Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lina Azizah R.

H
No.Absen/Kelas :27/XI MIPA 1

Neraka Rumoh Geudong: Catatan Seorang Korban

Kala itu jarum jam menunjukkan pukul 23.00 WIB, hampir tengah malam. Sebutlah Mak Yah
(Rk), ia harus merasakan kenyataan pahit ketika Apa Him (HAb) suaminya diambil paksa oleh
aparat militer, pada tanggal 25 Oktober 1990, ketika itu Aceh masih tercatat sebagai Daerah
Operasi Militer (DOM). Pada masa DOM konflik berlangsung sengit antara kelompok Gerakan
Aceh Merdeka  atau GAM dengan kelompok Tentara Negara Indonesia atau TNI.

Mak Yah adalah warga Cot Tunong, salah satu desa di Kabupaten Pidie. Selain kehilangan
suami, dirinya sendiri adalah juga korban dalam keganasan tragedi Rumoh Geudong. Ceritanya,
pada hari yang sama, hanya berselang tiga jam setelah suaminya diambil paksa oleh aparat
militer, ia juga ikut dibawa ke Rumoh Geudong itu oleh aparat militer.

“Saat itu saya lagi mengandung delapan bulan anak ketiga saya,” ujarnya kepada penulis di
Rumoh Geudong, Sigli, Kamis (23/3/2017).
Tidak disangka, hari itu menjadi hari terakhir Mak Yah bersama sang suami. Pasalnya, ketika ia
menginjakkan kaki di dalam Rumoh Geudong, arah pandang matanya tertuju kepada sosok tubuh
seorang pria yang sudah tak bernyawa lagi tergeletak di atas lantai.

“Ternyata itu suami saya. Dia (suami saya) ditembak oleh tentara (TNI)” ucapnya.

Isak tangis menyelimuti Mak Yah. Selain tak sempat melihat anak ketiga mereka lahir, suaminya
juga meninggalkan dua orang buah hati yang masih belum menempuh pendidikan.

“Saya juga disiksa dalam Rumoh Geudong,” sebutnya.

Aparat militer menggantungnya dengan ketinggian selutut anak-anak. Ia juga diperintahkan


aparat militer untuk mengepel lantai dalam kondisi tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Tidak
hanya itu, aparat militer juga menyiram seluruh tubuhnya dengan minyak bensin dan
menodongkan senjata ke dalam mulut dan rahimnya. Semua itu bentuk siksaan yang didapatkan
Mak Yah di Rumoh Geudong.

“Selama dua hari satu malam saya disiksa di Rumoh Geudong,” ujarnya.

Ketika diperbolehkan untuk pulang, ia langsung meminta kepada aparat militer untuk melihat
dan membawa pulang jasad suaminya tersebut, dan aparat militer pun mengizinkan.

Pasca kejadian itu, sebulan kemudian Mak Yah melahirkan anak ketiganya. Miris ketika itu,
selain mengurusi anak seorang diri, Mak Yah juga banyak tersandung hutang piutang sehingga
membuatnya menggadaikan sepetak tanah, dan hingga kini tanah tersebut belum ditebusnya.

“Uangnya untuk biaya hidup, kan suami enggak ada lagi, tidak ada yang bawa pulang belanja,”
katanya.

Mak Yah berharap, pemerintah benar-benar mempedulikan korban konflik Aceh. Ia sangat ingin
melihat anak-anaknya melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, namun niat itu kandas
lantaran ia tak mempunyai biaya. Ia juga berharap pemerintah memberi lapangan pekerjaan
kepada anaknya, agar anak-anaknya bisa merawat dan mengurusinya yang sudah tua.
Mulyana Syahrial [Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh]

Sumber : http://acehinstitute.org/pojok-publik/politik/neraka-rumoh-geudong-catatan-seorang-
korban.html

ANALISIS
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999)

Dalam Tragedi Rumoh Geudong, terjadi tindakan-tindakan seperti pembunuhan, menganiaya,


penyiksaan, pemerkosaan, dan segala tindakan kejahatan lainnya yang termasuk pelanggaran
HAM berat jenis kejahatan manusia.

Terdapat beberapa nilai instrumental terkait Tragedi Rumoh Geudong, diantaranya :


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1998 tentang Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia.
2. Keputusan nomor 181 tahun 1998 mengenai penghapusan kekerasan pada kaum wanita
dan pendirian komisi nasional
3. Pasal 28 D ayat 1 dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki
hak atas jaminan, pengakuan, kepastian hukum, perlindungan dan adil dengan perlakuan
yang sama dihadapan hukum.
4. Pasal 28 dalam UUD 1945 meliputi hak atas perlindungan bagi pribadi maupun keluarga
dan juga memberikan rasa aman terhadap diri sendiri. Dan juga kerahasiaan dalam proses
surat menyurat serta kebebasan untuk tidak merasa terganggu di tempat tinggal yang
dihuni.
5. Pasal 28 G dalam UUD 1945 tentang perlindungan pemerintah dan negara atas hak
setiap orang untuk mendapatkan perlindungan dirinya dan keluarga atas harta benda yang
berada di bawah kekuasaannya, berhak untuk bebas dari ancaman dan ketakutan, dan
berhak untuk mendapatan suakan dari negara lain.

Anda mungkin juga menyukai