Anda di halaman 1dari 12

LITERASI BAHASA INDONESIA

NOVEL: RANAH 3 WARNA

Disusun oleh:

Harits R. Setiono

SMA YASPEN TUGU IBU 1 DEPOK

TAHUN 2019-2020
1. Identitas Buku

Judul Buku : Ranah 3 Warna

Penulis : Ahmad Fuadi


Bahasa : Bahasa Indonesia, Arab, Minang, Inggris, dan Prancis.
Penerbit : PT Gramedia Pusat Utama
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : Januari 2011
Jumlah Halaman : XII + 473 Halaman
ISBN : 978-979-22-6325-1
Ukuran Buku : 19,7 x 13,7 cm
Harga Buku : Rp 50.000,00-

2. Sinopsis Novel

Novel Ranah 3 Warna ini menceritakan tentang kesungguhan seseorang yang


ingin membuktikan kepada semua orang bahwa ia bisa menggapai apa yang ia inginkan,
walaupun orang lain memandangnya sangat mustahil akan terjadi. Itulah yang terjadi
pada tokoh Alif pada novel ini, yang diceritakan bahwa ia benar-benar ingin menjadi
Habibie dan sekolah di Amerika seperti cita-citanya waktu masih sekolah di MTsN
bersama Randai temannya. Ia bertekat akan segera kuliah walaupun harus mengikuti ujian
persamaan SMA untuk mendapatkan ijazah, karena di PM (PondokMadani) tidak
mengeluarkan ijazah SMA, setelah itu barulah bisa untuk mengikuti ujian UMPTN. Ia
kerahkan seluruh usaha agar mendapatkan hasil yang terbaik. Dan pada akhirnya
perjuangannya tidak sia-sia sehingga ia lulus dan masuk Universitas Padjadjaran di
Bandung jurusan Hubungan Internasional, walau bukan Teknik Penerbangan ITB yang
ia inginkan, tetapi dari Universitas itulah kesuksesannya berawal.

Selama kuliah di Bandung ia mengalami berbagai macam masalah, seperti


minimnya uang bulanan, tidak punya uang lebih untuk membeli buku, ditambah lagi saat
Ayahnya meninggal dunia karena sakit. Alif sempat berpikir akan berhenti kuliah dan
pulang kampung membela ibu dan adik-adiknya, akan tetapi ia sempat berfikir setelah
mengingat perjuangannya untuk lulus UMPTN dan juga setelah mengingat nasihat
terakhir ayahnya untuk terus melanjutkan keinginannya. Segala masalah yang datang, ia
hadapi dengan lebih tegar dan sabar, sehingga ia pun teringat sesuatu yang telah ia pelajari
di PM "Man Shabara Zhafira" yang artinya siapa yang sabar akan beruntung. Dan
akihirnya untuk mengatasi kesulitan perekonomiannya ia berusaha mencari pekerjaan
agar dapat menghasilkan uang tambahan untuk keperluan kuliahnya dan ingin mengirim
uang kepada ibu dan adiknya di kampung, karena dia tidak mau membuat ibunya mati-
matian banting tulang hanya untuk dirinya.

Tidak lama setelah ia mendapat pekerjaan, namun pekerjaan itu tidak berlangsung
lama, karena Alif sempat menderita sakit tipus selama 1 bulan, sehingga pekerjaan
tersebut tertunda, akhirnya ia beralih menjadi penulis yang kebetulan ia menemukan
seorang guru yang sangat pandai dalam urusan menulis dan juga merupakan Pimpinan
Redaksi Kutub yaitu Bang Togar. Iapun berusaha agar bisa menjadi muridnya.
Perjuangan yang dilakukan oleh Alif tidak sia-sia, setelah banyak coretan-coretan pada
kertas yang berisi tulisan hasil karyanya tersebut, akhirnya tulisannyapun dapat dimuat di
majalah kampus dan berlanjut sampai ke Koran Manggala. Melalui menulis itulah ia
mendapat hasil yang lebih baik, sehingga ia bisa mengirim uang ke ibunya.

Keinginannya untuk belajar ke Benua Amerika akhirnya berhasil melalui program


pertukaran pelajar yang ia ikuti dan memilih Kanada sebagai negara yang ingin ia
kunjungi, disana terjadi proses pembelajaran melalui pekerjaan yang di berikan kepada
masing-masing mahasiswa-mahasiswi yang mengikuti program tersebut, mereka juga
akan tinggal bersama orang tua angkat masing-masing di sana. Alif sangat terkesan
terhadap negara tersebut, dan ia tiba di rumah mendapati Mado dan Franc (orang tua
angkat Alif di Kanada). Pada suatu hari mereka mendapat surat bahwa program
pertukaran pelajar hanya tinggal 2 minggu lagi untuk mahasiswa itu tinggal di sana, Alif
yang mendengar kabar tersebut juga ikut sedih dan berjanji terhadap ke dua orang tua
angkatnya itu bahwa ia akan kembali lagi. Beberapa tahun berlalu, tidak disangka setelah
11 tahun kemudian, Alif menepati janjinya untuk kembali lagi ke Kanada kepada orang
tua angkatnya dan pada saat itu juga ia didampingi oleh istrinya
3. Unsur Intrinsik

 Tema:

Perjuangan dalam meraih cita-cita

 Alur:

Maju Mundur (Campuran)

 Penokohan (Watak tokoh)

a) Alif : Tokoh “aku” dan tokoh utama.

Pekerja keras : “Pintu kamar pun aku kunci dan sudah berhari-hari aku mengurung diri,
hanya ditemani bukit-bukit buku.” Hal. 15

Tidak mudah putus asa dan ikhlas : “Akhirnya aku memilih untuk ikhlas saja, walau
diperlakukan dengan keras. Hari ini aku sibuk sekali karena harus memperbaiki naskah,
mengetik ulang, mengantar dan dicoret Bang Togar. Sampai berulang-ulang.” Hal. 76

Selalu bersyukur : “Aku mendapatkan teman yang baik dan pengalaman yang sangat aku
impikan sejak dulu. Sudah seharusnya aku selalu bersyukur.” Hal. 425

Sabar dalam menghadapi banyak cobaan : “Surat ini sesungguhnya mewakili sebuah
pelabuhan keberuntungan yang bahagia setelah berkayuh melalui laut penuh badai dan
gelombang ganas hanya bermodalkan baju sabar. Man shabara zhafira”. Hal. 449

Bertawakal : “Aku mencoba menghibur diriku. Toh aku telah melakukan usaha diatas
rata-rata. Telah pula aku sempurnakan kerja keras dengan doa. Sekarang tinggal aku
serahkan pada Tuhan. Aku coba ikhlaskan semuanya.” Hal. 28

Patuh kepada orangtua : “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama,
kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu.” Hal. 41
b) Randai : Teman Alif sejak kecil yang selalu bersaing dalam meraih impian.

Merendahkan orang lain : “Hmm, kuliah di mana setelah pesantren? Emangnya wa’ang
bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?”
Hal. 4

Setia kawan, baik hati, mau menolong : “Lif, kita kan kawan, tinggal saja dulu di sini
sampai ketemu kos yang pas.” Hal. 62

Pemarah : “Mana mungkin wa’ang bisa bantu. Ini kan pelajaran Teknik, pasti nggak
ngerti!” suaranya meninggi “Tadi diapakan ini? Bertahun-tahun komputer ini tidak
pernah rusak!” Tangannya sekarang membuka kap CPU dengan kasar, mencabut
beberapa kabel sekali renggut dengan keras. Hal. 168

c) Raisa : Teman sekaligus tetangga Alif di Bandung, dan Alif jatuh hati padanya.

Ramah, penuh senyum, adil : “Dalam pandanganku, Raisa dengan adil membagi
perhatian, senyum, dan tawa yang sama kepada ceritaku dan Randai.” Hal. 180

Percaya diri : “Acara ditutup dengan Raisa tampil di depan. Seragam jas biru tua semakin
menambah aura percaya dirinya yang besar.” Hal. 228

d) Amak : Ibu Alif.

Baik hati, bijaksana, penyayang : “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk
sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu. Niatkanlah untuk
ibadah, Insya Allah selalu dimudahkanNya. Setiap bersimpuh setelah salat, Amak selalu
berdoa untuk wa’ang.” Hal. 41

e) Ayah : Ayah Alif.

Menepati janji : “Alif, ini semua formulir yang harus diisi. Waktu ujian persamaan SMA
tinggal 2 bulan lagi. Sekarang tugas wa’ang untuk belajar keras.” Hal 5
Penuh perhatian : “Ayah dan Amak akan doakan dengan sepenuh hati.” kata Ayah
menatapku. Tangannya mengusap kepalaku sekilas. Hal. 25

Keras kepala : Sebetulnya, Pak Mantri Pian sudah menganjurkan Ayah untuk banyak
beristirahat, tapi dia tetap juga keras kepala untuk batanggang menonton Piala Eropa
bersamaku sampai subuh. Hal 31

Bijaksana : “Nak, ingat-ingatlah nasihat para orangtua kita. Di mana bumi dipijak, di situ
langit dijunjung. Jangan lupa menjaga nama baik dan kelakuan.” Hal. 41

f) Kiai Rais : Kepala Pondok Pesantren Madani.

Teladan, bijaksana : “Cobalah bayangkan. Kalian yang dikaruniai bakat hebat dan otak
cerdas adalah bak golok tajam yang berkilat-kilat. Kecerdasan kalian bisa menyelesaikan
beberapa masalah. Tapi kalau kalian tidak serius, tidak sepenuh tenaga dan niat, maka
kalian tidak akan maksimal, misi tidak akan sampai, usaha tidak akan berhasil.” Hal. 194

g) Bang Togar : Kepala redaksi koran tempat Alif bekerja.

Keras, agak sombong : “Tapi dia sangat keras dan agak sombong. Banyak yang mau
belajar menulis sama dia, tapi sering ditolak atau orang itu gagal di jalan.” kata Mitra
berbisik. Hal. 66

h) Rusdi : Teman satu grup Alif yang unik dan pandai berpantun.

Percaya diri : “Tapi kitalah, ya kita, yang sebetulnya laki-laki berkualitas terbaik. Kitalah
manusia unggul.” Hal. 424

Mudah bergaul : Tidak jauh dariku, Rusdi juga sedang berkenalan dengan beberapa orang
lain. Tidak butuh waktu lama untuk membuat anak-anak Kanada ini mengerubungi Rusdi.
Hal. 245
i) Francois Pepin : Homologue Alif di Quebec.

Lucu, murah senyum, baik hati : Aku kembali tertawa melihat mimiknya, mulut
tersenyum lebar, alis terkembang, mata terbelalak. Mungkin aku tidak dapat mitra bahasa
Inggris, tapi setidaknya aku mendapat seorang kawan yang baik dan lucu. Hal 274

j) Mado : Ibu angkat Alif di Quebec.

Baik hati, berhati lembut, penuh perhatian : Mado, perempuan berambut pirang yang
lembut hati ini selalu telaten membakar roti isi omelet yang gurih buat sarapanku. Sering
dia berlari-lari tiba-tiba menyusulku yang sudah naik ke sadel sepeda, hanya untuk
memasukkan lagi sebungkus biskuit. Hal. 428

k) Ferdinand : Ayah angkat Alif di Quebec.

Banyak berbuat daripada bicara, perhatian, baik hati : Sedangkan Ferdinand banyak
berbuat daripada bicara. Aku pernah bilang harus mengirim artikel setiap minggu ke
koran di Bandung. Diam-diam dia menghubungi anak sulungnya, Jeaninne yang sudah
bekerja di Quebec City, menanyakan apakanh punya komputer yang tidak dipakai. Hal.
428

l) Kak Marwan : Senior di redaksi koran tempat Alif bekerja.

Bijaksana : “Tugas kalian adalah sebagai duta muda bangsa di mata orang Kanada.
Jadilah cerminan orang Indonesia yang terbaik. Gunakan setiap kesempatan untuk
menjadi yang terbaik.” Hal. 264

m) Wira : Teman Alif di Universitas Padjadjaran.

Pemarah, pemberani : Di kananku, Wira si kera ngalam yang berparas putih ini telah
menjelma seperti udang rebus. Merah padam. Matanya tak lepas-lepas menantang
telunjuk Jumbo yang menghardiknya. Hal. 54
n) Agam : Teman Alif di Universitas Padjadjaran.

Mudah bergaul, humoris, baik hati, usil : Agam adalah perekat kami. Dia selalu punya
humor heboh untuk diceritakan. Agam suka mengikat sepatu orang lain atau melempar
bola kertas untuk mengusili teman yang mengantuk. Hal. 59

o) Memet : Teman Alif di Universitas Padjadjaran.

Cinta damai, suka membantu : Memet juga berbadan subur, tapi kebalikan dari Agam.
Dia pecinta damai dan selalu melarang Agam berbuat usil. Kegiatan utama memet adalah
sibuk membantu siapa aja. Kalau kami kehausan, dia akan dengan senang hati
memberikan kami botol minum. Hal. 60

 Sudut Pandang:

Pelaku Utama, Orang Pertama (Alif)

 Latar Waktu:

Pagi:

Pada suatu pagi, Bandung begitu gelap seperti sudah malam. Hal. 81

Sore:

"Matahari telah tergelincir di ufuk dan gerimis merebak..." Hal. 62

Malam:

"Malam ini untuk pertama kalinya kami sekamar..." Hal. 238


 Latar Tempat

Danau maninjau : “Batu sebesar gajah ini menjorok ke Danau Maninjau, dianungi
sebatang pohon kelapa yang melengkung seperti busur” Hal. 1

Kamar Alif : “Kamarku kini seperti toko barang bekas.” Hal. 9

Kampus : “Kampusku, jurusan Hubungan Internasional, terletak di perbukitan Dago,


menempel dengan Dago Tea Huiss.” Hal. 64

 Latar Suasana

Menegangkan : “Semakin dekat waktu pengumuman semakin kacau mimpiku dan


semakin tidak enak makanku.” Hal. 27

Menyedihkan : “Lalu beberapa isakan pecah pelan-pelan. Terbit dari arah Amak dan
Adik-adikku. Pikiran-pikiran aneh muncul silih berganti. Safya si bungsu yang sangat
lengket dengan Ayah terus memegang lengan Ayah.” Hal. 95

Mengharukan : “Rasanya setiap helai bulu di badanku berdiri tegak, seakan ingin ikut
menghormat bendera. Hal.” 402

Menyenangkan : “Aku kini sudah jadi pemuda dewasa, lengkap dengan semua syarat
yang disampaikan Raisa. Saatnya aku akan sampaikan surat penting.” Hal 456

 Gaya Bahasa:

Sederhana dan Resmi

 Amanat

Tidak ada sesuatu yang mustahil asalkan seseorang itu mau berusaha keras dan mau
bersabar terhadap segala ujian yang sedang dihadapi, karena orang yang bersabar akan
mendapatkan sesuatu yang lebih baik dariNya. Kejarlah mimpi dengan kerja keras yang
maksimal, berdoa dan berserah diri kepada Allah. Berpegang teguh pada prinsip,
memiliki kemauan dan tekad yang bulat, serta tidak mudah menyerah adalah kunci
menuju keberhasilan hidup.
4. Unsur Ekstrinsik

 Biografi Ahmad Fuadi

Ahmad Fuadi lahir di Maninjau, Sumatera Barat


pada tanggal 30 Desember1972. Beliau adalah seorang
novelis, pekerja sosial dan mantan wartawan dari
Indonesia. Novel petamanya adalah Negeri 5 menara
yang merupakan buku pertama dari trilogi novelnya.
Karya fiksinya dinilai dapat menumbuhkan semangat
untuk berprestasi. Walaupun tergolong masih baru
terbit, novelnya sudah masuk dalam jajaran best seller tahun2009. Kemudian meraih
Anugerah Pembaca Indonesia 2010 dan tahun yang sama juga masuk Nominasi
Khatulistiwa Literary Award, sehingga PTS litera, salah satu penerbit di Negeri Jiran
Malaysia trtarik menerbitkan di negaranya dalam bahasa melayu. Novel keduanya
yang merupakan trilogi dari Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna telah di terbitkan sejak
23 Januari 2011. Dan novel pamungkas dari trilogi ini Rantau 1 Muara diluncurkan
di Washington DC secara simbolis bulan Mei 2013.

Ahmad Fuadi memulai pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern


Darussalam Gontor Ponorogo dan lulus pada tahun 1992. Kemudian melanjutkan
kuliah Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran, setelah lulus menjadi
wartawan tempo. Tahun 1998 beliau mendapat beasiswa di Fulbright untuk kuliah S2
di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Merantau ke
Washington DC bersama Yayi, istrinya yang juga wartawan tempo, merupakan
mimpi masa kecilnya yang menjadi kenyataan.
1. Nilai Religius :

Kita harus sabar dalam menjalani hidup.

= “Perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan keikhlasan untuk
mendapat tujuan yang diimpikan. Kini, terang di mataku, inilah masa paling tepat bagiku
untuk mencoba bersabar. Agar aku beruntung. Agar Allah bersamaku.” Hal. 135

2. Nilai Moral :

Tetaplah menjadi diri sendiri dan berlaku baik dalam segala hal, termasuk bersikap jujur.
= “Joki? Aku menggeleng keras untuk perjokian. Apa gunanya ajaran Amak dan Pondok
Madani tentang kejujuran dan keikhlasan?” Hal. 8

3. Nilai Sosial

Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong-menolong dalam setiap keadaan.

= “Untunglah Zulman, temanku yang resik menjaga catatannya, dan Elva, yang punya
semua buku SMA, bersedia meminjamiku.” Hal. 9

4. Nilai Budaya

Kebiasaan yang pernah atau sering dilakukan tokoh bersama tokoh yang lain.

= “Sejak kecil aku sering diajak Ayah menonton pertandingan sepak bola, mulai dari
kelas kampung sampai kabupaten. Selain berburu durian, menonton sepak bola adalah
waktu khusus aku dengan Ayah. Hanya kami berdua saja.” Hal. 18
Kelebihan

Cover novel ini sangat menarik dan pada novel ini terdapat bahasa Minang, Inggris, Arab,
dan juga Perancis yang sudah dilengkapi dengan arti dari kata yang memakai bahasa asing
tersebut, sehingga pembaca mudah memahaminya. Jenis kertas yang digunakan adalah
book paper. Book paper ringan dan memiliki warna kekuning-kuningan yang hangat,
sehingga kertas ini menambah “nilai” buku. Buku menjadi lebih nyaman dibawa dan
dibaca. Novel ini juga memiliki pembatas halaman buku yang berbentuk daun maple.

Kekurangan

Namun faktanya book paper lebih mahal harganya daripada kertas koran sehingga harga
novel pun jadi lebih mahal. Isi novel ini juga ada beberapa kata yang salah ketik

5. Agenda Literasi

Anda mungkin juga menyukai