Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA

KASUS PELANGGARAN HAM “TRAGEDI SEMANGGI”

Disusun Oleh:
Lia Merliana A1317036
Muhammad Muslih Amirudin A1317109
Siti Naziha A1317111

Dosen Pengampu :
Rabini Sayyidati, M.Pd

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada
penyusun semua sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat
serta salam tidak lupa penyusun haturkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman kebodohan ke
zaman yang terang-benderang.
Penyusun berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan mahasiswa untuk mengetahui serta memahami tentang
kasus pelanggaran HAM yang ada di Indonesa. Makalah ini telah kami susun
semaksimal mungkin dan kami mengakui dalam proses pembuatannya
mendapatkan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak terkait, sehingga
memperlancar pembuatan makalah ini. Karena itu, kami menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam penyusunan
makalah ini.
2. Ibu Rabini Sayyidati, M. Pd selaku dosen mata kuliah Pancasila
3. Teman – teman lainnya yang mendukung pembuatan makalah ini.
Kami memohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Jadi, kami mengharapkan kritik serta saran yang
mampu membangun serta perbaikan dalam pembuatan makalah ini.

Pelaihari, 31 Juli 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………….…………………………………….i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

1.4 Manfaat......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Penyebab terjadinya Tragedi Semanggi....................................................3

2.2 Pelanggaran terjadinya Tragedi Semanggi................................................7

2.3 Waktu dan Tempat terjadinya Tragedi Semanggi.....................................8

2.4 Penyelesaian terjadinya Tragedi Semanggi...............................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................10

3.1 Kesimpulan..............................................................................................10

3.2 Saran........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang dimiliki setiap
manusia sejak lahir ke dunia atau didalam kandungan dan setelah dilahirkan, hak
tersebut menjadi kodrat yang berlaku secara umum serta diakui khalayak umum.
(Maxnmore, 2019). Adapun menurut John Locke, HAM adalah hak-hak yang
langsung diberikan Tuhan kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh karena
itu, tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya. HAM ini sifatnya
mendasar (fundamental) bagi kehidupan manusia dan pada hakikatnya sangat
suci.
HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya
bahwa HAM adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa.
Beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia antara lain yaitu Undang -
Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM .
HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi
kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak (Aunurrohim, 2015).
Beberapa contoh HAM misalnya yaitu hak hidup, hak beragama dan hak
berkeyakinan. Faktanya meski pemerintah telah menjamin hak warganya, masih
sering terjadi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Biasanya beberapa
contoh pelanggaram HAM di Indonesia terjadi akibat konflik dan kerusuhan antar
warga dan penduduk.
Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia biasa dipicu oleh konflik antar ras,
etnis atau agama dan juga dapat terjadi akibat adanya gerakan separatism terhadap
aparat militer Negara, seperti yang telah terjadi demonstrasi antara warga sipil dan
polisi yang berakibat bentrok dan kerusuhan seperti yang terjadi pada peristiwa
Semanggi.

1
Kasus pelanggaran HAM dan penyelesaiannya sering menjadi bahan kajian.
Upaya pemerintah dalam menegakan HAM pun harus tetap maksimal agar hak-
hak warga Indonesia bisa terjamin. Oleh karena itu, perlunya pengetahuan tentang
Kasus Pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, agar tidak terjadinya pelanggaran
HAM kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dibuat rumusan
masalah. Berikut merupakan rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana penyebab terjadinya Tragedi Semanggi?
2. Bagaimana pelanggaran terjadinya Tragedi Semanggi?
3. Kapan dan dimana terjadinya Tragedi Semanggi?
4. Bagaimana penyelesaian terjadinya Tragedi Semanggi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk memenuhi tugas
yang diberikan dosen pada mata kuliah Pancasila. Serta tujuan yang lainnya agar
mengetahui kasus pelanggaran HAM di Indonesia khususnya Tragedi Semanggi.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk mengurangi dan
menghindari akan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, diharapkannya
agar tidak ada lagi pelanggran – pelanggaran HAM yang terjadi seperti sebelum-
sebelumnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebab terjadinya Tragedi Semanggi


