Anda di halaman 1dari 6

Berpetualang Bersama Laskar Pelangi

Oleh Hernadi Tanzil

Judul : Laskar Pelangi


Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka, 2005
Tebal : 529 halaman
Jenis buku : Fiksi
Bidang buku : Sastra (Novel)

“Kami sangat menyukai pelangi. Bagi kami pelangi adalah lukisan alam, sketsa Tuhan yang
mengandung daya tarik mencengangkan. Tak tahu siapa di antara kami yang pertama kali memulai
hobi ini, tapi jika musim hujan tiba kami tak sabar menunggu kehadiran lukisan langit manakjubkan itu.
Karena keragaman kolektif terhadap pelangi, maka Bu Mus menamai kelompok kami Laskar Pelangi.”
(hlm. 160)

Masa kecil selalu indah untuk dikenang. Tanpa disadari apa yang kita alami di masa kecil akan
membentuk kita pada hari ini. Apa yang kita lakukan hari ini, bagaimana cara pandang hidup kita
terhadap hidup ini, semua terbentuk saat masa kecil. Novel ini diangkat dari memoar masa kecil
penulisnya, Andrea Hirata, atau tokoh Ikal dalam novel ini yang dengan apik mengolah pengalaman
masa kecilnya bersama Laskar Pelangi menjadi suatu novel yang memikat dan menyentuh secara
emosional bagi siapa pun yang membacanya.

Laskar Pelangi bertutur tentang petualangan sepuluh anak Kampung Melayu Belitong yang hidup
dalam kemelaratan. Mereka secara tidak disengaja dipersatukan ketika sama-sama memasuki bangku
sekolah di kampungnya. Novel ini diawali dengan kisah dramatis penerimaan murid baru di sekolah
miskin SD Muhammadiyah yang merupakan satu-satunya sekolah yang ada di kampung tersebut.
Sebuah sekolah yang terpinggirkan dan hampir saja ditutup jika tidak memenuhi kuota menerima 10
orang murid SD di tahun ajaran pertamanya. Pada detik-detik terakhir menjelang batas waktu
penerimaan murid baru usai muncul seorang calon murid yang memungkinkan sekolah tersebut bisa
terus berjalan.

Kesepuluh anak inilah yang merupakan cikal-bakal terbentuknya Laskar Pelangi. Sembilan tahun
bersama-sama (6 tahun SD dan 3 tahun SMP) dalam kelas dan bangku yang sama membuat ikatan
persahabatan di antara mereka semakin erat, begitu pun ikatan dengan guru dan sekolahnya yang
membuat mereka saling melengkapi dan dengan kreativitasnya masing-masing membela dan
memperjuangkan sekolah mereka dari pandangan rendah sekolah-sekolah lain di luar kampung mereka
yang telah mapan. Keragaman karakter laskar pelangi yang terjaga kekonsistenannya hingga akhir

1
cerita membuat alur cerita dalam novel ini semakin menarik. Mereka adalah tokoh Lintang si super
jenius, mahar sang seniman. Flo anak tomboi gedongan yang memutuskan untuk bergabung dengan
Laskar Pelangi. Sahara, gadis yang judes. Kucai yang bercita-cita jadi politikus. Samson yang perkasa,
syahdan yang ingin jadi aktor Akiong yang pengugup. Harun, “anak kecil yang terperangkap dalam
tubuh dewasa”. Trapani, pria yang tampan dan lembut. Borek si pengacau. Dan, Ikal si pemimpi yang
merupakan tokoh yang bercerita dalam novel ini.

Memang tak semua anggota Laskar Pelangi mendapat porsi yang sama kemunculannya dalam novel ini,
selain Ikal si pencerita, tokoh Lintang mendapat porsi yang cukup banyak. Lintang si anak kuli kopra
yang jenius yang harus bersepeda sejauh 80 klilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan
ilmu membuat pembaca novel ini termotivasi semangatnya untuk terus mengejar ilmu tanpa
menyerah. Berkat kejeniusannya Lintang kelak akan mengharumkan nama sekolahnya dalam lomba
cerdas cermat yang diikuti oleh sekolah-sekolah terkenal di sekitar kampungnya.

Lalu, ada tokoh Mahar seorang anak yang imajinatif, kreatif yang walaupun sering mendapat ejekan
dari teman-temannya namun berhasil mengangkat derajat sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus.
Selain itu kesembilan orang Laskar Pelangi yang lain pun dalam novel ini dikisahkan begitu bersemangat
dan berjuang dalam menjalani hidup dan berjuang meraih cita-cita.

Keseluruhan kisah Laskar Pelangi ini tersaji dengan sangat memikat. Pembaca akan dibuat tercenung,
menangis dan tertawa bersama kepolosan dan semangat juang para Laskar Pelangi. Namun tak hanya
itu saja, novel ini juga sangat berpotensi untuk memperluas wawasan pembacanya. Deskripsi
lingkungan Kampung Melayu Belitong yang dideskripsikan secara jelas dan memikat membuat
pembaca novel ini akan mengetahui kondisi lingkungan dan kondisi sosial budaya masyarakat Kampung
Melayu Belitong yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ironisnya ternyata hidup berdampingan
dengan komunitas Masyarakat Gedong PN Timah yang hidup dengan segala kemewahan dan fasilitas
yang lebih dari cukup.

Dari segi alur cerita novel ini sepertinya akan memikat pembacanya untuk segera menyelesaikan novel
inspiratif ini. Kalimat-kalimatnya enak dibaca dan mengalir secara lancar. Namun kemunculan nama-
nama Latin dari tumbuh-tumbuhan sepertinya akan membuat kelancaran membaca novel ini menjadi
sedikit tersendat. Namun karena kisah ini dikemas dalam bentuk fiksi, maka batas antara fakta dan fiksi
kiranya tak perlu diperdebatkan.

Pada intinya novel Laskar Pelangi menyampaikan pesan mulia bahwa kemiskinan bukanlah alasan
untuk berhenti belajar dan bukan tak mungkin sebuah sekolah kecil dengan segala keterbatasannya
ternyata mampu melahirkan kreativitas-kreativitas yang melampaui sekolah-sekolah favorit yang telah
mapan baik dari segi fisik maupun pengajarannya. Selain itu, kehadiran novel Laskar Pelangi ini
setidaknya akan membuktikan bahwa penulis lokal mampu menghasilkan sebuah novel yang
menggugah dan inspiratif yang selama ini sepertinya didominasi oleh penulis-penulis asing. []

2
Keajaiban untuk Ila
Oleh Hernadi Tanzil

Judul : Keajaiban Untuk Ila


Penulis : Anindita Siswanto Thayf
Penerbit : Mizan Bandung
Cetakan : Pertama, Juni 2005
Tebal : 123 hal
Jenis Buku : Fiksi
Bidang Buku : Sastra (Novel Anak Islami)

Setahun sudah tragedi Tsunami meluluh lantakkan Banda Aceh dan sekitarnya. Banyak sudah karya-
karya tulis yang mengangkat tragedi Tsunami sebagai latar belakang tulisannya baik itu berupa laporan
jurnalistik, cerpen, puisi, lirik lagu, dan lain sebagainya. Namun dari semua itu sangat sedikit yang
menuangkannya dalam bentuk novel anak. Novel Keajaiban untuk Ila karya Anindita adalah salah
satunya, bahkan mungkin satu-satunya dalam genre sastra anak yang menggunakan tragedi Tsunami
sebagai latar belakang ceritanya.

Novel anak Keajaiban Untuk Ila ditulis oleh Anindita Siswanto Thayf, penulis muda lulusan Fakultas
Elektro Universitas Makasar yang banyak berkecimpung dalam dunia tulis menulis semenjak mahasiswa
hingga kini. Kini ia aktif menulis artikel di tabloid Nova, Makassar Terkini dan Kompas Anak. Ia juga
pernah menulis naskah Film Dokumenter BP DAS DT II Kab. Sidrap dan naskah Film Dokumenter BP DAS
DT II Kab. Sinjai Sulawesi Selatan. Anindita juga piawai dalam menulis puisi, salah satu puisinya "Soul"
dimuat dalam antologi puisi The Silence Within (2002), dan puisinya yang berjudul "Gate of Terror"
masuk menjadi salah satu nominasi International Society of Poets (2005). Pengalamannya yang
beragam dalam dunia tulis-menulis itulah yang mengantarnya membuat sebuah novel anak ini.

Novel Keajaiban Untuk Ila menceritakan kisah tragis seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang
bernama Ila. Ila tinggal di pesisir pantai Aceh, ia anak yang pintar dan memiliki keinginan yang kuat
untuk bisa segera bersekolah. Beberapa bulan lagi usianya genap 7 tahun yang berarti impiannya untuk
bisa bersekolah akan segera terwujud. Kakek Ila rupanya tanggap akan keinginan cucunya ini, belum
lagi Ila berulang tahun kakeknya telah menghadiahinya sebuah tas baru lengkap dengan alat tulisnya.
Namun, baru saja beberapa saat Ila mengenakan tas baru, tiba-tiba bencana dahsyat datang.
Gelombang pasang setinggi pohon kelapa menerjang seluruh benda dan mahluk hidup yang ada di
pesisir pantai tempat Ila tinggal. Ila yang saat itu sedang bersama kakeknya mencoba menyelamatkan
diri dengan berlari menuju bukit, namun ke mana pun ia dan kakeknya berlari dinding air bah
mengikutinya hingga akhirnya hempasan air yang sangat keras menghantam mereka dan memisahkan
Ila dari genggaman kakeknya. Ila akhrinya terapung-apung sendirian sambil memeluk sebuah papan
pintu dengan air bercampur sampah disekelilingnya. Ila hanyut selama 3 hari. Ia haus, lapar, dan rindu
pada kakek, ayah dan ibunya. Akankah keajaiban datang kepada Ila?

3
Novel anak ini dibuat dengan kalimat-kalimat sederhana khas anak-anak. Ceritanya yang bergulir
dengan cepat dan memikat membuat pembaca novel ini enggan melepaskan novel ini sebelum sampai
pada halaman terakhirnya. Novel ini dimulai dengan latar belakang kehidupan dan keseharian Ila
beberapa saat sebelum bencana tiba. Hampir sebagain besar novel ini menceritakan saat terjadinya
bencana mulai dari gempa, datanganya gelombang pasang, terapung-apungnya Ila ditengah air bah
hingga keajaiban yang dialami Ila. Semua hal diatas terungkap dengan baik sehingga gambaran bencana
itu terasa mencekam dan menyentuh hati pembacanya.

Saat Ila terapung-apung di tengah air bah rupanya menjadi inti dari novel ini. Apa yang mungkin
dirasakan dan dipikirkan oleh seorang anak kecil ketika harus sendirian terapung-apung ditengah air
bah sambil menahan rasa lapar, haus dan kerinduannya yang dalam untuk bertemu keluarganya
terungkap secara baik di novel ini. Beberapa nilai positif yang patut diteladani anak-anak terungkap
dalam pikiran Ila saat ia sendiri, misalnya ketika ia didera rasa lapar. Ia teringat akan dirinya kerap tak
menghargai makanan yang diterimanya dengan selalu tidak menghabiskan sarapan pagi nasi goreng
buatan ibunya. Selain itu berbagai peristiwa yang dialami Ila ketika terapung-apung sendirian
tereksplorasi dengan baik sehingga bagian ini menjadi bagian yang paling menarik dari novel ini. Banyak
nilai-nilai positif bagi anak-anak yang bertaburan dalam novel ini, namun karena novel ini ditulis
berdasarkan sudut pandang seorang anak-anak, maka tak sedikitpun novel ini terkesan menggurui
pembacanya.

Ceritanya yang mengalir cepat dan kalimat-kalimatnya yang sederhana dan enak dibaca oleh anak-anak
membuat novel anak ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi bagi anak-anak yang membacanya.
Tak heran dari semua hal-hal positif yang terungkap diatas, novel ini dianugerahi sebagai Pemenang I
Sayembara Menulis Novel Anak Islami 2005 yang diselenggarakan oleh penerbit Mizan. Dari segi
pengemasan novel ini tampaknya dikemas dengan sangat baik, selain covernya yang menarik,
ukurannya yang kecil memudahkan anak-anak membawanya, selain itu terteranya batas usia yang
disarankan (7-12 tahun) pada cover depan novel ini memudahkan para orang tua dalam
merekomendasikan novel ini bagi putra-putrinya.

Di tengah langkanya novel anak karya penulis lokal, kehadiran novel Keajaiban Untuk Ila ini sangat
patut dihargai.

4
Senyum untuk Calon Penulis
Oleh Hernadi Tanzil

Judul : Senyum untuk Calon Penulis


Penulis : Eka Budianta
Penerbit : Pustaka Alvabet
Cetakan : Pertama, September 2005
Tebal : 274 halaman
Jenis buku : Non fiksi
Bidang buku : Bahasa

Judul buku ini sangat menarik dan sangat spesifik dalam menentukan siapa kira-kira target pembaca
buku ini. Dari judulnya yang spesifik pembaca akan segera mengetahui apa kira-kira yang terdapat
dalam isi buku ini, dan berharap, bahwa buku ini akan menjawab berbagai pertanyaan yang selalu
muncul dalam benak seseorang ketika ia akan menulis.

Dalam benak seorang yang ingin menulis biasanya akan selalu timbul pertanyaan-pertanyaan seperti:
Mengapa harus menulis? Apa yang harus ditulis? Untuk siapa, di mana, dan bagaimana menulis dengan
baik? Buku kumpulan tulisan dari penulis sekaligus penyair senior Eka Budianta ini mencoba untuk
menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas. Buku ini memang bukan buku panduan praktis
bagaimana menulis dengan benar. Lebih dari itu! Buku ini mencoba mengajak, memotivasi dan
menginspirasi siapa saja yang ingin agar tulisan-tulisannya lebih menyala seperti bermacam-macam
lampu, dapat mengeluarkan berbagai aroma dan bau, menyalurkan bermacam perasaan takut,
memberi semangat, mengejutkan bahkan membuat muntah pembaca.

Buku yang terdiri dari 25 tulisan ini dirangkai dari berbagai tulisan Eka Budianta dalam setiap makalah
yang disajikannya diberbagai seminar dan diskusi dalam kurun waktu 4 tahun (1999-2002). Berbagai
macam tema seputar dunia tulis menulis, buku, lingkungan hidup, sastra dan lain-lain mewarnai
tulisan-tulisannya dalam buku ini.

Dalam salah satu tulisan yang judulnya diangkat menjadi judul buku ini: Senyum untuk Calon Penulis.
Eka menyampaikan beberapa pokok masalah dalam menulis. Pokok pertama adalah, Selalu Ingat:
Mengapa Anda menulis? Di sini Eka menegaskan niat dalam hati dalam menentukan tujuan menulis
adalah hal yang paling penting dalam karya sastra. Bukan teknik, keindahan bahasa, plot, tetapi intinya.
Isi cerpen, isi novel, isi puisi, itulah yang bicara (hal 195).

Kedua, Pentingkah: Kapan Anda Menulis? Bagi Eka kapan menulis bukanlah masalah, yang lebih penting
adalah melihat isi atau pesan setiap pengarang. Bagi penulis-penulis besar pesan-pesan yang

5
diampaikan biasanya akan abadi. Drama-drama Shakespeare tetap abadi hingga kini Walmiki dengan
Epos Ramayana telah menulisnya 2.500 tahun lalu di India. Dari segi usia kapan mulai menulis pun tak
jadi persoalan asal tulisannya mengandung nilai-nilai abadi maka tulisannya akan bertahan lama.
Kartini, Chiril Anwar, Moh. Hatta menulis di usia yang sangat muda, namun apa yang ditulisnya tetap
dibaca orang hingga kini.

Ketiga, Jiwa Merdeka dan Gembira. Modal utama seorang pengarang adalah jiwa yang merdeka.
Dengan bebas berpikir dan berimajinasi, setiap penulis dapat melahirkan karya-karyanya. Namun Eka
mengingatkan bahwa semakin besar kemerdekaan seorang penulis, maka semakin besar juga tanggung
jawabnya dan semakin perlu hati-hati.

Keempat, Bagaimana Menulis dan Apa isinya. Di sini Eka menceritakan pengalamannya menjadi asisten
HB Jasin dalam menyeleksi karya-karya sastra. Walau suatu karya dinilai bagus oleh HB Jasin namun tak
berarti karya tersebut bisa dipublikasikan, menurut Jassin seorang penulis membawa tugas sebagai
"guru" bagi pembacanya, melalui tulisan, manusia bisa membongkar pikiran orang lain. Tapi bila penulis
berhasil membongkar, tentu penulis harus bisa merapihkannya.

Jika membaca semua tulisan yang terdapat dalam buku ini, akan terlihat bahwa buku ini sangat kaya
akan cakupannya, dan mencakup bidang sastra, budaya, lingkungan, politik, dan lainnya. Dari segi
keterbacaannya bahasa buku ini mudah dimengerti karena ditulis dengan gaya personal.
Kesimpulannya, buku yang diberi pujian oleh 33 tokoh yang beragam profesinya ini setidaknya bisa
memberikan inspirasi bagi mereka yang bergerak dalam dunia tulis menulis.

Kritik terhadap buku ini ialah pada pemilihan judul bukunya "Senyum untuk Calon Penulis", judul buku
ini seolah membatasi bagi siapa buku ini diperuntukkan (calon penulis), padahal jika membaca seluruh
tulisan yang terdapat dalam buku ini, buku ini bukan hanya untuk calon penulis saja melainkan bagi
siapa saja yang berprofesi dan bergerak dalam dunia literasi.

Anda mungkin juga menyukai