Anda di halaman 1dari 7

Lidah adalah organ pengecap, pada lidah terdapat reseptor untuk rasa.

Reseptor ini peka terhadap


stimulus dari zat-zat kimia, sehingga disebut kemoreseptor. Reseptor tersebut adalah kuncup-kuncup
pengecap (taste buds).
Pengecapan merupakan fungsi utama dari taste buds, tetapi indera penghidu pun sangat berperan
dalam persepsi pengecapan. Indera pengecapan memungkinkan kita merasakan tekstur makanan
lembut atau kasar, zat-zat yang terkandung dalam makanan, serta rasa makanan itu sendiri. Makna
pentingnya adalah bahwa pengecapan memungkinkan manusia memilih makanan sesuai
keinginannya.
Sensasi pengecapan terjadi karena rangsangan terhadap berbagai reseptor pengecapan, ada sedikitnya
13 reseptor kimia yang ada pada sel-sel pengecapan, antara lain:
2 reseptor natrium,2 reseptor kalium, 1 reseptor klorida,1 resptor adenosine,1 reseptor inosin, 1
reseptor manis, 1 reseptor pahit,1 reseptor glutamate, dan 1 reseptor ion hydrogen.
Kuncup-kuncup pengecap ini ada yang tersebar dan ada pula yang berkelompok dalam tonjolan-
tonjolan epitel yang disebut papila. Terdapat empat macam papila lidah:
1. Papila foliate, pada pangkal lidah bagian lateral,
2. Papila fungiformis, pada bagian anterior.
3. Papila sirkumfalata, melintang pada pangkal lidah.

Ketiga papila di atas mengandung kuncup pengecap, dan


Papila Filiformis, terdapat pada bagian posterior. Pada foliate tidak terdapat kuncup-kuncup
pengecap.
Kemampuan reseptor tersebut dikumpulkan menjadi 5 kategori umum : asam, asin, manis, pahit dan
umami disebut sensasi pengecapan utama.

Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh asam, yakni konsentrasi ion hidrogen, dan intensitas sensasi asam ini
hampir sebanding dengan logaritma konsentrasi ion hidrogen. Artinya, semakin asam suatu makanan,
semakin kuat pula sensasi asam yang terbentuk.
Rasa asin
Rasa asin dihasilkan dan garam yang terionisasi, terutama karena konsentrasi ion natrium. Kualitas
rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang
lain, karena beberapa garam juga menghasilkan sensasi rasa selain rasa asin. Kation garam, khususnya
kation natrium, terutama berperan membentuk rasa asin, tetapi anion juga ikut
berperan walaupun lebih kecil.
Rasa manis
Rasa manis tidak dibentuk oleh satu golongan zat kimia saja. Beberapa tipe zat kimia yang
menyebabkan rasa ini mencakup gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam
amino, beberapa protein kecil, asam sulfonat, asam halogenasi, dan garam-garam anorganik dari
timah dan berilium. Perhatikan bahwa kebanyakan zat yang membentuk
rasa manis adalah zat kimia organik.
Rasa pahit
Rasa pahit, seperti rasa manis, tidak dibentuk hanya oleh satu tipe agen kimia. Di sini sekali lagi, zat
yang memberikan rasa pahit hampir seluruhnya merupakan zat organik. Dua golongan zat tertentu
yang cenderung menimbulkanrasa pahit adalah: (1) zat organik rantai panjang yang mengandung
nitrogen, dan (2) alkaloid. Alkaloid meliputi banyak obat yang digunakan dalam obat-obatan, seperti
kuinin, kafein, striknin, dan nikotin.
Rasa Umami
Rasa Umami(bhs.Jepang), artinya lezat, untuk menyatakan rasa kecap yang menyenangkan secara
kualitatif. Rasa ini dominant ditemukan pada L-glutamat ( trdpt pada ekstrak daging dan keju).
MEKANISME PENGECAPAN
Membransel-sel pengecap, seperti kebanyakan sel-sel reseptor sensorik lainnya, mempunyai
muatan negatif di bagian dalam yang berlawanan dengan bagianluar. Pemberian zat pengecap pada
rambut-rambut pengecap akan menyebabkan hilangnya sebagian potensial negatif
sehingga sel pengecap mengalami depolarisasi. Mekanisme reaksi untuk memulai potensial reseptor
di sebagian besar zat yang terangsang oleh vili pengecap adalah
dengan pengikatan zat kimia kecap pada molekul reseptor protein yang dekat atau menonjol melalui
membran vilus. Hal ini kemudian akan membuka lcanal ion, sehingga ion natrium
yang memiliki muatan positif masuk dan mendepolarisasi kenegatifan normal di dalam sel.
Masuknya ion NA+ ini memacu dihasilkannya neurotransmitter. Neurotransmitter akan menginisiasi
timbulnya potensial aksi pada ujung-ujung sel saraf yang saling berhubungan melalui celah sinapsis di
nervus facial (VII) dan nervus glossopharyngeal (IX). Impuls dari daerah lain selain lidah berjalan
melalui nervus vagus (X) (pada pharynx dan epiglottis). Impuls pengecap dari dua pertiga anterior
lidah mula-mula
akan diteruskan ke nervus lingualis, kemudian melalui korda timpani menuju nervus fasialis, dan
akhirnya ke traktus solitarius di batang otak. Sensasi pengecap dari papila sirkumvalata di bagian
belakang lidah dan dari daerah posterior rongga mulut dan tenggorokan lainnya, akan ditransmisikan
melalui nervus glossofaringeus juga ke traktus solitarius, tetapi pada tempat yang sedikit lebih
posterior. Akhirnya, beberapa sinyal pengecap dari dasar lidah dan bagian-bagian lain di daerah
faring, akan dihantarkan ke traktus solitarius melalui nervus vagus.
Semua serat pengecapan bersinaps di batang otak bagian
posterior dalam nukleus traktus solitarius. Nukleus ini mengirimkan neuron orde-kedua ke daerah
kecil di nukleus medial posterior ventral talamus, yang terletak sedikit ke medial Dari talamus, neuron
orde ketiga dihantarkan ke ujung bawah girus postsentralis pada korteks serebri parietalis, tempat
neuron ini melipat ke dalam fisura sylvii, dan ke dalam daerah operkular-insular. Daerah ini terletak
sedikit ke lateral, ventral, dan rostral dari daerah untuk sinyal taktil lidah di area somatik serebri I.
Dari penjelasan mengenai jaras pengecap ini, dapat terlihat jaras ini mengikuti dengan ketat jaras
somatosensorik dari lidah.

 Refleks pengecapan

Traktus solitaries  batang otak  nucleus salivatorius inferior & superior  glandula
submandibularis, sublingualis, parotis untuk membantu mengendalikan sekresi saliva selama proses
menelan dan pencernaan makanan.
Saliva
Saliva merupakan gabungan dari berbagai cairan dan komponen yang diekskresikan ke
dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor (parotid,
submandibular, dan sublingual) serta sejumlah kelenjar saliva minor, dan cairan dari eksudat
ginggiva.

Berikut adalah fungsi-fungsi saliva

1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.


2. Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan dan mengecap
rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sisa sel dan bakteri, sehingga dapat
mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.
4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat menekan naik
turunnya derajat keasaman (pH)

Mekanisme salivasi

Mekanisme Sekresi Saliva Saliva disekresi sekitar 1 sampai 1,5 liter setiap hari tergantung pada
tingkat perangsangan. Kecepatan aliran saliva bervariasi dari 0,1-4,0 ml/menit. Pada kecepatan 0,5
ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis dan kelenjar submandibularis; sisanya
disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor. Sekresi saliva yang bersifat spontan dan
kontinyu disebabkan oleh stimulasi konstan saraf parasimpatis dan berfungsi menjaga agar mulut
serta tenggorokan tetap basah setiap waktu. Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi
saliva dapat ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda, yaitu:

1) Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor
di dalam rongga mulut merespons adanya makanan. Saat diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut
memulai impuls di serabut saraf afferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula spinalis.
Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk
meningkatkan sekresi saliva. Gerakan gigi juga mendorong sekresi saliva walaupun tidak terdapat
makanan karena adanya manipulasi terhadap baroreseptor yang terdapat di mulut.

2) Refleks saliva didapat, atau terkondisi. Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva dihasilkan tanpa
rangsangan oral. Hanya dengan berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang
lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini.

Hubungan mekanisme pengecapan dengan sekresi saliva


Daftar pustaka
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC,

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn C. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK PARAMEDIS. PT Gramedia, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai