunnya monumen proklamator ini sebagai bentuk ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap para pejuang, terutama para pendiri
bangsa. Penggagas monumen proklamasi ini adalah Presiden Indonesia ke-dua Soeharto.
Gagasan tersebut dituangkan tanggal 19 Agustus 1974.Tugu Proklamasi ini dibangun
berdasarkan Kepres RI no 54 tahun 1979, tepatnya pada 28 November 1979. Kemudian
tanggal 16 Agustus 1980 diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Dua patung tokoh yang dibuat dari logam perunggu dengan masing-masing seberat 1.200
kg, ini adalah hasil sentuhan seniman legendaris dari Pulau Dewata, I Nyoman Nuarta.
Wajah Bung Karno itu diukir dalam usianya 46 tahun sedangkan Bung Hatta
menggambarkan saat berusia 43 tahun. Di tengah kedua patung tersebut ada patung teks
proklamasi yang merupakan hasil pembesaran dari naskah aslinya, beratnya 600 kg,
dengan panjang 290 cm dan lebarnya 160 cm. Di belakang patung ada 17 yang memiliki
makna tanggal kemerdekaan. Kemudian pilar yang paling tinggi ada di tengah tingginya
delapan meter dengan makna sesuai bulan kemerdekaan Agustus.

TUGU PETIR
Tugu Petir, bangunan berbentuk tiang yang
menjulang dengan tinggi 17 meter. Di badan
Tugu Petir tertulis ‘Di sinilah Dibatjakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
Tanggal 17 Agustus 1945 Djam 10:00 Pagi oleh
Bung Karno dan Bung Hatta.’“Waktu dibacakan
proklamasi tempatnya bukan seperti ini. Masih
rumah, rumahnya Bung Karno. Ini yang kita injak ini adalah terasnya (depan tugu petir),
ini adalah pelatarannya. Ini di mana tempat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan
proklamasi persis menghadap ke timur. Makannya nama jalannya, Jalan Pegangsaan
Timur no. 56. Jadi di sini titik awal negara kita merdeka,” ujar salah satu petugas
museum. Mengapa lambang tugunya petir?“Karena waktu membacakan proklamasi suara
Bung Karno itu menggelegar ke seluruh nusantara bagaikan petir. Jadi membuat geger
hingga negara kita merdeka.Pencangkulan pertama atau peletakan batu pertama oleh
Bung Karno sendiri, 1 Januari 1961.
DAFTAR PUSTAKA

• Museum Joang’45
• Museum Perumusan Naskah Proklamasi
• Museum Kebangkitan Nasional
• Tugu Proklamasi
• http://www.museumindonesia.com/museum/90/1/Museum_Kebangkitan_Nasional_
Jakarta_
• https://www.idntimes.com/news/indonesia/irfanfathurohman/cerita-di-balik-tiga-
tugu-proklamasi-jejak-bisu-kemerdekaan-indonesia
• https://www.setneg.go.id/baca/index/membuka_catatan_sejarah_detik_detik_prokla
masi_17_agustus_1945
• Brosur MUSKITNAS (Museum Kebangkitan Nasional)
• https://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Joang_%2745
• https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Kebangkitan_Nasional
• https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu_Proklamasi

Anda mungkin juga menyukai