“LAUT BERCERITA”
KARYA LEILA S. CHUDORI
Di antara kegaduhan itu, aku hanya bisa menangkap cerita bahwa ibunda
Sunu kami biasa memanggilnya Bu Arum yang biasa membatik mengatakan, dia
yakin Sunu diam-diam mampir ke rumahnya.
j. Bergurau
Beberapa kali aku menyampaikan, dengan setengah bergurau, para aktivis tak
perlu bermimpi Indonesia akan pernah mengalami People's Power seperti EDSA.
4. Tokoh
Tokoh Bapak
Tokoh Bapak digambarkan sebagai tokoh yang penyayang, lembut, dan
pemberani.
Tokoh Gala Pranaya
Tokoh Gala Pranaya digambarkan sebagai tokoh yang pemberani, tidak mudah
putus asa, dan bijaksana.
Tokoh Ibu
Tokoh Ibu digambarkan sebagai tokoh yang pekerja keras, lembut, dan
penyayang terhadap anak-anak dan lingkungan sekitarnya.
Tokoh Arifin Bramantyo
Tokoh Bram merupakan aktivis mahasiswa dan teman Laut digambarkan sebagai
tokoh yang santun, pemberani, dan memiliki sikap semangat yang tinggi
Tokoh Empat Sekelompok Penjahat
Tokoh Empat Sekelompok Penjahat digambarkan sebagai tokoh yang kejam dan
licik.
Tokoh Para Intel
Tokoh para intel digambarkan sebagai orang-orang keji yang tak punya perasaan
atau tak berperikemanusiaan
5. Sudut Pandang
Novel ini ditulis dalam sudut pandang orang pertama dari kedua karakter berbeda
yaitu Biru Laut Wibisono dan Asmara Jati.
1) Biru Laut Wibisono
Laut menceritakan tentang perjuangannya sebagai mahasiswa yang ingin
merubah Indonesia menjadi lebih baik dengan menentang kebijakan masa orde baru
dimana masa itu rakyat Indonesia tidak memiliki kebebasan dalam berpendapat. Laut
juga menceritakan kegiatan winatra dan wirasena aksi-aksi yang ingin dilakukan
namun banyak rintang yang mereka hadapi, serta menceritakan kekejaman para
Aparat pada masa itu.
Contoh kutipan Biru Laut sebagai sudut pandang orang pertama:
"Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke
sebuah tempat. Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat kain apak yang
hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan tinja dan kencing".
"Aku mengenal Kasih Kinanti setahun lalu di kios Mas Yunus, langganan
kami berbuat dosa. Disanalah kawan-kawan sesama pers mahasiswa diam-diam
menggandakan beberapa bab novel Anak Semua Bangsa dan berbagai buku terlarang
lainnya".
2) Asmara Jati
Asmara menceritakan perjuangannya dalam mencari sang kakak dan teman-
teman aktivis yang hilang. Asmara bersama teman-teman serta keluarganya berjuang
untuk mangungkap kebenaran dan mendapatkan keadilan untuk sang kakak dan
aktivis-aktivis yang hilang dari pemerintah.
Contoh kutipan Asmara Jati sebagai sudut pandang orang pertama:
"Pada saat inilah aku selalu ingin menghambat Bapak dari keinginannya yang
sia-sia itu. Dia pasti mengambil empat buah piring makan dan meletakkannya satu
persatu di atas meja makan."
6. Gaya Bahasa
1) Majas Simile
Simile adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat eksplisit dengan
cerminan kata yaitu: seperti, sama, sebagai, bagaikan, dan laksana.
Majas simile ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Manusia, binatang, dan segala makhluk hidup akan tenggelam. Karena itu,
aku mengira begitu aku tenggelam, kematianku akan menghasilkan guncangan besar.
Atau bak Dewi Kali yang perlahan menarik nyawaku dari tubuh seperti seuntai
benang yang perlahan-lahan ditarik dari sehelai kain tenun. Tenang tapi menghasilkan
rasa yang tak seimbang".
Pada ungkapan yang pertama menggambarkan perasaan tokoh Laut yang
melihat kematiannya secara nyata dan dia merasakan seperti nyawanya ditarik
perlahan dari tubuhnya dengan seuntai benang yang perlahan ditarik dari sehelai kain
tenun.
"Tentang ibu yang pernah mengatakan karakter kami seperti langit dan bumi
meski berasal dari rahim yang sama".
Pada ungkapan yang kedua, tokoh Laut mengatakan bahwa dirinya dan
adiknya bagaikan langit dan bumi yang dimana memiliki perbandingan yang begitu
jauh namun berasal dari satu sumber kelahiran yang sama. Dua ungkapan di atas
dapat dikatakan bahwa gaya bahasa simile menjadi salah satu gaya bahasa yang
sering digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang sama dengan hal lain.
2) Majas Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk mengecilkan suatu keadaan
dengan tujuan merendah.
Majas litotes ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Aku bukan Naratama yang fasih atau Gusti yang sadar akan senyumnya yang
magnetik bagi para perempuan. Aku bakal menjadi patung begitu berhadapan
dengannya".
Kalimat di atas menunjukkan bahwa senyuman temannya yang lebih
memikat daripada tokoh utama Laut, sehingga menggunakan kata patung seolah-olah
tidak ada unsur yang bisa memikat lawan jenis ketika berbicara.
3) Majas Metafora
Metafora adalah analogi atau perumpamaan yang membandingkan dua hal
berbeda. menggunakan kata: seperti, bak, bagai, dan bagaikan.
Majas metafora ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Karena peristiwa penangkapan para aktivis masih saja menggelayuti
Yogyakarta, membawa-bawa fotokopi buku karya Pramoedya Ananta Toer sama saja
dengan menenteng bom; kami akan dianggap berbahaya dan pengkhianat bangsa.".
Pada ungkapan yang pertama dapat dijelaskan gaya bahasa metafora yang
memiliki pengertian perbandingan yang singkat dari pokok pertama ke pokok kedua
ini terlihat bagaimana membawa sebuah fotokopi buku karya sastrawan ternama
Indonesia seperti sebuah bom yang menjadi hal yang paling berbahaya dan
dihubungkan pada sebuah pengkhianatan.
"Sunu Daryanto adalah sahabat pertama yang datang dalam hidupku seperti
angin segar di musim kemarau. Tanpa perlu banyak bicara dan tak pernah bertukar
ceracau, Sunu dan aku saling memahami dalam diam".
Pada ungkapan yang kedua terlihat bahwa perbandingan antara bentuk
perilaku tokoh Sunu Daryanto yang dihubungkan dengan situasi lingkungan.
4) Majas Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Majas repetisi ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Menangani Daniel dan karakternya yang berapi-api tentu saja tidak mudah.
Kesalahan sekecil apapun dalam hidup ini mudah membuatnya gelisah".
"Matilah engkau mati, engkau akan lahir berkali-kali.".
"Aku bertemu Laut waktu dia sedang diplonco Kinan, sembari menyambung
kalimatnya dengan serangkaian tawa yang terkekeh-kekeh seakan-akan ada yang lucu
dari ucapannya".
5) Majas Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda
mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah hidup dan memiliki sifat-
sifat kemanusiaan.
Majas personifikasi ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Aroma bumbu campuran kunyit, kemiri, dan daun jeruk yang dipadu santan
cair itu bukan hanya merangsang hidungku, tetapi juga mendorong langkahku menuju
dapur.".
Kutipan di atas menggambarkan sebuah benda mati yaitu aroma bumbu yang
dapat menimbulkan reaksi indra perasa dan penggerak tubuh yang biasanya muncul
dari dalam diri karena sebuah motivasi akan sebuah perilaku atau penggerak dari
sebuah perilaku. Namun menggunakan aroma bumbu dari campuran aneka bahan
masakan menjadikan reaksi indra yang tidak biasa.
"Sang Penyair bercerita bagaimana puisi dan naskah drama bukan hanya
terdiri dari sederetan kata-kata cantik, tetapi kata-kata yang memiliki ruh untuk
menerjang kesadaran kita agar berpikir dan bergerak".
Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas pesonifikasi karena memberi
sifat insani pada benda mati. Kata puisi dan naskah drama yang dikatakan memiliki
roh seperti layaknya manusia digunakan untuk menggambarkan sebuah penyadaran
untuk tetap bergerak dan berpikir.
6) Majas Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa yang mempergunakan sebagian dari
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian.
