Disusun oleh:
Harits R. Setiono
TAHUN 2019-2020
1. Identitas Buku
2. Sinopsis Novel
Tidak lama setelah ia mendapat pekerjaan, namun pekerjaan itu tidak berlangsung
lama, karena Alif sempat menderita sakit tipus selama 1 bulan, sehingga pekerjaan
tersebut tertunda, akhirnya ia beralih menjadi penulis yang kebetulan ia menemukan
seorang guru yang sangat pandai dalam urusan menulis dan juga merupakan Pimpinan
Redaksi Kutub yaitu Bang Togar. Iapun berusaha agar bisa menjadi muridnya.
Perjuangan yang dilakukan oleh Alif tidak sia-sia, setelah banyak coretan-coretan pada
kertas yang berisi tulisan hasil karyanya tersebut, akhirnya tulisannyapun dapat dimuat di
majalah kampus dan berlanjut sampai ke Koran Manggala. Melalui menulis itulah ia
mendapat hasil yang lebih baik, sehingga ia bisa mengirim uang ke ibunya.
Tema:
Alur:
Pekerja keras : “Pintu kamar pun aku kunci dan sudah berhari-hari aku mengurung diri,
hanya ditemani bukit-bukit buku.” Hal. 15
Tidak mudah putus asa dan ikhlas : “Akhirnya aku memilih untuk ikhlas saja, walau
diperlakukan dengan keras. Hari ini aku sibuk sekali karena harus memperbaiki naskah,
mengetik ulang, mengantar dan dicoret Bang Togar. Sampai berulang-ulang.” Hal. 76
Selalu bersyukur : “Aku mendapatkan teman yang baik dan pengalaman yang sangat aku
impikan sejak dulu. Sudah seharusnya aku selalu bersyukur.” Hal. 425
Sabar dalam menghadapi banyak cobaan : “Surat ini sesungguhnya mewakili sebuah
pelabuhan keberuntungan yang bahagia setelah berkayuh melalui laut penuh badai dan
gelombang ganas hanya bermodalkan baju sabar. Man shabara zhafira”. Hal. 449
Bertawakal : “Aku mencoba menghibur diriku. Toh aku telah melakukan usaha diatas
rata-rata. Telah pula aku sempurnakan kerja keras dengan doa. Sekarang tinggal aku
serahkan pada Tuhan. Aku coba ikhlaskan semuanya.” Hal. 28
Patuh kepada orangtua : “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama,
kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu.” Hal. 41
b) Randai : Teman Alif sejak kecil yang selalu bersaing dalam meraih impian.
Merendahkan orang lain : “Hmm, kuliah di mana setelah pesantren? Emangnya wa’ang
bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?”
Hal. 4
Setia kawan, baik hati, mau menolong : “Lif, kita kan kawan, tinggal saja dulu di sini
sampai ketemu kos yang pas.” Hal. 62
Pemarah : “Mana mungkin wa’ang bisa bantu. Ini kan pelajaran Teknik, pasti nggak
ngerti!” suaranya meninggi “Tadi diapakan ini? Bertahun-tahun komputer ini tidak
pernah rusak!” Tangannya sekarang membuka kap CPU dengan kasar, mencabut
beberapa kabel sekali renggut dengan keras. Hal. 168
c) Raisa : Teman sekaligus tetangga Alif di Bandung, dan Alif jatuh hati padanya.
Ramah, penuh senyum, adil : “Dalam pandanganku, Raisa dengan adil membagi
perhatian, senyum, dan tawa yang sama kepada ceritaku dan Randai.” Hal. 180
Percaya diri : “Acara ditutup dengan Raisa tampil di depan. Seragam jas biru tua semakin
menambah aura percaya dirinya yang besar.” Hal. 228
Baik hati, bijaksana, penyayang : “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk
sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu. Niatkanlah untuk
ibadah, Insya Allah selalu dimudahkanNya. Setiap bersimpuh setelah salat, Amak selalu
berdoa untuk wa’ang.” Hal. 41
Menepati janji : “Alif, ini semua formulir yang harus diisi. Waktu ujian persamaan SMA
tinggal 2 bulan lagi. Sekarang tugas wa’ang untuk belajar keras.” Hal 5
Penuh perhatian : “Ayah dan Amak akan doakan dengan sepenuh hati.” kata Ayah
menatapku. Tangannya mengusap kepalaku sekilas. Hal. 25
Keras kepala : Sebetulnya, Pak Mantri Pian sudah menganjurkan Ayah untuk banyak
beristirahat, tapi dia tetap juga keras kepala untuk batanggang menonton Piala Eropa
bersamaku sampai subuh. Hal 31
Bijaksana : “Nak, ingat-ingatlah nasihat para orangtua kita. Di mana bumi dipijak, di situ
langit dijunjung. Jangan lupa menjaga nama baik dan kelakuan.” Hal. 41
Teladan, bijaksana : “Cobalah bayangkan. Kalian yang dikaruniai bakat hebat dan otak
cerdas adalah bak golok tajam yang berkilat-kilat. Kecerdasan kalian bisa menyelesaikan
beberapa masalah. Tapi kalau kalian tidak serius, tidak sepenuh tenaga dan niat, maka
kalian tidak akan maksimal, misi tidak akan sampai, usaha tidak akan berhasil.” Hal. 194
Keras, agak sombong : “Tapi dia sangat keras dan agak sombong. Banyak yang mau
belajar menulis sama dia, tapi sering ditolak atau orang itu gagal di jalan.” kata Mitra
berbisik. Hal. 66
h) Rusdi : Teman satu grup Alif yang unik dan pandai berpantun.
Percaya diri : “Tapi kitalah, ya kita, yang sebetulnya laki-laki berkualitas terbaik. Kitalah
manusia unggul.” Hal. 424
Mudah bergaul : Tidak jauh dariku, Rusdi juga sedang berkenalan dengan beberapa orang
lain. Tidak butuh waktu lama untuk membuat anak-anak Kanada ini mengerubungi Rusdi.
Hal. 245
i) Francois Pepin : Homologue Alif di Quebec.
Lucu, murah senyum, baik hati : Aku kembali tertawa melihat mimiknya, mulut
tersenyum lebar, alis terkembang, mata terbelalak. Mungkin aku tidak dapat mitra bahasa
Inggris, tapi setidaknya aku mendapat seorang kawan yang baik dan lucu. Hal 274
Baik hati, berhati lembut, penuh perhatian : Mado, perempuan berambut pirang yang
lembut hati ini selalu telaten membakar roti isi omelet yang gurih buat sarapanku. Sering
dia berlari-lari tiba-tiba menyusulku yang sudah naik ke sadel sepeda, hanya untuk
memasukkan lagi sebungkus biskuit. Hal. 428
Banyak berbuat daripada bicara, perhatian, baik hati : Sedangkan Ferdinand banyak
berbuat daripada bicara. Aku pernah bilang harus mengirim artikel setiap minggu ke
koran di Bandung. Diam-diam dia menghubungi anak sulungnya, Jeaninne yang sudah
bekerja di Quebec City, menanyakan apakanh punya komputer yang tidak dipakai. Hal.
428
Bijaksana : “Tugas kalian adalah sebagai duta muda bangsa di mata orang Kanada.
Jadilah cerminan orang Indonesia yang terbaik. Gunakan setiap kesempatan untuk
menjadi yang terbaik.” Hal. 264
Pemarah, pemberani : Di kananku, Wira si kera ngalam yang berparas putih ini telah
menjelma seperti udang rebus. Merah padam. Matanya tak lepas-lepas menantang
telunjuk Jumbo yang menghardiknya. Hal. 54
n) Agam : Teman Alif di Universitas Padjadjaran.
Mudah bergaul, humoris, baik hati, usil : Agam adalah perekat kami. Dia selalu punya
humor heboh untuk diceritakan. Agam suka mengikat sepatu orang lain atau melempar
bola kertas untuk mengusili teman yang mengantuk. Hal. 59
Cinta damai, suka membantu : Memet juga berbadan subur, tapi kebalikan dari Agam.
Dia pecinta damai dan selalu melarang Agam berbuat usil. Kegiatan utama memet adalah
sibuk membantu siapa aja. Kalau kami kehausan, dia akan dengan senang hati
memberikan kami botol minum. Hal. 60
Sudut Pandang:
Latar Waktu:
Pagi:
Pada suatu pagi, Bandung begitu gelap seperti sudah malam. Hal. 81
Sore:
Malam:
Danau maninjau : “Batu sebesar gajah ini menjorok ke Danau Maninjau, dianungi
sebatang pohon kelapa yang melengkung seperti busur” Hal. 1
Latar Suasana
Menyedihkan : “Lalu beberapa isakan pecah pelan-pelan. Terbit dari arah Amak dan
Adik-adikku. Pikiran-pikiran aneh muncul silih berganti. Safya si bungsu yang sangat
lengket dengan Ayah terus memegang lengan Ayah.” Hal. 95
Mengharukan : “Rasanya setiap helai bulu di badanku berdiri tegak, seakan ingin ikut
menghormat bendera. Hal.” 402
Menyenangkan : “Aku kini sudah jadi pemuda dewasa, lengkap dengan semua syarat
yang disampaikan Raisa. Saatnya aku akan sampaikan surat penting.” Hal 456
Gaya Bahasa:
Amanat
Tidak ada sesuatu yang mustahil asalkan seseorang itu mau berusaha keras dan mau
bersabar terhadap segala ujian yang sedang dihadapi, karena orang yang bersabar akan
mendapatkan sesuatu yang lebih baik dariNya. Kejarlah mimpi dengan kerja keras yang
maksimal, berdoa dan berserah diri kepada Allah. Berpegang teguh pada prinsip,
memiliki kemauan dan tekad yang bulat, serta tidak mudah menyerah adalah kunci
menuju keberhasilan hidup.
4. Unsur Ekstrinsik
= “Perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan keikhlasan untuk
mendapat tujuan yang diimpikan. Kini, terang di mataku, inilah masa paling tepat bagiku
untuk mencoba bersabar. Agar aku beruntung. Agar Allah bersamaku.” Hal. 135
2. Nilai Moral :
Tetaplah menjadi diri sendiri dan berlaku baik dalam segala hal, termasuk bersikap jujur.
= “Joki? Aku menggeleng keras untuk perjokian. Apa gunanya ajaran Amak dan Pondok
Madani tentang kejujuran dan keikhlasan?” Hal. 8
3. Nilai Sosial
Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong-menolong dalam setiap keadaan.
= “Untunglah Zulman, temanku yang resik menjaga catatannya, dan Elva, yang punya
semua buku SMA, bersedia meminjamiku.” Hal. 9
4. Nilai Budaya
Kebiasaan yang pernah atau sering dilakukan tokoh bersama tokoh yang lain.
= “Sejak kecil aku sering diajak Ayah menonton pertandingan sepak bola, mulai dari
kelas kampung sampai kabupaten. Selain berburu durian, menonton sepak bola adalah
waktu khusus aku dengan Ayah. Hanya kami berdua saja.” Hal. 18
Kelebihan
Cover novel ini sangat menarik dan pada novel ini terdapat bahasa Minang, Inggris, Arab,
dan juga Perancis yang sudah dilengkapi dengan arti dari kata yang memakai bahasa asing
tersebut, sehingga pembaca mudah memahaminya. Jenis kertas yang digunakan adalah
book paper. Book paper ringan dan memiliki warna kekuning-kuningan yang hangat,
sehingga kertas ini menambah “nilai” buku. Buku menjadi lebih nyaman dibawa dan
dibaca. Novel ini juga memiliki pembatas halaman buku yang berbentuk daun maple.
Kekurangan
Namun faktanya book paper lebih mahal harganya daripada kertas koran sehingga harga
novel pun jadi lebih mahal. Isi novel ini juga ada beberapa kata yang salah ketik
5. Agenda Literasi