2. Dina (09) 3. Laila Jazilatul .S (16) 4. Suci Noviya Dewi (30) XII MIPA 5 Novel “Pulang” Tentang Buku Judul: Pulang Penulis : Leila S. Chudori Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia Tanggal terbit : 4 Desember 2012 Jumlah halaman : 552 lembar Rangkuman Cerita Pulang Novel Pulang adalah paparan mengenai peristiwa bersejarah yang dimulai dengan peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, revolusi mahasiswa di Paris, Prancis tahun 1968, dan tragedi kerusuhan Mei 1998 yang menandai digulingkannya Presiden Suharto pada rezim Orde Baru di Indonesia. Tokoh utamanya adalah Dimas Surya ayah dari seorang Putri cantik Lintang yang dilahirkan dari seorang wanita Prancis bernama Vivienne Deveraux. Dimas Surya memiliki tiga orang sahabat yang bernama Nugroho, Tjai, dan Risjaf. Mereka menyebutkan dengan Empat Pilar Tanah Air yang sudah diharamkan menginjak tanah air sendiri. Para eksil politik ini melarikan diri ke luar negeri hingga luntang-lantung di Kuba, Cina, dan Benua Eropa sampai akhirnya memutuskan untuk menetap di Paris. Mereka juga memiliki sahabat yang bernama Hananto, yang menikahi Surti Anandari mantan kekasih Dimas. Hingga masa hidupnya Dimas tidak bisa melupakan Surti, meski wanita ini telah melahirkan tiga orang anak bagi Hananto, Kenanga Bulan, dan Alam. Meskipun tinggal di negeri orang, mereka tetap mencintai Indonesia. Dimas ayah yang jago masak dan karena keahliannya, mereka mengelola Restoran Tanah Air yang menyediakan makanan dan kegiatan yang mempromosikan Indonesia, sebuah restoran Rue Vaugirard di pinggir Paris. Melalui surat-menyurat dan telegram, mereka terus memantau teman-teman di Indonesia yang harus menderita karena dikejar dan diinterogasi aparat. Mereka bertahan meski terbuang jauh di negeri orang, diburu dan dicabut paspor Indonesia-nya karena dekat dengan orang-orang Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang berafiliasi dengan PKI. Pada Mei 1998 Lintang putri Dimas Surya dengan Vivienne Deveraux, akhirnya berhasil memperoleh visa masuk Indonesia untuk merekam pengalaman keluarga korban tragedi 30 September sebagai tugas akhir kuliahnya. Bersama Segara Alam, putra Hananto, Lintang menjadi saksi mata kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia. Kerusuhan Mei 1998 yang menjadi cerita jatuhnya tahta Pemerintahan Presiden Suharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun. Pada akhirnya Dimas bersatu dengan tanah di Karet, Jakarta yang menurut dia memiliki aroma berbeda. Tanah karet tujuan pulang dan untuk perginya sang pengelana Dimas Suryo, 1930-1998. Situasi politik di Indonesia tak kunjung membaik. Munculnya para cendikiawan yang berasal dari generasi kedua masa orde baru menuntut adanya reformasi kepemimpinan Indonesia. Situasi kembali tegang dan kalut. Mahasiswa siap menghadapkan dirinya di depan peluru dan memaksa runtuhnya rezim orde baru. Diantara ribuan mahasiswa tersebut, Lintang, Alam, Andini dan Rama menjadi bagian dari tragedy Trisakti Mei 1998, tragedy tertembaknya 6 mahasiswa pejuang runtuhnya Orde Baru. Saat itu Lintang tengah menyelesaikan tugas akhirnya dan sekaligus menemukan jati dirinya sebagai anak berdarah Indonesia. Akhir dari kisah ini adalah berpulangnya Dimas Suryo dalam kurungan keranda setelah perjuangan panjang yang melelahkan selama lebih dari 33 tahun berkelana di negeri orang dan terbuang. Kepulangan Dimas diiringi air mata oleh keluarganya dan sahabatnya meskipun sejatinya ruh Dimas tersenyum bangga karena ia akhirnya kembali ke Karet, pelabuhan terakhir dan tepat istirahat yang sangat diinginkannya. Unsur Instrinsik A. Tema. Tema novel ini mengenai politik yang merujuk pada tragedi berdaerah 1965 yang dikenal dengan G30 SPKI dan runtuhnya rezim Orde Baru 1998. B. Plot/Alur Plot/Alur cerita yang digunakan adalah maju mundur dengan melalui flash back. C. Penokohan Penulis menggambarkan masing-masing tokoh dengan karakter yang menggelitik. Leila (Penulis) memberikan masing-masing tokoh karakter yang kuat, misalnya 1. Dimas dikisahkan sebagai Ekalaya dalam tokoh pewayangan, seseorang yang memandang lurus kehidupan, alumni Sastra dan Filsafat Universitas Indonesia yang bekerja sebagai wartawan di Kantor Berita Nusantara. 2. Hananto dikarakterkan sebagai seorang pimpinan, sahabat dan sekaligus lawan diskusi Dimas. Surti sebagi perempuan cantik jelita yang tanggung jawab ditengah perburuan berdarah suaminya, Hananto. 3. Nugroho Dewantoro, asal Jogja yang lebih senior namun berprinsip egaliter dalam kelompok, yang digambarkan sebagai sosok paling ceria, optimis dan kerap menjadi motor penyemangat saat mereka dirundung keputusasaan dalam masa pelarian. 4. Risjaf, berasal dari Sumatera dengan perawakan tubuh ideal dan berwajah tampan yang digambarkan sebagai sosok paling lugu dan penurut. 5. Tjai Sin Soe, seorang tokoh Tiong Hoa yang paling apolitis dari semuanya. 6. Aji Suryo, adik Dimas yang berbudi dan tulus, seorang lulusan ITB yang memilih hidup merunduk dan bekerja sebagai kepala laboraturium penelitian sebuah pabrik ban terkemuka. Ia memang tidak tertarik terlibat dalam politik. 7. Vivienne Deveraux, wanita Prancis yang menjadi istri Dimas karena mengalami efek le coup de foudre alias cinta pada pandangan pertama pada lelaki Asia yang ditemuinya di tengah ribuan massa aksi mahasiswa dan buruh dalam revolusi Paris, Mei 1968 di depan Universitas Sorbone. 8. Tokoh lain Segara Alam, Bulan, Kenanga, Bimo, Lintang, Rama dan Andini. Serta peran pembantu, Narayana, Radytia, Yos, Gilang dan Mitha. Dalam cerita ini, Lintang Utara, putri tunggal Dimas dan Vivienne yang sangat cerdas, hidupnya ditempa oleh nuansa sastrawi ayahnya dan nuansa intelektual ibunya sedangkan Segara Alam, putra Hananto yang 10 tahun lebih tua dari Lintang, tumbuh sebagai sebagai anak eks tapol yangpenuh stigma, ia menjelma menjadi sosok pemuda yang sangat cerdas, kritis dan keras dalam berpendirian. D. Latar Setting utama kisah ini adalah Indonesia dan Perancis ketika terjadi gerakan G30 SPKI 1965, Revolusi Perancis Mei 1968, dan Reformasi Rezim Orde Baru Mei 1998. E.Sudut Pandang. Penulis menempatkan dirinya sebagai sudut pandag orang ke satu dan sekaligus orang ke tiga. Karena sudut pandang dalam novel ini berubah-ubah, hal ini yang sedikit membuat bingung pembaca karena penempatan tokoh berubah secara tiba-tiba. F. Amanat Mengajarkan sejarah masa lalu yang harus dihargai dan dijadikan sebagai kritikan untuk Pemerintah Indonesia. Tokoh utama Dimas Suryo mengajarkan bagaimana menentukan pilihan dalam hidupnya sebagai suatu anugerah yang harus diperjuangkan. Persahabatan, pengorbanan dan kesucian cinta adalah gambaran amanat dari kisah tersebut. Majas 1. Majas simile. Bersamaan itu, aku mendengar deru suara Metro yang seperti mengejar angin. 2. Majas personifikasi. Aku melihat Paris di musim semi yang murung. 3. Majas personifikasi .Ini bukan salah Paris, karena kota ini bukan sebuah tanah mati yang melahirkan bunga beraroma bacin. 4. Majas personifikasi. Mendengar suara gamelan di antara musim dingin yang menggigit. 5. Majas personifiksi. Aroma sambal bajak itu menabrak hidungku. 8. Majas hiperbola. Matanya penuh api. 9. Majas hiperbola. Kulihat wajah Ayah mengeras 10. Majas simile. Michel Durant dan Luc Blanchard langsung mundur seperti baru saja dihajar seekor anjing betina. 11. Majas hiperbola. Aku selalu ciut kalau Maman sudah melotot dan bola matanya akan menggelinding keluar. Kata-kata kias O karena memaksa mereka untuk hidup tanpa tombol jeda. O Dosen-dosen berubah menjadi dewa penentu nasib. O Wajah masam yang pagi ini menyaksikan footage video hasil kerjaku beberapa bulan terakhir O Ini topik yang sudah dikunyah-kunyah berulang kali oleh mahasiswa Sorbonne. Nilai-nilai yang terkandung O Nilai patriotisme 1. Dan ini sebuah cerita yang selalu kuhindari karena setiap kali menge nang Indonesia, Ayah akan mengakhirinya dengan kucuran air mata dan rasa pahit. O Nilai moral 1. Pernyataan pertamaku adalah kalimat yang jujur. 2. Aku mengucapkan terima kasih sambil menahan diri agar tak segera membuka paket dari Bapak dan mempersilahkan mereka duduk di teras. 3. Dia semakin menghormati abangnya yang telah membesarkan puteri yang cerdas dan memiliki kepal tangan yang keras. O Nilai sosial 1. Hingga hari ini kami tak saling bersapa. 2. Di masa kecil, ketika mereka biasa reriungan dengan keluarga Hananto, Rama selalu menarik diri. O Nilai politik. 1. Sejak masih terlalu muda untuk memahami politik, aku sudah tahu bahwa Indonesia, tepatnya pemerintah Orde Baru yang tak kunjung runtuh itu, tak akan pernah memudahkan Ayah pulang ke Indonesia 2. ..., dari soal keputusan-keputusan Presiden yang dibuat tanpa perhitungan saat rupiah terjun bebas hingga pengumuman Presiden memasukkan kerabat dan anak-anak sendiri ke dalam Kabinet, Aji berpikir dengan apatis. O Nilai budaya 1. Mungkin apartemen mereka yang hangat, di sanasini kulihat taplak batik dan wayang kulit, tetapi secukupnya saja tak sampai menyaingi biro turisme. 2. Samar-samar kudengar Sang Ayah menjelaskan tentang salah satu lakon . O Nilai pendidikan Nara sudah menyelesaikan pendidikan sastra Inggris dan berniat meneruskan ke bidang Cultural Studies di Inggris musim gugur tahun ini, sedangkan aku masih harus menyelesaikan tugas akhir untuk Sinematografi. O Nilai moral Bahkan ketika seorang pelayan menawarkan anggur Saint Emilion Bordeaux dan menuangkan ke gelas kami, Ayah meminumnya dengan sopan Unsur Kebahasaan O Kata kerja lampau 1. Agustus 1968 Bukti: jakarta, agustus 1968 mas dimas... 2. Desember 1964 Bukti: sebatang rokok kretek seperti.. 3. Tahun 1968 Bukti: mengembalikan aku pada Paris tahun 1968 4. 5 September 1965 Bukti: kawasan Triveli, Jakarta September 1965 5. 12 September 1965 Bukti: warung kopi jalan Cidurian, Jakarta 12 Septrmber 1965 6. Januari - Oktober 1952 Bukti : Jakarta, Januari- Oktober 1952 O Kata kerja temporal
1. Sudah tiga tahun
Bukti: Sudah tiga tahun kantor bertia Nusantara... 3. Hari ini Bukti: Hari ini entah mengapa, aku enggan melangkah.. 4. Malam Bukti: Malam telah turun. Tanoa gerutu dan Tanoa siasat... 5. Beberapa bulan kemudian Bukti: selama beberapa bulan kemudian, Vivienne dan aku... 6. Di suatu Malam. Bukti: Di sebuah sepi, aku sudah tak tahan... 7. Sore itu Sore itu aku memutuskan mengunjungi.... O Kata kerja mental 1. Menikmati Menikmati reaksi Risjaf yang polos 2. Mengenal Tak mengenal kesusahan dunia 3. Mengira Untuk sesaat dia mengira itu salah 4. Membayangkan Aku membayangkan suasana sepanjang jalan 5. Mengetahui Dia ingin mengetahui berbagai pemikiran yang lahir... O Kata kerja material 1. Mendengar Bukti: Tapi mendengar cerita Mas Nugroho 2. Memandang Bukti: Tjai saling memandang geram tak.. 3. Melangkah Bukti: Aku enggan melangkah keluar 4. Bertanding Bukti:.. Mencoba bertanding dengan sisa angin paris 5. Menghampiri Bukti: Aku ingin sekali menghampiri gadis perempuan itu. O Kalimat Langsung 1. “Bhisma memilih hari akhirnya ketika perang usai,” kata Ayah, “dan kematiannya dikunjungi oleh Pandawa-Kurawa dan dewa-dewi.” 2. “Kawan-kawan kami diserang polisi. Kampus ditutup dan para politisi bingung.” 3. “Bisakah kau menceritakan padaku? Percayakah kau padaku?” 4. “Rumah adalah tempat di mana aku merasa bisa pulang,” 5. “Begini. Kau harus ingat betul, karena Ayah dianggap bagian dari ‘perzinahan politik’ bersama PKI atau Lekra atau entah kelompok mana, maka kesalahan itu memanjang terus melampaui generasi Ayah. ‘Dosa politik’ itu bisa atau pasti ditempelkan kepadamu, di dahimu. Mudah-mudahan tidak sampai meluncur ke anakmu,” Dimas menatap mata Lintang. O Kalimat tidak langsung 1. Tetapi menurut Ayah, darahku berasal dari seberang benua Eropa, sebuah tanah yang mengirim aroma cengkih dan kesedihan yang sia-sia. 2. Tetapi menurutku Ayah adalah koki yang paling dahsyat. 3. Ayah sering mengatakan bahwa “Light My Fire” dari The Doors dan lagu-lagu Led Zeppelin adalah lagu-lagu yang mengingatkan dia pada masa-masa awal pernikahan, sesudah Revolusi Mei di Paris. 4. L’amour, menurutku, bukan tempat yang tepat untuk mengajak Ayah makan malam dan berkenalan dengan Nara. 5. Ayah mengatakan pilihanku mungkin kelak menunjukkan siapa diriku. O Kata sifat 1. Aku terpana mendengar ucapan itu. Bayangkan, pada usianya yang ke-56 tahun, Gabriel masih tetap tampan dan matanya seperti penjaring bintang di langit. 2. Ayah masih memiliki beberapa piringan hitamnya yang disimpan rapi bersama beberapa piringan hitam dan kaset album Indonesia, seperti Koes Plus, Bing Slamet, Nick Mamahit, dan Jack Lemmers.1 3. Aku memandang wajah Nara yang ganteng. 4. Dia mengisinya dengan cepat dengan tulisan yang lumayan halus dan rapi untuk ukuran orang Eropa. 5. Maman galak sekali. 6. Sungguh besar. Sungguh mewah. O Kata tempat 1. Dia tahu, ketika dalam keadaan gundah, aku pasti menenangkan diri di pemakaman Père Lachaise yang begitu luas. 2. Om Tjai pernah mengundang seorang ahli batik ke Restoran Tanah Air ketika aku masih kecil, dan setiap pulang sekolah aku duduk menyaksikan proses itu berjam-jam dengan mata melotot. 3. Tetapi Wisma Indonesia malam itu jauh dari kehangatan. 4. Miroirs” dari Joseph Maurice Ravel itu selalu mengisi apartemen Lintang. 5. Dia langsung merancang sebuah tempat pertemuan yang istimewa: L’amour, sebuah kafe yang berlokasi di Brussel, Belgia.