Majas sinekdoke ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Begitu kumasuki lorong yang menghubungkan ruang depan dengan
belakang, cuping hidungku diserang aroma pesing yang memualkan".
Pada contoh kalimat pertama dapat dilihat penggunaan kata cuping hidungku,
bagian tubuh yang mewakili keseluruhan tubuh untuk menyatakan sebuah reaksi dari
situasi yang dialami saat itu.
"Sedangkan para seniman Taraka yang diperkenalkan kepadaku adalah
Abiyasa, Hamdan Murad, dan Coki Tambunan".
Pada kalimat kedua di atas, ketiga nama tersebut mewakili dari keseluruhan
anggota dari seniman Taraka yang disebutkan sebelumnya.
7) Majas Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.
Majas hiperbola ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Kami melahap semuanya, dari koran hingga buku-buku, dari komik wayang
hingga buku-buku klasik karya semua penulis Eropa dan Amerika Latin yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia".
Kalimat pertama menggunakan kata melahap dari apa yang dibaca, yang
seharusnya kata melahap digunakan untuk aktivitas memasukan makanan ke dalam.
"Bram yang memang ahli merangkai kata dan pandai membuat hati mekar itu
berhasil meruntuhkan keraguan ayahnya"
Pada kalimat kedua seorang tokoh Bram yang dikatakan memiliki
kemampuan dalam merangkai sebuah kata yang dapat menyebabkan reaksi yang
berlebihan pada lawan bicara.
8) Majas Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa gaya bahasa yang menggunakan ungkapan yang
seharusnya digunakan untuk kata lain dari yang sebenarnya dimaksud.
Majas hipalase ini ditemukan pada kutipan berikut:
"Sunu sering betul mengatakan betapa hangatnya rumahku, betapa ramahnya
orang tuaku, dan betapa Sunu tak ingin pergi dari dapur karena masakan ibu yang
membuat lidah yang beku menjadi hidup saking nikmatnya".
Jika diperhatikan dari kalimat pertama kata beku seharusnya dipergunakan
pada bentuk sebuah es, namun kata beku yang digunakan pada lidah untuk
menggantikan kata lain yang seharusnya menandakan kondisi sebuah lidah.
Pengarang menggunakan gaya bahasa hipalase pada kalimat berikut.
"Alex memang selalu cerdas dan selektif mengambil momen. Dia juga sering
berhasil merogoh jiwa orang yang dipotretnya".
Pada kalimat diatas ini kata merogoh digunakan pada kondisi melakukan
pengambilan pada suatu benda dalam suatu tempat. Namun kata merogoh di sini
menggantikan kata lain yang seharusnya lebih baik digunakan, misalnya menarik.
7. Amanat
Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori memang terlihat fiksi, tetapi nyatanya
perjuangan yang dilakukan oleh Laut dan kawan-kawannya adalah aksi nyata, yang mana hal
itu sebelumnya terjadi pula di lazim orde baru tahun 1998. Tentunya ada langkah panjang
yang tidak mudah dari para pejuang yang mereka perjuangkan demi bangsa yang lebih baik
di masa itu serta di masa depan. Para pejuang rela untuk jatuh lalu bangkit lagi dengan
harapan agar kelak di masa mendatang semua dapat berubah menjadi lebih baik. Dari semua
perjuangan tersebut, banyak yang dapat kita petik dan teladani serta mensyukuri dengan
kehidupan sekarang ini, yang mana lebih baik dari masa sebelumnya. Berikut amanat yang
dapat kita petik dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori:
-Jangan pernah takut untuk berjuang melawan ketidakadilan walaupun berkali-kali
harus menerima kekerasan dan penyiksaan.
-Jangan pernah menyerah dalam memperjuangkan sesuatu yang patut untuk
diperjuangkan.
-Jangan mudah percaya dengan orang lain walaupun itu teman sendiri karena bisa jadi
orang terdekatlah yang menjadi musuh dalam selimut.
Secara garis besar, novel ini mengajarkan kita untuk tidak takut dalam berjuang
melawan ketidakadilan dan berusaha mendapatkan hal yang sudah sepatutnya didapatkan,
serta mengajarkan kita bahwa sepahit apapun suatu kenyataan, pasti memiliki akhir yang
manis. Percayalah bahwa selalu ada hikmah yang dapat dipetik dari segala peristiwa yang
terjadi.