OLEH :
Kelas : XI IPA1
BAB I
Identias Novel
5 cm
GM 501 05.239
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun (seperti cetak,fotocopi, mikrofilm, VCD,CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin
tertulis dari penerbit.
ISBN 9797591514
381 Halaman
BAB II
SINOPSIS
Cerita berawal dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia-manusia
agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu” yang sudah kehabisan pokok bahasan di
saat-saat nongkrong sehingga akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa. Mereka adalah Arial,
Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Arial adalah sosok yang paling ganteng diantara mereka. Riani
pakai kacamata, cantik, cerdas, dan seorang N-ACH sejati. Zafran seorang penyair yang
selalu bimbang. Ian, badannya gendut subur, kepalanya botak plontos. Genta dianggap “the
leader”, dengan badan agak besar dengan rambut agak lurus berjambul.
Picture of You-nya The Cure terdengar lembut dari tape mobil Ian di sepanjang jalan
Diponegoro, Menteng. Lima orang di dalam mobil itu baru aja makan bubur ayam di Cikini.
Mereka sepakat, untuk entah keberapa kalinya, pergi ke rumah Arial. Halaman rumah Arial
luas dan asri. Semuanya teringat, tiga tahunan yang lalu ketika mereka baru berempat dan
belum jadi “Power Rangers”. Tiba-tiba, “Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemu dulu,”
Genta mengalirkan kalimat pendek. “Kita ketemu lagi tanggal 14 Agustus yah,” Genta
meyakinkan teman-temannya. “Pokoknya nanti gue bikin reminder untuk tanggal 14 Agustus
di handphone, tanggal 7 Agustus gue kasih tau planningnya aja lewat SMS, di mana kita akan
ketemuan,” lanjut Genta.
7 Agustus jam 09.00 pagi, Genta mengirim SMS kepada 4 temannya. Selamat pagi
semuanya gw kangeeeen bgt sm kalian semua, sumpah! Tgl 14 agt nanti qta ktm di stasiun
kereta api senen jam 2 siang. Trus kl ada acara dr 14 – 20 Agustus lo batilin dulu yaa.
Please... ini yg hrs dibw kl gak ada minjem ya. Kan ada wkt seminggu: Carrier. Bajuanget yg
bnyk.senter dan batere. Makanan dan snack buat 4 hari.... kacamata item.betadine,obat.sendal
sepatu.kl bs mulai hari ini olahraga kecil kecilan, apalagi buat Ian.gitu aja ya.sampai ktm
distasiun senen jam 2. Genta yg lg kangen.
14 Agustus. Satu lebih tiga puluh lima menit. Siang itu daerah Senen panas sekali. Di
stasiun Senen, Genta dengan bawaannya yang superbanyak, menikmati makan siang di salah
satu restoran Padang di situ. Tiba-tiba sosok Zafran terlihat oleh Genta dengan carriernya
yang gede, baju oranye menyala, celana pendek, dan kacamata eighties ala Erik Estrada di
film CHIPs-membuat Zafran terlihat nyentrik. Sosok Ian dan Riani penuh senyum berlari
kecil memasuki Restoran Padang. Arial datang dengan membawa adiknya, Dinda.
Pukul setengah tiga lebih, mereka berenam plus barang bawaan yang mirip
rombongan pecinta alam pun menuju ke kereta yang siap berangkat. Kereta ekonomi
MATARMAJA yang entah sudah berapa tahun melayani trayek Malang-Jakarta pulang pergi
ini tampak begitu tua dan kumuh, dengan kaca-kaca yang sudah pecah. Setelah membereskan
barang bawaan, mereka duduk berenam, berhadap-hadapan. Riani dan Dinda duduk
berhadapan di pojok dekat jendela. Genta di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, dan
Zafran di sebalh Arial berhadapan dengan Ian. Lima menit kemudian kereta pun mulai
bergerak meninggalkan Stasiun Senen. Kereta bergerak perlahan dengan sesekali
mengeluarkan angin dari sambungan gerbongnya.
Ian lalu lancar bercerita tentang jumpalitannya selama dua bulan. Ia yang pantang
menyerah, dua kali penolakan kuisionernya, menakjubkannnya Sukonto Legowo, Mas Fajar,
keriputnya tangan Papa-Mama, sidangnya, pokonya semua Ian ceritakan. Arial mulai
bercerita tentang Indy, wanita yang telah merebut hatinya, Indy yang tampangnya biasa aja
tapi enak dilihat dan nggak bikin bosen. Indy yang selalu mengisi hari-hari Arial selama ini.
Setengah malam telah lewat. Kereta tua yang tak kenal lelah itu mulai menyapa kota-
kota di Jawa Tengah, melaju cepat di atas tanah Jawa di malam hari. Jalan desa dan jalan
kota-kota tua yang damai dan sepi. Setengan tiga malam di Stasiun Lempuyangan,
Jogjakarta. Genta, Riani, Zafran, dan Dinda turun dari kereta, menginjakkan kaki di ubin
putih yang mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Mereka berjalan ke toilet
stasiun yang ada di antara para pedagan yang masih mencari rezeki di malam yang terasa lain
di hati mereka berempat.
Mereka berempat segera berjalan masuk ke kereta. Perlahan tapi pasti, kereta mulai
berjalan meninggalkan Stasiun Lempuyangan. Kereta mulai melaju cepat melewati hutan jati
antara Madiun dan Nganjuk. Keenam anak manusia ini pun sudah dari kantuknya, mulai
bercanda lagi di kereta. Pagi di luar sangat cerah seakan berdatangan menyambut rombongan
yang jauh dari rumah ini.
Pukul setengah tiga lebih mereka tiba di Stasiun Malang. Matahari sore yang sudah
enggan mengeluarkan panasnya datang menyambut. Sebelum meninggalkan kereta, sekali
lagi mereka pandangi kereta yang terdiam lelah setelah berlari seharian penuh; kereta yang
dalam diamnya telah banyak bercerita tentang beragam manusia. Di stasiun Malang,
rombongan pecinta alam itu menarik perhatian banyak orang. Rasa pegal-pegal belum hilang
benar dari badan mereka sehingga mereka putuskan untuk duduk sebentar di bangku stasiun
yang panjang-meluruskan kaki dan menghilangkan penat.
Matahari sore masih tersisa sedikit, menembus pepohonan di jalan desa kecil. Sore itu
di Tumpang banyak sekali kesibukan jip-jip menunggu pendaku yang mulai berdatangan
dengan berbagai macam tas carrier besar. Penampilan mereka mirip semua karena memang
mempunyai tujuan yang sama: MAHAMERU.
Mereka mulai melangkah, menyusuri jalan berbatu desa yang akhirnya berbelok ke
jalan setapak kecil menuju ke punggung Mahameru. Perjalanan berlanjut menembus-mendaki
pinggir hutan punggung Mahameru.Dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu
Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di
depan mereka.
Pukul 02.00 malam, dingin di atas tiga ribu meter. Rombongan itu berdiri di depan
tenda. Keenam anak manusia itu tertegun melihat Mahameru dalam gelap malam.
Rombongan mulai bergerak, berjalan melewati hutan cemara yang gelap. Puncak Mahameru
seperti sebuah gundukan pasir mahabesar dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana.
Jalur pendakian terlihat terang dipenuhi sinar bulan dan cahaya senter para pendaki mulai
mendaki Mahameru.
Matahari pagi tujuh belas Agustus pun terbit, sinar matahari yang hangat menyapa
badan dingin mereka. Keenam anak manusia itu seperti melayang saat menjejakkan kaki di
tanah tertinggi di Pulau Jawa. Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah
papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak
langit biru-sebiru-birunya-dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih berkumpul
melingkar di bawah mereka di mana-mana, asap putih tebal yang membubung di depan
mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulannya. Para pendaki tampak berbaris teratur di
puncak Mahameru. Di depan barisan tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi
sendiri dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.
