Anda di halaman 1dari 5

Contoh Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Pada Mata Pelajaran PPKN

Nama : Nabilah Fajrina


Kelas : XII IPS A

SMA NEGERI 02 KOTA BENGKULU


TAHUN AJARAN 2018/201
12 Mei 1998, Mencekamnya Tragedi Trisakti
Sudah dua puluh tahun sejak terjadinya peristiwa yang mencekam dan berdarah di
Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat pada tanggal 12 Mei tahun 1998. Peristiwa ini terjadi
saat mahasiswa melakukan demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto pada masa itu.
Hal ini dikatakan peristiwa yang mencekam bukan tanpa sebab, melainkan dikarenakan
tewasnya empat mahasiswa dalam penembakan terhadap peserta demonstrasi yang
melakukan aksi damai pada hari itu. Empat korban tersebut ialah Elang Mulia Lesmana, Hafidin
Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sedangkan, dokumentasi Kontras menuliskan
bahwa korban luka pada peristiwa ini mencapai 681 orang yang berasal dari berbagai
perguruan tinggi di Indonesia. Tragedi Trisakti inilah yang menjadi simbol dan juga penanda
perlawanan mahasiswa di Indonesia terhadap pemerintah pada masa Orde Baru. Setelah
tragedi inilah perlawanan mahasiswa dalam menuntut agar terjadinya reformasi semakin besar,
yang hingga akhirnya berhasil memaksa Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998.
Sehari setelah terjadinya tragedi Trisakti, pada tanggal 13 – 15 Mei 1998 sempat terjadi
kerusuhan yang bernuansa rasial. Namun, kerusuhan ini tidak menjadi penghalang para
mahasiswa untuk tetap bergerak maju dan menuntut perubahan bagi bangsa Indonesia. Hingga
kemudian pada tanggal 18 Mei 1998 para mahasiswa berhasil menguasai kompleks gedung
MPR/DPR, dan dalam beberapa hari kemudian juga berhasil untuk menjatuhkan pemerintahan
Presiden Soeharto yang telah memimpin selama 32 tahun.
Apa yang terjadi pada 12 Mei 1998 itu? Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti
merupakan rangkaian aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sejak awal 1998. Aksi
mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak Soeharto diangkat menjadi presiden untuk
ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998. Jika sebelum Sidang Umum
MPR pada 1-11 Mei 1998 aksi mahasiswa digelar di dalam kampus, saat sidang itu digelar
mahasiswa mulai bergerak ke luar kampus. Aksi di kampus Trisakti pada 12 Mei 1998 tercatat
sebagai salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar yang dilakukan di luar kampus.
Posisi kampus yang strategis, dekat dengan kompleks gedung DPR/MPR, menjadikan
Universitas Trisakti menjadi titik berkumpul mahasiswa dari berbagai kampus. Sekitar pukul
13.00 WIB, peserta aksi mulai keluar kampus dan tumpah ruah di Jalan S Parman. Barisan depan
terdiri dari para mahasiswi yang membagi-bagikan mawar kepada aparat kepolisian yang
mengadang ribuan peserta demonstrasi. Negosiasi pun dilakukan. Pimpinan mahasiswa,
alumni, Dekan Fakultas Hukum Trisakti Adi Andojo, dan Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol
(Inf) A Amril sepakat bahwa aksi damai hanya bisa dilakukan hingga depan Kantor Walikota
Jakarta Barat, sekitar 300 meter dari pintu utama Trisakti. Berdasarkan kesepakatan itu,
mahasiswa melanjutkan aksi dengan menggelar mimbar bebas menuntut agenda reformasi dan
Sidang Istimewa MPR. Aksi berjalan hingga pukul 17.00 WIB, tanpa ketegangan yang berarti.
Saat itu, sebagian peserta aksi juga mulai masuk ke dalam kampus.
Akan tetapi, justru saat 70 persen mahasiswa sudah masuk ke dalam kampus, terdengar
letusan senjata dari arah aparat keamanan. Sontak, massa aksi yang panik kemudian
berhamburan, berlarian ke dalam kampus. Ada juga yang melompati pagar jalan tol demi
keselamatan diri. Setelah itu, aparat keamanan bergerak dan mulai memukuli mahasiswa.
Perlawanan dilakukan, mahasiswa mulai melempar aparat keamanan dengan benda apa pun
dari dalam kampus.
Penembakan terhadap mahasiswa diketahui tidak hanya berasal dari aparat keamanan
yang berada di hadapan peserta demonstrasi. Dalam berbagai dokumentasi televisi, terlihat
juga tembakan yang dilakukan dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan. Aparat
keamanan tidak hanya menembak dengan menggunakan peluru karet. Pihak kampus pun
menemukan adanya tembakan yang terarah, dengan menggunakan peluru tajam.
Wakil Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman yang hadir di kampus Trisakti pun
menyatakan adanya serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani aksi massa. Mahasiswa
yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit terdekat,
terutama RS Sumber Waras. Suasana memilukan begitu terasa di Unit Gawat Darurat RS
Sumber Waras. Rasa cemas, sedih, takut, serta marah begitu terasa. Dalam jumpa pers yang
dilakukan, pihak kampus menyatakan ada enam korban tewas, yang beberapa hari kemudian
dipastikan ada empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban.
Berdasarkan kasus diatas dapat dikatakan bahwa kasus tragedi trisakti ini merupakan
pelanggaran hak warga negara, yang mana pada kasus ini terlihat jelas bahwa hal ini melanggar
hak warga negara dimata hukum, politik, serta hak asasi manusia juga termasuk didalamnya.
Pada tragedi trisakti ini jaminan hak asasi manusia yang telah dilanggar adalah jaminan hak
untuk hidup. Jaminan hak asasi tersebut tercantum pada UUD 1945 Pasal 28A. Sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Dalam pasal 28A tersebut jelas bahwa pasal
tersebut menjamin hak seseorang untuk hidup. Tetapi, dalam kasus Tragedi Trisakti 1998, para
anggota polisi dan militer/TNI yang terlibat dalam kasus itu telah merenggut hak hidup
mahasiswa Universitas Trisakti dengan cara menginjak, memukuli, dan menembak mahasiswa
secara brutal. Akibat dari peristiwa itu, 6 orang dinyatakan tewas dan 16 orang lainnya
mengalami luka parah.

Selain itu bukan hanya hak asasi manusia yang dilanggar melainkan juga hak warga
negara dalam bidang hukum dan bidang politik. Dalam bidang hukum, kasus tersebut
melanggar pasal 27 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Sedangkan pada faktanya kasus ini belum juga
terpecahkan siapa pelakunya, pemerintah yang juga termasuk dalam warga negara pun
menutup mata untuk mencari tau siapa pelakunya dan juga tidak berusaha melakukan
pemeriksaan mendalam terkait peristiwa yang terjadi untuk membela hak warga negara yang
sudah banyak terluka bahkan sampai meninggal dunia.
Dalam bidang politik, hak warga negara yang dilanggar adalah kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan seperti yang disebutkan dalam Pasal
28 : “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang”. Dalam hal ini terlihat bahwa penyerangan
yang dilakukan oleh aparat keamanan merupakan wujud dari tidak tercapainya hak warga
negara untuk menyampaikan pendapatnya. Aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa ini
awalnya berjalan dengan sangat tenang, bahkan para mahasiswa tidak melakukan hal hal
anarkis mereka hanya menyalurkan pendapat mereka mengenai kondisi pemerintahan pada
masa itu.
Kita tidak bisa membiarkan kasus-kasus seperti itu terjadi lagi dan lagi. Oleh karena itu,
untuk mencegahnya sebaiknya hak warga negara serta hak asasi manusia untuk hidup perlu
adanya peningkatan jaminan perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakkannya. Tanpa
adanya jaminan yang lebih menjamin, seperti penegakkan hukum, maka kasus-kasus tersebut
akan terus terjadi. Karena jika penegakkan hukum tidak dilakukan, khawatir nantinya akan
banyak orang yang tidak segan untuk melanggarnya. Penegakkan hukum untuk menjamin
perlindungan dan pemenuhan dari hak warga negara dan hak asasi manusia, dapat dilakukan
dengan memberatkan sanksi kepada pihak pihak yang melakukan pelanggaran. Dengan sanksi
yang berat, serta para penegak hukum yang tegas, jujur, dan adil, dapat meminimalisir kasus
pelanggaran di Indonesia. Kita sebagai warga negara yang baik, harus terus berupaya agar hak
warga negara beserta hak asasi manusianya untuk hidup terjamin perlindungan, pemenuhan,
pemajuan, dan penegakkannya. Karena jangan sampai hidup seseorang terbuang sia-sia hanya
karena masalah yang sebenarnya sepele dan tidak jelas penyebab awalnya.

Selain itu, alasan mengapa hak asasi manusia untuk hidup penting untuk dijamin
perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakkannya adalah karena jika tidak terjamin
akan menimbulkan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Alasan
lainnya adalah karena pemerintah yang berwenang dalam perlindungan, pemenuhan,
pemajuan, dan penegakkan hak asasi manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak
warga negara Indonesia untuk hidup. Jika pemerintah tidak menjaminnya, maka pemerintah
telah melanggar kewajibannya. Sehingga, penting bagi kita khususnya pemerintah yang
berwenang untuk menjamin perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakkan hak asasi
manusia. Kita juga mementingkan hak asasi manusia dikarenakan dalam kasus ini pelanggaran
hak warga negara untuk mendapatkan perlindungan ham dari negaranya Indonesia juga
terlanggar.

Maka dari itu ada beberapa solusi yang dapat mengatasi kasus Trisakti khususnya kasus
yang berkaitan tentang pelanggaran hak warga negara serta hak asasi manusia untuk hidup.
Pertama, pemerintah melalui Komnas HAM, harus menyelidiki dengan seksama tentang apa
yang terjadi pada saat itu, penyebab timbulnya masalah, dan siapa saja pelaku yang berperan
serta dalam masalah itu. Kedua, jika ternyata Komnas HAM dan pemerintah tidak sanggup
melakukan penegakan hak asasi manusia di Indonesia, maka kita harus meminta lembaga yang
lebih tinggi, yaitu PBB. Hal ini bertujuan untuk mengambil alih kasus ini sebelum kasus ini
kadaluarsa dan ditutup. Ketiga, menghargai hak-hak asasi dari warga negara Indonesia, dengan
mengusahakan secara maksimal agar hak kita untuk hidup dijunjung tinggi, begitu pula hak lain
seperti hak kita untuk memperoleh penghidupan yang layak, perekonomian yang baik,
kebebasan mengemukakan pendapat, perlakuan yang sama dihadapan hukum, dan lain
sebagainya. Keempat, pemerintah yang berwenang harus menegakkan/menegaskan hukum
yang berlaku yang berkaitan dengan jaminan hak warga negara dan juga hak asasi manusia di
Indonesia, serta memberikan sanksi yang berat dan tegas bagi pelaku pelanggaran hak warga
negara dan hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai