Anda di halaman 1dari 29

Mengidentifikasi dan Menganalisis

Isi Novel
Pangeran Diponegoro
Anggota Kelompok

Nur Salsabila Nuruliza

M. Reza Putra
Ramadhani

Siti Nurhaliza
Risna Ayu Lestari
PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra
yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-
unsur intrinsik dan ekstrinsik yang keduanya
saling berhubungan karena berpengaruh dalam
kehadiran sebuah karya sastra.

Sedangkan novel sejarah merupakan salah satu


jenis karya sastra yang menceritakan kejadian di
masa lampau. Novel sejarah juga memiliki
struktur cerita, unsur intrinsik, dan unsur
ekstrinsik seperti novel lainnya.
Ciri umum novel sejarah
• Menggunakan konjungsi temporal, guna
menjelaskan hubungan waktu antarperistiwa.
• Memuat fakta yang benar-benar terjadi di masa
lalu.
• Struktur novel sejarah adalah orientasi,
pengungkapan peristiwa, menuju konflik,
puncak konflik, penyelesaian, dan koda.
• Novel sejarah berisikan naskah yang
menceritakan ulang kejadian di masa lampau.
• Novel sejarah dituliskan sesuai urutan
kronologis peristiwa atau kejadiannya.
STRUKTU
R CERITA
1. Pengenalan situasi cerita(orientasi)
Patih Danurejo II yang sebenarnya adalah
menantu Sultan Hamengku Buwono II
sendiri yang diperkatakan dengan
perasaan anyel dan mangkel oleh Ratu
Ageng–pada malam yang agak gerimis ini
tampak duduk di dalam kereta kuda
bersama Raden Mas Sunarko sang tolek
(juru bicara), menuju Vrendenburg
menemui Jan Willem van Rijnst.
2. Pengungkapan peristiwa dan masalah

Nanti pada 16 tahun yang akan datang Jan Willem


van Rijnst bakal berubah lagi warnanya, yaitu di
masa jatuhnya tanah air Nusantara ke tangan inggris
sehubungan dengan peperangan yang berlangsung di
Eropa sana, dimana Inggris berhasil mengalahkan
Prancis sehingga Indonesia yang berada dalam
Bataafsche Republik di bawah kendali Prancis
terhadap Belanda, karuan menjadi milik Inggris. Di
saat itulah nanti Jan Willem van Rijnst akan
bermuka topeng kepada Letnan Gubernur Jendral
Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles.
3. Menuju Konflik
Melalui toleknya Danurejo berkata, "Seperti Tuan ketahui, bahwa baik de jure
maupun de facto sudah tidak ada lagi kerajaan Mataram. Sebab, semua
keputusan dalam ketatanegaraannya menyangkut politik dan ekonomi
sepenuhnya sudah diambil alih VOC. Tapi perlukan Tuan ketahui, dan
sebolehnya Tuan sampaikan kepada Gubernur Jendral di Batavia, bahwa
semua raja, mulai dari Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai sekarang Sri
Sultan Hamengku Buwono II, sama-sama secara diam-diam, dengan siasat
yang berbeda, menyusun kekuatan untuk melawan kekuasaan Belanda."

Jan Willem van Rijnst tertegun. Pangkal hidungnya menekuk ganjat. Katanya
dalam nada tanya yang datar, "Menyusun kekuatan?"

"Ya Tuan," sahut Danurejo II dengan semangat asut.


4. Puncak konflik
"Tunggu," kata Jan Willem van Rijsnt, ragu, dan rasanya asan-tak-asan. "Tuan
bilang wayang dan tembang punya napas panjang? Bagaimana caranya Tuan
menyimpulkan itu?“

"Maaf, Tuan Van Rijnst, perlu Tuan ketahui, wayang dan tembang berasal dari
leluri Hindu-Buddha Jawa. Sekarang, setelah Islam menjadi agama Jawa, leluri
wayang dan tembang itu tetap berlanjut sebagai kebudayaan bangsa. Apakah
Tuan tidak melihat itu sebagai kekuatan?“

Jan Willem van Rijnst terdiam sejenak, menalar, lalu mengangguk-angguk. Pasti
dia mendapat tanpa diduga, sesuatu yang amat berguna sebagai senjata rohani,
senjata yang abstrak, tapi sebenarnya senjata yang ampuh untuk menangani
perang urat saraf, perang dengan kata-kata yang tidak diucapkan.
5. Penyelesaian
Jan Willem van Rijnst tertegun. Sempat jeda sekian ketukan.
Merasa tidak punya simpanan kata-kata untuk menanggapi
kata-kata Danurejo, akhirnya dia memilih mendengar apa
yang dipunyai dalam pikiran menantu Sri Sultan ini.

Kata Jan Willem van Rijnst, “Apa saran Tuan?”

“Mata saya dapat melihat sepak terjang Sri Sultan,” kata


Danurejo. “Beliau memang mertua saya. Jadi, harap Tuan
mengerti, bahwa sebagai menantunya saya lebih tahu apa
yang saya katakan tentang dirinya.”
6. Koda
“Hm.” Jan Willem van Rijnst menerka-nerka ambisi Danurejo di balik pernyataan
yang kerang-keroh itu. Sambil menatap lurus-lurus ke muka Danurejo, setelah
membagi arah pandangannya kepada Raden Mas Sunarko yang sangat tolek, Jan
Willem van Rijnst berkata dalam hati, “Al wie kloekzinnig is, handelt met
wetenschap, maar een zot breidt dwaasheid uit. Deza kakkerlak verwach zeker
een goede positie, zodat hij mogelijk corruptie kan doen.” (yang cerdik bertindak
dengan pengetahuan, tapi yang bebal membeberkan ketololannya. Kecoak ini
pasti berharap kedudukan yang memungkinkan baginya bisa melakukan
korupsi).

Danurejo tak rumangsa dicerca. Sebab, ketika Jan Willem van Rijnst berkata
begitu di dalam hatinya, dia melakukan dengan memasang senyum di muka.
Karuan Danurejo pun memasang muka manis atas kodratnya yang muka-dua.
Dia mengira Belanda di hadapannya menghargainya.
Unsur-unsur
intrinsik
1. Tema

Novel ini bertemakan perjuangan


kepahlawanan dan sosial politik.
Terdapat juga unsur pengkhianat
seperti yang dilakukan oleh
Danurejo. Danurejo memberitahu
Jan Willem van Rijnst Para sultan
sedang bersatu untuk melawan
penjajahan Belanda.
2. Alur
Alur dari novel ini adalah alur maju
(progresif).

“Ketika Danurejo lI datang kepadanya,


dia menyambut dengan bahasa Melayu
fasih, sementara pejabat keraton
Yogyakarta yang merupakan musuh
dalam selimut dari Sultan
Hamengkubuwono Il ini lebih suka
bercakap bahasa Jawa.”
3. Tokoh
Tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini, yakni ;

• Patih Danurejo II
• Sultan Hamengku Buwono II
• Ratu Ageng
• Raden Mas Sunarko
• Jan Willem van Rijnst
• Thomas Stamfors Raffles
4. Watak/Penokohan

Berikut watak dari tokoh-tokoh yang ada pada novel ini ;

a) Patih Danurejo II
Patih Danurejo II bersifat licik, haus kekuasaan, bermuka dua.
• “...beliau memang mertua saya. Jadi, harap tuan mengerti, bahwa
sebagai menantunya saya lebih tahu apa yang saya katakan tentang
dirinya,”
• ....Kecoak ini pasti berharap kedudukan yang memungkinkan
baginya bisa melakukan korupsi.”
• "Ya Tuan," sahut Danurejo II dengan semangat asut.
4. Watak

b) Jan Willem van Rijnst


Jan Willem van Rijnst bermuka dua, tidak sungkan untuk
bertanya, dan cerdas.
• “Yang cerdik bertindak dengan pengetahuan, tapi yang bebal
membeberkan ketololannya. Kecoak ini pasti berharap
kedudukan yang memungkinkan baginya bisa melakukan
korupsi,”
• Sebab, ketika Jan Willem van Rijnst berkata begitu di dalam
hatinya, dia melakukan dengan memasang senyum di muka.
4. Watak
c) Sultan Hamengku Buwono II
Berwibawa, berani dan cerdas menghadapi musuh.
• "...Sri Sultan Hamengkubuwono II, sama-sama secara diam-
diam, dengan siasat yang berbeda, menyusun kekuatan
untuk melawan kekuasaan Belanda."

d) Raden Mas Sunarko


Taat pada atasan (setia).
• "...bersama Raden Mas Sunarko sang tolek (juru bicara),
menuju Vrendenburg menemui Jan Willem van Rijnst.
5. Sudut pandang
Sudut pandang orang ketiga serba tahu.

"Yang disebut namanya terakhir di atas ini, baru sepekan


berada di negoro. Dan kelihatannya dia bisa begitu cepat
menyukai pekerjaannya di sini: di salah satu pusat kerajaan
Jawa yang selama ini hanya diketahuinya dari catatan-
catatan VOC. Dari catatan-catatan itu pula dia mengenal
pusat kerajaan Jawa yang lain, di timur Yogyakarta, yaitu
Surakarta, yang penguasa-penguasanya terus saling
cemburu walaupun sudah dibuat Babad Palihon Negari, atau
lebih dikenal sebagai Perjanjian Giyanti pada 13 Februari
1755.”
6. Gaya bahasa
a) Majas Simile:
• “.... Membiarkan hatinya terus bergerak-gerak
sebagaimana air di daun talas.”
• “.... Jan willem van Rijnst ini bagai pinang dibelah dua.”
• “.... Bagai kedelai di pagi hari tempe di sore hari.”

b) Majas Sarkasme
• “Yang cerdik bertindak dengan penhetahuan, tapi yang
bebal membeberkan ketololannya. Kecoak ini pasti
berharap kedudukan yang memungkinkan baginya bisa
melakukan korupsi.”
7. Latar
• Tempat : Vredenburg.
“...dengan perasaan anyel dan mangkel oleh Ratu Ageng-pada
malam yang agak gerimis ini tampak duduk di dalam kereta
kuda bersama Raden Mas Sunarko sang Tolek (juru bicara),
menuju Vredenburg menemui Jan Willem van Rijnst.”

• Waktu : Malam hari.


...dengan perasaan anyel dan mangkel oleh Ratu Ageng-pada
malam yang agak gerimis ini tampak duduk di dalam kereta
kuda bersama Raden Mas Sunarko sang tolek (juru bicara),
menuju Vredenburg menemui Jan Willem van Rijnst.
7. Latar

• Suasana : Cukup serius.


“Jan Willem van Rijnst tertegun. Sempat jeda sekian ketukan.
Merasa tidak punya simpanan kata-kata untuk menanggapi
kata-kata Danurejo, akhirnya dia memilih mendengar apa
yang dipunyal dalam pikiran menantu Sri Sultan ini.”
8. amanat
Jangan terlalu berharap pada kenikmatan duniawi
saja, apalagi sampai taraf haus kekuasaan dan gila
harta. Keduanya mengakibatkan seseorang
bertindak semena-mena bahkan terhadap orang
terdekatnya sendiri.
Jangan mudah percaya terhadap orang yang tidak
terlalu dikenal. Segala ucapan yang dikemukakan,
iming-iming yang bahkan menguntungkan kita,
segeralah untuk diperiksa terlebih dulu.
9. Konflik

Konflik pada penggalan novel Pangeran Diponegoro


Menggagas Ratu Adil ini ialah Patih Danurejo II
yang berkhianat dan memberitahu Jan Willem van
Rijnst bahwa pihak kerajaan Mataram sedang
menyusun kekuatan untuk melawan kolonial
Belanda.
 
9. Konflik
Melalui toleknya Danurejo berkata, "Seperti Tuan ketahui, bahwa
baik de jure maupun de facto sudah tidak ada lagi kerajaan
Mataram. Sebab, semua keputusan dalam ketatanegaraannya
menyangkut politik dan ekonomi sepenuhnya sudah diambil alih
VOC. Tapi perlukan Tuan ketahui, dan sebolehnya Tuan sampaikan
kepada Gubernur Jendral di Batavia, bahwa semua raja, mulai dari
Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai sekarang Sri Sultan
Hamengku Buwono II, sama-sama secara diam-diam, dengan siasat
yang berbeda, menyusun kekuatan untuk melawan kekuasaan
Belanda."
 
Nilai-nilai
ekstensik
1. Nilai Moral 3. Nilai Sosial
Jangan mudah percaya terhadap Adab bertamu, yang mana tuan
orang yang tidak terlalu dikenal. rumah seharusnya mempersilakan
Bermuka dua tidak akan tamunya untuk masuk ke tempat
bermanfaat. tinggalnya.

2. Nilai Budaya 4. Nilai Ketuhanan


Piranti kebudayaan, yaitu Jan Willem van Rijnst seorang oportunis
kesenian, khususnya leluri bedegong yang beragama katolik. Tapi
wayang dan tembang macapat masya Allah, demi mencari muka pada
pemegang kekuasaan di Hindia
sebagai kebudayaan bangsa. Belanda.... Maka dia pun bermain-main
menjadi bunglon.
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil analisis isi novel sejarah
Pangeran Diponegoro adalah novel ini bertemakan
perjuangan kepahlawanan dan sosial politik dengan
alur maju. Novel sejarah ini memiliki gaya bahasa
majas simile dan majas sarkasme.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai