Anda di halaman 1dari 11

Analisis Novel Sejarah

“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Karya : Hamka

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Adinda Suci Rahayu (03)


2. Desy Indriani (11)
3. Debi Mella Artika (10)
4. Dila Sava rahmasari (12)

KELAS : XII IPS 1

SMAN 1 KEMBANG

2021/2022
A. Struktur

Kutipan Struktur Keterangan Halaman


Di tepi pantai, di antara kampung Baru dan Orientasi Berisi penjelasan Halaman
kampung Mariso berdiri sebuah rumah tentang perkenalan 10
bentuk Mengkasar, yang salah satu tokoh utama yaitu
jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah Zainuddin.
seorang anak muda yang berusia kira-kira
19 tahun duduk termenung seorang diri
menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun
matanya terpentang lebar, meskipun begitu
asyik dia memperhatikan keindahan alam di
lautan Mengkasar, rupanya pikirannya telah
melayang jauh sekali, ke balik yang tak
tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke
lautan khayal.
Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan Pengungkapan Dari pengungkapan Halaman
jujur diantara kedua orang muda itu, kian peristiwa tersebut, awal mula 57
lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. segala peristiwa
Di dusen belumlah orang dapat memendang akan dimulai.
kejadian ini dengan penyelidikan yang
seksama dan adil. Orang belum kenal
percintaan suci yang terdengar sekarang,
yang pindah dari mulut ke mulut, ialah
bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah
ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim
surat dengan anak orang Mengkasar itu.
Kalau dia tertolak lantaran dia tidak ber- Konflik Konflik dimulai Halaman
uang, maka ada tersedia uang Rp.3000,- dengan takutnya 118
yang dapat dipergunakan untuk Zainuddin ditolak
menghadapi gelombang kehidupan sebagai lantaran tidak
seorang mahluk yang tawakkal. memiliki uang.
Bila teringat akan itu, terus dia berkata: Puncak konflik Puncak konflik Halaman
“Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali terjadi ketika 198
ke Padang! Biarkanlah saya dalam keadaan hayati diwajibkan
begini. Pulanglah ke Minangkabau! pulang ke padang.
Janganlah hendak ditumpang hidup saya ,
orang tak tentu asal ….Negeri
Minangkabau beradat!.....Besok hari senin,
ada Kapal berangkat dari Surabaya ke
Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau
boleh menumpang dengan kapal itu, ke
kampungmu.
Sejak kejadian yang hebat itu, tubuh Penyelesaian Peyelesaian dari Halaman
Zainuddin kian lama kian lemah, dada semua konflik 218
sesak, pikiran selalu duka dan sesal yang Zainuddin ditinggal
tiada berkeputusan. Seakan-akan oleh Hayati.
dipandangnya bahwa hidup yang sekarang
ini hanya semata-mata singgah kepada
suatu negeri yang menjemukan, yang tidak
sedikit juga menarik hati.
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Koda Jika seseorang yang Halaman
Wijck karya Hamka mengandung nilai terkenal sudah 222-223
moral yang tinggi ini terlihat dari para mati, namanya akan
tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal selalu dikenang.
tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita
berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang
besar itu. Seorang di antara Pembina yang
menegakkan batu pertama dari kemuliaan
bangsanya; yang hidup didesak dan
dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun
dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia
meninggal namun riwayat tanah air tidaklah
akan dapat melupakan namanya dan
tidaklah akan sanggup menghilangkan
jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap
orang yang bercita-cita tinggi
kesenangannya buat orang lain. Buat
dirinya sendiri tidak.”
B. Unsur Intrinsik
1. Tema
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini diceritakan kisah cinta yang tak
sampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut
adat. Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck.

2. Tokoh/Penokohan
a. Tokoh
1. Zainuddin
2. Hayati
3. Khadijah
4. Aziz
5. Mak Base
6. Muluk
7. Daeng Masiga
8. Mak Tengah Limah
9. Ahmad
10.Datuk Mentari Labih

b. Penokohan
1. Zainuddin (Tokoh Protagonis)
Seorang pemuda yang baik hati, alim, sederhana, memiliki ambisi dan cita-cita
yang tinggi, pemuda yang setia, sering putus asa, hidupnya penuh kesengsaraan
oleh cinta, tetapi memiliki percaya diri yang tinggi, mudah rapuh, orang yang
keras kepala.
Bukti : “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli
sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain.” (Halaman 27)
2. Hayati (Tokoh Protagonis)
Perempuan yang baik, lembut, ramah dan penurut adat. Perempuan yang pendiam,
sederhana, dan memiliki kesetiaan. Perempuan yang menghormati ninik
mamaknya, penyayang, memiliki belas kasihan, orang yang tulus, sabar dan
terkesan mudah dipengaruhi.
3. Aziz (Tokoh Antagonis)
Seorang laki-laki yang pemboros, suka berfoya-foya, tidak setia, tidak memiliki
tujuan hidup, orang kaya dan berpendidikan, orang yang tidak beriman, tidak
bertanggung jawab dan dalam hidup hanya bersenang-senang senang menganiaya
istrinya dan putus asa.
Bukti: “…..ketika akan meninggalkan rumah itu masih sempat juga Aziz
menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati….,,sial.” (Halaman 181)
4. Khadijah
Perempuan yang berpendidikan, berwatak keras, senang mempengaruhi orang lain,
orang kaya, penyayang teman, merupakan orang kota, memiliki keinginan yang
kuat.

3. Alur (Maju)
Tahapan :
a. Pengenalan
Tahap pengenalan, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh- tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan
informasi awal dan lain-lain. Berikut ini merupakan tahap awal dari roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap
penyituasaian.

Bukti : “Di tepi pantai, di antara kampung Baru dan kampung Mariso berdiri sebuah
rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah
seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri
menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun
begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Mengkasar, rupanya
pikirannya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan
dunia pindah ke lautan khayal.” (Halaman 10)

b. Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal
munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan
menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan
menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami
tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini.
Bukti : “Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda
itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat
memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum
kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut,
ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-
kirim surat dengan anak orang Mengkasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan
yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang
lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau
petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan
berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana,
mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut
mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik
darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -
akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah
persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya
melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik-mamak.” (Halaman
57)

c. Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz
sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda
itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar
belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena
orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin.

Bukti : ”Kalau dia tertolak lantaran dia tidak berwang, maka ada tersedia wang
Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai
seorang mahluk yang tawakkal.” (Halaman 118)
d. Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai
pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya
Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati,
Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke
kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck.

Bukti : “Bila teringat akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang
kembali ke Padang! Biarkanlah saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke
Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal
….Negeri Minangkabau beradat!.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari
Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan
kapal itu, ke kampungmu.” (Halaman 198)

e. Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam,
sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya
Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka
itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang
terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan
penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia.
Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.

Bukti 1 : “Sejak kejadian yang hebat itu, tubuh Zainuddin kian lama kian lemah, dada
sesak, pikiran selalu duka dan sesal yang tiada berkeputusan. Seakan-akan
dipandangnya bahwa hidup yang sekarang ini hanya semata-mata singgah kepada
suatu negeri yang menjemukan, yang tidak sedikit juga menarik hati.” (Halaman 218)

Bukti 2 : “Setahun kemudian, oleh karena itu Zainuddin kurang sekali menerima
tetamu sejak kematian Hayati, maka jaranglah teman-temannya yang dapat
menemuinya. Kabar berita tentang keadaan dirinya, atau sakit senangnya tidaklah
begitu diketahui orang lagi. Tiba-tiba pada suatu hari di dalam surat-surat kabar yang
terbit dalam kota Surabaya bertemu perkabaran : ,,ZAINUDDIN PENGARANG
TERKENAL WAFAT.” (Halaman 220)

4. Latar
a. Latar tempat:
1. Mengkasar
Bukti : “Di waktu senja demikian kota Mengkasar terlihat hidup.” (Halaman 9)
2. Dusun Batipuh
Bukti : “Sesudah hampir 6 bulan dia tinggal di Dusun Batipuh, bilamana dia pergi
duduk-duduk ke lepau tempat anak muda-muda bersenda gurau, orang bawa pula
dia bergurau, tetapi pandangan orang kepadanya bukan pandangan sama rata,
hanya ada juga kurangnya.” (Halaman 27)
3. Padang Panjang
Bukti : “Bilamana Zainuddin telah sampai ke Padang Panjang, negeri yang
ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh, karena menurut
keterangan orang tempat dia bertanya, di sanalah negeri ayahnya yang asli.”
(Halaman 26)
4. Jakarta
Bukti : “Sudah dua bulan tunanagannya itu ada di Jakarta, menambah ilmunya
dalam perkara dagang, dan bilamana dia pulang akan ditentukan hari perkawinan
mereka.” (Halaman 93)
5. Surabaya
Bukti : “Kalau sekiranya ada orang dagang anak Sumatera atau anak Mengkasar
yang terlantar di kota Surabaya dan datang meminta tolong kepadanya, tidaklah
mereka akan meninggalkan rumah itu dengan tangan kosong.” (Halaman 157)
6. Lamongan
Bukti : “Yang luka-luka telah dibawa dengan pertolongan Asisten Wedana dan
Polisi di Brondong Lamongan, untuk diurus di rumah sakit di sana, sampai
sembuh.” (Halaman 212)
b. Latar waktu:
1. Senja
Bukti : “Di waktu senja demikian kota Mengkasar kelihatan hidup.” (Halaman 9)
2. Siang
Bukti : “Setelah ayam berkokok tanda siang, dia telah turun membasuh mukanya
ke halaman dan mengambil udhuk, terus sembahyang subuh.” (Halaman 64)
3. Malam
Bukti : “Semalam-malaman hari, setelah mendengarkan perkataan Mande
Jamilah, dan setelah mengingat perkataan-perkataan yang pedih-pedih, sindiran
yang menyayat jantung dari Dt...... mata Zainuddin tidak hendak tertidur.”
(Halaman 63)
c. Latar suasana:
1. Mengharukan
Saat Hayati menerima cinta Zainuddin dengan sengsara, ketika Zainuddin
menyatakan cintanya lewat surat dan bertemu Hayati di bentang sawah milik
Datuk.
Bukti : “Surat itu rupanya diperbuat dengan jiwa, bukan dengan tangan. Apa yang
bergelora di dalam sanubari, ditumpahkan di kertas. Dan bagi yang membaca,
tentu jiwanya pula yang kena. Gemetar kedua belah tangan Hayati membaca surat
yang demikian. Dibacanya, tiba-tiba dengan tidak disadarinya, air mata telah
mengalir di atas pipinya yang montok membasahi bantal kalanghulunya.
Terbayanglah di hadapannya wajah Zainuddin yang muram, keluh yang senantiasa
mengandung rahasia dalam. Yakinlah dia bahwa gerak dan bisik jantungnya
bilamana melihat Zainuddin selama ini rupanya bukanlah gerak sembarang, tetapi
adalah gerak ilham, gerak jiwa yang bertali dengan jiwa, gerak batin yang bertali
dengan batin.” (Halaman 42)
2. Menyedihkan
Ketika Zainuddin hidup sengsara, ketika permintaan Zainuddin ditolak oleh
keluarga Hayati, ketika Hayati meninggal.
Bukti : “Tidak berapa saat kemudian, orang-orang itupun pergilah seorang demi
seorang dengan ta’zim dan tafakur, tinggal Zainuddin bersama Muluk, Zainuddin
tidak dapat menahan hatinya lagi, didekatinya kepala mayat itu, dibarutnya rambut
yang bergelung, air matanya membasahi pipi si mayat; dia menjarap laksana
seorang budak mencium tangan penghulunya beberapa saat lamanya, tidak dia
bergerak dan tidak menlengong kiri kanan, kemudian dibarutnya kening mayat itu
sekali lagi, dan diciumnya bibir yang telah pucat itu, cium yang tidak ada nasibnya
buat mendapat semasa hidup, baru dapat diambilnya setelah dia mati. Setelah itu
…… dia jatuh pingsan, tidak sadarkan dirinya.” (Halaman 215-216)

5. Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut
pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung
karakter pelakunya secara gamblang.
Bukti : “Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri
yang selama ini jadi kenang-kenagannya.” (Halaman 26)

6. Gaya Bahasa
a. Majas Retoris
Bukti : “Wahai, dari manakah pengarang yang lemah ini akan memulai
menceriterakan sebab-sebab Hayati berkenalan dengan Zainuddin? Apakah dari sebab
mereka kerap kali bertemu di bawah lindungan keindahan alam? Di sawah-sawah
yang bersusun-susun? Di bunyi air mengalir di Batang Gadis menuju Sumpur?
Ataukah dari dangau di tengah sawah yang luas, di waktu burung pipit terbang
berbondong? Atau di waktu habis menyabit, di kala asap jerami menjulang ke udara,
dan awan meliputi puncak Merapi yang indah? Atau di waktu kereta api
membunyikan peluitnya di dalam kesusahan meharung rimba dan jembatan yang
tinggi, menuju Sawah Lunto dan melingkari danau Singkarak?” (Halaman 29)
b. Majas Hiperbola
Bukti : “Tetapi setelah bertemu lidahnya kaku, tak dapat apa yang akan disebutnya.”
(Halaman 38)
c. Majas Repetisi
Bukti : “Mereka bawa saya menumpang selama ini, karena dipertalikan bukan oleh
budi bahasa, tetapi oleh wang; sekali lagi Hayati, oleh wang!” (Halaman 41)

7. Amanat
Jangan mudah berputus asa jika mengalami kesulitan dalam hidup. Tokoh Zainuddin
yang awalnya hampir gila karena ditinggal hayati akhirnya menjadi seorang penulis yang
sukses karena mampu bangkit dari keterpurukannya.
C. Nilai-nilai
a. Nilai Agama
“Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah-sekolah agama. Pelajaran akhirat telah
diatur dengan sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan Merapi sangat keras
seruannya kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku
dilahirkan dahulunya. Mak Base, banyak orang memuji-muji negeri Padang, banyak orang
berkata bahwa agama Islam masuk kemaripun dari sana. Lepaslah saya berangkat ke sana.”
(Halaman 22)
b. Nilai Budaya
Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
“…….apa yang akan dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera
kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut; kemana dia hendak berlayar lagi, dimana dia hendak
berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau tak kelihatan.
Demikianlah perumpamaan nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai.” (Halaman 123)
c. Nilai Moral
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang
menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh
cinta. Dan sampai matinyapun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun
riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup
menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi;
kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak.” (Halaman 222-223)
d. Nilai Sosial
“Agaknya anak mamak itu, si Muluk, bisa menolongmu karena dia banyak pergaulan. Dia
pandai berdukun, pandai kepandaian - kepandaian batin. Pergaulannya dalam kalangan orang
dukun, ahli silat dan dalam kalangan orang-orang beradat, pun banyak pula. Pulangnya ke
rumah hanya sekali-sekali saja, untuk melihat ibu dan memberi wang.” (Halaman 123)
e. Nilai Pendidikan
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli syair, yang lebih suka
mengalah untuk kepentingan orang lain.” (Halaman 27)

Anda mungkin juga menyukai