PRODI : MANAJEMEN
NM : 031073229
DISKUSI 7 BIN
SUNGAI
Perwajahan :
Judul : Sungai
Penulis : Nugroho Notosusanto
Nama penerbit : Kumpulan Cerpen Rasa Sayange, 1998
Jumlah halaman : 4 halaman
Jenis huruf : Time New Roman
Pembukaan :
Sipnosis :
Cerpen ini mengisahkan peristiwa yang terjadi pada saat tanah air tercinta ini (Indonesia) dalam
penguasaan penjajah Belanda, pada tahun 1948. Tentara Belanda telah menduduki Yogya,
persetujuan gencatan senjata telah dilanggar, dan Republik tidak merasa terikat lagi oleh perjanjian
yang sudah ada.
Adalah Sersan Kasim, Kepala Regu 3, Peleton 2 dari kompi TNI terakhir yang akan kembali ke daerah
operasinya di Jawa Barat. Bersama para tentara lainnya, mereka berjalan dalam jarak Yogya-
Priyangan. Mereka berjalan kaki, menempuh jarak lebih dari 300 kilometer, turun lembah, naik
gunung, menyeberangi sungai kecil dan besar. Akhirnya mereka tiba kembali di tepian Sungai
Serayu. Angin pegunungan dari seberang lembah, ditambah lagi air hujan yang mengguyur,
membuat mereka menggigil kedinginan. Dengan cermat Sersan Kasim kembali memperbaiki letak
selimut berlapis dua yang menyelimuti Acep, seorang bayi mungil, anaknya. Ibunya meninggal sehari
setelah melahirkannya dalam pengungsian di Yogya. Ya, dalam perjalanan sejauh itu Sersan Kasim
membawa serta anaknya, karena ia tak mau menitipkan pada penduduk yang asing baginya.
Dari mulut ke mulut, ada pesan dari depan, agar para kepala regu kumpul. Sersan Kasim dan kepala
regu lainnya ke depan, Komandan Peleton sudah menanti di depan Regu 1. Mereka menerima
instruksi tentang penyeberangan. Melalui intelligence, terdengar kabar bahwa musuh menjaga
tepian sana dengan kekuatan satu kompi. Karena pengawasan ketat, mereka memutuskan untuk
menyeberangi sungai lebih ke hilir, walaupun kemungkinan ketinggian air sungai mencapai dada.
Setelah para ketua regu menuju ke anak buahnya masing-masing, Sersan Kasim merasa pandangan
komandan mengisyaratkan kalau bayinya dapat membahayakan lebih dari seratus prajurit,
sebagaimana telah terjadi sebelumnya. Tangisan satu bayi yang kemudian menular pada anak kecil
lainnya saat dalam perjalanan, membuat musuh tahu, bahwa sedang ada perjalanan tentara
Republik dan para keluarganya. 16 prajurit dan 10 keluarganya terkena serangan mendadak musuh,
hanya karena diawali tangis seorang bayi. Bagi Sersan Kasim tak ada pilihan lain kecuali tetap
membawa bayinya.
Mereka mulai menyeberangi sungai. Semakin ke tengah semakin dalam, mencapai perut, kemudian
hampir ke dada. Mereka semakin kedinginan, terlebih Sersan Kasim. Bukan saja karena hujan dan
basah oleh air sungai, tapi karena Acep mulai gelisah dan meronta dalam gendongannya. Tangisnya
pun akhirnya memecah kesunyian. Para prajurit berdegup jantungnya, menahan nafas, saling
memandang dan terpaku di tempatnya. Di hulu sungai sebuah peluru kembang api ditembakkan ke
udara. Langit jadi terang benderang. Seluruh kompi memandangnya; bergantung kepadanya. Nasib
seluruh kompi tertimpa pada bahunya.
Tak ada yang tahu pasti, apa yang terjadi dalam beberapa menit kemudian, yang terasa seperti
berjam-jam. Juga Sersan Kasim, tak sadar. Yang ia tahu anaknya menangis, dan setiap saat musuh
dapat menumpasnya dengan menembakkan peluru dan mortir.
Sejurus kemudian suara Acep meredup. Sesaat lagi lenyap sama sekali. Tembakan berhenti dan
pasukan dapat tiba di seberang dengan selamat.
Keesokan harinya, saat fajar merekah para prajurit menunda perjalanannya untuk berbela sungkawa
dalam upacara singkat pemakaman Acep. Komandan Kompi menghampiri Kasim, menggenggam
tangannya. Dalam angannya terbayang pengorbanan Nabi Ibrahim yang siap mengorbnkan
putranya, Ismail.
Pembahasan :
Analisis :
Analisis Struktural Cerpen “Sungai” Karya Nugroho Notosusanto
Berikut akan diuraikan analisis struktural cerpen “Sungai” dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur instrinsik cerpen yang dimaksud.
Unsur-unsur intrinsik :
1. Tema
Tema yang diangkat dalam cerpen “Sungai” adalah tentang kasih sayang seorang suami
kepada istrinya, kasih sayang bapak kepada anaknya, dan pengorbanan dari apa yang sangat
dikasihinya, untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mulia. Dalam rangkaian ceritanya, penulis
hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa pada saat-saat tertentu dalam kondisi yang
sangat mendesak/darurat, dituntut dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk siap
berkorban.
2. Setting
1) Setting Tempat
a. Sungai
Dari judulnya, cerpen tersebut menggambarkan bahwa kisaran tempat adalah di sungai,
tepatnya Sungai Serayu, di kaki pegunungan daerah Banjarnegara. Cerpen ini diawali dengan
istilah menyeberangi sungai, dan pada klimaks cerita, peristiwa itu terjadi di sungai, dalam
perjalanan Yogya-Priangan.
b. Jawa Barat
Jawa Barat adalah daerah operasi tempat Sersan Kasim bertugas. Daerah yang
ditinggalkannya karena Sersan Kasim beserta beberapa kompi prajurit harus meninggalkannya
untuk hijrah ke Yogya, kota yang diduduki Belanda seiring dengan pelanggaran persetujuan
gencatan senjata.
c. Yogya
Yogya adalah tempat tujuan hijrah TNI, dan tempat Acep, anak Sersan Kasim dilahirkan,
sekaligus tempat istri Sersan Kasim meninggal sehari setelah Acep dilahirkan dengan sisa
tenaganya.
d. Di pinggir desa
2) Setting Waktu
Malam yang gulita dan hujan di mana pada saat itu para prajurit melakukan perjalanan
menuju ke Priangan, Jawa Barat. Perjalanan dilakukan dengan jalan kaki, dan dilakukan malam
agar tidak diketahui oleh musuh.
Tepatnya pada bulan Februari 1948, ketika Sersan Kasim dan kompi lainnya sera para
keluarganya juga menyeberangi sungai yang sama. Pada saat itu istri Sersan Kasim memaksa
untuk menyertai suaminya, walau dalam kondisi hamil.
Hari mulai siang, kompi segera melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Dalam cerpen
dituliskan, “matahari telah naik, menghalau kabut kemana-mana, memanasi bumi yang
lembab oleh hujan semalam.” Penulis menafsirkan bahwa keputusan terberat yang diambil
Sersan Kasim dan menyelamatkan banyak nyawa menjadi sebuah pengorbanan yang mulia,
sebagaimana Nabi Ibrahim, yang siap mengorbankan anak tercintanya untuk memenuhi ujian
akan kecintaannya kepada Alloh SWT. Kini para prajurit itu telah selamat, dan ada harapan
baru dengan semangat yang baru, dengan tetap melanjutkan perjuangan.
3) Setting Peristiwa
Cerpen “Sungai” mengisahkan peristiwa pada masa “perang”. Meskipun sudah tiga tahun
Indonesia merdeka, namun Belanda masih bercokol di Indonesia dan masih ingin menguasai
kembali.
Cerpen “Sungai” menampilkan tokoh inti atau tokoh utama, yaitu Sersan Kasim yang
memiliki watak penyayang; nampak betapa ia menyayangi istrinya yang baru setengah tahun
dinikahinya. Selain itu Begitu sayangnya ia kepada Acep anaknya, makanya ia bersikeras untuk
tetap membawa Acep dalam perjalanan yang sulit dan penuh tantangan dari pada
menitipkannya pada orang asing, khawatir akan keselamatan dalam pengasuhannya. Hanya
bapaknyalah keluarga yang dimilikinya, tanpa tahu ibunya, Sersan Kasim ingin tetap bersama
dan mengasuh dalam buaian dan kasih sayangnya. Bertanggung jawab; sebagai seorang
pimpinan regu, ia bertanggung jawab atas keselamatan anak buahnya. Bahkan iapun
mempertaruhkan harapan idam-idamannya, biji matanya, anak kesayangannya untuk menjadi
jaminan atas keselamatan anak buahnya sera anggota kompi yang lainnya.
4 Plot/Alur Cerita
Cerpen “Sungai’ yang terdiri dari 31 paragraf merupakan tahapan-tahapan yang membentuk
rangkaian cerita. Tahapan-tahapan tersebut menurut Loban dkk. (dalam Aminudin, 2004:85)
dapat digambarkan sebagai berikut.
Titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang
dipaparkannya. Titik pandang dalam cerpen “Sungai”, adalah narrator observer, sebab
pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku . pengarang
menyebut pelakunya dengan ia, dia, dan nama-nama lain.
6 Gaya (Style)
Selain pilihan kata dalam penataan yang istimewa, terdapat variasi panjang pendek
kalimatnya. Misalnya ada kalimat yang hanya terdiri atas dua kata, seperti pada kalimat Acep
menangis. Terdapat juga kalimat yang hanya terdiri atas komplemen, seperti Melolong-lolong.
Serta terdapat kalimat yang panjang, misalnya pada paragraf di bawah ini.
Sunyi turun kembali ke bumi, berat menekan di dada sekian puluh lelaki yang jantungnya
berdegup seperti bedug ditabuh bertalu-talu. Kembang api di langit mulai mati,, dan kelam
mulai menyelimuti kembali suasana di lembah sungai itu. Kini tang terdengar hanya derau air
yang tak putus-putusnya ditingkah oleh kwek-kwek-kwek katak di tepian.
Dengan kata lain, beberapa paragraf banyak mengandung unsur-unsur gaya bahasa atau
figurative language seperti repetisi, metonimi, dan hiperbola.
Setelah dilakukan analisis , dapat digali nilai-nilai yang hendak disampaikan penulis melalui
karyanya, antara lain sebagai berikut.
1 Kasih sayang
Sebagaimana dalam cerpen tersebut, yang ditokohkan oleh Sersan Kasim. Kasing sayang
pada istrinya tergambar bagaimana akhirnya ia mengijinkan istrinya yang memaksa ikut, walau
sedang hamil. Juga kepada anaknya. Ia ingin selalu merawatnya, mendampinginya, memberi
kehangatan kasih sayang padanya.
2 Tanggung jawab dan amanah
Sebagai pemimpin, ia harus menjaga keselamatan anak buahnya. Meski dalam kondisi
tersulit ia dituntut untuk selalu mengambil keputusan yang tepat dan bijak. Ia tetap bisa
memimpin walau dengan menggendong bayinya.
3 Pengorbanan
Dalam menjalankan amanahnya, apapun akan dilakukan. Untuk menjaga keselamatan anak
buahnya, ia berusaha “mendiamkan “ bayinya yang menangis, agar pernyeberangan mereka
tidak diketahui musuh. Ia lakukan hal yang terberat dalam hidupnya, ketika anak satu-satunya,
warisan dari istri tercinta, pelipur laranya, akhirnya dikorbankan sebagai tanggung jawabnya
sebagai pimpinan. Tidak dijelaskan dengan pasti, apa yang dilakukan Sersan Kasim untuk
mendiamkan bayinya. Yang jelas Komandan Peleton teringat akan Nabi Ibrahim yang siap
mengorbankan buah hatinya, Ismail untuk sesuatu yang mulia, sebagai bukti kecintaannya
pada Alloh SWT.
. Unsur-unsur Ekstrinsik :
Pengarang cerita tersebut merupakan seorang yang berkarir di bidang militer dan pendidikan. Selain
itu juga, dia juga terkenal sebagai sastrawan. Cerita ini juga didasarkan tentang perjuangan seorang
tentara yang rela berkorban dan tidak pernah mengeluh meskipun dalam rintangan yang sulit, dan
juga ceritanya tidak jauh berbeda dari kenyataan yang ada dalam kehidupan.
Sebagian masyarakat masih ada yang memiliki keadaan sama seperti yang diceritakan pada cerpen
tersebut. Maka, cerpen ini mengangkat cerita tentang gambaran kehidupan yang mereka alami.
Kelemahan :
“Cerpen ini memiliki alur flash back. Dimulai dari Sersan Kasim sebagai kepala regu 3, pleton 2 akan
menyebrangi sungai. Lalu masuk ke pengenalan Sersan Kasim. Setengah tahun menikah, isteri hamil.
Acep dilahirkan dan Aminah sang isteri meninggal. Berlanjut ke pengawasan Belanda dengan
komandan, menyebrangi sungai dalam deras hujan dan Acep menangis dan berakhir pada
penguburan Acep di sebuah desa.
Cerpen berjudul sungai juga penggunakan penokahan Dia-an pada zaman penjajahan Belanda dan
mengangkat tema kecintaan seorang Ayah kepada Anaknya. Mengenai latar atau setting juga
digambarkan dengan sangat jelas. Yakni, tempat: Sungai Serayu; dan waktu: Malam gelap gulita saat
hujan deras dan air sungai tetap mengalir.”
Kelebihan :
“Penggambaran tokoh yang kurang begitu spesifik. Hanya menggunakan sudut pandang Dia-an dan
tidak memakai suut pandang Aku-an.”
Penutup :
1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis struktural cerpen “Sungai” karya Nugroho Notosusnto, dapat disimpulkan
sebagai berikut. Pertama, analisis struktural dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsiknya. Kedua, melalui cerpen “Sungai”,
Nugroho Noto Susanto hendak menyampaikan pesan tentang nilai kasih sayang, tanggung jawab dan
amanah, serta pengorbanan.
Kesimpulan saya,
“Bahwa cinta terhadap keluarga itu lebih berharga nilainya dari pada segala harta benda yang ada di
dunia ini. Sehingga apapun akan diperjuangkan hanya untuk mempertahankan keutuhan keluarga.
Karena cinta orang tua kepada anaknya sungguh mulia.”
2 Saran
Melalui analisis sederhana ini diharapkan kepada semua pihak peduli untuk lebih memperhatikan
dan mengaprresiasi karya sastra, khususnya bagi mahasiswa program study s1 manajemen agar
dapat memahami dan mengerti bagaimana cara menganalisis dengan baik dan benar. Secara
berkesinambungan komitmen ini diteruskan kepada guru/pendidik dan pecinta sastra Indonesia,
untuk lebih menghargai karya anak negeri dalam pembentukan karakter bangsa melalui karya sastra.
Identitas peresensi :
Nama peresensi : Siti Karimatus Sa’adah
Status : Mahasiswa UT