a. Sejarah terjadinya Tragedi Semanggi
Rumah Gerakan 98 meminta penyelesaian pelanggaran HAM berat tragedi
penembakan mahasiswa yang biasa disebut Tragedi Semanggi pada 13
November 1998 harus lekas dituntaskan. “Karena rekonsiliasi itu hanya hasil
dari proses yudisial dan non yudisial. Tidak ada rekonsiliasi tanpa
pengungkapan kebenaran,” ujar Juru Bicara Rumah Gerakan 98 Hengki
Irawan, saat berbincang dengan wartawan, di Kawasan Jakarta Pusat.
Menurut Hengki, kasus tersebut akan sulit terungkap jika negara masih
dipengaruhi para pejabat yang berkuasa di saat peristiwa Semanggi I, 13
November 1998. Presiden Jokowi pun disebut akan selalu kesulitan
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan menghapus
Impunitas. "Presiden Jokowi hanya akan disesatkan dengan Penyelesaian
kasus melalui Rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran yang adil demi
melindungi diri pejabat itu dari pertanggung jawaban di Pengadilan HAM Ad
Hoc," tegasnya.
Padahal sambung Hengki, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa
lalu tidak hanya masuk dalam salah satu agenda prioritas pemerintah atau
Nawa Cita butir ke-4 dan poin ke-9, tetapi juga tertuang dalam visi-misi
pemerintah. "Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap
kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih
menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia, seperti Kerusuhan Mei
(1998), Trisakti-Semanggi I dan II, Penghilangan Orang secara Paksa (1997-
1998), Talangsari-Lampung (1989), Tanjung Priok (1984), Tragedi 1965-
1966,” kata Hengki mengingatkan.
Bagi Rumah Gerakan 98' Presiden Jokowi seharusnya menerbitkan surat
keputusan presiden untuk membentuk pengadilan HAM adhoc segera.

3
Presiden Jokowi bisa mengundang pejabat yang berkuasa saat itu untuk
dimintai keterangannya.
Surat tersebut, nantinya memerintahkan Kejaksaan Agung untuk
melakukan Penyidikan Kasus Semanggi I. Karena Penyelidikan sudah
dilakukan oleh Komnas HAM, dan pendapat Komnas HAM menyatakan
bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di Peristiwa Semanggi I.
"Kami mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan surat keputusan
presiden untuk membentuk pengadilan HAM adhoc segera. Memerintahkan
Jaksa Agung agar melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat
Tragedi Semanggi I, 13 November 1998. Rekonsiliasi dengan pengungkapan
Kebenaran (Judicial & non judicial)," pungkasnya.
Adapun para mahasiswa yang meninggal saat penembakan pada Tragedi
Semanggi diantaranya:
1. Bernardus R Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Atma Jaya, Jakarta. Ia gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada
tanggal 13 November 1998.
2. Engkus Kusnadi, mahasiswa Universitas Jakarta Gugur setelah Tragedi
Semanggi pada tanggal 13 November 1998
3. Heru Sudibyo, mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka,
Jakarta. Ia gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November
1998
4. Sigit Prasetyo, mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta Gugur dalam
peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
5. Teddy Wardani Kusuma, mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut
Teknologi Indonesia, Serpong Gugur dalam Tragedi Semanggi pada
tanggal 13 November 1998
6. Lukman Firdaus, pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3
Ciledug, Tangerang. Ia gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa
proreformasi di Jakarta, pada hari Kamis tanggal 12 November 1998 ia
terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian.

4
b. Penyebab Terjadinya Tragedi Semanggi
Penyebab tragedi semanggi 1 dan 2 adalah protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR, tidak adanya pengakuan
pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan tidak percaya dengan para
anggota DPR/MPR Orde Baru. disambut dengan adanya penembakan
membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan.
Oknum yang terlibat tdk disebutkan dalam berita" yang beredar waktu itu.
c. Latar Belakang terjadinya Tragedi Semanggi
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan
Sidang Istimewa untuk menentukan pemilu berikutnya dan membahas agenda-
agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali
karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya
dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk
menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-
orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga
menentang dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab
bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada
kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi, boleh dikatakan
kita diperlambat maju. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu
masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi
ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini
mendapat perhatian sangat besar dari dunia internasional terlebih lagi
nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat
diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mecegah mahasiswa
berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian
ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah
tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah
membuktikan bahwa perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka
sangat berani dan jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi
Indonesia baru.

5
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat
terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan
tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I
terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang
menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan
Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan
tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta
serta menyebabkan 217 korban luka-luka. Pada tanggal 11 November 1998,
mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan
Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi. Pada tanggal 12 November 1998
ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR
dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil
menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob
dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing
untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di
daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan
mahasiswa dievakuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman
Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia
meninggal dunia.
Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh politik
saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan
masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan
masyarakat dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa itu dianggap
sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. “Itulah yang harus
dibayar mahasiswa kalau berani melawan tentara”.
Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak
maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung
terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat
dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai
17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI),
Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta),
Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus

6
Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik,
Hadi.
Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan
berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai
Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat
keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang
anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban
mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan
benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar,
wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai
latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia
6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan
tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa. Kala itu adanya pendesakan
oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak
kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan
keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa
bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB.

2.2 Pelanggaran terjadinya Tragedi Semanggi


Hak yang dilanggar pada terjadinya Semanggi yaitu:
1. Hak untuk menyatakan pendapat di depan umum
2. Hak untuk menyebarkan berita oleh Pers
3. Hak untuk hidup
4. Hak untuk mendapat perlindungan hokum
5. Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dimata hukum

2.3 Waktu dan Tempat terjadinya Tragedi Semanggi


Tragedi Semanggi menunjuk kepada 2 kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya
warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada

7
tanggal 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang
menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi
Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya
seorang mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan
217 korban luka-luka.

2.4 Penyelesaian terjadinya Tragedi Semanggi


Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran
berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (kasus TSS) melalui
jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
( Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan, keputusan tersebut diambil
berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini. "Pilihan politik pemerintah saat ini
kan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Pemerintah maunya kan seperti itu. Untuk
penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ya menempuh jalur non-yudisial," ujar
Imdadun, seusai rapat koordinasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM
masa lalu dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat. Imdadun mengaku sulit
untuk memaksakan penyelesaian kasus TSS melalui jalur pengadilan HAM ad
hoc.
Selain karena pilihan politik pemerintah, selama ini pihak Kejaksaan Agung
juga tidak bisa bekerja sama dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas
HAM. "Kami memang mendorong jalur yudisialnya tapi kalau kemudian
Kejaksaan Agung-nya tidak kooperatif terus, apa yang bisa dilakukan oleh
Komnas HAM? Karena kalau penyelidik itu harus bekerja sama dengan
penyidik," kata dia. Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit
jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan
satu opsi. Komnas HAM akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait
konsep rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan
pemenuhan hak korban. "Bagaimana caranya (rekonsiliasi) masih akan kami
bicarakan.
Dalam hal ini Komnas menjaga agar prinsip-prinsip HAM dalam rekonsiliasi
itu terpenuhi," kata Imdadun. Secara terpisah, Menko Polhukam Wiranto
mengatakan, pemerintah menginginkan adanya bentuk penyelesaian kasus HAM

8
masa lalu tanpa menimbulkan masalah baru. "Bangsa ini sudah terlalu berat untuk
bersaing dengan bangsa lain terutama dalam situasi sekarang ini, jangan sampai
kita menambah masalah ini, untuk memberikan tekanan pada pihak pemerintah
dan bangsa indonesia yang sedang berjuang," ujar Wiranto.
Sebelumnya, hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan
II pada bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan
satu sama lain. KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa “…terdapat bukti-bukti
awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat
HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa,
perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana
dan sistematis serta meluas…”. Komnas HAM melalui KPP HAM TSS
merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah petinggi
TNI/POLRI pada masa itu. Namun, hingga saat ini pihak Kejaksaan Agung belum
pernah melakukan penyidikan untuk merespon hasil penyelidikan Komnas HAM.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan pada bab pembahasan dapat
disimpulkan bahwa Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia
mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan
membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa
bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf
Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka
juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan
pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Penyebab tragedi semanggi 1 dan 2
adalah protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
MPR, tidak adanya pengakuan pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan tidak
percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru disambut dengan adanya
penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di
jalan. Oknum yang terlibat tdk disebutkan dalam berita" yang beredar waktu itu.

3.2 Saran
Adapun saran tentang makalah ini adalah tentang penulisan perlu
diperhatikan sebelumnya. Untuk pembaca, harap diperbanyak lagi untuk sumber
yang mengkaji lebih mendalam tentang kasus Semanggi ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kontributor Maxnmore. 2019. Pengertian HAM: Macam-Macam, dan Pelanggaran

HAM di Indonesia. [online], URL: (https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/

pengertian-ham.html), Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019 Pukul 02.42 PM

WITA.

Aunurrohim, Mohamad. 2015. HAM di Indonesia. [online], URL: (https://www.

kompasiana.com/aunurrohim/552aa5f26ea834a97d552d03/ham-di-indonesia),
Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019 Pukul 02.59 PM WITA.

Zakky. 2018. 30 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia (Update 2019

Lengkap). [online], URL: (https://www.zonareferensi.com/contoh-kasus-

pelanggaran-ham-di-indonesia/), Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019 Pukul

03.00 PM WITA.

Kontributor Wikipedia. 2019. Tragedi Semanggi. [online], URL: (https://id.

wikipedia.org/wiki/Tragedi_Semanggi), Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019

Pukul 04.54 PM WITA.

Kristian, Erdanto. 2017. Pemerintahan putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan

Semanggi melalui jalur Rekonsiliasi. [online], URL: (), Diakses pada tanggal

5 Agustus 2019, Pukul 01.20 PM WITA.

11
Firdausi, FA. 2018. Tragedi Semanggi II dan Suramnya Kasus Pelanggaran HAM

Aparat. [online], URL: (), Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019, Pukul 01.30

PM WITA.

12

Anda mungkin juga menyukai