Sepuluh tahun kemudian, Minggu pagi di secret garden. Keluarga besar itu berkumpul di
bungalow secret garden. Riani dan Dinda memejamkan matanya. Sekarang mereka menjadi
seorang ibu. Bungalow secret garden hari itu penuh dengan doa, mimpi, dan keyakinan tulus di
hati anak manusia. Semuanya saling pandang dan tersenyum hangat satu sama lain.
Bab III
Alur : Campuran ( karena dalam novel “Arial memang baru kena tipe
menceritakan masa lampau dan masa kini) beberapa minggu yang lalu.” (Hal
17)
“Semua teringat, tiga tahun yang
lalu ketika mereka baru berempat
dan belum jadi ‘power rangers’, Ian
adalah ranger terakhir yang masuk
kedalam dunia mereka” (hal 37)
“atau bagaimana kita dulu berjalan
kaki dari blok M sampai rumah
saudara kamu di Menteng sampai
nyasar nyasar.” (Hal 31)
Ian melanjutkan “inget gak ,kalo
kitabbegadang nonton bareng siaran
langsung Liga Champion atau Piala
Dunia, sebelumnya triak-triak main
PS.” (Hal 352)
“sepuluh tahun kemudian” (hal 368
)
LATAR
1. TEMPAT Jakarta
“...terdengar lembut dari tape mobil
Ian di sepanjang jalan Diponegoro,
Menteng.” (halaman 15)
“Lima orang di dalam mobil itu bru
aja makan bubur ayam di Cikini.”
Bogor
“Heh bengong, udah sampai Bogor
nih...,” (halaman 91)
“Bogor sore menunggu malam pun
menyambut mereka.” (halaman 91)
“Di antara keriuhan Bogor
menunggu malam dengan angkotnya
yang banyak....” (halaman 92)
Rumah Arial : Kamar Arial,
Secret Garden
“Halaman rumah Arial luas dan
asri.” (halaman 19)
“Lampu taman yang
kekuninganmembuat suasana Secret
Garden semakin merona dan
membuat pantulan yang indah di
mata mereka.” (halaman 33)
“Mereka duduk lesehan di beranda
bungalow bambu di Secret garden.”
(halaman 34)
SMA
“Setelah membeli lampu lima watt,
mobil Arial menuju ke mantan SMA
sakral mereka yang terletak di
bilangan Jalan Mahakam.”
(halaman 46)
“Mereka berjalan melalui kantin
depan dan lorong sekolah, melihat
sekeliling yang gelap, melihat bekas
kelas masing-masing dan menyapa
dalam gelap.” (halaman 47)
“Malam itu di sekolah, mereka
ngobrol lagi, ketawa-tawa lagi,
berfilosofi lagi,di bawah kuningnnya
cahaya seadanya di tempat yang
pernah mempertemukan mereka
melewati usia tujuh belas.” (halaman
52)
Stasiun kereta api Senen
“Siang itu daerah Senen panas
sekali. Di Stasiun Senen, Genta
dengan bawaaannya dengan super
banyak, menikmati makan siang di
salah satu restoran Padang di
situ.”(halaman 144)
“Zafran masih merasa di stasiun
Senen yang panas itu tiba-tiba turun
hujan salju-dingin dan sejuk.(hal
147)
Stasiun Lempuyungan,
Yogyakarta
“Genta, Riani, Zafran, dan Dinda
turun dari kereta, menginjakkan kaki
di ubin putih yang mulaikekuningan
di stasiun Lempuyan, yokyakarta
“.(hal 172)
“Perlahan tapi pasti, kereta mulai
berjalan meninggalkan Stasiun
Lempuyungan.(hal 176)
Cirebon
“Kereta berhanti di Stasiun
Cirebon” (halaman 160)
“Kereta berjalan perlahan
meninggalkan Cirebon.” (halaman
163)
Stasiun kereta Madiun
“Pukul 06.30 Satasiun kereta
Madiun.”(hal 178)
“Di Madiun.”Arial menjawab
pertanyaan Riani.(hal178)
Stasiun Malang
“Pukul setengah tiga lebih mereka
tiba di Stasiun Malang.”(hal 193)
“Di Stasiun Malang, rombongan
pecinta alam itu menarik perhatian
banyak orang.”(hal 193)
Tumpang
“Angin sore di Tumpang menerpa
wajah para penumpangnya.”(hal
206)
Ranu Pane
“Mereka menjejakkan kaki di tanah
Ranu Pane.” (halaman 217)
“Ranu Pane malam itu tampak
Ramai, jip-jip yang menurunkan
pendaki tampak nerdatangan.”
(halaman 217)
Ranu Kumbolo
“...Itu...Ranu...Kumbolo...Surganya
Mahameru.” ( hal 255)
“Tadi di bawah Ranu Pane sekarang
Ranu Kumbolo...”(ha 255)
“Genta menggelar sebuah terpal
tebal dari tendanya, mereka semua
duduk lesehan di pinggir Ranu
Kumbolo.”(hal 255)
“..., kita sekarang ada di Ranu
Kumbolo, lagi makan siang,”(hal
256)
“Tapi Ian cuek, dia tetap menari,
membuat cipratan-cipratan kecil di
pinggiran Ranu Kumbolo.”(hal 257)
Puncak Mahameru
“Pengibaran Sang Saka Merah
Putih di puncak Mahameru.”(hal
344)
” masih dengan bergandengan
mereka berputar-putar di puncak
Mahameru” ( hal 342)
3. SUASANA Menyenangkan
“Membuat Riani dan Dinda merasa
senang sekali malam itu” (hal 306)
Menegangkan
“wajah arial sangat ketakutan” (hal
336)
“Genta panik melihat banyaknya
batu yang datang, bayang-bayang
temannya tampak menghindar
kesana kemari.”(hal 334)
“Suara-suara yang sangat ia kenal
seperti berteriak kesakitan.”(hal
335)
“Genta kembali menangis,
mengingat perjuangan Ian untuk
wisuda, bayangan keluarga Ian
melintas di benaknya.”(hal 338)
Mengharukan
“ bibirnya terkatup rapat mencoba
menahan haru” (hal 345)
“hampir semua pendaki disitu tidak
dapat menahan haru”(hal347)
“Dadanya berguncang keras, air
matanyanya menetas perlahan
seirama dengan tarikan tangannya
di tali tiang berdera.”(hal 345)
TOKOH PENOKOHAN
ARIAL
TENANG “ ... Ia kembanggaan tongkrongan karena
Cuma dia yang bisa tenang “ (hal. 7)
Asik “ orang yang biasa aja tapi asik, kalo
ketawa paling keras, makanya kalau ada dia
jadi ramai “ (hal. 8)
Apa adannya “ semua tulisan yang arial baca,dimana
pun, pasti arial turuti apa adannya.” ( hal.
92)
RIANI Karismatik “ dia punya semacam karisma yang bisa
bikin orang menengok .” (hal.8)
“Hmm, ia selalu tersenyum sama siapa
Ramah saja, selalu akbar sama siapa saja, dari bos
sampai cleaning service…” (hal.82)
SUDUT PANDANG :
Orang ketiga serba tahu “ Batin riani pun angkat bicara, Genta....
Genta.... Genta emang yang paling Riani
buat Riani....”(hal.8)
2. Hiperbola
3. Asosiasi
AMANAT :
NILAI MORAL :
Niali moral yang terdapat dalam novel “Genta langung memcuci luka di kening Ian
tersebut adalah kesetiakawanan,perjuangan , memberi bethadine dan membungkusnya
tanpa mengenal lelah,peduli terhadap dengan perban” (hal 304)
sesama ,bergotongroyong alam menghaapi
permasalahan, tidak muah putus asa alam “ kita akan menganggapnya sebagai suatu
menghadapi baik cobaan maupun pelajaran yang amat berharga yang tuhan
permasalahan, dan tidak menegenal balas berikan kepada kita “(hal.265)
budi(pamrih),rasa bertanggung jawab
terhadap orang lain . “jadi apapun itu cobaan, kekalahan,
kegagalan tidak akan menjadi suatu hal
yang buruk, tergantung bagaimana kita
bersikap, dan menyikapinya “(hal 256)
“Arial memakai jaket ian. Tambah lagi nih,
zafran melepas sweter rajutanya,”jangan
ple badan lo kan kurus “ masih ada enam
lapis lagi “ ( hal.331)
NILAI SOSIAL :
Mudah mengenal atau mudah beradaptasi “salah satu pendaki tersenyum menegur
terhadap orang yang baru dikenal ,saling genta ‘baru sampai Mas?’ oiya mas jawab
tolong menolong ,memiliki rasa iba Genta.”(hal. 306)
“sorang pendaki wanita yang sedang
merebus air tiba-tiba berdiri dan tersenyum
ramah kepada Riani dan Dinda
baru sampai kak?
Iya, jawab riani dan Dinda pendek.”
(hal.306)
NIALI AGAMA :
Selalu mengingat tuhan, mempercayai “Tuhan kan sayang banget sama kita, dia
kehendak tuhan berserah diri kepada tuhan akan terus memberiakan hikamh-
. hikamahnya paa manusia setiap
harinya.”(269)
KELEBIHAN NOVEL :
Kelebihan buku ini adalah ceritanya yang menarik, menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti, dan alur cerita yang tidak membosankan sehingga pembaca ingin
membaca buku ini hingga halaman terakhir. Pesan moral yang disampaikan pun
sangat baik sehingga memotivasi pembaca agar bisa mengejar impian mereka dan
membuat jadi nyata.
Buku “5cm” karya Dony Dhirgantoro dengan sampul hitam legam. Di sampul
depannya ada beberapa tulisan yang fontnya juga hitam dan di bagian tengah sampul
depannya ada juga tulisan “5cm” dengan font yang agak besar berwarna putih. justru
yang tampilannya sok misterius kayak gini ini biasanya isinya ga jelas tetapi setelah
saya baca ternyata, Buku 5cm mempunyai karakter yang cukup kuat, penuh dialog-
dialog yang filosofis, dan berisi kisah-kisah yang inspirasional, dan novel ini
sebenarnya cukup bagus, idenya menarik, tentang persahabatan. Penulisnya sendiri
sepertinya punya pengetahuan yang luas tentang lirik lagu, film, artis-artis
Hollywood, sampe ke filsafat-filasafat Yunani kuno, dan orang terkenal lainnya
(Plato, Socrates, Einstein dll), dunia kerja, politik (walaupun sedikit), dan juga
humanisme.
Kehebatan penulis terlihat sekali saat menggambarkan dengan detail perjalanan dari
Jakarta (stasiun Senen) sampai ke atas puncak Mahameru. Pembaca bagaikan berada
di sana, merasakan dinginnya Ranu Pane, indahnya Ranu Kumbolo, mistisnya
Kalimati, dan menakjubkannya puncak Mahameru.
Dalam novel ini sangat banyak memuat hal yang berkaitan dengan jiwa para
generasi muda, filosofi, idealisme, dan terutama musik yang intensitasnya sangat
sering disebut disertai dengan lirik-lirik lagunya. Nuansa jiwa muda sangat kentara di
5 cm, semangat dan tekad yang selalu membara mengiringi setiap langkah kumpulan
sahabat dalam novel ini. Sekelompok manusia yang tidak hanya hidup berfoya-foya
tetapi meresapi makna kehidupan yang mereka jalani. Sebuah novel yang dapat
menambah motivasi dan kepercayaan diri untuk bias meraih impian dengan bekal
semangat dan tidak kenal lelah.
Bagi pemuda, 5 cm sangat mudah dipahami dari segi bahasanya karena menggunakan
bahasa-bahasa familiar kaum muda.
KEKURANGAN NOVEL :
Cerita akhir novel ini terasa begitu dipaksakan dengan pembentukan keluarga antara
sahabat-sahabat tersebut ditambah dengan keturunan mereka yang begitu sama mewarisi
sifat-sifat orangtuanya dan semuanya sebaya, seumuran. Bagi saya, akhir cerita di novel ini
terlalu naif. Sekelompok sahabat itu masih saja mempunyai “ruh” kaum muda meski sudah
memiki keturunan dan hal tersebut terasa juga pada anak-anak yang masih TK tetapi
“jiwa”nya berjiwa kaum muda dewasa. Kedua hal tersebut membuat pembaca sulit
membedakan mana yang menjadi anak dan mana yang menjadi bapak, mana yang pemuda
dan mana pula yang anak-anak.
Bahasa yang begitu kental dengan dunia musik menjadikan sebagian pembaca yang hanya
biasa saja mengerti musik akan sulit memahami tokoh dalam novel. Sepertinya penulis ingin
mennunjukkan dirinya daripada tokoh karyanya seperti yang disebut dalam novel tersebut
yang mengatakan bahwa sang tokoh percaya “lupus sebenarnya tidak suka makan permen
karet tetapi yang suka adalah Hilman sang pengarang. Begitu pula 5 cm bahwa geng anak
muda itu sebenarnya tidak suka musik tetapi Donny Dhirgantoro lah yang sangat maniak
musik.
BAB V
KESIMPULAN
Setelah saya membaca novel ini, saya dapat membuat kesimpulan bahwa buku ini
sangat patut dibaca oleh semua kalangan , remaja, dewasa . Karena buku ini banyak
menceritaka tentang pengalaman pengalaman hidup yang mungkin masih ada
diantara kita yang belum tahu atau mengerti tentang arti persahabatan yang
sesungguhnya ,dan juga cara menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya. Banyak
motivasi hidup yang diajarkan untuk menggapai cita-cita , ataupun impian kita yang
sebenarnya .
IDENTITAS PENGARANG
Donny Dhirgantoro lahir di Jakarta 27 Oktober 1978. Sulung dari empat bersaudara
ini menghabiskan seluruh waktu kecilnya hingga besar di Jakarta. Menyelesaikan
masa-masa putih abu-abu di SMU 6 Jakarta, sekolah yang sampai saat ini masih
dibanggakan karena kenangan-kenangan yang menyenangkan dan tak terlupakan.
Kegemaran menulis dan membaca sudah ada semenjak mulai bisa menulis dan
membaca, konon hal ini akibat sang Papa meletakkan banyak buku disekitar ari-ari
putra sulungnya.
Selepas SMU, ia melanjutkan studi di STIE Perbanas Jakarta dan ikut aktif dalam
segala kegiatan kampus. Pengalaman gagal mendapatkan beasiswa pada salah satu
kegiatan pelatihan kampus tidak membuatnya putus asa, tetapi pada tahun berikutnya
justru mengantarnya menjadi ketua penyelenggaranya.Bersama teman-teman lain, ia
berhasil mendapatkan beasiswa dari kampus. Saat-saat terbaik sebagai mahasiswa
adalah ketika bergabung dalam barisan menegakkan reformasi tahun 1998, yang
membuatnya bangga menjadi bagian dari bangsa yang besar ini.