Anda di halaman 1dari 3

Pendakian Pertama

Karya : Ariq Jauhardian

Kisah ini terinspirasi dari pengalaman pribadi saya yang menurut saya adalah
pengalaman yang paling tidak bisa saya lupakan karena di balik semua ini saya merasa
sadar bahwa tuhan telah menciptakan alam yang begitu indahnya untuk di pandang di
negeri saya tercinta yaitu Indonesia. Ketika orang bertanya apakah sebenarnya keuntungan
dari mendaki gunung yang bisa di bilang hanya membuang-buang waktu dan tenaga karena
kaki terus melangkah ke atas, mata yang selalu harus fokus menatap jalan, dan waktu yang
terus berputar. Saya berterima kasih kepada Hedi, Taufik, Azriel, Evan dan Zaman karena
berkat mereka semua saya bisa merasakan betapa indahnya alam nusantara ini meskipun
pada awalnya rasa putus asa itu muncul ketika di perjalanan karena saya untuk pertama
kalinya melakukan pendakian salah satu gunung di pulau jawa yaitu Gunung Gede yang
terletak di antara 3 kabupaten, yaitu Cianjur, Sukabumi dan Bogor.

Sejak kelas 4 SD saya sangat ingin untuk naik gunung, bagi saya mencapai tempat
tinggi adalah sebuah hal yang menakjubkan. Malam itu saya mulai beranjak tidur, di dalam
kamar saya sudah memakai selimut untuk tidur pada malam itu. Tiba-tiba teman saya Opik
datang ke rumah saya untuk mengajak saya untuk mendaki gunung. “Riq, mau ikut
mendaki gunung?” kata Opik. Kemudian saya sontak terdiam karena pada saat itu jam
telah menunjukkan pukul setengah 9 malam. Dan saya pun menjawab “Yang benar aja pik,
Ini sudah jam berapa?”. Kemudian Opik mengeluarkan kata-kata yang membuat saya
kembali berpikir “ayolah riq, mumpung kau belum pernah naik jadi saya ingat sama kau
makanya saya ajak kamu” ucap Opik. Saya pun merasa terharu karena dia masih mau
mengajak saya karena menurut saya pasti dalam perjalanan saya akan mengalami banyak
kesusahan mengingat belum pernah mendaki sama sekali. Saya mulai bertanya kepada dia
“aku gak punya perlengkapan wak, aku gak enak ntar aku jadi beban buat kalian selama
perjalanan”. Opik pun kembali meyakinkan saya “Ah… tak usah kau pikirkan itu kita pergi
bersama kau kesusahan pasti kami bantu karena jika mendaki gunung butuh kerjasama
karena jika tidak maka tak ada gunanya kita naik kalau memikirkan diri sendiri-sendiri
saja”. Saya pun mulai yakin dengan kata-kata dia dan akhirnya saya memilih untuk ikut
dalam pendakian itu.

Setelah saya mempersiapkan barang-barang kemudian kami beranjak dari rumah saya
menuju rumah Opik karena teman-teman yang lain menuju kesana. Di rumah Opik saya
bertemu dengan Hedi, Azriel, Zaman dan Evan. Di sana akhirnya kita mempersiapkan
barang-barang. Setelah kami merasa bahwa perlengkapan sudah siap kami pun beranjak
dari rumah Opik yang berada di Cipanas menuju ke Cibodas dengan menggunakan motor
dan menempuh waktu kurang dari 30 menit perjalanan.

Di perjalanan kami saling bercanda gurau juga saling bertukar cerita baik itu soal
keluarga, teman, hobi dll agar tidak merasa bosan di jalan. Pada saat itu pukul setengah
tiga kami melakukan perjalanan. Di tengah perjalanan kami singgah untuk makan untuk
memberikan tenaga buat mendaki ketika nanti sampai di base camp Gunung Gede. Kami
pun kembali berjalan saya dan teman-teman sempat tertidur di perjalanan kecuali Azriel,
Hedi dan Evan karena dia yang membawa motor dan Zaman yang menemani Opik
berbicara. Ketika tertidur saya pun terbangun karena mendengar suara teman-teman saya
sudah bangun dan ketika saya membuka mata langit sudah terang dan tampak terlihat dari
jauh Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang letaknya bersebelahan. Saya pun sangat
takjub dengan pemandangan pagi itu karena Gunung yang tinggi dan udara yang begitu
cukup dingin karena berada di dataran tinggi.

Akhirnya kami mulai berjalan. Baru 20 menit melakukan pendakian saya pun merasa
kelelahan karena trek yang menanjak dan membawa beban yang cukup berat. Di situ saya
merasa menyesal kenapa saya ikut dalam perjalanan itu. Akan tetapi saya merasa
tertantang karena indahnya alam yang saya lihat meskipun belum terlalu jauh saya
berjalan. Terus melakukan langkah menuju ke puncak kami pun tiba di Telaga Biru dan
kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melakukan perjalanan. Tampak
di peta bahwa puncak masih sangat jauh sekali. Ketika saya melihat peta itu jarak dari
Telaga Biru menuju ke Panyangcangan tidak terlalu jauh dan saya pun kembali
bersemangat karena di Panyangcangan kami berencana untuk melakukan istirahat kembali.

Perjalanan pun kembali kami lanjutkan. Hedi, Azriel, Opik dan Evan pun berjalan
cukup jauh meninggalkan saya dan Zaman maklum karena mereka berempat sudah biasa
melakukan pendakian gunung dan saya bersama Zaman baru pertama kalinya mendaki
gunung itu membuat kami lambat dalam berjalan. Sekitar 1 jam lebih saya berjalan
sayapun merasa lelah dan putus asa karena medan yang cukup berat dan belum sampai di
Panyangcangan. Selama di perjalanan saya berpikir tau begini mendingan saya gak usah
ikut saja baik di rumah istirahat bermain game tanpa kelelahan sedikitpun. Hedi, Azriel,
Opik dan Evan pun memutuskan untuk menunggu kami karena cukup jauh mereka
meninggalkan kita. Setelah saya dan Zaman bertemu mereka akhirnya kami pun
beristirahat karena melihat saya kelelahan.

Di sela-sela istirahat kami mereka pun semua asyik bercanda kecuali saya yang hanya
terdiam dan nafas terengah-engah. Opik pun bertanya kepada saya “Kau kenapa riq? Kok
diam terus dari tadi. Karena saya merasa lelah saya pun menjawab “Capek banget aku pik,
gak sanggup kayaknya aku ini. Jalannya seolah menghalangiku buat sampai ke puncak”
Opik pun tersenyum dan ia kembali berkata kepada saya “Ah… sudah sampai sini kamu
nyerah begitu saja? Udah jalanin aja dulu semua pasti terbayar jika kita sudah sampai di
puncak” teman-teman yang lain pun ikut menyemangati saya. Saya pun merasa kembali
bersemangat dan termotivasi atas kata-kata Opik. Dan akhirnya kami pun kembali berjalan
dan Opik berjalan di belakang saya untuk menjaga saya agar tidak terjadi apa-apa. Saya
pun merasa tidak enak sama mereka karena saya terlalu manja dan cepat menyerah maka
seketika rasa capek itu hilang meskipun hanya sebentar saja mengingat makin terjalnya
jalanan dan dinginnya udara meskipun matahari terik sekali.

Terus berjalan akhirnya kami pun sampai di Pos Panyangcangan. Mengingat di tengah
perjalanan antara Telaga Biru istirahat di Pos Panyangcangan. Setelah melihat jalan yang
begitu menanjak, di situ saya sangat terkejut dan kembali merasa tak sanggup berjalan lagi
karena jalan bebatuan dan makin terjalnya medan jalan yang akan di lalui. Sudah 5 jam
kami berjalan dan baru ketika di daerah inilah saya merasa sangat lelah sekali. Opik yang
melihat saya sudah sangat lelah pun menawarkan diri untuk membakan tas saya. “Sini tas
kamu biar aku bawa. Sudah goyang gitu badan kulihat” saya pun merasa tidak enak kepada
dia karena menambah beban dia padahal dia sendiri pun membawa tas yang cukup besar.
Saya pun tidak mau mengambil resiko maka saya terima tawaran dari dia. Ketika
melakukan perjalanan tanpa membawa tas memang terasa beda. Badan terasa ringan dan
cukup kuat untuk menanjak. Tapi itu tidak bertahan cukup lama karena makin terjalnya
jalan yang kami lalui. Saya pun kembali terduduk diam menengok ke atas melihat masih
begitu jauhnya perjalanan kami.
Terus berjalan kami pun akhirnya sampai di Kandang Badak, lalu melanjutkan untuk
membangun tenda dan mencari kayu untuk di bakar. Setelah semua siap kami pun
beristirahat dan bisa bernafas lega meskipun keadaan di camp sangat dingin sekali sampai
menusuk ke tulang meskipun sudah memakai jaket dan sleeping bag sekaligus. Setelah itu
kami pun memasak untuk makan malam dan kemudian tidur untuk beristirahat. Deru angin
dan terangnya bulan menemani kami saat malam hari. Di malam itu kami berdoa semoga
langit di esok hari indah tanpa terhalang suatu apapun.

Pukul lima kami bangun dan keluar tenda. Dan bersiap untuk menikmati ciptaan Sang
Pencipta. Hari masih gelap dan banyak dari rombongan lain untuk pergi ke puncak Gunung
Gede. Tidak terasa pepohonan semakin kecil dan memendek yang tandanya kita sudah
semakin dekat dengan puncak gunung. Dan kami dihadapkan dengan sebuah tanjakan batu
yang terjal, baiknya kawan-kawan dari rombongan lain banyak membantu kami dalam
menaiki tanjakan yang disebut Tanjakan Setan.

Dari ufuk timur sana, sinar cerah mulai merekah, di ujung negara garis khatulistiwa.
Betapa indahnya pemandangan dari atas ketika melihat kami berada di atas awan dan
melihat langsung kota di bawah dan indahnya Gunung Pangrango yang berada di sebelah
Gunung Gede. Maka momen itu pun kami pakai untuk berfoto sebelum kabut menutupi
pemandangan yang indah itu. Saya sangat berterima kasih kepada Tuhan karena masih bisa
melihat pemandangan yang jarang bisa di lihat dan dirasakan oleh semua orang.

Setelah itu, kami kembali bergegas untuk memulai kembali perjalanan ke puncak
sebenarnya yaitu Rumah.

Anda mungkin juga menyukai